Anda di halaman 1dari 10

Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380 C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat
,gangguan elektrolit atau metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi
berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang dari 15
menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.
Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang dari 15
menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.
Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam,yaitu (1) Imaturitas
otak dan termoregulator, (2) Demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat, dan
(3) predisposisi genetik: > 7 lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan)
Diagnosis
Anamnesis
- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang
- Suhu sebelum/saat kejang,frekuensi dalam 24 jam,interval,keadaan anak pasca
kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala Infeski
saluran napas akut/ ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA,
dll)
- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga,
-

Singkirkan

penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang

mengakibatkan

gangguan

elektrolit, sesak

yang

mengakibatkan

hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)


Pemeriksaan Fisis
- Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran, Suhu tubuh: apakah

terdapat demam
- Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique,
Laseque - Pemeriksaan nervus kranial
- Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun ubun besar (UUB) membonjol
, papil edema
- Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA,
ISK, dll - Pemeriksaan neurologi: tonus,
motorik, r r
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab
demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula
darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin atau feses.
-

Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

menegakkan/menyingkirkan kemungkinan

dilakukan

meningitis.

Pada

untuk
bayi

kecil

seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis


karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi lumbal dianjurkan pada :
- Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat
dianjurkan - Bayi usia 12-18 bulan : dianjurkan
- Bayi usia > 18 bulan tidak rutin dilakukan
- Pemeriksaan elektr(EEG) tidak direkomendasikan .EEG masih dapat
dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya : kejang demam
kompleks pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
- Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada indikasi,
misalnya :
- Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan
adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas)
- Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun,
muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil).

Tata laksana
Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada algoritme tatalaksana
kejang. Saat ini lebih diutamakan pengobatan pr
- Antipiretik
Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari
5 kali atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
- Anti kejang
Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu tubuh > 38,50 C.Terdapat efek
samping berupa ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39%
kasus.
Pengobatan jangka panjang/rumatan
Pengobatan jangka panjang hanya diberikan jika kejang demam
menunjukkan cirri sebagai berikut (salah satu):
- Kejang lama > 15 menit
- Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang : hemiparesis, paresis
Todd, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus.
- Kejang fokal
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :
- Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam
- Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
- Kejang demam > 4 kali per tahun.
Obat untuk pengobatan jangka panjang: fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgBB/hari
dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis)
Pemberian obat ini efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (Level I).

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara


bertahap selama 1-2 bulan.
Indikasi rawat
- Kejang demam kompleks - Hiperpireksia
- Usia dibawah 6 bulan
- Kejang demam pertama kali - Terdapat kelainan neurologis.
Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah :
- Riwayat kejang demam dalam
keluarga - Usia kurang dari 12 bulan
- Temperatur yang rendah saat kejang
- Cepatnya kejang setelah demam
Jika seluruh faktor di atas ada,kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,s
edangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang
demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar
pada tahun pertama.
Faktor risiko terjadinya epilepsi
- Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama. - Kejang demam kompleks
- Riwayat epielpsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai
4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi
menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah denagn
pemberian obat rumat pada kejang demam.

Kepustakaan
1. Konsensus penatalaksanaan kejang demam UKK Neurologi IDAI 2006.
2. ILAE. Comission on Epidemiology and Prognosis.Epilepsia 1993;34:592-8.
3. .AAP.The neurodiagnostic evaluation of the child with simple febrile
seizures.Pediatr 1996; 97:769-95.
4.

Wong V, dkk. Clinical guidelines on management of febrile

convulsion. HK J pediatr;7:143-51. 5.

Van Esch A, dkk.Antipyretic of

ibuprofen and acetaminophen in children with febrile seizures.


Arch Pediatr Adolesc Med 1995; 149:632-5.
6. Knudsen FU. Intermitten diazepam prophylaxis in febrile convulsions: Pros
and cos. Acta Neurol Scand 1991; 83(suppl. 135):1-24.
7. AAP. Practice parameter.Longterm treatment of the child with simple febrile
aseizures. Pediatr 1999; 103:1307-9.
8. Knudsen FU. Febrile seizures-treatment and outcome.Epilepsia 2000; 41:2-9.

Asma
Asma

adalah

mengi

berulang

dan/atau

batuk

persisten

dengan

karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini


hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas serta terdapat riwayat asma atau atopi
lain pada pasien dan/atau keluarganya. Prevalens total asma di seluruh dunia
diperkirakan 7,2% (10% pada anak) dan bervariasi antar negara. Prevalens asma
di Indonesia berdasarkan penelitian tahun 2002 pada anak usia 13-14 tahun adalah
6,7%.
Eksaserbasi (serangan asma) adalah episode perburukan gejala-gejala
asma secara progresif. Gejala yang dimaksud adalah sesak napas, batuk, mengi,
dada rasa tertekan, atau berbagai kombinasi gejala tersebut. Pada umumnya,
eksaserbasi disertai distres pernapasan. Serangan asma ditandai oleh penurunan
PEF atau FEV . Derajat serangan asma bervariasi mulai dari yang ringan,
sedang, berat dan serangan yang mengancam jiwa, perburukan dapat terjadi
dalam beberapa menit, jam, atau hari. Serangan akut biasanya timbul akibat
pajanan terhadap faktor pencetus (paling sering infeksi virus atau alergen),
sedangkan serangan berupa perburukan yang bertahap mencerminkan kegagalan
pengelolaan jangka panjang penyakit.
Diagnosis
Anamnesis
Untuk memperkuat dugaan asma, anamnesis harus dilakukan dengan
cermat agar didapatkan riwayat penyakit yang tepat mengenai gejala sulit
bernapas, mengi, atau dada terasa berat yang bersifat episodik dan berkaitan
dengan musim, serta adanya riwayat asma atau penyakit atopi pada anggota
keluarga.
Pertanyaan berikut ini sangat berguna dalam pertimbangan diagnosis asma
(consider diagnosis of asthma):
- Apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi berulang?

- Apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?


- Apakah anak mengalami mengi atau batuk setelah berolahraga?
- Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa berat, atau batuk setelah
terpajan alergen atau polutan?
- Apakah jika mengalami pilek, anak membutuhkan >10 hari untuk sembuh?
- Apakah gejala klinis membaik setelah pemberian pengobatan anti asma?
Pola gejala harus dibedakan apakah gejala tersebut timbul pada saat
infeksi virus atau timbul tersendiri di antara batuk pilek biasa. Pencetus yang
dapat berupa aktivitas, emosi (misalnya menangis atau tertawa), debu,
makanan/minuman, pajanan terhadap hewan berbulu, perubahan suhu lingkungan
atau cuaca, aroma parfum yang kuat atau aerosol, asap rokok, atau asap dari
perapian. Derajat berat ringannya gejala harus ditentukan untuk mengarahkan
pengobatan yang akan diberikan.
Pemeriksaan Fisis
- Kesadaran - Suhu tubuh
- Sesak napas, apakah terdapat sesak napas - Tanda gagal napas
- Tanda infeksi penyerta/komplikasi
- Penilaian derajat serangan asma: ringan/sedang/berat/mengancam jiwa
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Fungsi Paru: Peak Flow Meter, spirometer
- Analisis gas darah: pada asma dapat terjadi asidosis respiratorik dan metabolik Darah lengkap dan serum elektrolit
-

Foto Toraks: pada asma umumnya tampak hiperaerasi, bisa dijumpai


komplikasi berupa atelektasis, pneumotoraks, dan pneumomediastinum

Tata laksana
Serangan Asma Ringan
- Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respons yang baik
(complete response), berarti derajat serangannya ringan.
- Pasien diobservasi selama 1-2 jam, jika respons tersebut bertahan, pasien
dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat -agonis (hirupan atau oral) yang

harus diberikan tiap 4-6 jam.


- Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan steroid oral
jangka pendek (3-5 hari). (Evidence D)
- Pasien kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48
jam untuk evaluasi ulang tata laksana.
-

Jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat


tersebut diteruskan hingga evaluasi ulang yang dilakukan di klinik rawat
jalan. Namun, jika setelah observasi 2 jam gejala timbul kembali, pasien
diperlakukan sebagai serangan asma sedang.

Serangan Asma Sedang


- Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali pasien hanya menunjukkan
respon parsial (incomplete response), kemungkinan derajat serangannya
sedang. Untuk itu, derajat serangan harus dinilai ulang sesuai pedoman.
-

Jika serangannya memang termasuk serangan sedang, pasien perlu


diobservasi dan ditangani di ruang rawat sehari (RRS). Pada serangan asma
sedang, diberikan kortikosteroid sistemik (oral) metilprednisolon dengan
dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 3-5 hari. (Evidence A)

- Walaupun belum tentu diperlukan, untuk persiapan keadaan darurat, pasien


yang akan diobservasi di RRS langsung dipasang jalur parenteral sejak di unit
gawat darurat (UGD).
Serangan Asma Berat
- Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak menunjukkan respon
(poor response), yaitu gejala dan tanda serangan masih ada (penilaian ulang
sesuai pedoman), pasien harus dirawat di ruang rawat inap.
- Oksigen 2-4L/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi. (Evidence B)
- Kemudian dipasang jalur parenteral dan dilakukan foto toraks.
- Bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien harus
langsung dirawat di ruang rawat intensif.Pada pasien dengan serangan berat dan
ancaman henti napas,foto toraks harus langsung dibuat untuk mendeteksi

komplikasi pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum.


- Jika ada dehidrasi dan asidosis, diatasi dengan pemberian cairan intravena dan
koreksi terhadap asidosis.
- Steroid intravena diberikan secara bolus, tiap 6-8jam. (Evidence A) - Dosis
steroid intravena 0,5-1 mg/kg BB/hari.
- Nebulisasi -agonis + antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2
jam; jika dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak
pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam. (Evidence B)
- vena dengan ketentuan sebagai berikut:
- Jika pasien belum mendapat sebelumnya, diberikan dosis awal (inisial) sebesar
6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrosa 5% atau garam sebanyak 20 ml,
diberikan dalam 20-30 menit.
- Jika pasien telah mendapat sebelumnya (kurang dari 4 jam), dosis yang
diberikan adalah setengah dosis inisial.
- Sebaiknya kadar dalam darah diukur dan dipertahankan sebesar 10-20 mcg/ml
- Selanjutnya, dosis rumatan diberikan sebesar 0,5-1 mg/kgBB/jam.
(Evidence D)
- Jika telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam, sampai
dengan 24 jam.
- Ster
- Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali
obat -agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48
jam. Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat
jalan dalam 24-48 jam untuk evaluasi ulang tata laksana.
- Ancaman henti napas; hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen
(kadar PaO <60 mmHg dan/atau PaCO >45 mmHg). Pada ancaman henti napas
diperlukan ventilasi mekanik.

Kepustakaan
1. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and
prevention. National Institute of Health. National Heart, Lung, and Blood
Institute; NIH publ. No. 02-3659, 2002 (revisi).
2. Michael Sly. Asthma. In: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM,
penyunting. Nelson textbook of pediatric, edisi ke-15, Philadelphia: Saunders,
1996, h. 628-40.
3. UKK Respirologi PP IDAI. Pedoman nasional penanganan asma pada
anak. Indonesian Pediatric Respiratory Meeting I: Focus on asthma, Jakarta,
2003.
4. Warner JO, Naspitz CK. Third international pediatric consensus statement on
the management of childhood asthma. Ped Pulmonol. 1998; 25:1-17.
5. Bush A. Chronic cough and/or wheezing in infants and children less than 5
years old: diagnostic approaches. Dalam: Naspitz CK, SJ, Tinkelman, DG,
Warner JO, penyunting. Textbook of pediatric asthma.An international
perspective. London: Martin Dunitz Ltd; 2001: h.99-120.
6. Cartier A.Anti allergic drugs. In: OByme PM,Thomson NC, Ed. Manual of
asthma management, edisi ke-2, London: Saunders, 2001.h.197-201.

Anda mungkin juga menyukai