Anda di halaman 1dari 40

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, shalawat serta salam penulis
panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulisan referat dengan judul
Karsinoma Kolorektal dapat terselesaikan
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan di bagian ilmu
Bedah RSUD Solok.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Adul Raziq Sp.BD sebagai pembimbing
2. Rekan-rekan kepaniteraan SMF bedah, terima kasih atas kerjasama dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan
wawasan penulis. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan referat ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga referat ini dapat memberikan manfaat,
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Wassalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Solok, Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................1
Daftar Isi..................................................................................................................2
BAB I
A. Pendahuluan.................................................................................................3
BAB II
I.1. Anatomi.......................................................................................................5
I.2. Fisiologi.......................................................................................................6
2.3.1. Definisi............................................................................................7
2.3.2. Epidemiologi...................................................................................7
2.3.3. Etiologi............................................................................................8
2.3.4. Patogenesis......................................................................................12
2.3.5. Klasifikasi .......................................................................................15
2.3.6. Manifestasi Klinis............................................................................17
2.3.7. Diagnosis.........................................................................................20
2.3.8. Pemerikasaan penunjang.................................................................21
2.3.9. Diagnosis Banding...........................................................................28
2.3.10. Tatalaksana......................................................................................28
2.3.11. Komplikasi.......................................................................................37
2.3.12. Prognosis.........................................................................................38
BAB III
Kesimpulan..................................................................................................39
Daftar Pustaka..........................................................................................................40

BAB I
PENDAHULUAN

Kanker kolorektal merupakan salah satu jenis kanker yang terjadi pada mukosa kolon
di mana penyakit ini mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Berdasarkan
studi epidemiologi yang dilakukan oleh Haggar, et al1 tahun 2009 dikatakan bahwa jumlah
insiden kanker kolorektal di dunia mencapai 9% dari semua jenis kanker. Berdasarkan data
dari World Cancer Research Fund International (WCRF) tahun 2008 kanker kolorektal
menempati peringkat ketiga setelah kanker paru dan kanker payudara sebagai kanker dengan
frekuensi terbanyak dengan 1,2 juta kasus baru. Data World Health Organization (WHO)
tahun 2008 menempatkan kanker kolorektal pada urutan keempat setelah kanker paru, kanker
lambung dan kanker hati sebagai penyebab kematian akibat kanker dengan 608.000
kematian.1
Berdasarkan data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2007 dan
penelitian yang dilakukan Lieberman tahun 2009 menunjukkan bahwa di Amerika Serikat
kanker kolorektal menempati peringkat ke dua sebagai penyebab kematian terbanyak akibat
kanker. Data CDC tahun 2007 menunjukkan sekitar 142.672 penduduk Amerika Serikat
didiagnosis menderita kanker kolorektal dengan pembagian 72.755 pada laki-laki dan 69.917
pada perempuan. The American Cancer Society (ACS) memperkirakan bahwa pada tahun
2011 di Amerika Serikat akan ada 141.210 kasus baru kanker kolorektal dan 49.380 kematian
dari kanker ini, sedangkan National Comprehensive Cancer Network Guidelines in Oncology
(NCCN Guidelines) memperkirakan bahwa pada tahun 2012 di Amerika Serikat akan muncul
103.170 kasus baru kanker kolon dan 40.290 kasus baru kanker rektum dengan jumlah
kematian akibat keduanya yakni sebesar 51.690 kematian. Data WHO South East Asia
Region (SEARO) yang didapatkan dari Globocan8 tahun 2008 menunjukkan bahwa angka
kejadian kanker kolorektal di Asia Tenggara mencapai 97.000 kasus dengan 66.000
kematian.1
Di Indonesia sudah mulai banyak data mengenai angka kejadian Kanker kolorektal.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, kanker kolorektal di Indonesia berada pada
peringkat 9 dari 10 peringkat utama penyakit kanker pasien rawat inap di seluruh rumah sakit
di Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 1.810 dengan proporsi sebesar 4,92%.
Berdasarkan data Rumah Sakit Kanker Dharmais10 tahun 2010, kanker kolorektal masuk
dalam 10 besar kanker tersering dimana kanker rektum menempati urutan keenam dan kanker
kolon menempati urutan kedelapan. Di Maluku, data epidemiologi mengenai kanker
kolorektal masih sangat kurang. Data yang didapat dari bagian rekam medik RSUD Dr. M
Haulussy Ambon11 menunjukkan jumlah pasien kanker kolorektal tahun 2011 berjumlah 5
orang. Hal ini dapat terjadi oleh karena kurangnya media untuk deteksi dini dan diagnosis
3

suatu kanker kolorektal. Namun sejak tahun 2012, di RSUD Dr. M Haulussy Ambon sudah
bisa dilakukan pemeriksaan Endoskopi Saluran Cerna Bagian Bawah (ESCBB/kolonoskopi)
dimana pemeriksaan ini penting untuk mendeteksi dini atau mendiagnosis suatu kanker
kolorektal. Sel-sel kanker kolorektal juga bisa menginvasi dan merusak jaringan di sekitarnya
dan yang terpenting adalah dapat melakukan metastase ke jaringan atau organ lainnya.
Insidensi puncak untuk kanker kolorektal adalah usia 60 hingga 70 tahun. Kurang dari 20%
kasus terjadi pada usia kurang dari 40 tahun, dan bila ditemukan pada usia muda perlu
dicurigai adanya kolitis ulseratif atau salah satu dari sindrom poliposis.1
Sekitar 7075% kanker kolorektal terletak pada daerah rektosigmoid. Keadaan ini
sesuai dengan lokasi polip kolitis ulserativa di mana hampir 95% lokasi polip kolitis ulseratif
berada di daerah rectum pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi
dari tumor. Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di
abdominal, anemia simptomatik dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi
pada kolon kiri dapat berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai
obstruksi.1
Pembagian tahapan pemeriksaan berdasarkan klasifikasi Duke yaitu tes darah
lengkap, digital dubur, barium enema, sigmoidoskopi, kolonoskopi. Terapi terdiri dari kuratif
dan terapi paliatif. Pengobatan kuratif adalah dengan operasi. Terapi paliatif dengan
kemoterapi dan radiasi.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Anatomi

Colon dimulai dari perbatasan ileum terminal-caecum, sepanjang 90-150 cm, sampai
perbatasan sigmoid-rectum. Terdiri dari caecum, colon ascendens, colon transversum, colon
descendens, dan colon sigmoideum. Caecum merupakan bagian terlebar (7,5 8,5 cm), dan
colon sigmoideum merupakan bagian tersempit (2,5 cm). Pada kasus obstruksi di distal,
caecum merupakan bagian yang paling sering ruptur. Lapisan dinding colon adalah mucosa,
submucosa, otot sirkular, otot longitudinal yang bergabung dengan taenia coli, dan serosa.
Kekuatan mekanis dari dinding colon berasal dari lapisan submucosa, yang memiliki
kandungan kolagen tertinggi. Colon ascendens dan colon descendens terfiksasi pada
retroperitoneal, sedangkan caecum, colon transversum, dan colon sigmoideum berada
intraperitoneal dan mobil. Omentum menempel pada colon transversum. Rectum memiliki
panjang 12-15 cm, mulai dari perbatasan sigmoid-rectum sampai perbatasan rectum-anus.
Taenia coli berakhir pada distal colon sigmoideum, dan lapisan otot longitudinal dari rectum
terus berlanjut. Pada bagian atas rectum masih ditutupi dengan peritoneum di bagian anterior,
sedangkan bagian bawahnya extraperitoneal. Rectum dikelilingi oleh fascia pelvis.3

Gambar 2.1 Anatomi kolorektal 3

2.2.

Fisiologi
Pertukaran air dan elektrolit Colon menyerap air, natrium, klorida, dan asam lemak

rantai pendek, serta mensekresikan kalium dan bikarbonat. Hal ini membantu
mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah dehidrasi. Kemampuan ini hilang pada
pasien dengan ileostoma, sehingga lebih mudah terjadi dehidrasi. Fungsi utama rectum
adalah sebagai resevoir dan menahan 1200cc cairan. Motilitas colon Pola kontraksi colon
adalah pergerakan retrograd, kontraksi segmental, dan pergerakan massa. Pergerakan massa
akan menyebabkan perpindahan isi colon ke arah anus. Motilitas colon dipengaruhi oleh
emosi, hormon, dan diet. Flora colon Bakteri yang paling banyak pada colon adalah bakteri
anaerob Bacteroides. Escherichia coli dan enterobacteria lainnya adalah bakteri aerob.
Bakteri colon berperan penting dalam produksi vitamin K. Supresi flora normal dengan
antibiotik broad-spectrum dapat menyebabkan pertumbuhan berlebih dari patogen, khususnya
Clostridium difficile. Gas colon 99% gas di colon adalah nitrogen, oksigen, carbon dioksida,
hidrogen, dan metana. Gas dalam usus berasal dari udara yang tertelan, fermentasi
karbohidrat dan protein oleh bakteri dalam lumen usus, dan difusi ke lumen usus dari darah.
Dalam sehari, volume flatus sekitar 600cc.3

2.3. Karsinoma Kolorektal


2.3.1. Definisi Karsinoma Kolorektal
Karsinoma kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kankeryang ganas di dalam permukaan
usus besar atau rektum.4
2.3.2. Epidemiologi Karsinoma Kolorektal
Secara epidemiologis, angka kejadian kanker kolorektal mencapai urutan ke-4 di dunia
dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan dengan
perbandingan 19.4 dan 15.3 per 100.000 penduduk.Angka insiden tertinggi terdapat pada
Eropa, Amerika, Australia dan Selandia baru, sedangkan angka insiden terendah terdapat
pada India, Amerika Selatan dan Arab Israel. Di Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua

sebagai kanker yang paling sering terjadi pada pria dan wanita pada tingkat insidensi dan
mortalitas.4,5
Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk. Dewasa ini
kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia, data
yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan
salah satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria maupun wanita.4,5

Gambar 2.2. Kasus kanker di Indonesia4,5


Distribusi kanker kolorektal menurut lokasinya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:4

6.8%

8.7%

Sekum
1.9%

Gambar 2.3. Distribusi

11.7%

Sigmoid
9.7%

kanker kolorektal menurut

lokasi4
51.5%

2.3.3. Etiologi dan Pencegahan Karsinoma Kolorektal


Secara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan KKR merupakan interaksi antara
faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap
predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi KKR.6
Terdapat 3 kelompok KKR berdasarkan perkembangannya yaitu: 6
1. kelompok yang diturunkan (inherited) yang mencakup kurang dari 10% dari kasus
KKR;
2. kelompok sporadik, yang mencakup sekitar 70%;
3. kelompok familial, mencakup 20%. 6
Kelompok diturunkan adalah mereka yang dilahirkan sudah dengan mutasi germline
(germline mutation) pada salah satu allele dan terjadi mutasi somatik pada allele yang lain.
Contohnya adalah FAP (Familial Adenomatous Polyposis) dan HNPCC (Hereditary NonPolyposis Colorectal Cancer. HNPCC terdapat pada sekitar 5% dari KKR. Kelompok
sporadik membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada masing masing allele-nya. Kelompok
familial tidak sesuai kedalam salah satu dari dominantly inherited syndromes diatas (FAP &
HNPCC) dan lebih dari 35% terjadi pada umur muda. Meskipun kelompok familial dari KKR
dapat terjadi karena kebetulan saja, akan tetapi faktor lingkungan, penetrant mutations yang
lemah atau currently germline mutations dapat berperan.6
Terdapat 2 model perjalanan perkembangan KKR (karsinogenesis) yaitu LOH (Loss of
Heterozygocity) dan RER (Replication Error). Model LOH mencakup mutasi tumor gen
supresor meliputi gen APC, DCC dan p-53 serta aktifasi onkogen yaitu K-ras. Model ini
contohnya adalah perkembangan polip adenoma menjadi karsinoma. Sementara model RER
karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2. Model terakhir ini contohnya
adalah perkembangan HNPCC. Pada bentuk sporadik, 80% berkembang lewat model LOH
dan 20% berkembang lewat model RER.6
A. Lemak, protein, kalori, daging.
Masih terdapat kontroversi hasil penelitian epidemiologi, eksperimental pada binatang dan
penelitian klinik hubungan antara diet tinggi lemak, protein, kalori, dan daging (baik daging
putih maupun merah) dengan peningkatan insiden KKR. Disatu kelompok menunjukkan
bahwa faktor tersebut berperan secara bermakna, sementara kelompok lain tidak

menunjukkan peran yang bermakna. Akan tetapi yang jelas faktor-faktor tersebut diatas tidak
ada yang berefek protektif. Atas dasar itu disimpulkan bahwa:
Penelitian epidemiologik, eksperimental pada binatang dan penelitian klinik memberikan
kesan bahwa diet tinggi lemak, protein, kalori, dan daging merah dan putih

adalah

berhubungan dengan kenaikan insiden KKR.3


B. Alkohol
Hubungan KKR dengan konsumsi alkohol tidak jelas. Meskipun kebanyakan hasil penelitian
menunjukkan hubungan yang positif antara konsumsi alkohol dengan kejadian KKR, namun
proporsi cukup besar penelitian tidak menunjukkan hubungan. Meta-analisis terakhir
menujukkan heterogenitas hasil yang bermakna antara penelitian kohort dan kasus-kelola
pada kejadian karsinoma kolon, sementara untuk karsinoma rektum terdapat heterogenitas
yang bermakna antara kualitas metodologi dan jenis kelamin. Atas dasar hal tersebut
rekomendasi menghentikan minum alkohol untuk mencegah kejadian KKR belum bisa
diberikan.6
C. Kalsium
Cukup banyak (meskipun tidak semua) penelitian epidemiologik menunjukkan hubungan
yang negatif antara jumlah asupan kalsium dengan risiko kejadian KKR. Uji acak terkontrol
menunjukkan bahwa pemberian kalsium menekan kekambuhan adenoma secara bermakna.
Dosis yang dipakai dalam penelitian antara 1250-2000mg.6
D. Vitamin
Penelitian kohort prospektif

pada lebih dari 35 wanita, menunjukkan bahwa

terdapat

hubungan terbalik antara risiko karsinoma kolon dengan suplementasi vitamin E. Penelitian
kasus-kontrol menunjukkan juga hubungan terbalik antara suplementasi vitamin D dengan
kejadian karsinoma kolon. Demikian juga suplementasi asam folat 400mg/hari juga berperan
dalam menurunkan kejadian KKR.6
E. Konsumsi buah dan sayur
Dua puluh dua penelitian kasus dan kelola, mencakup 6000 kasus secara konsisten
mendukung bahwa terdapat hubungan terbalik antara jumlah konsumsi sayur dengan jumlah
kejadian KKR. Enam kohort mencakup lebih dari 2600 kasus, terutama publikasi terakhir
kurang mendukung hubungan konsumsi sayuran dengan

kejadian KKR.

Hubungan

konsumsi makanan yang berserat dengan kejadian KKR tidak jelas pada penelitian kohort,
sementara penelitian kasus-kelola hasilnya tidak konsisten. Uji acak terkontrol sampel kecil
menunjukkan suplemen dengan wheat bran memberikan dukungan yang kecil dalam efek
protektif terhadap kejadian adenoma kolorektal.6
F. Kelebihan berat badan
Lebih dari 20 penelitian, mencakup lebih dari 3000 kasus secara konsisten mendukung bahwa
terdapat hubungan yang positif antara obesitas dan kejadian KKR. Satu meta-analisis dari
penelitian kohort dan kasus-kelola menunjukkan kenaikan risiko 15% karsinoma kolon pada
orang yang overweight (BMI>25,0kg/m2) dibanding berat badan normal (BMI 18,5-25,0
kg/m2) dan risiko meningkat menjadi 33% pada obesitas (BMI>30 kg/m 2) dibanding berat
badan normal.6
G. Aktifitas fisik
Sekitar 50 studi kasus-kelola atau kohort, mencakup 13.000 kasus menunjukkan hasil yang
konsisten bahwa aktifitas fisik menekan risiko (pengurangan risiko sampai 50%) kejadian
karsinoma kolon. Hubungan ini kuat pada laki-laki dan karsinoma kolon, tetapi pengaruhnya
hanya sedikit pada karsinoma rektum baik laki-laki maupun perempuan.6
H. NSAID
NSAIDs akan menghambat produksi prostaglandin, melalui hambatan pada COX. COX akan
merangsang angiogenesis pada KKR. Beberapa penelitian kohort dan kasus-kontrol dengan
disain baik menunjukkan bahwa golongan NSAID yaitu piroksikam, sulindak dan aspirin
dapat mencegah terbentuknya adenoma atau menyebabkan regresi polip adenoma pada FAP.6
I. Merokok
Meskipun penelitian awal tidak menunjukkan hubungan merokok dengan kejadian KKR,
tetapi penelitian terbaru perokok jangka lama (periode induksi 30-40 tahun) mempunyai
risiko relatif berkisar 1,5-3 kali. Diestimasikan bahwa satu dari lima KKR di Amerika bisa
diatributkan kepada merokok [SIGN 2003]. Penelitian kohort dan kasus-kontrol dengan
disain yang baik menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan kenaikan
terbentuknya adenoma dan juga kenaikan risiko perubahan adenoma menjadi KKR. 6

risiko

J. Pengobatan sulih hormon wanita


Terdapat hubungan terbalik antara estrogen replacement therapy (ERT) dengan kejadian
KKR. Dari 4 meta-analisis yang ada terdapat heterogenitas yang bermakna dalam besaran
efek dari penelitian Satu uji acak terkontrol menunjukkan ERT menurunkan risiko KKR dan
fraktur pelvis, akan tetapi manfaat ini diikuti efek yang tidak baik yaitu meningkatnya
penyakit jantung koroner, strokes, emboli paru dan kanker payudara invasif.6
K. Kolonoskopi
Penelitian kohort dan kasus-kontrol dengan disain baik menunjukkan bahwa kolonoskopi dan
pengangkatan polip adenomatosa dapat mengurangi risiko kejadian KKR.6
L. Test darah samar
Skrining dengan test darah samar, bila hasilnya positif diikuti pemeriksaan kolonoskopi atau
kolonografi kontras ganda dan sigmoidoskopi fleksibel setiap tahun, dalam follow-up 18
tahun, menurunkan insiden KKR sebesar 20% sementara yang setiap 2 tahun menurunkan
17%.6
2.3.4.

Patofisiologi Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang masa
yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan berbagai perubahan
genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter dan
sporadik) tidak muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang diidentifikasikan
pada mukosa kolon (seperti pada displasia adenoma).4
Faktor lingkungan yang berperan pada karsinogenesis kanker kololrektal dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Faktor Lingkungan Yang Berperan Pada Karsinogenesis Kanker Kololrektal
1. Probably related
a. Konsumsi diet lemak tinggi
b. Konsumsi diet lemak rendah
2. Possibly related
a.
b.
c.
d.

Karsinogen dan mutagen


Heterocyclic amines
Hasil metabolisme bakteri
Bir dan konsumsi alkohol

e. Diet rendah selenium


3. Probably protektif
a.
b.
c.
d.

Konsumsi serat tinggi


Diet kalsium
Aspirin dan OAINS
Aktivitas fisik (BMI rendah)

4. Possibly protekstif
a.
b.
c.
d.
e.

Sayuran hijau dan kuning


Makanan dengan karoten tinggi
Vitamin C dan E
Selenium
Asam folat

5. Cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor


6. Hormone Replacement Theraphy (estrogen)
Tabel 2.1. Faktor lingkungan yang berpengaruh pada karsinoma kolorektal2

Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol
pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa dan
akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan
sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom dan berujung pada kanker
kolorektal yaitu : instabilitas kromosom (Cromosomal Insyability atau CIN) dan instabilitas
mikrosatelit (Microsatellite Instability atau MIN). Umumnya asl kenker kolon melalui
mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran materi genetik yang tak berimbang kepada sel
anak sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN) disebabkan oleh
hilangnya perbaikan ketidakcocokan atau missmatchrepair (MMR) dan merupakan
terbentuknya kanker pada sindrom Lynch. 2,4,7
Gambar di bawah ini menunjukkan mutasi genetik yang terjadi pada perubahan dari
adenoma kolon menjadi karsinoma kolon.2,4,7

Gambar 2.4.mutasi genetik kanrsinoma kolorektal4,7


Awal dari proses terjadinya karsinoma kolon yang melibatkan mutasi somatik terjadi
pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi
pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yeng selanjutnya berkembang menjadi
adenoma. Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi pada adenoma kolon yang
berukuran besar akan menyebabkan gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal.2,4,7

Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresor
tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat proliferasi sel

yang mengalami kerusakan DNA, mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA
tetap dapat melakukan replikasi yang menghasilken sel-sel dengan kerusakan DNA yang
lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada kromosom yang
berisi beberapa alele (misal loss of heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen
supresor tumor yang lain seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan
transformasi akhir menuju keganasan.2
Perubahan genetik yang terjadi selama evolusi kanker kolorektal dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :

Gambar 2.5.perubahan genetik dan gambaran klinik6


2.3.5.

Klasifikasi Karsinoma Kolorektal

Klasifikasi kanker kolorektal menurut Dukes-turnbull dapat dilihat pada gambar di


bawah ini8 :

Staging tumor menurut TNM.9

a. Stadium 0 : stadium kanker insitu; pada stadium ini, sel yang abnormal masih
ditemukan pada garis batas dalam darikolon (muskularis mukosa)
b. Stadium 1 : stadium dukes A; kanker telah menyebar pada garis batas dalam dari
kolon hingga dinding dalam dari kolon dan belum menyebar keluar kolon.

c. Stadium 2 : stadium dukes B; kanker telah menyebar ke lapisan otot dari kolon
hingga lapisan ketiga dan lapisan lemak atau kulit tipis yang mengelilingi kolon dan
rektum. Namun belum mengenai kelenjar limfe.
d. Stadium 3 : stadium dukes C; kanker telah menyebar ke kelenjar limfe tapi belum
menyebar ke bagian lain daripada tubuh.
e. Stadium 4 : stadium dukes D; kanker telah menyebar ke organ lain dari tubuh seperti
hati dan paru-paru

2.3.6. Manifestasi KlinisKarsinoma Kolorektal


Kebanyakan kasus kanker kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan
umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan yang
paling sering dirasakan pasien adalah perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus
(hematosezia dan konstipasi).Kanker ini umumnya berjalan lamban, keluhan dan tanda-tanda
fisik timbul sebagaia bagian dari komplikasi seperti obstruksi.Perdarahan invasi lokal
kakheksia.Obstruksi kolon biasanya terjadi di kolon transversum.Kolon desendens dan kolon
sigmoid karena ukuran lumennya lebih sempit daripada kolon yang proksimal. Obstruksi
parsial awalnya ditandai dengan nyeri abdomen, namun bila obstruksi total terjadi akan
menimbulkan nausea, muntah, distensi dan obstipasi. Kanker kolon dapat berdarah sebagai
bagian dari tumor yang rapuh dan mengalami ulserasi.Meskipun perdarahan umumnya
tersamar namun hematochesia timbul pada sebagian kasus.Tumor yang terletak lebih distal
umumnya disertai hematoseczhia atau darah tumor dalam feses, tapi tumor yang proksimal
sering disertai dengan anemia defisiensi besi.Invasi lokal dari tumor menimbulkan tenesmus,
hematuria, infeksi saluran kemih berulang dan obstruksi uretra.Abdomen akut dapat terjadi
bilamana tumor tersebut menimbulkan perforasi.Kadang timbul fistula antara kolon dengan
lambung atau usus halus.Asites maligna dapat terjadi akibat invasi tumor ke lapisan serosa
dan sebaran ke peritoneal.Metastasis jauh ke hati dapat menimbulkan nyeri perut, ikhterus
dan hipertensi portal.9
Tanda dan gejala karsinoma kolon bervariasi tergantung dari lokasi kanker di dalam
usus besar.Ukuran dan ekstenbilitas usus ukuran kanan kira-kira enam kali lebih besar
daripada daerah sigmoid dan mengandung aliran fekal yang cair.Tumor yang terletak di usus
bagian kanan walaupun besar cenderung menggantung (fungating) dan lunak, yang tidak
tumbuh mengelilingi usus.Sebagai salah satu akibatnya gejala dari tumor yang timbul di

kolon kanan tidak disebabkan oleh obstruksi walaupun pasien dapat mengalami rasa yang
tidak enak atau kolik di abdomen yang samar-samar. Lebih sering, penyakit disertai dengan
kehilangan darah kronis yang dideteksi dengan tes darah samar. Sebaliknya tumor di daerah
kiri cenderung keras dan tumbuh mengelilingi usus, dan fungsi normal dalam daerah ini
adalah sebagai penyimpan massa feses yang keras. Gejala obstruksi akut atau kronis adalah
gambaran klinis yang penting.Di samping itu pasien dapat mengalami perubahan dalam pola
defekasi (bowel habits), memerlukan laksatif, atau penurunan kaliber feses. Perdarahan
adalah lebih jelas, dengan darah gelap atau darah merah yang melapisi permukaan feses.9
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai
darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri
mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum,
kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker
kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal
berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.9
Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal
ialah air.Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum
terdiagnosa.Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis sering tidak
tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah samar. Pasien dapat mengeluh
ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah makan dan sering salah diagnosa dengan
penyakit gastrointestinal dan kandung empedu.Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan
berkemih.9
Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses
ialah semisolid.Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen yang
menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan frekuensi
BAB.Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif.Feses dapat diliputi atau
tercampur dengan darah merah atau hitam.Serta sering keluar mukus bersamaan dengan
gumpalan darah atau feses.9
Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia.Perdarahan
seringkali terjadi persisten.Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada pasien
dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada hemoroid, kanker
tetap harus dipikirkan. 1,3,9

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika
ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya
adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini
adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan
penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau
buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat
terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan
menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal
ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika
urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria.
Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan
hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.3,6,9

Faktor yang membedakan gejala dan tanda8

ASPEK KLINIS
NYERI
DEFEKASI

KOLON KANAN
Kolitis
Karena penyusupan
Diare/diare berkala

KOLON KIRI
Obstruksi
Obstruksi
Konstipasi progresif

REKTUM
Proktitis
Obstruksi
Tenesmi

terus

OBSTRUKSI
Jarang
DARAH
PADA Samar

Hampir selalu
Samar/makroskopik

menerus
Hampir selalu
Makroskopik

FESES
FESES
DISPEPSIA
ANEMIA
MEMBURUKNYA

Normal
Jarang
Lambat
Lambat

Perubahan bentuk
Jarang
Lambat
Lambat

Normal/diare berkala
Sering
Hampir selalu
Hampir selalu

KEADAAN UMUM
Tabel 2.2. Gambaran klinis karsinoma kolorektal

2.3.7.

Diagnosis Karsinoma Kolorektal

Diagnosa karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis,pemeriksaan fisik


pemeriksaan abdomen dan rectal, prosedur diagnostik paling pentng untuk kanker kolon
adalah pengujian darah samar, enema barium, proktosigmoidoskopi,dan kolonoskopi.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap tiga tahun untuk usia 40 tahun keatas. Sebanyak
60% kasus dari kanker kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoideskopi dengan biopsi
atau apusan sitologi.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyakit lokal, mengidentifikasi metastase
dan mendeteksi sistem organ lain yang turut berperan dalam pengobatan. Area
supraclavicula harus dipalpasi untuk memeriksa adanya kelenjar yang mengalami
metastase. Pemeriksaan abdomen dimulai dari inspeksi yaitu melihat adanya bekas
operasi, penonjolan massa, kontur usus yang mungkin dapat terlihat ( darm kontur, darm
steifung). Palpasi dilakukan untuk meraba adanya massa, pembesaran hepar, asites atau
nyeri tekan pada abdomen. Bila teraba massa disebutkan lokasi, diameter, mobilitas atau
melekat pada jaringan, konsistensi, batas jelas atau tidak. Perkusi normal pada abdomen
ialah timpani.Bila terdapat masssa maka perubahan suara menjadi redup.Pada auskultasi
didengarkan bising usus. Pada kanker rektal distal, dapat dirasakan massa yang rata,
keras, oval atau melingkar dengan depresi pada sentral. Bila meluas, harus ditentukan

ukuran dan derajat perlekatan jaringan.Pada pemeriksaan RT, maka dapat didapatkan
darah pada sarung tangan.2, 3

Digital Rectal Examination


Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan anterior; serta
spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan mudah. Metastasis intraperitoneal
dapat teraba pada bagian anterior rektum dimana sesuai dengan posisi anatomis kantong
douglas sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm merupakan batas eksplorasi
jari yang mungkin dilakukan, namun telah lama diketahui bahwa 50% dari kanker kolon
dapat dijangkau oleh jari, sehingga Rectal examination merupakan cara yang baik untuk
mendiagnosa kanker kolon yang tidak dapat begitu saja diabaikan.
Rectaltoucher untuk menilai :
Tonus sfingter ani

: kuat atau lemah.

Ampula rektum

: kolaps, kembung atau terisi feses

Mukosa

: kasar,berbenjol benjol, kaku

Tumor

: teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat ditembus jari, mudah
berdarah atau tidak, batas atas dan jaringan sekitarnya, jarak dari garis
anorektal sampai tumor.1

2.3.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Biopsi
Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Jika
terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak memungkinkan dilakukannya biopsi maka sikat
sitologi akan sangat berguna.6
2. Carcinoembrionik Antigen (CEA) Screening
CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke
dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status
kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar.CEA terlalu
insensitif

dan

nonspesifik

untuk

bisa

digunakan

sebagai

screening

kanker

kolorektal.Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa


parameter.Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari
penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam.Meskipun konsentrasi CEA serum
merupakan faktor prognostik independen.Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna
pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.6
Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes ini sering
diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini.Tes CEA sebelum operasi sangat berguna
sebagai faktor prognosa dan apakah tumor primer berhubungan dengan meningkatnya nilai
CEA.Peningkatan nilai CEA preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari metatase karena
sel tumor yang bermetastase sering mengakibatkan naiknya nilai CEA.6

3. Tes Occult Blood


Phenol yang tidak berwarna di dalam guaic gum akan dirubah menjadi berwarna biru
oleh oksidasi. Reaksi ini menandakan adanya peroksidase katalis, oksidase menjadi sempurna
dengan adanya katalis, contohnya hemoglobin.Tetapi sayangnya terdapat berbagai katalis di
dalam diet.Seperti contohnya daging merah, oleh karena itu diperlukan perhatian khusus
untuk menghindari hal ini. Tes ini akan mendeteksi 20 mg hb/gr feses. Tes imunofluorosensi
dari occult blood mengubah hb menjadi porphirin berfluorosensi, yang akan mendeteksi 5-10
mg hb/gr feses, Hasil false negatif dari tes ini sangat tinggi. Terdapat berbagai masalah yang
perlu dicermati dalam menggunakan tes occult blood untuk screening, karena semua sumber
perdarahan akan menghasilkan hasil positif. Kanker mungkin hanya akan berdarah secara
intermitten atau tidak berdarah sama sekali, dan akan menghasilkan tes yang false negatif.
Proses pengolahan, manipulasi diet, aspirin, jumlah tes, interval tes adalah faktor yang akan
mempengaruhi keakuratan dari tes occult blood tersebut.Efek langsung dari tes occult blood
dalam menurunkan mortalitas dari berbagai sebab masih belum jelas dan efikasi dari tes ini
sebagai screening kanker kolorektal masih memerlukan evaluasi lebih lanjut.6
4. Barium Enema
Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras barium enema,
yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Tehnik

ini jika digunakan bersama-sama fleksibel sigmoidoskopi merupakan cara yang hemat biaya
sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi
kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang
mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan
menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan
perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema.Barium
peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat mengakibatkan berbagai
infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi sayangnya sebuah kontras larut air tidak dapat
menunjukkan detail yang penting untuk menunjukkan lesi kecil pada mukosa kolon.6
a. Gambaran Karsinoma Kolon dengan Colon in Loop
Karsinoma kolon secara radiologi member gambaran :
-

Penonjolan ke dalam lumen (protruded lession)


Bentuk klasik tipe ini adalah polip.Polip dapat bertangkai (pedunculated) dan tidak
bertangkai (sessile).Dinding kolon seringkali masih baik.

Kerancuan dinding kolon (colonic wall deformity)


Dapat bersifat simetris (napkin ring) atau asimetris (apple core).Lumen kolon
sempit dan irregular. Kerap kali hal ini sulit dibedakan dengan colitis Crohn

Kekakuan dinding kolon (rigidity colonic wall)


Bersifat segmental, terkadang mukosa masih baik.Lumen kolon dapat tidak
menyempit. Bentuk ini sukar dibedakan dengan colitis ulseratif.1,2,3,6

Gambar 2.6. Double kontras barium enema


5. Endoskopi
Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena 3% dari pasien
mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan untuk mempunyai polip premaligna.11

Gambar 2.7. Lower endoscopy

6. Proktosigmoidoskopi
Pemeriksaan ini dapat menjangkau 20-25 cm dari linea dentata, tapi akut angulasi dari
rektosigmoid junction akan dapat menghalangi masuknya instrumen. Pemeriksaan ini dapat
mendeteksi 20-25% dari kanker kolon. Rigid proctosigmoidoskopi aman dan efektif untuk
digunakan sebagai evaluasi seseorang dengan risiko rendah dibawah usia 40 tahun jika
digunakan bersama sama dengan occult blood test.6
7. Flexible Sigmoidoskopi
Flexible sigmoidoscopi dapat menjangkau 60 cm kedalam lumen kolon dan dapat mencapai
bagian proksimal dari kolon kiri.Lima puluh persen dari kanker kolon dapat terdeteksi

dengan menggunakan alat ini.Flexible sigmoidoscopi tidak dianjurkan digunakan untuk


indikasi terapeutik polipektomi, kauterisasi dan semacamnya; kecuali pada keadaan khusus,
seperti pada ileorektal anastomosis. Flexible sigmoidoscopi setiap 5 tahun dimulai pada umur
50 tahun merupakan metode yang direkomendasikan untuk screening seseorang yang
asimptomatik yang berada pada tingkatan risiko menengah untuk menderita kanker kolon.
Sebuah polip adenomatous yang ditemukan pada flexible sigmoidoscopi merupakan indikasi
untuk dilakukannya kolonoskopi, karena meskipun kecil (<10 mm), adenoma yang berada di
distal kolon biasanya berhubungan dengan neoplasma yang letaknya proksimal pada 6-10%
pasien.9
8. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon dan
rectum (gambar 2.13). Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm.
Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan
ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih
baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%. 2 Sebuah kolonoskopi
juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari
striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama
(perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien.
Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari
inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal
bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering
terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan
komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi
utama dari kolonoskopi diagnostik.6
9. Imaging Tehnik
MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik imaging yang digunakan
untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi tehnik ini bukan
merupakan screening tes.6
10. CT scan

CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon pre operatif.CT scan
bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ
lainnya di pelvis.CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan
nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai
55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon karena sulitnya
dalam menentukan stage dari lesi sebelum tindakan operasi. Pelvic CT scan dapat
mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan
mendeteksi pembesaran kelanjar getah bening >1 cm pada 75% pasien. 19 Penggunaan CT
dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan
daerah intraperitoneal.6

Gambar 2.8. Gambaran CT scan invasi tomor ke dinding usus

11. MRI
MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering digunakan pada
klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan.Karena sensifitasnya
yang lebih tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis
ke hepar.6
12. Endoskopi UltraSound (EUS)
EUS secara signifikan menguatkan penilaian QerirectalQe dari kedalaman invasi tumor,
terlebih untuk tumor rektal. Keakurasian dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60%
untuk digital rektal examination. Pada kanker rektal, kombinasi pemakaian EUS untuk

melihat adanya tumor dan digital rektal examination untuk menilai mobilitas tumor
seharusnya dapat meningkatkan ketepatan rencana dalam terapi pembedahan.1, 2,7

Gambar 2.9. endoskopi


Persentase akurasi dari semua pemeriksaan dalam menegakkan karsinoma kolorektal8

Kesimpulan untuk mendiagnosis karsinoma kolorektal8


Right colon

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Anemia and weekness


Occult blood in feces
Dyspepsia
Right abdominal mass
Typical abdominal x-rays
Colonoscopy findings

Left colon

1.
2.
3.
4.
5.

Changes in bowel habit


Blood in stool
Symptoms and sign of obstruction
Photo of typical rontgen
The discovery of a colocnoscopy

Rectum

1.
2.
3.
4.

Rectal bleeding
Blood in stool
Changes in bowel habits
A feeling of fullness or feeling of

dissatisfaction after defecation


5. The
discovery
of
tumor
rectosigmoidoscopy

2.3.9.

Diagnosis Banding Karsinoma Kolorektal

Diagnosis banding dari karsinoma kolorektal terdapat pada tabel dibawah ini8

2.3.10. Tatalaksana Karsinoma Kolorektal


Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan drainase
regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap diindikasikan walaupun telah terjadi
metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi adakah metastase. Tujuan terapi karsinoma
kolon ialah mengeluarkan tumor dan suplai limfovaskular. Reseksi dari usus tergantung dari
pembuluh darah yang mengaliri bagian kanker tersebut. Organ atau jaringan penyokong
seperti omentum nyga harus direseksi en blok dengan tumor. Bila seluruh tumor tidak dapat
diangkat, maka dibutuhkan terapi paliatif. Anastomosis dilakukan diawali dengan irigasi

usus dengan normal solusio saline atau povidon idodin yang diharapkan sel tumor dalam
lumen dapat tercuci atau dihancurkan.
Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga yang kuat terhadap
CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap karsinoma ( field defect) dan harus
dilkukan subtotal atau total kolektomi. Kanker synchronous ialah adanya lebih dari 2 kanker
secara bersamaan. Metachronous tumor ( reseksi baru pada pasien yang telah direseksi
sebelumnya) juga diterapi serupa.
Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat dilakukan laparotomi,
maka tumor primer harus direseksi bila dapat dilakukan dan aman. Selanjutkan dilakukan
anaastomosis. Pada tumor yang tidak dapat direseksi, maka dilakukan prosedur paliatif dan
membutuhkan proksimal stoma atau bypass. 1, 6
Stage 0 ( Tis, N0,M0)
Polip yang mengandung carcinoma in situ/ high grade dysplasia tidak memiliki resiko
metastasis nodus limfatikus. Akan tetapi, high grade dysplasia meningkatkan resiko
karsinoma invasif. Karena alasan ini, maka polip dieksisi lengkap dan batasnya harus bebas
dari displasia.polip bertangkai harus dilepaskan secara komplit secara endoskopi. Pada pasien
iini, diikuti dengan kolonoskopi teratur yang memastikan bahwa polip tidak rekuren dan tidak
terbentuk karsinoma invasif. Apabila polip tidak dapat diangkat seluruhnya, maka dilakukan
reseksi segmental.
Stage I: Malignant Polyp (T1, N0, M0)
Pengelolaan polip malignant didasarkan atas resiko rekurensi dan metastasis ke
kelenjar getah bening. Metastase ke kelenjar getah bening berdasarkan kedalaman invasi
polip. Pada invasi limfovaskular, histologi diferensiasi buruk dapat dilkakukan segmental
kolektomi.
Stages I and II: Localized Colon Carcinoma (T1-3, N0, M0)
Mayoritas pasien dengan stadium 1 dan 2 dapat disembuhkan dengan operasi reseksi.
Beberapa pasien dengan reseksi komplit stadium 1 dapat berkembang rekurensi lokal atau
jauh dan kemoterapi tidak meningkatkan survival pasien ini. Sebanyak 46% pasien dengan
reseksi komplit stadium 2 dapat beresiko kematian. Untuk alasan ini, kemoterapi ajuvan
disarankan untuk beberapa pasien ( pasien muda dan resiko tinggi).

Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0)


Pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening merupakan resiko yang tinggi
terhadap rekurensi. Oleh karena itu, direkomendasikan ajuvan kemoterapi rutin pada pasien
ini. Regimen yang digunakan ialah 5- Flourouracil dengan levamisole atau leukovorin
emngurangi rekurensi dan meningkatkan angka ketahanan hidup. Agen kemoterapi yang baru
ialah as capecitabine, irinotecan, oxaliplatin, angiogenesis inhibitors, dan immunotherapy.
Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1)
Angka survival sangat terbatas pada stadium ini. Pasien dengan penyakit sistemik, sebanyak
15% akan bermetastase ke hati. Pada stadium ini, sebanyak 20% potensial reseksi untuk
sembuh. Angka survival pada pasien reseksi ini menignkat bila dibandingkan dengan pasien
yang tidak direseksi. Semua pasien membutuhkan kemoterapi ajuvan. Pasien yang
tidakdioperasi difokuskan untuk paliatif terapi. Terapi paliatif yang digunakan ialah stenting
untuk lesi obstruksi kolon kiri.
Reseksi kolorektal
Reseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk neoplasma ( jinak dan ganas),
inflamatori bowel disease dan kasus lain.

Reseksi
Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengelimnasi aliran darah pada bagian
kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi. Reseksi kuratif dari karsinoma
kolorektal dicapai dengan ligasi pembuluh darah mesenterika proksimal dan
pembersihan kelenjar getah bening mesenterika secara radikal. Pada reseksi proses

benign, tidak diperlukan reseksi mesenterika dan omentum dapat tetap dipertahankan.
Emergensi reseksi
Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan hemoragi. Pada keadaan
ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi pasien tidak stabil. Pada reseksi kolon kanan

atau proksimal tranversal, anastomsosi oleocolonic dapat dilakukan.


Reseksi laparoskopik
Keuntungan dari laparoskopik ialah baik secara kosmetik, mengurangi nyeri post operasi
dan pemulihan usus yang lebih cepat. Reseksi usus besar secara laparoskopik
membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding operasi secara terbuka. 2, 3, 7

Gambar 2. 10. Gambar reseksi kolon berdasarkan tumor primer


Pertimbangan untuk melakukan terapi bedah dilakukan berdasarkan stadium kanker
pasien, seperti bagan bawah ini:5
Penentuan stadium

Tumor Dukes A dan B1

Tumor Dukes B2 dan C

Pembedahan radikal

Pembedahan radikal

Observasi

Observasi

Percobaan klinis
dengan terapi ajuvan

Tumor metastasis

Pembedahan
paliatif

Kemoterapi

Anastomosis
Anastomosis dapat dibentuk melalui 2 segemen usus. Teknik yang digunakan dapat berupa
handsewn atau stapled.
Jenis anastomosis :

1. End to end
Dilakukan ketika 2 segmen usus dengan kaliber yang sama. Teknik ini terutama
dilakukan pada reseksi rektum, tetapi dapat digunakan dalam kolostomi atau anastomosis
usus kecil.
2. End to side
Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya. Teknik ini dilakukan
pada obstruksi kronik.
3. Side to end
Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil daripada bagian distalnya.
4. Side to side
Dilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh darah atau segmens
usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup.

End to end

End to side

Gambar 2. 11. Anastomosis


Kolostomi
Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end kolostomi dibanding dengan loop
kolostomi. Kolostomi dibuat pada sisi kiri kolon. Defek pada dinding abdomen dibuat dan
akhir dari kolon dimobilisasi melalui lubang itu. Usus bagian distal yang dikeluarkan melalui
dinding abdomen sebagai mucus fistula atau di dalam abdomen sebagai hartmanns pouch.
Penutupan kolostomi membutuhkan laparotomi. Stoma didiseksi dari dinding abdomen dan
odentifikasi usus distal, kemudian dilakukan anastomosis end to end.
Komplikasi dari nekrosis dapat terjadi pada masa awal post operasi dikarenakan
terganggunya suplai darah. Retraksi juga dapat terjadi, tapi kolostomi lebih sedikit beresiko.

Gambar2. 12. Kolostomi


Karsinoma rektum
Biologis dari adenokarsinoma rekal sama dengan adenokarsinoma kolon dan prinsip
operasi ialah reseksi komplit dari tumor primer, kelenjar getah bening dan organ apapun yang
terkena. Akan tetapi diakrenakan struktur dari pelvis maka reseksi lebih sulit dan
membutuhkan pendekatan lain. Rekurensi lebih tinggi dibanding dengan kanker kolon
dengan stadium yang sama. Akan tetapi, tumor rektum lebih sensitif dengan radiasi.
Terapi lokal
Sepanjang 10 cm distal dari rektum dapat dijangkau melalui anus. Karena itulah,
beberapa terapi dilakukan secara lokal. Untuk jenis yang benign, noncircumferential dan
adenoma villous dilakukan dengan baik dengan eksisi transanal. Akan tetapi rekurensi tinggi
walau dengan terapi kemoradiasi. Transanal endoscopic microsurgery (TEM) dioperasikan
dengan menggunakan proctoscope dan alat-alat serupa dengan laparoskopi yang membuat
eksisi lokal dapat dilakukan pada tempat yang lebih tinggi yaitu sekitar 15 cm. Lokal eksisi
harus diikuti dengan eksisional biopsi.
Teknik ablasi seperti elektrokauter atau radiasi endocavitary juga dapat digunakan.
Kerugian dari teknik ini ialah tidak dapat diambilnya spesimen patologis untuk diketahui
stadiumnya. Teknik ini digunakan pada individu dengan resiko tinggi yang tidak dapat
mentoleransi terapi radikal lainnya.
Reseksi radikal

Reseksi radikal lebih dipilih dibanding terapi lokal untuk banyak kasus karsinoma
rektal. Reseksi radikal mengangkat segmen yang terkena bersama dengan limfovaskularnya.
Total mesorektal excision (TME) adalah teknik yang menggunakan diseksi tajam
untuk menghasilkan reseksi total dari mesenterium rektal. Untuk tumor rektosigmoid, eksisi
partial mesorektal paling tidak sepanyak cm distal dari tumor. TME menurunkan rekurensi
dan meningkatakan survival. Teknik ini hanya sedikit dari yang hilang dibanding dengan
operasi tajam.
Terapi spesifik stadium
Sebelum dilakukan terapi dilakukan ultrasound endorektal untuk mengetahui T dan N dari
kanker rektum. USG ini baik untuk mengetahui kedalaman tumor namun kurang akurat
dalam diagnosis keterlibatan nodus limfatikus.
Stage 0 (Tis, N0,M0)
Karsinoma in situ ( displasia tingkat tinggi) secara ideal diterapi dengan eksisi lokal.
Stage I: Localized Rectal Carcinoma (T1-2, N0, M0)
Karsinoma invasif yang berasal dari polip pedunkulated hanya memiliki < 1% resiko
metastasis. Terapi yang dapat dilakukan ialah polipektomi. Terapi lokal dapat dilakukan
namun angka rekurensi tinggi. Untuk alasan ini, maka dilakukan reseksi radikal.
Stage II: Localized Rectal Carcinoma (T3-4, N0, M0)
Tumor rektum yang besar sering terjadi lagi. Ada 2 pendapat untuk mencegah rekurensi yaitu
tidak diperlukannya kemoradiasi ajuvan setelah dilakukan TME untuk stadium 1,2 dan 3.
Pendapat lainnya ialah diperlukannya kemoradiasi. Keuntungan kemoradiasi preoperasi ialah
pengecilan ukuran tumor, mereseksi menjadi lebih mudah. Kerugiannya ialah overtreatment
dari tumor masa awal, penundaan penyembuhan uka dan fibrosis pelvis.
Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0)
Banyak pendapat yang menyarankan kemoterapi dan radiasi pre atau post operasi untuk
kanker rektal dengan keterlibatan kelenjar getah bening. Keuntungan dan kerugian sama
seperti yang diungkapkan di atas. Untuk alasan ini, pasien diterapi dengan neoajuvan terapi
diikuti dengan reseksi radikal.

Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1)


Sama seperti stadium 4 karsinoma kolon, angka harapan hidup terbatas dengan pasien
metastasis. Metastasis ke hepar jarang namun bila ada reseksi dapat menyembuhkan untuk
beberapa pasien. Kebanyakan pasien memerlukan terapi paliatif. Reseksi radikal dapat
digunakan untuk mengontrol nyeri, perdarahan atau tenesmus. Terapi lokal dengan kauter
atau laser digunakan untuk mengontrol perdarahan atau mencegah obstruksi. Intraluminal
stent berguna untuk mencegah obstruksi namun sering menyebabkan nyeri dan tenesmus. 6
Sistemik kemoterapi
Regimen kemoterapi untuk kanker kolon ialah 5- Flourouracil sebagai terapi ajuvan maupun
metastase. Dahulu, dinyatakan pendapat bahwa regimen kombonasi menyediakan
peningkatan efikasi dan angka harapan hidup pasien. Selain 5-Florourasil, terdapat
capecitabine dan tegafur yang digunakan sebagai monoterapi atau kombonasi dengan
oxalipatin dan irinotecan.
Regimen untuk ajuvan kemoterapi :

5-Fluorouracil + leucovorin
o 5-Fluorouracil: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu
o Leucovorin: 20 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu, diberikan sebelum
5-FU
o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu

LV5FU2 (de Gramont regimen)


o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous infusion
untuk 22 jam hari 1 dan 2
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum
5-fluorouracil
o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX4)


o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous infusion
untuk 22 jam hari 1 dan 2
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum
5-fluorouracil
o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu

Regimen untuk metastasis :

Irinotecan + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFIRI regimen)


o Irinotecan: 180 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus pada hari 1, diikuti dengan 2400 mg/m2
IV continuous infusion untuk 46 jam
o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5fluorouracil
o Mengulang siklus setiap 2minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX6)


o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus on day 1, diikuti dengan 2400 mg/m2 IV
continuous infusion untuk 46 jam
o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5fluorouracil
o Mengulang siklus setiap 2minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (mFOLFOX7)


o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 3000 mg/m2 IV continuous infusion pada hari 1 untuk 46 jam
o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5fluorouracil
o Mengulang siklus setiap 2minggu

Capecitabine + oxaliplatin (XELOX)


o Capecitabine: 850-1000 mg/m2 PO terbagi 2 dosis pada hari 1-14
o Oxaliplatin: 100-130 mg/m2 IV pada hari 1
o Mengulang siklus setiap 21 hari

FOLFOX4 + bevacizumab
o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti dengan 600 mg/m2 IV continuous
infusion pada hari 1 dan 2
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5fluorouracil

o Bevacizumab: 10 mg/kg IV setiap 2 minggu


o Mengulang siklus setiap 2 minggu
Agen biologis
Bevacizumab ( Avastin) merupakan obat antiangiogenesis

pertama

yang

diindikasikan untuk kanker kolorektal metastasis. Ini meripakan antibodi monoklonal untuk
vascular endothelial growth factor (VEGF) dan meningkatkan survival bila ditambahkan pada
kemoterapi. Agen biologis lain yang telah direkomendasikan ialah epidermal growth factor
receptor ( EGFR). Nama obat untuk golongan ini ialah Cetuximab yang digunakan sebagai
monoterapi atau kombinasi dengan irinotecan pada pasien kanker kolorektal yang refrakter
dengan 5-FU dan oxalipatin. Panitumumab adalah antibodi monoklonal human dan
diindikasikan untuk monoterapi bila kombinasi gagal. Lini pertama untuk kanker metastasis
ialah bevacizumab dan kemoterapi ( oxiliplatin dan irinotecan).

Terapi radiasi
Radioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien dengan kanker rektum, tetapi
terbatas bagi kanker kolon. Terapi ini tidak mempunyai efek ajuvan maupun metastatik,
hanya sebagai terapi paliatif untuk metastasis tulang atau otak.

4, 5

2.3.11. Komplikasi
Komplikasi primer dihubungkan dengan karsinoma kolorektal, antara lain :
a. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi
b. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ peritoneal
c. Perluasan langsung ke organ-organ yang berdekatan8

2.3.12. Prognosis

Stadium dan faktor prognostis kanker kolorektal dapat dilihat pada tabel dan gambar di
bawah ini:1
Stadium
Duke TNM

Derajat

s
A

Kanker

T1N0M0

Deskripsi histopatologi

Bertahan

tahun (%)
terbatas

pada >90

B1
B2

T2N0M0
T3N0M0

II
III

mukosa/submukosa
Kanker mencapai muskularis 85
Kanker
cenderung 70-80

TxN1M0

IV

masuk/melewati mukosa
Tumor melibatkan KGB 35-65

TxN2M1

regional
Metastasis

BAB III
KESIMPULAN

Insidensi kolorektal di Indonesia cukup tinggi, serta mortalitas tinggi pada pria
dibandingkan dengan wanita.Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid.Pemeriksaan colok
dubur merupakan penentu karsinoma rektum. Faktor risiko karsinoma kolorektal adalah

degenerasi polip kolon, faktor genetik, kurangnya makan makanan berserat seperti sayuran
dan buah-buahan bsayur, dan konsumsi tinggi lemak hewani.
Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan keganasan histologis
dibagi menurut klasifikasi Dukes dilihat dari infiltrasi karsinoma.Penyebaran karsinoma
kolorektal secara hematogen, limfogen dan perkontinuitatum.
Gejala klinis karsinoma usus besar di sebelah kiri berbeda dengan kanan.Karsinoma
kolon kiri menyebabkan stenosis dan obstruksi.Stenosis tinja pada karsinoma kolon kanan
jarang terjadi dan tinja masih berbentuk cair sehingga tidak ada obstruksi.Gejala pertama
biasanya timbul karena komplikasi, yaitu gangguan usus fisiologi, obstruksi, perdarahan, atau
akibat dari penyebaran.Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan buang air
besar.Perdarahan akut jarang dialami.Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada usus besar
kanan.Rasa sakit dari usus besar kiri dimulai di bawah umbilikus, sedangkan dari usus besar
tepat di epigastrium.
Diagnosa karsinomakolorektal ditegakkan berdasarkan anammesis, pemerikssan fisik,
colok dubur, dan rektosigmoidiskopi atau kolon dengan kontras gambar ganda.Komplikasi
yang dapat terjadi pada karsinoma kolorektal adalah obstruksi dan perforasi.Terapi terdiri dari
kuratif dan terapi paliatif. Terapi kuratif adalah operasi n terapi premises.Palliative dengan
kemoterapi dan radiasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Syukuriah, Wahyuni DKK. 2012. Jurnal Karakteristik Kanker Kolorektal DI RSUD Dr.
M HAULUSSY AMBON PERIODE JANUARI 2012 - JUNI 2013. Availale online at :
http://ejournal.unpatti.ac.id
2. Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. Jakarta. Hal: 658-667
3. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum, and anus. In
Schwartzs Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-Hill. P 1057-70.
4. Abdullah, Murdani. 2006. Tumor Kolorektal dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi IV jilid I. FKUI : Jakarta hal: 373-378

5. Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. Hal: 14-18, 36-42.
6. Prof. Dr. Sjamsuhidajat, R SpB-KBD. 2004. Panduan Klinis Nasional Pengelolaan
Karsinoma Kolorektal ini diprakarsai oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif
Indonesia (IKABDI). Available online at : http://download.ikabdi.org
7. Schwartz. 2000.Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
8. Utama HSY. 2012. Carcinoma Colorectal (CANCER) / Keganasan (KANKER) Kolon
dan Rektum (definition, sign, symptom, etiology, diagnosis and management). Available
online

at

:http://www.dokterbedahherryyudha.com/2012/04/carsinoma-colorectal-

defition-sign.html (diakses tanggal 30 Juni 2013)


9. Doherty GM. 2006. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill.
Hal: 658-668.

Anda mungkin juga menyukai