Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................1
Daftar Isi..................................................................................................................2
BAB I
A. Pendahuluan.................................................................................................3
BAB II
I.1. Anatomi.......................................................................................................5
I.2. Fisiologi.......................................................................................................6
2.3.1. Definisi............................................................................................7
2.3.2. Epidemiologi...................................................................................7
2.3.3. Etiologi............................................................................................8
2.3.4. Patogenesis......................................................................................12
2.3.5. Klasifikasi .......................................................................................15
2.3.6. Manifestasi Klinis............................................................................17
2.3.7. Diagnosis.........................................................................................20
2.3.8. Pemerikasaan penunjang.................................................................21
2.3.9. Diagnosis Banding...........................................................................28
2.3.10. Tatalaksana......................................................................................28
2.3.11. Komplikasi.......................................................................................37
2.3.12. Prognosis.........................................................................................38
BAB III
Kesimpulan..................................................................................................39
Daftar Pustaka..........................................................................................................40
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker kolorektal merupakan salah satu jenis kanker yang terjadi pada mukosa kolon
di mana penyakit ini mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Berdasarkan
studi epidemiologi yang dilakukan oleh Haggar, et al1 tahun 2009 dikatakan bahwa jumlah
insiden kanker kolorektal di dunia mencapai 9% dari semua jenis kanker. Berdasarkan data
dari World Cancer Research Fund International (WCRF) tahun 2008 kanker kolorektal
menempati peringkat ketiga setelah kanker paru dan kanker payudara sebagai kanker dengan
frekuensi terbanyak dengan 1,2 juta kasus baru. Data World Health Organization (WHO)
tahun 2008 menempatkan kanker kolorektal pada urutan keempat setelah kanker paru, kanker
lambung dan kanker hati sebagai penyebab kematian akibat kanker dengan 608.000
kematian.1
Berdasarkan data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2007 dan
penelitian yang dilakukan Lieberman tahun 2009 menunjukkan bahwa di Amerika Serikat
kanker kolorektal menempati peringkat ke dua sebagai penyebab kematian terbanyak akibat
kanker. Data CDC tahun 2007 menunjukkan sekitar 142.672 penduduk Amerika Serikat
didiagnosis menderita kanker kolorektal dengan pembagian 72.755 pada laki-laki dan 69.917
pada perempuan. The American Cancer Society (ACS) memperkirakan bahwa pada tahun
2011 di Amerika Serikat akan ada 141.210 kasus baru kanker kolorektal dan 49.380 kematian
dari kanker ini, sedangkan National Comprehensive Cancer Network Guidelines in Oncology
(NCCN Guidelines) memperkirakan bahwa pada tahun 2012 di Amerika Serikat akan muncul
103.170 kasus baru kanker kolon dan 40.290 kasus baru kanker rektum dengan jumlah
kematian akibat keduanya yakni sebesar 51.690 kematian. Data WHO South East Asia
Region (SEARO) yang didapatkan dari Globocan8 tahun 2008 menunjukkan bahwa angka
kejadian kanker kolorektal di Asia Tenggara mencapai 97.000 kasus dengan 66.000
kematian.1
Di Indonesia sudah mulai banyak data mengenai angka kejadian Kanker kolorektal.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, kanker kolorektal di Indonesia berada pada
peringkat 9 dari 10 peringkat utama penyakit kanker pasien rawat inap di seluruh rumah sakit
di Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 1.810 dengan proporsi sebesar 4,92%.
Berdasarkan data Rumah Sakit Kanker Dharmais10 tahun 2010, kanker kolorektal masuk
dalam 10 besar kanker tersering dimana kanker rektum menempati urutan keenam dan kanker
kolon menempati urutan kedelapan. Di Maluku, data epidemiologi mengenai kanker
kolorektal masih sangat kurang. Data yang didapat dari bagian rekam medik RSUD Dr. M
Haulussy Ambon11 menunjukkan jumlah pasien kanker kolorektal tahun 2011 berjumlah 5
orang. Hal ini dapat terjadi oleh karena kurangnya media untuk deteksi dini dan diagnosis
3
suatu kanker kolorektal. Namun sejak tahun 2012, di RSUD Dr. M Haulussy Ambon sudah
bisa dilakukan pemeriksaan Endoskopi Saluran Cerna Bagian Bawah (ESCBB/kolonoskopi)
dimana pemeriksaan ini penting untuk mendeteksi dini atau mendiagnosis suatu kanker
kolorektal. Sel-sel kanker kolorektal juga bisa menginvasi dan merusak jaringan di sekitarnya
dan yang terpenting adalah dapat melakukan metastase ke jaringan atau organ lainnya.
Insidensi puncak untuk kanker kolorektal adalah usia 60 hingga 70 tahun. Kurang dari 20%
kasus terjadi pada usia kurang dari 40 tahun, dan bila ditemukan pada usia muda perlu
dicurigai adanya kolitis ulseratif atau salah satu dari sindrom poliposis.1
Sekitar 7075% kanker kolorektal terletak pada daerah rektosigmoid. Keadaan ini
sesuai dengan lokasi polip kolitis ulserativa di mana hampir 95% lokasi polip kolitis ulseratif
berada di daerah rectum pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi
dari tumor. Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di
abdominal, anemia simptomatik dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi
pada kolon kiri dapat berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai
obstruksi.1
Pembagian tahapan pemeriksaan berdasarkan klasifikasi Duke yaitu tes darah
lengkap, digital dubur, barium enema, sigmoidoskopi, kolonoskopi. Terapi terdiri dari kuratif
dan terapi paliatif. Pengobatan kuratif adalah dengan operasi. Terapi paliatif dengan
kemoterapi dan radiasi.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi
Colon dimulai dari perbatasan ileum terminal-caecum, sepanjang 90-150 cm, sampai
perbatasan sigmoid-rectum. Terdiri dari caecum, colon ascendens, colon transversum, colon
descendens, dan colon sigmoideum. Caecum merupakan bagian terlebar (7,5 8,5 cm), dan
colon sigmoideum merupakan bagian tersempit (2,5 cm). Pada kasus obstruksi di distal,
caecum merupakan bagian yang paling sering ruptur. Lapisan dinding colon adalah mucosa,
submucosa, otot sirkular, otot longitudinal yang bergabung dengan taenia coli, dan serosa.
Kekuatan mekanis dari dinding colon berasal dari lapisan submucosa, yang memiliki
kandungan kolagen tertinggi. Colon ascendens dan colon descendens terfiksasi pada
retroperitoneal, sedangkan caecum, colon transversum, dan colon sigmoideum berada
intraperitoneal dan mobil. Omentum menempel pada colon transversum. Rectum memiliki
panjang 12-15 cm, mulai dari perbatasan sigmoid-rectum sampai perbatasan rectum-anus.
Taenia coli berakhir pada distal colon sigmoideum, dan lapisan otot longitudinal dari rectum
terus berlanjut. Pada bagian atas rectum masih ditutupi dengan peritoneum di bagian anterior,
sedangkan bagian bawahnya extraperitoneal. Rectum dikelilingi oleh fascia pelvis.3
2.2.
Fisiologi
Pertukaran air dan elektrolit Colon menyerap air, natrium, klorida, dan asam lemak
rantai pendek, serta mensekresikan kalium dan bikarbonat. Hal ini membantu
mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah dehidrasi. Kemampuan ini hilang pada
pasien dengan ileostoma, sehingga lebih mudah terjadi dehidrasi. Fungsi utama rectum
adalah sebagai resevoir dan menahan 1200cc cairan. Motilitas colon Pola kontraksi colon
adalah pergerakan retrograd, kontraksi segmental, dan pergerakan massa. Pergerakan massa
akan menyebabkan perpindahan isi colon ke arah anus. Motilitas colon dipengaruhi oleh
emosi, hormon, dan diet. Flora colon Bakteri yang paling banyak pada colon adalah bakteri
anaerob Bacteroides. Escherichia coli dan enterobacteria lainnya adalah bakteri aerob.
Bakteri colon berperan penting dalam produksi vitamin K. Supresi flora normal dengan
antibiotik broad-spectrum dapat menyebabkan pertumbuhan berlebih dari patogen, khususnya
Clostridium difficile. Gas colon 99% gas di colon adalah nitrogen, oksigen, carbon dioksida,
hidrogen, dan metana. Gas dalam usus berasal dari udara yang tertelan, fermentasi
karbohidrat dan protein oleh bakteri dalam lumen usus, dan difusi ke lumen usus dari darah.
Dalam sehari, volume flatus sekitar 600cc.3
sebagai kanker yang paling sering terjadi pada pria dan wanita pada tingkat insidensi dan
mortalitas.4,5
Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk. Dewasa ini
kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia, data
yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan
salah satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria maupun wanita.4,5
6.8%
8.7%
Sekum
1.9%
11.7%
Sigmoid
9.7%
lokasi4
51.5%
menunjukkan peran yang bermakna. Akan tetapi yang jelas faktor-faktor tersebut diatas tidak
ada yang berefek protektif. Atas dasar itu disimpulkan bahwa:
Penelitian epidemiologik, eksperimental pada binatang dan penelitian klinik memberikan
kesan bahwa diet tinggi lemak, protein, kalori, dan daging merah dan putih
adalah
terdapat
hubungan terbalik antara risiko karsinoma kolon dengan suplementasi vitamin E. Penelitian
kasus-kontrol menunjukkan juga hubungan terbalik antara suplementasi vitamin D dengan
kejadian karsinoma kolon. Demikian juga suplementasi asam folat 400mg/hari juga berperan
dalam menurunkan kejadian KKR.6
E. Konsumsi buah dan sayur
Dua puluh dua penelitian kasus dan kelola, mencakup 6000 kasus secara konsisten
mendukung bahwa terdapat hubungan terbalik antara jumlah konsumsi sayur dengan jumlah
kejadian KKR. Enam kohort mencakup lebih dari 2600 kasus, terutama publikasi terakhir
kurang mendukung hubungan konsumsi sayuran dengan
kejadian KKR.
Hubungan
konsumsi makanan yang berserat dengan kejadian KKR tidak jelas pada penelitian kohort,
sementara penelitian kasus-kelola hasilnya tidak konsisten. Uji acak terkontrol sampel kecil
menunjukkan suplemen dengan wheat bran memberikan dukungan yang kecil dalam efek
protektif terhadap kejadian adenoma kolorektal.6
F. Kelebihan berat badan
Lebih dari 20 penelitian, mencakup lebih dari 3000 kasus secara konsisten mendukung bahwa
terdapat hubungan yang positif antara obesitas dan kejadian KKR. Satu meta-analisis dari
penelitian kohort dan kasus-kelola menunjukkan kenaikan risiko 15% karsinoma kolon pada
orang yang overweight (BMI>25,0kg/m2) dibanding berat badan normal (BMI 18,5-25,0
kg/m2) dan risiko meningkat menjadi 33% pada obesitas (BMI>30 kg/m 2) dibanding berat
badan normal.6
G. Aktifitas fisik
Sekitar 50 studi kasus-kelola atau kohort, mencakup 13.000 kasus menunjukkan hasil yang
konsisten bahwa aktifitas fisik menekan risiko (pengurangan risiko sampai 50%) kejadian
karsinoma kolon. Hubungan ini kuat pada laki-laki dan karsinoma kolon, tetapi pengaruhnya
hanya sedikit pada karsinoma rektum baik laki-laki maupun perempuan.6
H. NSAID
NSAIDs akan menghambat produksi prostaglandin, melalui hambatan pada COX. COX akan
merangsang angiogenesis pada KKR. Beberapa penelitian kohort dan kasus-kontrol dengan
disain baik menunjukkan bahwa golongan NSAID yaitu piroksikam, sulindak dan aspirin
dapat mencegah terbentuknya adenoma atau menyebabkan regresi polip adenoma pada FAP.6
I. Merokok
Meskipun penelitian awal tidak menunjukkan hubungan merokok dengan kejadian KKR,
tetapi penelitian terbaru perokok jangka lama (periode induksi 30-40 tahun) mempunyai
risiko relatif berkisar 1,5-3 kali. Diestimasikan bahwa satu dari lima KKR di Amerika bisa
diatributkan kepada merokok [SIGN 2003]. Penelitian kohort dan kasus-kontrol dengan
disain yang baik menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan kenaikan
terbentuknya adenoma dan juga kenaikan risiko perubahan adenoma menjadi KKR. 6
risiko
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang masa
yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan berbagai perubahan
genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter dan
sporadik) tidak muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang diidentifikasikan
pada mukosa kolon (seperti pada displasia adenoma).4
Faktor lingkungan yang berperan pada karsinogenesis kanker kololrektal dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Faktor Lingkungan Yang Berperan Pada Karsinogenesis Kanker Kololrektal
1. Probably related
a. Konsumsi diet lemak tinggi
b. Konsumsi diet lemak rendah
2. Possibly related
a.
b.
c.
d.
4. Possibly protekstif
a.
b.
c.
d.
e.
Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol
pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa dan
akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan
sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom dan berujung pada kanker
kolorektal yaitu : instabilitas kromosom (Cromosomal Insyability atau CIN) dan instabilitas
mikrosatelit (Microsatellite Instability atau MIN). Umumnya asl kenker kolon melalui
mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran materi genetik yang tak berimbang kepada sel
anak sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN) disebabkan oleh
hilangnya perbaikan ketidakcocokan atau missmatchrepair (MMR) dan merupakan
terbentuknya kanker pada sindrom Lynch. 2,4,7
Gambar di bawah ini menunjukkan mutasi genetik yang terjadi pada perubahan dari
adenoma kolon menjadi karsinoma kolon.2,4,7
Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresor
tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat proliferasi sel
yang mengalami kerusakan DNA, mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA
tetap dapat melakukan replikasi yang menghasilken sel-sel dengan kerusakan DNA yang
lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada kromosom yang
berisi beberapa alele (misal loss of heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen
supresor tumor yang lain seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan
transformasi akhir menuju keganasan.2
Perubahan genetik yang terjadi selama evolusi kanker kolorektal dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
a. Stadium 0 : stadium kanker insitu; pada stadium ini, sel yang abnormal masih
ditemukan pada garis batas dalam darikolon (muskularis mukosa)
b. Stadium 1 : stadium dukes A; kanker telah menyebar pada garis batas dalam dari
kolon hingga dinding dalam dari kolon dan belum menyebar keluar kolon.
c. Stadium 2 : stadium dukes B; kanker telah menyebar ke lapisan otot dari kolon
hingga lapisan ketiga dan lapisan lemak atau kulit tipis yang mengelilingi kolon dan
rektum. Namun belum mengenai kelenjar limfe.
d. Stadium 3 : stadium dukes C; kanker telah menyebar ke kelenjar limfe tapi belum
menyebar ke bagian lain daripada tubuh.
e. Stadium 4 : stadium dukes D; kanker telah menyebar ke organ lain dari tubuh seperti
hati dan paru-paru
kolon kanan tidak disebabkan oleh obstruksi walaupun pasien dapat mengalami rasa yang
tidak enak atau kolik di abdomen yang samar-samar. Lebih sering, penyakit disertai dengan
kehilangan darah kronis yang dideteksi dengan tes darah samar. Sebaliknya tumor di daerah
kiri cenderung keras dan tumbuh mengelilingi usus, dan fungsi normal dalam daerah ini
adalah sebagai penyimpan massa feses yang keras. Gejala obstruksi akut atau kronis adalah
gambaran klinis yang penting.Di samping itu pasien dapat mengalami perubahan dalam pola
defekasi (bowel habits), memerlukan laksatif, atau penurunan kaliber feses. Perdarahan
adalah lebih jelas, dengan darah gelap atau darah merah yang melapisi permukaan feses.9
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai
darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri
mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum,
kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker
kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal
berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.9
Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal
ialah air.Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum
terdiagnosa.Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis sering tidak
tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah samar. Pasien dapat mengeluh
ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah makan dan sering salah diagnosa dengan
penyakit gastrointestinal dan kandung empedu.Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan
berkemih.9
Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses
ialah semisolid.Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen yang
menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan frekuensi
BAB.Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif.Feses dapat diliputi atau
tercampur dengan darah merah atau hitam.Serta sering keluar mukus bersamaan dengan
gumpalan darah atau feses.9
Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia.Perdarahan
seringkali terjadi persisten.Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada pasien
dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada hemoroid, kanker
tetap harus dipikirkan. 1,3,9
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika
ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya
adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini
adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan
penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau
buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat
terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan
menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal
ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika
urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria.
Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan
hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.3,6,9
ASPEK KLINIS
NYERI
DEFEKASI
KOLON KANAN
Kolitis
Karena penyusupan
Diare/diare berkala
KOLON KIRI
Obstruksi
Obstruksi
Konstipasi progresif
REKTUM
Proktitis
Obstruksi
Tenesmi
terus
OBSTRUKSI
Jarang
DARAH
PADA Samar
Hampir selalu
Samar/makroskopik
menerus
Hampir selalu
Makroskopik
FESES
FESES
DISPEPSIA
ANEMIA
MEMBURUKNYA
Normal
Jarang
Lambat
Lambat
Perubahan bentuk
Jarang
Lambat
Lambat
Normal/diare berkala
Sering
Hampir selalu
Hampir selalu
KEADAAN UMUM
Tabel 2.2. Gambaran klinis karsinoma kolorektal
2.3.7.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyakit lokal, mengidentifikasi metastase
dan mendeteksi sistem organ lain yang turut berperan dalam pengobatan. Area
supraclavicula harus dipalpasi untuk memeriksa adanya kelenjar yang mengalami
metastase. Pemeriksaan abdomen dimulai dari inspeksi yaitu melihat adanya bekas
operasi, penonjolan massa, kontur usus yang mungkin dapat terlihat ( darm kontur, darm
steifung). Palpasi dilakukan untuk meraba adanya massa, pembesaran hepar, asites atau
nyeri tekan pada abdomen. Bila teraba massa disebutkan lokasi, diameter, mobilitas atau
melekat pada jaringan, konsistensi, batas jelas atau tidak. Perkusi normal pada abdomen
ialah timpani.Bila terdapat masssa maka perubahan suara menjadi redup.Pada auskultasi
didengarkan bising usus. Pada kanker rektal distal, dapat dirasakan massa yang rata,
keras, oval atau melingkar dengan depresi pada sentral. Bila meluas, harus ditentukan
ukuran dan derajat perlekatan jaringan.Pada pemeriksaan RT, maka dapat didapatkan
darah pada sarung tangan.2, 3
Ampula rektum
Mukosa
Tumor
: teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat ditembus jari, mudah
berdarah atau tidak, batas atas dan jaringan sekitarnya, jarak dari garis
anorektal sampai tumor.1
dan
nonspesifik
untuk
bisa
digunakan
sebagai
screening
kanker
ini jika digunakan bersama-sama fleksibel sigmoidoskopi merupakan cara yang hemat biaya
sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi
kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang
mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan
menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan
perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema.Barium
peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat mengakibatkan berbagai
infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi sayangnya sebuah kontras larut air tidak dapat
menunjukkan detail yang penting untuk menunjukkan lesi kecil pada mukosa kolon.6
a. Gambaran Karsinoma Kolon dengan Colon in Loop
Karsinoma kolon secara radiologi member gambaran :
-
6. Proktosigmoidoskopi
Pemeriksaan ini dapat menjangkau 20-25 cm dari linea dentata, tapi akut angulasi dari
rektosigmoid junction akan dapat menghalangi masuknya instrumen. Pemeriksaan ini dapat
mendeteksi 20-25% dari kanker kolon. Rigid proctosigmoidoskopi aman dan efektif untuk
digunakan sebagai evaluasi seseorang dengan risiko rendah dibawah usia 40 tahun jika
digunakan bersama sama dengan occult blood test.6
7. Flexible Sigmoidoskopi
Flexible sigmoidoscopi dapat menjangkau 60 cm kedalam lumen kolon dan dapat mencapai
bagian proksimal dari kolon kiri.Lima puluh persen dari kanker kolon dapat terdeteksi
CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon pre operatif.CT scan
bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ
lainnya di pelvis.CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan
nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai
55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon karena sulitnya
dalam menentukan stage dari lesi sebelum tindakan operasi. Pelvic CT scan dapat
mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan
mendeteksi pembesaran kelanjar getah bening >1 cm pada 75% pasien. 19 Penggunaan CT
dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan
daerah intraperitoneal.6
11. MRI
MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering digunakan pada
klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan.Karena sensifitasnya
yang lebih tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis
ke hepar.6
12. Endoskopi UltraSound (EUS)
EUS secara signifikan menguatkan penilaian QerirectalQe dari kedalaman invasi tumor,
terlebih untuk tumor rektal. Keakurasian dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60%
untuk digital rektal examination. Pada kanker rektal, kombinasi pemakaian EUS untuk
melihat adanya tumor dan digital rektal examination untuk menilai mobilitas tumor
seharusnya dapat meningkatkan ketepatan rencana dalam terapi pembedahan.1, 2,7
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Left colon
1.
2.
3.
4.
5.
Rectum
1.
2.
3.
4.
Rectal bleeding
Blood in stool
Changes in bowel habits
A feeling of fullness or feeling of
2.3.9.
Diagnosis banding dari karsinoma kolorektal terdapat pada tabel dibawah ini8
usus dengan normal solusio saline atau povidon idodin yang diharapkan sel tumor dalam
lumen dapat tercuci atau dihancurkan.
Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga yang kuat terhadap
CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap karsinoma ( field defect) dan harus
dilkukan subtotal atau total kolektomi. Kanker synchronous ialah adanya lebih dari 2 kanker
secara bersamaan. Metachronous tumor ( reseksi baru pada pasien yang telah direseksi
sebelumnya) juga diterapi serupa.
Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat dilakukan laparotomi,
maka tumor primer harus direseksi bila dapat dilakukan dan aman. Selanjutkan dilakukan
anaastomosis. Pada tumor yang tidak dapat direseksi, maka dilakukan prosedur paliatif dan
membutuhkan proksimal stoma atau bypass. 1, 6
Stage 0 ( Tis, N0,M0)
Polip yang mengandung carcinoma in situ/ high grade dysplasia tidak memiliki resiko
metastasis nodus limfatikus. Akan tetapi, high grade dysplasia meningkatkan resiko
karsinoma invasif. Karena alasan ini, maka polip dieksisi lengkap dan batasnya harus bebas
dari displasia.polip bertangkai harus dilepaskan secara komplit secara endoskopi. Pada pasien
iini, diikuti dengan kolonoskopi teratur yang memastikan bahwa polip tidak rekuren dan tidak
terbentuk karsinoma invasif. Apabila polip tidak dapat diangkat seluruhnya, maka dilakukan
reseksi segmental.
Stage I: Malignant Polyp (T1, N0, M0)
Pengelolaan polip malignant didasarkan atas resiko rekurensi dan metastasis ke
kelenjar getah bening. Metastase ke kelenjar getah bening berdasarkan kedalaman invasi
polip. Pada invasi limfovaskular, histologi diferensiasi buruk dapat dilkakukan segmental
kolektomi.
Stages I and II: Localized Colon Carcinoma (T1-3, N0, M0)
Mayoritas pasien dengan stadium 1 dan 2 dapat disembuhkan dengan operasi reseksi.
Beberapa pasien dengan reseksi komplit stadium 1 dapat berkembang rekurensi lokal atau
jauh dan kemoterapi tidak meningkatkan survival pasien ini. Sebanyak 46% pasien dengan
reseksi komplit stadium 2 dapat beresiko kematian. Untuk alasan ini, kemoterapi ajuvan
disarankan untuk beberapa pasien ( pasien muda dan resiko tinggi).
Reseksi
Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengelimnasi aliran darah pada bagian
kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi. Reseksi kuratif dari karsinoma
kolorektal dicapai dengan ligasi pembuluh darah mesenterika proksimal dan
pembersihan kelenjar getah bening mesenterika secara radikal. Pada reseksi proses
benign, tidak diperlukan reseksi mesenterika dan omentum dapat tetap dipertahankan.
Emergensi reseksi
Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan hemoragi. Pada keadaan
ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi pasien tidak stabil. Pada reseksi kolon kanan
Pembedahan radikal
Pembedahan radikal
Observasi
Observasi
Percobaan klinis
dengan terapi ajuvan
Tumor metastasis
Pembedahan
paliatif
Kemoterapi
Anastomosis
Anastomosis dapat dibentuk melalui 2 segemen usus. Teknik yang digunakan dapat berupa
handsewn atau stapled.
Jenis anastomosis :
1. End to end
Dilakukan ketika 2 segmen usus dengan kaliber yang sama. Teknik ini terutama
dilakukan pada reseksi rektum, tetapi dapat digunakan dalam kolostomi atau anastomosis
usus kecil.
2. End to side
Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya. Teknik ini dilakukan
pada obstruksi kronik.
3. Side to end
Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil daripada bagian distalnya.
4. Side to side
Dilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh darah atau segmens
usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup.
End to end
End to side
Reseksi radikal lebih dipilih dibanding terapi lokal untuk banyak kasus karsinoma
rektal. Reseksi radikal mengangkat segmen yang terkena bersama dengan limfovaskularnya.
Total mesorektal excision (TME) adalah teknik yang menggunakan diseksi tajam
untuk menghasilkan reseksi total dari mesenterium rektal. Untuk tumor rektosigmoid, eksisi
partial mesorektal paling tidak sepanyak cm distal dari tumor. TME menurunkan rekurensi
dan meningkatakan survival. Teknik ini hanya sedikit dari yang hilang dibanding dengan
operasi tajam.
Terapi spesifik stadium
Sebelum dilakukan terapi dilakukan ultrasound endorektal untuk mengetahui T dan N dari
kanker rektum. USG ini baik untuk mengetahui kedalaman tumor namun kurang akurat
dalam diagnosis keterlibatan nodus limfatikus.
Stage 0 (Tis, N0,M0)
Karsinoma in situ ( displasia tingkat tinggi) secara ideal diterapi dengan eksisi lokal.
Stage I: Localized Rectal Carcinoma (T1-2, N0, M0)
Karsinoma invasif yang berasal dari polip pedunkulated hanya memiliki < 1% resiko
metastasis. Terapi yang dapat dilakukan ialah polipektomi. Terapi lokal dapat dilakukan
namun angka rekurensi tinggi. Untuk alasan ini, maka dilakukan reseksi radikal.
Stage II: Localized Rectal Carcinoma (T3-4, N0, M0)
Tumor rektum yang besar sering terjadi lagi. Ada 2 pendapat untuk mencegah rekurensi yaitu
tidak diperlukannya kemoradiasi ajuvan setelah dilakukan TME untuk stadium 1,2 dan 3.
Pendapat lainnya ialah diperlukannya kemoradiasi. Keuntungan kemoradiasi preoperasi ialah
pengecilan ukuran tumor, mereseksi menjadi lebih mudah. Kerugiannya ialah overtreatment
dari tumor masa awal, penundaan penyembuhan uka dan fibrosis pelvis.
Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0)
Banyak pendapat yang menyarankan kemoterapi dan radiasi pre atau post operasi untuk
kanker rektal dengan keterlibatan kelenjar getah bening. Keuntungan dan kerugian sama
seperti yang diungkapkan di atas. Untuk alasan ini, pasien diterapi dengan neoajuvan terapi
diikuti dengan reseksi radikal.
5-Fluorouracil + leucovorin
o 5-Fluorouracil: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu
o Leucovorin: 20 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu, diberikan sebelum
5-FU
o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu
FOLFOX4 + bevacizumab
o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti dengan 600 mg/m2 IV continuous
infusion pada hari 1 dan 2
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5fluorouracil
pertama
yang
diindikasikan untuk kanker kolorektal metastasis. Ini meripakan antibodi monoklonal untuk
vascular endothelial growth factor (VEGF) dan meningkatkan survival bila ditambahkan pada
kemoterapi. Agen biologis lain yang telah direkomendasikan ialah epidermal growth factor
receptor ( EGFR). Nama obat untuk golongan ini ialah Cetuximab yang digunakan sebagai
monoterapi atau kombinasi dengan irinotecan pada pasien kanker kolorektal yang refrakter
dengan 5-FU dan oxalipatin. Panitumumab adalah antibodi monoklonal human dan
diindikasikan untuk monoterapi bila kombinasi gagal. Lini pertama untuk kanker metastasis
ialah bevacizumab dan kemoterapi ( oxiliplatin dan irinotecan).
Terapi radiasi
Radioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien dengan kanker rektum, tetapi
terbatas bagi kanker kolon. Terapi ini tidak mempunyai efek ajuvan maupun metastatik,
hanya sebagai terapi paliatif untuk metastasis tulang atau otak.
4, 5
2.3.11. Komplikasi
Komplikasi primer dihubungkan dengan karsinoma kolorektal, antara lain :
a. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi
b. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ peritoneal
c. Perluasan langsung ke organ-organ yang berdekatan8
2.3.12. Prognosis
Stadium dan faktor prognostis kanker kolorektal dapat dilihat pada tabel dan gambar di
bawah ini:1
Stadium
Duke TNM
Derajat
s
A
Kanker
T1N0M0
Deskripsi histopatologi
Bertahan
tahun (%)
terbatas
pada >90
B1
B2
T2N0M0
T3N0M0
II
III
mukosa/submukosa
Kanker mencapai muskularis 85
Kanker
cenderung 70-80
TxN1M0
IV
masuk/melewati mukosa
Tumor melibatkan KGB 35-65
TxN2M1
regional
Metastasis
BAB III
KESIMPULAN
Insidensi kolorektal di Indonesia cukup tinggi, serta mortalitas tinggi pada pria
dibandingkan dengan wanita.Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid.Pemeriksaan colok
dubur merupakan penentu karsinoma rektum. Faktor risiko karsinoma kolorektal adalah
degenerasi polip kolon, faktor genetik, kurangnya makan makanan berserat seperti sayuran
dan buah-buahan bsayur, dan konsumsi tinggi lemak hewani.
Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan keganasan histologis
dibagi menurut klasifikasi Dukes dilihat dari infiltrasi karsinoma.Penyebaran karsinoma
kolorektal secara hematogen, limfogen dan perkontinuitatum.
Gejala klinis karsinoma usus besar di sebelah kiri berbeda dengan kanan.Karsinoma
kolon kiri menyebabkan stenosis dan obstruksi.Stenosis tinja pada karsinoma kolon kanan
jarang terjadi dan tinja masih berbentuk cair sehingga tidak ada obstruksi.Gejala pertama
biasanya timbul karena komplikasi, yaitu gangguan usus fisiologi, obstruksi, perdarahan, atau
akibat dari penyebaran.Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan buang air
besar.Perdarahan akut jarang dialami.Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada usus besar
kanan.Rasa sakit dari usus besar kiri dimulai di bawah umbilikus, sedangkan dari usus besar
tepat di epigastrium.
Diagnosa karsinomakolorektal ditegakkan berdasarkan anammesis, pemerikssan fisik,
colok dubur, dan rektosigmoidiskopi atau kolon dengan kontras gambar ganda.Komplikasi
yang dapat terjadi pada karsinoma kolorektal adalah obstruksi dan perforasi.Terapi terdiri dari
kuratif dan terapi paliatif. Terapi kuratif adalah operasi n terapi premises.Palliative dengan
kemoterapi dan radiasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Syukuriah, Wahyuni DKK. 2012. Jurnal Karakteristik Kanker Kolorektal DI RSUD Dr.
M HAULUSSY AMBON PERIODE JANUARI 2012 - JUNI 2013. Availale online at :
http://ejournal.unpatti.ac.id
2. Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. Jakarta. Hal: 658-667
3. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum, and anus. In
Schwartzs Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-Hill. P 1057-70.
4. Abdullah, Murdani. 2006. Tumor Kolorektal dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi IV jilid I. FKUI : Jakarta hal: 373-378
5. Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. Hal: 14-18, 36-42.
6. Prof. Dr. Sjamsuhidajat, R SpB-KBD. 2004. Panduan Klinis Nasional Pengelolaan
Karsinoma Kolorektal ini diprakarsai oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif
Indonesia (IKABDI). Available online at : http://download.ikabdi.org
7. Schwartz. 2000.Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
8. Utama HSY. 2012. Carcinoma Colorectal (CANCER) / Keganasan (KANKER) Kolon
dan Rektum (definition, sign, symptom, etiology, diagnosis and management). Available
online
at
:http://www.dokterbedahherryyudha.com/2012/04/carsinoma-colorectal-