Anda di halaman 1dari 6

Sistem Pemilu dan Pendanaan Parpol

Oleh Erwin Moeslimin Singajuru

Belum lama, Maruli Tua (Ketua Tim Kajian Pendanaan Partai Politik-KPK)
menulis di media, bahwa KPK telah lama mengkaji sistem politik di Indonesia
dan kemudian mengidentifikasi tiga masalah utama parpol, yaitu perekrutan,
kaderisasi dan pendanaan. Yang menarik dalam kajian lanjutan KPK tahun
2014,

direkomendasikan

agar

alokasi

anggaran

terhadap

parpol

ditingkatkan. Kajian Tim KPK ini memang diawali oleh rasa, sikap skeptis
dan kehati-hatian yang tinggi, ini terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang
disampaikan seperti, bagaimana mungkin uang rakyat digunakan untuk
mendanai institusi yang bertahun-tahun dipersepsikan korup? Apalagi di
tengah kepercayaan publik yang nyaris di titik nadir terendah. Apa jaminan
bahwa subsidi akan mencegah masifnya korupsi DPR/D dan serentetan
pertanyaan negatif lainnya.
Hasil kajian Tim ini juga menyimpulkan, bahwa akar masalah mengapa
masifnya korupsi di DPR/D tak lain karena minimnya pendanaan politik.
Dengan kata lain, selama ini parpol kesulitan mengadakan pendanaan
sendiri yang menyebabkan mereka harus mencari-cari jalan bagaimana
untuk mendapatkan dana itu. Lalu umumnya mereka menempuh jalan pintas
yaitu korupsi selagi kesempatan itu ada. Dari sinilah, muncul wacana dari
Tim KPK untuk mengkonstruksi agar parpol sebaiknya didanai oleh negara.
Pemberdayaan Parpol
1

Pertanyaan yang muncul selanjutnya, apa dasar hukum parpol itu


sehingga perlu disubsidi negara. Dalam konteks sistem politik demokrasi di
Indonesia, partai jelas-jelas diakomodir dalam konstitusi (UUD 1945). Pasal
6A ayat (2) dan Bab VIIB, Pasal 22E ayat (3), dinyatakan: Peserta pemilihan
umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat daerah adalah partai politik.
Terkait bunyi pasal ini, maka tak pelak lagi semestinya parpol justru
harus ditingkatkan derajatnya karena parpol bukan saja sebagai penggerak
demokrasi tetapi parpol adalah instrumen negara. Maknanya, segala hal
pergerakan parpol tidak lain untuk kepentingan negara, kata lain negara
membutuhkan parpol. Oleh karena itu, membiarkan parpol dalam keadaan
sakit secara pendanaan atau ada pembiaran parpol terjebak dalam konflik
internal berkepanjangan sama saja dengan menafikkan eksistensi parpol
yang dijamin konstitusi.
Memaknai parpol sebagai instrumen negara semestinya menjamin
kehidupan parpol.

Menurut hemat penulis, rekomendasi Tim KPK agar

parpol disubsidi negara melegakan sekaligus patut dicoba, agar ke depan


terjadi perubahan terkait peran dan fungsi parpol. Paling tidak akar
masalah parpol yang selalu bersumbu pada kesulitan pendanaan dapat
teratasi dan parpol dapat fokus pada pekerjaannya untuk negara. Lebih dari
itu, niat korupsi dengan alasan kesulitan dana telah teratasi.
Pendanaan atau subsidi oleh negara ini menjadi penting mengingat,
selama ini faktanya partai sering keteteran dalam pendanaan. Bahkan tak
2

jarang para anggota partai ikut serta memaksakan diri mengumpulkan dana
partai untuk memenuhi kebutuhannya yang lalu terjebak pada korupsi.
Modus yang dilakukan, diantaranya, maju sebagai kandidat kepala daerah
dengan shadow candidat model (kandidat bayangan) yang berporos pada
politik dinasti dan calon bersponsor. Politik bernuansa dinasti ini, terasa saat
banyak anak, menantu, dan kerabat lainnya dari orang berkuasa di daerah
yang tampil jadi kandidat. Pada saat terpilih,
model kandidat bayangan
terjebak

pada

yang

tidak sedikit anggota partai

yang terpilih menjadi kepala daerah ini, lalu

diistilahkan

Stanislav

Andreski

(1968)

sebagai

kleptokrasi. Kleptokrasi adalah memberi keleluasaan pada peran penguasa


yang tujuan utamanya untuk kekayaan pribadi atau kelompok. Mereka
memiliki kekuatan untuk memperoleh kekayaan tersebut karena memegang
jabatan publik. Dampaknya, daerah menjadi tempat bancakan kekuasaan
hasil kolaborasi antara penguasa dan pengusaha (sponsor). Dari sinilah
pentingnya pendanaan dari negara itu agar partai tidak lagi mengais-ngais
sumber dana haram untuk memenuhi kebutuhan partai. Lebih dari itu sang
wakil yang duduk di parlemen pun dapat tenang dan fokus dalam mengurusi
negara.
Akuntabilitas
Wacana

pendanaan

untuk

partai

tentu

bukanlah

tanpa

pertanggungjawaban (akuntabilitas). Oleh karena itu, implementasinya kelak


harus ketat, terukur, transparan, dan selalu siap untuk diaudit. Akuntabilitas
ini sekaligus untuk menepis kesan atau skeptisme yang sudah terlanjur
3

berkembang terhadap parpol. Penulis yakin subsidi yang diiringi dengan


sistem keuangan yang baik sekaligus dikawal KPK akan dapat menekan
kemungkinan terjadinya penyelewengan dana subsidi itu.
Adanya subsidi negara akan berdampak pula pada internal partai.
Selama ini banyak politisi sulit bergerak karena partai kental dengan adat
oligarki. Subsidi itu dengan sendiri akan melepaskan adat oligarki partai
menuju ke kemandirian dengan warna egalitarian. Dalam jangka panjang
partai akan sangat mandiri dan menunjukkan karakternya sebagai instrumen
penting negara.
Dampak langsung lain terhadap partai dari adanya subsidi pendanaan
adalah sistem pemilu yang semula diusulkan oleh pemerintah dengan
proporsional terbuka terbatas dengan sendirinya akan gugur. Seperti
diketahui, sistem proporsional terbuka terbatas diantaranya menyebabkan
terjadinya liberalisasi; di sini calon partai berduitlah yang akan menang.
Money politic akan merebak luas karena sistem proporsional terbuka intinya
mengantarkan calon menjadi sangat pragmatis, tentu yang memiliki uang
akan mengalahkan calon yang tidak berduit.
berjalan,

sebab

calon

dari

menyingkirkan kader partai

luar

dapat

Pengkaderan partai tidak

saja

menyodok

tiba-tiba

dari dalam yang sudah merintis karir sejak

lama.Berdemokrasi disini menjadi tidak sehat. Oligarki partai pun tak


terelakkan karena Sekretaris Jenderal dan Ketua Umum atau elit partai
biasanya sangat dominan dan menentukan. Di sinilah sistem pengelolaan

oligarki partai menjadi tak terhindar. Model partai semacam ini yang
umumnya ditolak oleh para anggota parpol karena dianggap tidak adil dan
berkompetisi tidak sehat. Dari sini pula usulan pemerintah terhadap konsep
proporsional terbuka terbatas menjadi tidak relevan.
Kajian Tim KPK tampaknya menyadari benar, apa yang menjadi titik
lemah parpol. Oleh karena itu, muara utama yang mereka rekomendasikan
untuk membenahi parpol sungguh solusi yang sangat berguna bagi masa
depan parpol, masyarakat dan negara.
Bonum Commune
Akhirnya, parpol adalah instrumen negara yang mestinya dipahami
bersama guna menunjang pemilu dan demokrasi dalam jangka panjang. Kita
sangat berkepentingan bagaimana agar demokrasi semakin matang karena
harus terus dikonsolidasikan. Seperti dikatakan Larry Diamond dalam
Developing Democracy: toward Consolidation (1999), konsolidasi demokrasi
itu soal bagaimana kita merawat stabilitas dan persistensi demokrasi.
Agar terwujudnya demokrasi seperti yang kita idamkan dibutuhkan
kemauan untuk tetap konsisten menapak ke depan. Gagasan Tim KPK terkait
subsidi dana untuk parpol harus kita ujicobakan dalam kerangka besar
demokrasi tadi. Kalau kita tidak berani mencoba berarti kita tetap
membiarkan nasib parpol involutif (jalan di tempat).

Kita ingin parpol semakin matang dan berfungsi optimal dalam mengisi
demokrasi terutama yang akan melahirkan kader bangsa dan fungsi
pendidikan politik bagi rakyat. Siapa pun tidak ingin parpol setback hanya
sebagai pelengkap penderita atau berfungsi semu seperti masa orde baru.
Demokrasi adalah proses, sekaligus tujuan, yakni mewujudnya bonum
commune atau kepentingan publik yang dapat dirasakan dan dinikmati oleh
warga pemilik mandat kekuasaan, parpol adalah bagian dari proses itu.

Erwin Moeslimin Singajuru, anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi


PDI P

Anda mungkin juga menyukai