Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam setiap proyek pembangunan seperti pembangunan jalan, jembatan, bangunan
dedung, maupun bangunan air, tanah berperan sangat penting dalam mendukung struktur
yang ada di atasnya, karena selain berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam
pekerjaan teknik sipil tanah juga berfungsi sebagai pendukung pondasi dari bangunan.
Untuk itu, perlu dilakukan penyelidikan awal sebelum dilakukan kegiatan pembangunan
sehingga dapat diketahui apakah kondisi tanah di lokasi pembangunan telah memenuhi
persyaratan perencanaan yang meliputi stabilitas, deformasi dan kepadatan.
Masalah yang sering terjadi menyangkut tanah antara lain daya dukung tanah yang
rendah sehingga tidak dapat mendukung struktur yang ada di atasnya dengan baik,
akibatnya struktur tersebut dapat mengalami retak-retak, penurunan, bahkan bahaya
keruntuhan. Tidak semua tanah dasar memiliki daya dukung yang baik. salah satu tanah
yang memiliki daya dukung kurang baik adalah tanah lempung plastisitas tinggi.
Lempung dengan plastisitas tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut mengandung
mineral halus yang selalu mengalami perubahan volume yang mencolok sehingga kurang
baik digunakan sebagai tanah dasar maupun bahan urugan (Departemen Pemukiman dan
Prasarana Wilayah, 2003) sehingga perlu dilakukan perbaikan tanah.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki daya dukung tanah adalah
dengan cara stabilisasi tanah. Stabilisasi tanah merupakan suatu cara untuk memperbaiki
tanah dengan memodifikasi tanah yang ada sehingga memenuhi standar teknik yang baik
dengan mencampurnya dengan bahan-bahan lainnya, yang disebut sebagai stabilisasi
granular (Hausmann, 1990).
Pada penelitian ini, stabilisasi tanah dilakukan dengan menggunakan bahan gabungan
antara kapur dan abu terbang. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya,
yaitu penggunaan kapur sebagai bahan stabilisasi (Wahyudi, 2000), dengan adanya
penambahan kapur sebesar 12,535 % diperoleh nilai CBR optimum tanah dasar sebesar
8,9492 %. Sedangkan penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan abu
terbang sebagai bahan stabilisasi (Rudji, 2004), diperoleh hasil bahwa nilai CBR tanah
dasar tanpa penambahan abu terbang sebesar 11,8830 % sedangkan dengan penambahan
abu terbang sebesar 16,6833 % dari berat campuran meningkatkan nilai CBR optimum
tanah dasar menjadi 21,0491 %.
Dari hasil kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa stabilisasi tanah dengan
menggunakan kapur maupun abu terbang dapat memperbaiki daya dukung tanah dan
meningkatkan nilai CBR tanah dasar. Berdasarkan hal tersebut, maka dicoba suatu
penelitian dengan menggabungkan kapur dan abu terbang sebagai stabilizer pada tanah
lempung plastisitas tinggi sehingga diharapkan dapat menurunkan plastisitasnya dan
meningkatkan nilai CBR untuk memperoleh daya dukung tanah yang baik.
1.2 Tumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang ingi diangkat dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana sifat-sifat fisik tanah asli pada lokasi pengambilan sampel tanah ?
2. Bagaimana sistem klasifikasi tanah menurut AASHTO dan USCS berdasarkan datadata fisik tanah ?
3. Apakah kapur dan abu terbang dapat digunakan sebagai stabilizer pada tanah
lempung plastisitas tinggi ?

4. Apakah terjadi penurunan indeks plastisitas (Plasticity Index = PI) setelah dilakukan
pencampuran kapur dan abu terbang pada tanah lempung plastisitas tinggi ?
5. Berapa persen nilai CBR tanah asli pada masing-masing umur pemeraman ?
6. Berapa besar persentase optimum penambahan kapur dan abu terbang untuk
memperoleh nilai CBR maksimum pada masing-masing umur pemeraman ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sifat-sifat fisik tanah asli pada lokasi pengambilan sampel.
2. Mengetahui sistem klasifikasi tanah berdasarkan sistem klasifikasi tanah AASHTO
dan USCS.
3. Mengetahui apakah kapur dan abu terbang dapat digunakan sebagai stabilizer pada
tanah lempung plastisitas tinggi.
4. Mengetahui apakah terjadi penurunan indeks plastisitas (Plasticity Index = PI) setelah
dilakukan pencampuran kapur dan abu terbang pada tanah lempung plastisitas tinggi.
5. Mengetahui nilai CBR untuk tanah asli pada masing-masing umur pemeraman.
6. Mengetahui persentase optimum penambahan kapur dan abu terbang untuk
memperoleh nilai CBR maksimum pada masing-masing umur pemeraman.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah :
1. Dengan diketahuinya pengaruh penambahan kapur dan abu terbang terhadap
peningkatan daya dukung tanah, maka stabilisasi menggunakan bahan tersebut dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif.
2. Dengan diketahuinya persentase optimum penambahan bahan stabilizer gabungan,
maka dapat dilakukan optimalisasi penggunaan bahan kapur dan abu terbang.
1.5 Batasan Masalah
Untuk memberi ruang lingkup yang jelas, sehingga di dalam pembahasan masalah
penelitian ini tidak meluas maka perlu diberi batasan masalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini tidak membahas Analisis Kimia dan Ekonomi.
2. Tanah lempung diambil dari Desa Bukit Rawi (Km. 7,6) Kecamatan Kahayan Tengah
Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah.
3. Bahan tambahan yang digunakan untuk stabilisasi tanah adalah kapur yang diambil
dari Desa Hayaping Kecamatan Awang Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan
Tengah dan abu terbang (fly ash) yang diambil dari limbah pembakaran batubara
PLTU Asam Asam di Desa Asam Asam Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut
Provinsi Kalimantan Selatan.
4. Perencanaan menggunakan cara coba-coba (Trial and Error).
5. Pengujian dilakukan di laboratorium meliputi :
a. Pemeriksaan Kadar Air (Water Content)
b. Pemeriksaan Berat Isi (Density Test)
c. Pemeriksaan Berat Jenis (Spesific Test)
d. Pemeriksaan Batas-batas Atterberg :
1) Batas Cair (Liquid Limit)
2) Batas Plastis (Plastic Limit)
3) Batas Susut (Shrinkage Limit)
e. Pemeriksaan Analisis Saringan (Sieve Analysis)
f. Analisis Hidrometer (Hydrometer Analysis)
g. Pemeriksaan Pemadatan Laboratorium (Laboratorium CBR)
2

6. Pemeriksaan pemadatan dan CBR laboratorium menggunakan percobaan pemadatan


standar dengan masa pemeraman 0 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari.
Pengujian nilai CBR laboratorium dilakukan pada tanah plastisitas tinggi dicampur
dengan kapur dan abu terbang tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR).

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kapur
Secara teknik, kapur dapat dibedakan menjadi batu kapur, kapur tohor, dan kapur
padam. Batu kapur (CaCO3) yang ditemui di alam bila dibakar pada suhu 1000 C akan
mengakibatkan kandungan karbondioksida (CO2) yang terikat akan terurai dan menguap,
dan terbentuklah komposisi kimia baru yang dikenal sebagai kapur tohor (CaO). Kapur
tohor mempunyai volume yang sama dengan batu kapur semula, namun berubah sifat
menjadi porous dan reaktif. Apabila kapur tohor bereaksi dengan air (H 2O), maka air akan
terserap oleh pori-pori yang ditinggalkan oleh molekul karbondioksida dan menimbulkan
reaksi sangat kuat, dan terbentuklah komposisi kimia yang lain yang disebut sebagai
kalsium hidroksida (Ca(OH)2) atau yang dikenal sebagai kapur padam. Volume pada
keadaan ini lebih besar 20 % dari volume asalnya dan menghasilkan benda berupa tepung
dengan butiran sangat halus dan berwarna putih. Selanjutnya, bila kapur padam bereaksi
dengan udara, maka akan terjadi pengerasan karena air yang terkandung akan menguap
sambil mengikat karbondioksida sehingga komposisi kimianya kembali pada keadaan
semula, yaitu batu kapur (CaCO3). Mengikatnya butiran kapur dapat disebabkan oleh
daya kohesi dari butiran yang sangat halus (Amri, 2005).
Proses pengolahan mulai dari pembentukan batu kapur menjadi kapur tohor, lalu
menjadi kapur padam disebabkan oleh perubahan komposisi kimia pada saat proses
pembakaran, proses pemadatan, dan proses pengerasan.
Kapur biasanya sering digunakan dalam bentuk tepung atau butiran. Volume kapur
yang harus ditambahkan umumnya berbeda-beda sesuai dengan tekstru tanah. Tetapi
sebagai standar yang tentatif, volume kapur yang dapat diambil untuk tanah berpasir dan
tanah berkerikil kira-kira 2 5 %, untuk tanah lanau dan tanah lempung kira-kira 4 8 %,
untuk tanah lempung dengan sifat debu vulkanis kira-kira 6 10 %, dan untuk tanah
kohesif kira-kira 8 12 % (Nakazawa, 2000).
Metode pencampuran untuk stabilisasi dengan kapur ada 3 (tiga) jenis (Nakazawa,
2000), yaitu :
1. Metode Pencampuran Tepusat
Tanah dicampur dengan bahan stabilisasi pada suatu tempat, kemudian diangkut ke
tempat pekerjaan. Untuk ini diperlukan mesin pencampur.
2. Metode Pencampuran dalam Galian
Bahan stabilisasi dicampur dengan tanah pada lubang galian tanah lalu diangkut ke
tempat pekerjaan. Bahan stabilisasi dapat dipancangkan ke dalam tanah dalam bentuk
tiang kemudian digali bersama-sama dan dicampur, atau bahan stabilisasi itu
ditaburkan di atas tanah sehingga pada penggalian terjadi pencampuran.
3. Metode Pencampuran di Tempat Pekerjaan
Tanah dihamparkan di tempat pekerjaan kemudian ditaburi bahan stabilisasi dan
dicampur atau tanah yang akan distabilisasi itu digaruk dan dicampur dengan bahan
stabilisasi.
Beberapa hasil penelitian mengenai pemanfaatan kapur, yaitu :
1. Penambahan kapur pada perbaikan tanah pada lokasi jalan Palangka Raya Pulang
Pisau Km 17 + 000 memberikan pengaruh terhadap peningkatan CBR tanah tersebut,
dimana nilai VBRnya menjadi meningkat. Pada keadaan optimum nilai CBRnya
sebesar 8,9492 % dengan penambahan kapur sebesar 12,535 % (Wahyudi, 2000).
2. Penggunaan batu kapur sebagai bahan alternative stabilisasi tanah dasar pada ruas
jalan Palangka Taya Bukit Rawi memberikan hasil bahwa dengan penambahan abu

batu kapur sebesar 7,0004 % dari berat tanah menghasilkan nilai CBR optimum
sebesar 21,9973 T (Wahyudi, 2004).
3. Penggunaan batu kapur sebagai material campuran lapisan pondasi bawah, dalam hal
ini batu kapur berfungsi sebagai agregat kasar. Berdasarkan pemeriksaan di
laboratorium, batu kapur berada pada range spesifikasi standar untuk lapis pondasi
bawah, yaitu < 50 % (keausan dengan mesin los angeles) dan proporsi campuran yang
diperoleh yaitu 30 % tanah dan 70 % batu kapur sampai dengan 50 % batu kapur
(Khristianto, 2003).
2.2 Abu Terbang
Abu terbang adalah produk limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara
yang dikeluarkan oleh ketel uap (boiler) melalui cerobong asap dan diekstraksi oleh
presipitator elektrostatis atau pemisah udara dan kantong-kantong penyaring. Abu terbang
ini umumnya berwarna terang hingga abu-abu gelap (Hausmann, 1990).
Secara kimia, kandungan utama abu terbang terdiri dari Silika (SiO 2), Aluminium
(Al2O3), Ferri Oksida (MgO), Titamium Oksida (TiO2) Alkali (Na2O dan K2O), Sulfur
Trioksida (SO3), Phosporous Oksida (P2O5), dan Karbon (C). Penambahan air terhadap
abu terbang akan menghasilkan sifat alkali dengan pH antara 6 11.
Abu terbang diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas, yaitu :
1. Abu terbang kelas N, yaitu abu terbang hasil kalsinasi dari pozzolan alam, misalnya
tanah diatomis (diatomaceous earths), debu vulkanik, batu apung, dan lempung
kalsinat.
2. Abu terbang kelas F, yaitu abu terbang pozzolan yang dihasilkan dari pembakaran
batubara jenis antrasit atau jenis bitumine.
3. Abu terbang kelas C, yaitu abu terbang pozzolan yang dihasilkan dari pembakaran
batubara jenis lignit atau jenis subbitumine.
Beberapa hasil penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang, yaitu :
1. Penggunaan bau terbang sebagai filler pada campuran aspal panas jenis HRS
memberikan hasil bahwa berdasarkan hubungan antara rongga udara, stabilitas,
Quotient Marshall dan tebal film dengan variasi kadar aspal dan diperoleh hasil yang
paling optimum yaitu pada kadar filler 5,63 % dengan kadar aspal 8,85 %, pasir 36,63
%, abu batu 14,97 % dan batu pecah 31,58 % (Deman, 2001).
2. Penambahan abu terbang sebesar 10 %, 15 %, 20 %, dan 25 % dari berat semen
dengan rasio air semen dan penambahan superplasticizer tetap, dengan menggunakan
persamaan regresi polinomial diperoleh kadar optimum abu terbang pada campuran
beton untuk menghasilkan beton mutu tinggi adalah 6, 830 % dari berat semen dengan
nilai kuat tekan yang dihasilkan adalah 41,995 MPa (Kristiawan, 2002).
3. Penggunaan abu terbang sebagai bahan alternative stabilisasi tanah dasar pada ruas
jalan Palangka Raya Bukit Rawi memberikan hasil bahwa berdasarkan hasil regresi
polimomial diperoleh nilai CBR maksimum sebesar 21,0491 % pada penambahan abu
terbang sebesar 16,6833 % dari berat campuran (Rudji, 2004).
2.3 Tanah dan Klasifikasinya
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineralmineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari
bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair
dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat terebut (Das,
1988).

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang
berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang erupa ke dalam kelompok-kelompok dan
subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya.
2.3.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur
Tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan yang dipengaruhi
oleh ukuran tiap-tiap butir yang ada di dalam tanah. Sistem klasifikasi berdasarkan tekstur
tanah dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika (USD). Sistem ini didasarkan
pada ukuran batas dari butiran tanah, yaitu :
a. Pasir : butiran dengan diameter 2,0 0,05 mm.
b. Lanau : butiran dengan diameter 0,05 0,002 mm.
c. Lempung : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm.
2.3.2 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Pemakaian
Ada dua klasifikasi tanah yang selalu dipakai para ahli teknik sipil, yaitu sistem
klasifikasi AASHTO (America Association of State High Way and Transportation
Officials) dan sistem klasifikasi USCS (Unified Soil Classification System). Kedua sistem
ini memperhitungkan distribusi ukuran butir dan batas-batas Atterberg.
a. Sistem Klasifikasi USCS
Sistem ini pada mulanya diperkenalkan oleh Casagrande pada tahun 1942, yang
membedakan tanah atas tiga kelompok besar:
1) Tanah berbutir kasar yaitu tanah kerikil dan pasir dimana > 50 % dari berat total
contoh tanah lolos saringan no. 200, secara visual butir-butir tanah berbutir kasar
dapat dilihat oleh mata.
2) Tanah berbutir halus yaitu pada tanah dimana > 50 % berat total lolos saringan no.
200, secara visual butir-butir tanah berbutir halus tidak dapat dilihat oleh mata.
3) Tanah organic, dapat dikenal dari warna, baud an sisa tumbuh-tumbuhan yang
terkandung di dalamnya.
Oleh karena itu, tanah berbutir kasar dikelompokkan berdasarkan ukuran butir dan
bentuk gradasi butir tanahnya. Tanah berbutir halus lebih ditentukan oleh sifat tanah
plastisitasnya, sehingga pengelompokan tanah berbutir halus dilakukan berdasarkan
ukuran butir dan sifat plastisitas tanahnya. Klasifikasi tanah sistem USCS dilakukan
dengan huruf-huruf seperti :
G : Kerikil (Gravel)
S : Pasir (Sand)
M : Lanau (Silt Moam)
C : Lempung (Clay)
W : Bergradasi Baik (Well Graded)
P : Bergradasi Buruk (Poor Graded)
U : Bergradasi Seragam (Uniform Graded)
L : Plastisitas Tinggi (High Liquid Limit)
O : Organik (Organic)
Kombinasi dari huruf-huruf inni menggambarkan satu jenis tanah, seperti GP
menunjukkan tanah kerikil dengan gradasi buruk.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk klasifikasi yang benar adalah sebagai
berikut :
1) Persentase butiran yang lolos ayakan no. 200 (ini adalah fraksi halus).
2) Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no. 40.
3) Koefisien keseragaman (uniformity coefficient, Cu) dan koefisien gradasi (gradation
coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0 12 % lolos ayakan no. 200.
6

4) Batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan no. 40
(untuk tanah dimana 5 % atau lebih lolos ayakan no. 200).
b. Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Hogentogler dan Terzaghi, yang akhirnya
diambil oleh Bureau Publoc Roads. Sistem ini mencoba pengelompokan tanah
berdasarkan sifatnya terhadap beban roda. Setelah mengalami beberapa perbaikan
kemudian diambil oleh AASHTO.
Menurut sistem ini tanah dibagi menjadi 8 (delapan) yang diberikan nama dari A 1
sampai dengan A 8, A 8 adalah kelompok tanah organic yang pada revisi terakhir
oleh AASHTO diabaikan, karena kelompok ini memang tidak stabil sebagai bahan
lapis konstruksi perkerasan jalan (Sukirman, 1999).
Pengelompokan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan analisa saringan dan
batas-batas Atterberg. Pada garis besarnya tanah dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar yaitu kelompok tanah berbutir kasar (< 35 % lolos saringan no. 200)
dan tanah berbutir halus (>35 % lolos saringan no. 200).
1) Kelompok tanah berbutir kasar dibedakan atas :
A 1 adalah kelompok tanah yang terdiri dari kerikil dan pasir kasar, dengan
sedikit atau tanpa butir-butir halus, dengan atau tanpa sifat-sifat plastis.
A 2 sebagai kelompok batas antara kelompok tanah berbutir kasar dengan
tanah berbutir halus. Kelompok A 2 ini terdiri dari campuran kerikil atau
pasir dengan tanah berbutir halus yang cukup banyak (<35%).
A 3 adalah kelompok tanah yang terdiri dari pasir halus yang seragam dengan
seddikit sekali butir-butir halus lolos saringan no. 200 dan tidak plastis.
2) Kelompok tanah berbutir halus dibedakan atas :
A 4 adalah kelompok tanah lanau dengan sifat plastisitas rendah.
A 5 adalah kelompok tanah lanau yang mengandung lebih banyak butir-butir
plastis, sehingga sifat plastisnya lebih besar dari kelompok A 4/
A 6 adalah kelompok tanah lempung yang masih mengandung butir-butir pasir
dan kerikil, tetapi sifat perubahan volumenya cukup besar.
A 7 adalah kelompok tanah lempung yang lebih bersifat plastis. Tanah ini
mempunyai sidat perubahan yang cukup besar.
Kelompok tanah A 4 s/d A 7 (tanah >35% lolos saringan no. 200)
sangat ditentukan oleh sifat plastis tanahnya.
2.4 tanah Lempung (Clay)
Lempung terdiri dari butir-butir yang sangat kecil dan menunjukkan sifat-sifat
plastisitas dan kohesi. Kohesi menunjukkan kenyataan bahwa bagian-bagian itu melekat
satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk
dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya, dan tanpa terjadi
retakan-retakan atau terpecah-pecah (Wesley, 1977).
Suatu tanah yang mengandung 30 % pasir, 40 % butiran-butiran lanau dan 30 %
butiran-butiran ukuran lempung, pada kebanyakan kemungkinan akan bersifat sebagai
lempung, dan diberi istilah lempung. Banyak lempung yang hanya mengandung 15 %
sampai 20 % fraksi lempung. Fraksi lempung menunjukkan bagian berat butir-butir dari
tanah yang halus dari 0,002 mm (Wesley, 1997).

2.4.1 Sifat Umum Mineral Lempung


Sifat umum mineral lempung sebagai berikut :
a. Hidrasi
Partikel lempung hampir selalu terhidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan-lapisan
molekul air yang disebut air teradsorbsi. Lapisan ini umumnya mempunyai tebal dua
molekul dan disebut lapisan difusi.
b. Aktivitas
Aktivitas menyatakan hubungan antara Indeks Plastisitas (PI) dengan persentase
butiran yang lolos ayakan No. 200. Indeks Plastisitas (PI) suatu tanah bertambah
sesuai dengan bertambahnya persentase dari fraksi berukuran lempung (<0,002 mm)
yang dikandung oleh tanah. Aktivitas digunakan sebagai indeks untuk
mengidentifikasi kemampuan mengembang dari suatu tanah lempung.
c. Flokulasi dan Dispersi
Flokulasi adalah peristiwa pengumpulan atau pengendapan partikel lempung dalam
larutan air akibat terikatnya ion-ion negative pada partikel lempung terhadap ion-ion
H+ dalam air.
Disperse adalah peristiwa menyebarnya lempung yang terflokulasi akibat guncangan
pada lempung tersebut.
d. Pengaruh Air
Sifat lempung sangat dipengaruhi oleh air, terutama massa yang telah mongering dari
suatu kadar air awal akan mempunyai kekuatan yang cukup besar. Bila bongkahan
lempung dipecah menjadi partikel kecil perilakunya menjadi tidak kohesif, dan
apabila ditambahkan air lempung menjadi plastis dengan kekuatan yang lebih kecil.
2.4.2 Tanah Lempung Plastisitas Tinggi
Plastisitas merupakan karakteristik yang penting untuk tanah berbutir halus yang
menggambarkan kemampuan tanah berdeformasi pada volume tetap tanpa terjadi retakan.
Jika tanah berbutir halus yang kohesif diremas, konsistensinya dapat dirubah sesuai
dengan yang diinginkan dengan menambah atau mengurangi kadar air. Misalkan bila
kadar air lempung berangsur-angsur dikurangi dengan pengeringan perlahan-lahan, maka
lempung akan mengalami perubahan dari keadaan cair ke keadaan padat. Kadar air pada
peralihan ini dapat digunakan dalam mengidentifikasi dan membandingkan berbagai
macam lempung. Metode yang digunakan untuk menentukan kriteria batas-batas
konsistensi untuk tanah kohesif adalah metode Atterberg. Kadar air yang berkenaan
dengan batas-batas konsistensi diebut batas-batas Atterberg (Terzaghi, 1987).
a. Batas Cair (Liquid Limit = LL), yaitu daerah peralihan dari keadaan cair ke keadaan
plastis.
b. Batas Plastis (Plastic Limit = PL), yaitu daerah peralihan dari keadaan plastis ke
keadaan semi plastis.
c. Batas Susut (Shringkage Limit = SL), yaitu daerah peralihan dari keadaan semi plastis
ke keadaan beku.
Dari ketiga batas-batas Atterberg di atas, yang paling penting dalam menentukan
sifat-sifat tanah adalah batas cair (LL) dan batas plastis (PL). Selisih antara batas cair dan
batas plastis disebut indeks plastisitas (Plasticity Index = PI).
Berdasarkan nilai indeks plastisitas (PI), plastisitas dibedakan menjadi :
a. IP = 0 : nonplastisitas dengan jenis tanah pasir (nonkohesif)
b. IP < 7 : plastisitas rendah dengan jenis tanah lanau (kohesif sebagian)
c. IP 7 17 : plastisitas sedang dengan jenis tanah lempung berlanau (kohesif)
d. IP > 17 : plastisitas tinggi dengan jenis tanah lempung (kohesif)

Berdasarkan nilai batas limit (LL), plastisitas dibedakan menjadi :


a. LL < 35 : plastisitas rendah
b. LL 35 50 % : plastisitas sedang
c. LL > 50 % : Plastisitas tinggi
2.5 Pengambilan Contoh Tanah (Siol Sampling)
Contoh tanah yang diambil untuk pengujian tanah ada 2 (dua) macam (Wesley, 1977),
yaitu :
1. Contoh Tanah Terganggu/Tidak Asli (Disturbed Samples)
Contoh tanah terganggu diambil tanpa adanya usaha-usaha yang dilakukan untuk
melindungi struktur asli dari tanah tersebut. Contoh-contoh ini biasanya dibawa ke
laboratorium dalam tempat tertutup (kaleng atau kantong plastik) sehingga kadar
airnya tidak akan berubah. Bila tidak perlu dipertahankan kadar air aslinya, maka
contoh tanah dapat diambil terbuka. Contoh ini dapat dipakai untuk segala
penyelidikan yang tidak memerlukan contoh tidak terganggu, sepreti ukuran butiran,
batas-batas Atterberg, pemadatan, berat jenis dan sebagainya.
2. Contoh Tanah Tidak Terganggu/Asli (Undisturbed Samples)
Contoh tanah tidak terganggu adalah suatu contoh yang masih menunjukkan sifat-sifat
asli dari tanah yang ada padanya. Contoh-contoh ini tidak mengalami perubahan
dalam struktur, kadar air (water content), atau susunan kimia. Contoh yang benarbenar tidak terganggu/asli (truly undisturbed samples), tidaklah mungkin diperoleh,
akan tetapi dengan teknik pelaksanaan sebagaimana mestinya dan cara pengamatan
yang tepat, maka kerusakan-kerusakan terhadap contoh bisa dibatasi sekecil mungkin.
Pengambilan contoh tanah tidak terganggu dapat dilakukan dengan cara :
a. Memakai Tabung-tabung Contoh (Samples Tubes)
Alat ini berupa silinder berdinding lapis yang disambung dengan stang-stang bor
dengan suatu alat yang disebut pemegang tabung contoh (sample tube holding
divice). Alat ini terutama dipakai untuk lempung lunak sampai yang sedang.
Tabung contoh ini dimasukkan ke dalam dasar lubang-lubang hor dan kemudian
ditekan atau dipukul ke dalam tanah asli yang akan diambil contohnya pada dasar
lubang bor. Setelah tabung contoh ditekan ke dalam tanah, hendaknya dibiarkan
dulu selama beberapa menit, dengan maksud memberi kesempatan terjadinya
pelekatan antara tanah dan permukaan dinding tabung. Kemudian tabung contoh
ini diputar-putar kira-kira 180, untuk memotong tanah pada dasar tabung
sebelum mencabutnya kembali. Setelah contoh diambil dari lubang bor, kemudian
tabung contoh tersebut ditutup dengan lilin/paraffin pada kedua ujungnya, untuk
mencegah terjadinya pengeringan, kemudian dibawa ke laboratorium untuk
diselidiki.
b. Memakai Core Barrels
Untuk contoh tanah keras, digunakan alat core barrels. Bila harus diselidiki lebih
lanjut di laboratorium, maka harus diikat baik-baik dan ditutup pada kedua
ujungnya dengan lilin/paraffin untuk mencegah terjadinya pengeringan.
c. Mengambilnya secara langsung dengan tangan dalam bentuk bongkahanbongkahan (Block Samples)
Pengambilan ini dapat dilakukan baik pada permukaan ataupun pada dasar
lubang-lubang percobaan. Untuk mengangkutnya ke laboratorium, contoh ini
harus ditutup seluruhnya dengan lilin/paraffin dan ditempatkan pada tempat yang
kuat.

2.6 Pemadatan dan Stabilisasi Tanah


2.6.1 Pemadatan Tanah
Pemadatan tanah adalah suatu proses dimana udara dean pori-pori tanah dikeluarkan
dengan salah satu cara mekanis. Cara mekanis dipakai untuk memadatkan tanah di
lapangan biasanya dipakai cara menggilas, sedangkan di laboratorium dipakai cara
memukul (Wesley, 1977).
Untuk setiap daya pemadatan tertentu, kepadatan yang tercapai tergantung kepada
kadar air di dalam tanah. Jika kadar air dalam tanah kecil, maka tanah sulit dipadatkan.
Jika kadar air dalam tanah ditambah, maka tanah akan lebih mudah dipadatkan karena air
berfungsi sebagai pelumas. Pada kadar air yang tinggi kepadatannya rendah karena air di
dalam pori-pori tanah sulit dikeluarkan.
Percobaan pemadatan di laboratorium ada 2 (dua) macam, yaitu :
a. Percobaan Pemadatan Standar (Standard Compaction Test)
Dalam percobaan ini tanah dipadatkan dalam suatu cetakan (mould) yang isinya
1 3
ft
, dengan memakai alat pemukul sebesar 5,5 lb (2,5 kg) yang dijatuhkan 12
3
inci (30,48 cm). cetakan diisi dengan 3 lapisan, dan setiap lapisan dipadatkan dengan
25 pukulan. Permukaan tanah dibuat reta dengan memakai pisau atau plat baja lurus.
Cetakan serta isinya kemudian ditimbang sehingga berat isi tanah diketahui. Tanah
segera dikeluarkan dari cetakan dan diambil sebagian untuk menentukan kadar airnya.
b. Percobaan Pemadatan Modified (Modified Compaction Test)
Cara melakukan percobaan ini tidak jauh berbeda dengan cara melakukan percobaan
pemadatan standar. Cetakan yang dipakai sama dan banyaknya pukulan pada setiap
lapisan juga sama. Tetapi disini berat alat pemukul lebih besar, yaitu 10 lb (5 kg) dan
tinggi jatuhnya 18 inci (45,72 cm) serta tanah dipadatkan dalam 5 lapisan.
2.6.2 Stabilisasi Tanah (Soil Stabilization)
Stabilisai adalah suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dengan cara
menambahkan sesuatu pada tanah tersebut. Suatu tanah disebut stabil jika tanah tersebut
mampu secara terus menerus menahan terjadinya pergerakan akibat suatu beban. Hal ini
penting jika tanah digunakan sebagai pondasi suatu jalan atau sebagai material konstruksi
suatu timbunan (Bobby, 1982).
Stabilizer adalah bahan yang digunakan untuk stabilisasi tanah berupa semen, kapur,
abu terbang, dan sebagainya yang memberikan manfaat dalam meningkatkan daya
dukung tanah. Stabilisasi tanah dapat dilakukan menggunakan satu bahan atau lebih
berupa stabilizer gabungan, misalnya kapur dan abu terbang, semen dan abu terbang,
maupun stabilizer gabungan lainnya.
Modifikasi tanah yang umumnya digunakan ada 2 (dua) macam (Haussman, 1990),
yaitu :
a. Modifikasi Mekanik (Mechanical Modification)
Pada penerapannya, modifikasi mekanik sama dengan pemadatan. Pemadatan disini
berarti mereduksi volume dari rongga-rongga berisi udara pada tanah tak jenuh air
(unsaturated soil). Sementara volume tanah mereduksi, kandungan air yang ada tetap
(Hausmann, 1990). Pemadatan biasanya dilakukan dengan menggunakan metode
tekanan/gilasan, metode tumbukan (untuk tanah kohesif) dan metode getaran (untuk
tanah berpasir).
b. Modifikasi Fisik dan Kimia (Physical and Chemical Modification)
Stabilisasi ini merupakan stabilisasi yang secara fisik mencampurkan bahan-bahan
tambah (additives) dengan tanah yang akan distabilisasi. Bahan-bahan tambah ini
10

antara lain tanah, bahan-bahan yang merupakan produk industry atau merupakan
limbah, dan bahan-bahan kimia lainnya yang dapat bereaksi dengan tanah.
Bahan-bahan tambah yang umumnya digunakan adalah :
1) Semen Portland (baik digunakan sendiri maupun dicampur dengan abu terbang).
2) Kapur (baik digunakan sendiri maupun dicampur dengan abu terbang).
3) Bitumen dan Ter.
2.7 CBR (California Bearing Rasio)
CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah
sebesar 0,1 / 0,2 dengan beban yang ditahan batu pecah standar pada penetrasi 0,1 /
0,2. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar yang dibandingkan
dengan bahan standar berupa batu pecah yang nilai CBR sebesar 100 % dalam memikul
beban lalu lintas (Sukirman, 1999).
Berdasarkan cara mendapatkan contoh tanahnya, CBR dibagi menjadi :
1. CBR Lapangan (CBR Inplace atau Field CBR)
CBR Lapangan berguna untuk :
a. Mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan kondisi tanah saat itu.
umumnya digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan yang lapisan tanah
dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi. pemeriksaan dilakukan pada kondisi
kadar air tanah tinggi atau dalam kondisi terburuk yang akan mungkin terjadi.
b. Untuk mengontrol apakah kepadatan yang diperoleh sesuai dengan yang
diinginkan. Pemeriksaan untuk tujuan ini tidak umum digunakan, lebih sering
menggunakan pemeriksaan yang lain seperti sand cone.
2. CBR Lapangan Rendaman (Undisturbed Soaked CBR)
Berguna untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh
air dan tanah mengalami pengembangan (swell) yang maksimum. Pemeriksaan
dilakukan dengan mengambil contoh tanah dalam mold yang ditekan masuk ke dalam
tanah mencapai kedalaman tanah yang diinginkan. Mold berisi contoh tanah
dikeluarkan dan direndam dalam air selama 4 hari sambil diukur pengembangannya
(swell). Setelah pengembangan tak lagi terjadi, baru dilaksanakan pemeriksaan
besarnya CBR.
3. CBR Rencana Titik (CBR Laboratorium atau Design CBR).
Tanah dasar (subgrade) pada konstruksi jalan baru merupakan tanah asli, tanah
timbunan, atau tanah galian yang sudah dipadatkan sampai mencapai kepadatan 95 Z
% kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut
merupakan nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tanah itu
dipadatkan. CBR ini disebut CBR rencana titik dan karena disiapkan di laboratorium,
disebut juga CBR laboratorium.
CBR Laboratorium dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR).
b. CBR laboratorium tanpa rendaman (unsoaked design CBR).

11

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Umum
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen untuk mengetahui efektivitas
campuran kapur dan abu terbang sebagai bahan alternative stabilisasi tanah lempung
plastisitas tinggi. Pembuatan dan pengujian terhadap sampel akan dilakuakn di
Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya.
3.2 Pemeriksaan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Tanah Asli
3.2.1 Pemeriksaan Sifat Fisik Tanah Asli
Pemeriksaan sifat fisik tanah asli meliputi :
a. Pemeriksaan Kadar Air (Water Content)
1) Maksud pemeriksaan ini adalah memeriksa kadar air suatu contoh tanah. Kadar air
adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat
kering tanah, yang dinyatakan dalam persen.
2) Pemeriksaan dilakukan untuk tanah asli terganggu dan dibuat 2 sampel dengan
prosedur pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan prosedur ASTM D 2216 71.
b. Pemeriksaan Berat Isi (Density Test)
1) Maksud pemeriksaan ini adalah untu mengetahui berat isi, isi pori, serta derajat
kejenuhan suatu sampel tanah.
2) Pemeriksaan dilakukan untuk tanah asli terganggu dan dibuat 2 sampel dengan
prosedur pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan prosedur ASTM D 2216 71.
c. Pemeriksaan Berat Jenis (Specific Gravity)
1) Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis tanah yang mempunyai
butiran lewat saringan No. 4 dengan piknometer. Berat jenis tanah adalah
perbandingan antara berat butiran tanah dengan berat air suling dengan isi yang
sama pada suatu suhu tertentu.
2) Pemeriksaan dilakukan untuk tanah asli terganggu dan dibuat 2 sampel dengan
prosedur pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan prosedur ASTM D 854 72.
d. Pemeriksaan Batas-batas Atterberg
1) Pemeriksaan Batas Cair (Liquid Limit)
a) Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan batas cair tanah. Batas cair
suatu tanah adalah kadar air tanah tersebut pada keadaan batas peralihan
antara cair dan keadaan plastis. Tanah dalam keadaan batas cair apabila
diperiksa dengan alat Casagrande, kedua bagian tanah dalam mangkok yang
terpisah oleh alur lebar 2 mm menutup sepanjang 12,7 mm oleh 25 pukulan.
b) Pemeriksaan dilakukan untuk tanah asli terganggu dan dibuat 4 sampel dengan
prosedur pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan prosedur ASTM D 423 66.
2) Pemeriksaan Batas Plastis (Plastic Limit)
a) Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan kadar air pada suatu
keadaan plastis. Batas plastis adalah kadar air minimum di mana suatu tanah
masih dalam keadaan plastis.
b) Pemeriksaan dilakukan untuk tanah asli terganggu dan dibaut 3 sampel dengan
prosedur pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan prosedur ASTM D 424 74.
3) Pemeriksaan Batas Susut (Shrinkage Limit)
1) Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan kadar air sampel tanah pada
batas keadaan semi padat dan keadaan padat.
12

2) Pemeriksaan dilakukan untuk tanah asli terganggu dan dibuat 2 sampel dengan
prosedur pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan prosedur ASTM D 427 74.
e. Pemeriksaan Analisis Saringan (Sieve Analysis)
1) Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui ukuran butir dan susunan butir
(gradasi) tanah yang tertahan saringan No. 200.
2) Pemeriksaan dilakukan untuk tanah asli terganggu dan dibuat 1 sampel dengan
prosedur pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan prosedur ASTM D 422 63.
f. Analisis Hidrometer (Hydrometer Analysis)
1) Tujuan pemeriksaan ini untuk menentukan pembagian ukuran butir dari tanah
yang lewat saringan No. 200.
2) Pemeriksaan dilakukan untuk tanah asli terganggu dan dibaut 1 sampel dengan
prosedur pelaksanaan sesuai dengan prosedur ASTM D 1140 54.
3.2.2 Pemeriksaan Sifat Mekanik tanah Asli
Pemeriksaan sifat mekanik tanah asli meliputi :
a. Pemeriksaan Pemadatan Laboratorium (Compaction Test)
1) Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar air dan
kepadatan tanah. Dapat disebut juga proctor test dan dapat dilakukan secara
standard maupun modified.
2) Pemeriksaan dilakukan untuk tanah asli terganggu dan dibuat 3 sampel tanah asli
dengan masa pemeraman sampel 0 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, 28 hari dan
prosedur pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan prosedur ASTM D 698.
b. Pemeriksaan CBR Laboratorium (Laboratory CBR)
1) Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan nilai CBR (California Bearing
Ratio) tanah dan campuran agregat di laboratorium pada kadar air tertentu. CBR
adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan standar dengan
kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama.
2) Pemeriksaan dilakukan dengan membuat 3 sampel tanah asli terganggu dengan
masa pemeraman sampel 0 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, 28 hari dan prosedur
pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan prosedur ASTM D 1883 73.
3.3 Perencanaan Campuran
Campuran direncanakan berdasarkan metode coba-coba (trial and error) yaitu tanah
dicampur dengan kapur dan abu terbang sebesar 5 %, 10 %, 15 %, dan 20 % dari berat
total campuran antara tanah, kapur dan abu terbang (di luar berat air yang ditambahkan
untuk memperoleh kadar air optimum).
Dalam penelitian ini, berat air tidak diperhitungkan dalam berat tital campuran karena
pada saat kadar air optimum diperoleh dengan cara coba-coba dan dimasukkan dalam
berat total campuran maka persentase penambahan kapur dan abu terbang akan berubah,
sehingga kadar air optimum yang didapat tidak sesuai.
Sebelum dilakukan pencampuran tanah dengan kapur dan abu terbang sebesar 5 %, 10
%, 15 %, dan 20 %, terlebih dahulu dilakukan perencanaan campuran antara tanah dengan
kapur dan abu terbang dengan mengambil persentase 10 % dari berat total campuran. Hal
ini bertujuan untuk mengetahui bahan tambahan mana yang berpengaruh besar terhadap
pencampuran kedua bahan tersebut.
Perencanaan campuran dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Perencanaan Campuran 10 % Kapur dan Abu Terbang
N
Bahan
Persentase Campruan (%)
o.
1. Kapur
4
5
6
13

2. Abu Terbang
6
5
4
Sumber : Analisis Perencanaan Campuran (2006)
Pencampuran tanah dengan kapur dan abu terbang dilakukan dengan cara :
1. Siapkan sampel tanah yang sudah dijemur lalu hancurkan gumpalan-gumpalannya
dengan menggunakan palu karet agar butir aslinya tidak pecah.
2. Timbang sampel, tanah, kapur, dan abu terbang sesuai berat yang telah ditentukan.
3. Tanah, kapur, dan abu terbang dimasukkan ke dalam sebuah bah lalu dicampur hingga
merata.
4. Buatlah kadar air optimum perkiraan dengan cara sebagai berikut :
Semprot campuran tanah, kapur, dan abu terbang dengan air sedikit demi sedikit
sambil diaduk-aduk dengan tangan sampai merata. Penambahan air dilakukan sampai
didapat campuran tanah yang bila dikepal dengan tangan lalu dibuka campuran
tersebut tidak lengket di tangan dan tidak hancur. Setelah didapat campuran seperti
ini, catat jumlah air yang ditambahkan tadi.
5. Penambahan air dilakukan secara teratur dengan perbedaan kadar air dari benda uji
masing-masing sebesar 3 % dan 6 % di atas dan di bawah kadar air optimum
perkiraan.
3.4 Pemeriksaan Sifat Mekanik Campuran
Pemeriksaan sifat mekanik campuran meliputi :
1. Pemeriksaan Pemadatan Laboratorium (Compaction Test)
Tujuan pemeriksaan, jumlah sampel, masa pemeraman, dan prosedur pelaksanaan
pemeriksaan sma dengan pemeriksaan sifat mekanis tanah asli.
2. Pemeriksaan CBR Laboratorium (Laboratory CBR).
Tujuan pemeriksaan, jumlah sampel, masa pemeraman, dan prosedur pelaksanaan
pemeriksaan sama dengan pemeriksaan sifat mekanis tanah asli.

14

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum
Untuk mengetahui sifat fisik dan sifat mekanik tanah asli serta sifat mekanik
campuran, dilakukan serangkaian pengujian yang dilakukan di Laboratorium Mekania
Tanah Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya. Sampel tanah diambil dari daerah desa
Bukit Rawi dan bahan campuran berupa kapur yang diambil dari desa Hayaping
Kabupaten Barito Timur dan abu terbang yang diambil dari PLTU Asam Asam
Kalimantan Selatan. Dari hasil pembakaran 5 ton batubara dengan suhu 1000C per hari
menghasilkan 5 % abu terbang.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah
Sifat fisik tanah (index properties) yaitu sifat tanah dalam keadaan asli yang
digunakan untuk menentukan jenis tanah.
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Tanah Asli
No.
Jenis Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan
1. Kadar Air (Water Content) (%)
46,19
2. Berat Isi (Density Tes) (gr/cc)
1,64
3. Berat Jenis (Specific Gravity)
2,58
4. Batas-Batas Atterberg (%)
53,85
LL (Batas Cair)
26,66
PL (Batas Plastis)
27,19
PI (Indeks Plastisitas)
37,96
SL (Batas Susut)
5.
Analisis Saringan (Sieve Analysis)
6,52
Persentase berat tertahan di saringan No. 200 (%)
93,48
Persentase Lolos Saringan No. 200 (%)
6.
54,9775
Analisis Hidrometer (Hydrometer Analysis) =
Lempung
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium (2006)
Dari Tabel 4.1 diketahui bahwa indeks plastisitas (PI) = 27,19 % > 17 dan batas cair (LL)
= 53,85 % > 50 %, sehingga tanah asli termasuk dalam tanah plastisitas tinggi. Sedangkan
untuk analisa saringan, persentase tanah yang lolos saringan No. 200 = 93,48 % > 35 %
sehingga termasuk dalam tanah berbutir halus (lempung). Jadi, tanah di daerah Bukit
Rawi dapat digolongkan menjadi tanah lempung plastisitas tinggi.
4.2.2 Klasifikasi Tanah
a. Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO
klasifikasi tanah berdasarkan Sistem AASHTO mengikut prosedur sebagai berikut :
1) Dari hasil pemeriksaan analisis saringan, persentase material lolos saringan No.
200 (0,075 mm) rata-rata = 93,48 % > 35 %, maka tanah tersebut termasuk dalam
tanah berbutir halus klasifikasi lanau-lempung (silt-clay) kelompok A 4, A 5, A
6, atau A 7.

15

2) Dari hasil pemeriksaan Batas-batas Atterberg didapat nilai batas cair (LL) rata-rata
= 53,85 % > 40 % dan indeks plastisitas (IP) rata-rata = 27,19 % > 11 %, maka
tanah tersebut termasuk kelompok Sub Grup A 7 6.
Kelompok A 7 merupakan kelompok tanah berlempung yang lebih bersifat
plastis. Tanah ini mempunyai sifat perubahan yang cukup besar.
b. Sistem Klasifikasi USCS
Klasifikasi tanah berdasarkan klasifikasi USCS mengikuti prosedur sebagai berikut :
1) Dari hasil pemeriksaan analisis saringan, persentase material lolos saringan No.
200 (0,075 mm) rata-rata = 93,48 % > 50 %, maka tanah tersebut termasuk dalam
klasifikasi tanah berbutir halus.
2) Dari hasil pemeriksaan batas-batas Atterberg, didapat nilai batas cair (LL) rata-rata
53,85 % > 50 %, maka tanah tersebut termasuk kelompok MH, CH atau OH.
3) Dari grafik batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) (gambar terlampir), setelah
nilai LL dan PI diplot, titik tersebut berada di atas garis A, dengan demikian tanah
tersebut termasuk kelompok CH.
4) Secara visual, tanah berwarna kuning dan memiliki butiran tanah yang halus,
sehingga tanah tersebut dikelompokkan ke dalam kelompok CH.
Kelompok CH merupakan kelompok tanah lempung tak organik dengan plastisitas
tinggi. Jadi, tanah diklasifikasikan sebagai tanah lempung plastisitas tinggi dalam
kelompok CH.
4.2.3 Pengujian Sifat Mekanik Tanah
Sifat mekanik tanah (engineering properties) yaitu sifat tanah jika memperoleh
pembebanan yang digunakan sebagai parameter dalam perencanaan fondasi. Pengujian
sifat-sifat mekanik tanah di laboratorium terdiri dari pemadatan laboratorium dan CBR
laboratorium.
Sebelum dilakukan pencampuran tanah dengan kapur dan abu terbang sebesar 5 %, 10 %,
15 %, dan 20 %, terlebih dahulu dilakukan pencampuran tanah dan abu terbang dengan
mengambil persentase campuran 10 % dari berat total campuran tanah, kapur dan abu
terbang (diluar berat air yang ditambahkan untuk memperoleh kadar air optimal) yang
hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

16

Tabel 4.2 Kadar Air Optimum dan Kepadatan Kering Maksimum dari Test
Pemadatan Standard dan nilai CBR Pada Berbagai PEnambahan 10 %
Campuran Kapur dan Abu Terbang
Pemeriksaan Kepadatan
Pemeriksaan
Laboratorium
CBR
No
Penambahan
Kadar Air
Berat
Laboratorium
Optimum
Isi Kering
%
(gr/cc)
%
1 Kapur 4 % dan Abu Terbang
25,577
1,417
10,113
6 % 0 hari
2 Kapur 4 % dan Abu Terbang
25,600
1,407
10,341
6 % 7 hari
3 Kapur 4 % dan Abu Terbang
25,530
1,380
10,986
6 % 14 hari
4 Kapur 4 % dan Abu Terbang
24,090
1,455
12,258
6 % 21 hari
5 Kapur 4 % dan Abu Terbang
24,260
1,363
13,647
6 % 28 hari
6 Kapur 5 % dan Abu Terbang
26,750
1,446
7,824
5 % 0 hari
7 Kapur 5 % dan Abu Terbang
26,120
1,390
8,150
5 % 7 hari
8 Kapur 5 % dan Abu Terbang
26,180
1,452
8,726
5 % 14 hari
9 Kapur 5 % dan Abu Terbang
25,970
1,413
9,858
5 % 21 hari
10 Kapur 5 % dan Abu Terbang
26,410
1,347
10,865
5 % 28 hari
11 Kapur 6 % dan Abu Terbang
26,550
1,344
6,770
4 % 0 hari
12 Kapur 6 % dan Abu Terbang
26,770
1,412
7,539
4 % 7 hari
13 Kapur 6 % dan Abu Terbang
26,380
1,400
8,586
4 % 14 hari
14 Kapur 6 % dan Abu Terbang
25,250
1,464
8,690
4 % 21 hari
15 Kapur 6 % dan Abu Terbang
25,730
1,329
9,055
4 % 28 hari
Sumber : Hasil Pemeriksaan Laboratorium (2006)
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai CbR terbesar terdapat pada tanah yang
dicampur dengan kapur sebesar 4 % dan abu terbang sebesar 6 %. Hal ini menunjukkan
nilai CBR terbesar terjadi pada saat penambahan abu terbang lebih banyak atau dominan.
Sehingga, komposisi untuk persentase campuran 5 %, 10 %, 15 %, dan 20 % digunakan
persentase abu terbang yang lebih banyak dari pada persentase kapur dengan
perbandingan antara kapur dan abu terbang sebesar 2 : 3 dari berat total campuran antara
tanah, kapur dan abu terbang (diluar berat air yang ditambahkan untuk memperoleh kadar
air optimal).
17

Tabel 4.3 Perencanaan Campuran Tanah, Kapur, dan Abu Terbang


N
Bahan
Persentase Campuran (%)
o
1 Tanah
95
90
85
2 Kapur
2
4
6
3 Abu Terbang
3
6
9
Sumber : Analisis Perencanaan Campuran (2006)

80
8
12

Berdasarkan Tabel 4.3 maka dilakukan pengujian pemadatan dan CBR laboratorium
sesuai perencanaan campuran yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Kadar Air Optimum dan Kepadatan Kering Maksimum dari Test
Pemadatan Standard an nilai CBR Pada Berbagai Penambahan 5 %, 10
%, 15 %, dan 20 % Campuran Kapur dan Abu Terbang
Pemeriksaan Kepadatan
Laboratorium
No
Penambahan
Kadar Air
Berat
Optimum
Isi Kering
%
(gr/cc)
1 Kapur dan Abu Terbang 0 % 0 hari
25,060
1,379
2 Kapur dan Abu Terbang 0 % 7 hari
28,500
1,438
3 Kapur dan Abu Terbang 0 % 14 hari
27,33
1,354
4 Kapur dan Abu Terbang 0 % 21 hari
25,420
1,383
5 Kapur dan Abu Terbang 0 % 28 hari
28,310
1,439
6 Kapur dan Abu Terbang 5 % 0 hari
26,970
1,402
7 Kapur dan Abu Terbang 5 % 7 hari
28,260
1,443
8 Kapur dan Abu Terbang 5 % 14 hari
27,790
1,468
9 Kapur dan Abu Terbang 5 % 21 hari
22,960
1,463
10 Kapur dan Abu Terbang 5 % 28 hari
27,980
1,447
11 Kapur dan Abu Terbang 10 % 0 hari
26,570
1,442
12 Kapur dan Abu Terbang 10 % 7 hari
29,150
1,413
13 Kapur dan Abu Terbang 10 % 14 hari
29,060
1,414
14 Kapur dan Abu Terbang 10 % 21 hari
24,450
1,487
15 Kapur dan Abu Terbang 10 % 28 hari
24,320
1,463
16 Kapur dan Abu Terbang 10 % 0 hari
27,990
1,431
17 Kapur dan Abu Terbang 10 % 7 hari
27,320
1,455
18 Kapur dan Abu Terbang 10 % 14 hari
28,870
1,399
19 Kapur dan Abu Terbang 10 % 21 hari
26,300
1,495
20 Kapur dan Abu Terbang 10 % 28 hari
25,890
1,462
21 Kapur dan Abu Terbang 20 % 0 hari
27,480
1,348
22 Kapur dan Abu Terbang 20 % 7 hari
29,380
1,399
23 Kapur dan Abu Terbang 20 % 14 hari
28,750
1,392
24 Kapur dan Abu Terbang 20 % 21 hari
23,540
1,459
25 Kapur dan Abu Terbang 20 % 28 hari
25,880
1,477
Sumber : Hasil Pemeriksaan Laboratorium (2006)

Pemeriksaan
CBR
Laboratorium
%
2,782
4,091
4,266
4,875
5,237
6,028
8,794
10,001
11,155
11,887
7,695
8,963
10,029
11,178
12,028
10,499
10,992
11,039
11,472
12,373
8,009
8,067
8,996
10,974
11,553

Berdasarkan Tabel 4.4 nilai CBR tertinggi terjadi pada penambahan campuran kapur
dan abu terbang sebesar 15 % pada masa pemeraman 28 ahri daengan nilai CBR 12,373
%.

18

4.2.4 Pemeriksaan Plastisitas Campuran


Suatu tanah dikatakan tanah plastisitas tinggi apabila memiliki nilai batas plastis dan
batas cair, tanah di daerah Bukit Rawi merupakan tanah lempung plastisitas tinggi dengan
nilai PI = 27,19 % dan LL = 53,85 %. Untuk menurunkan plastisitas tanah digunakan
kapur dan abu terbang yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5

Nilai Plastisitas Indeks Pada Berbagai Penambahan Campuran Kapur


dan Abu Terbang
Pemeranam
Nilai Plastisitas Indeks (PI) Pada Berbagai Penambahan Campuran
(Hari)
Kapur Abu Terbang (%)
0
5%
10 %
15 %
20 %
7
16,72
16,69
15,77
16,70
14
16,44
16,01
15,36
15,64
21
15,77
15,50
14,39
15,53
28
15,43
14,57
13,99
14,83
14,20
13,62
13,30
13,74
Rata-rata
15,71
15,28
14,56
15,29
Nilai PI
Sumber : Hasil Pemeriksaan Plastisitas (2007)
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dengan adanya penambahan campuran kapur dan
abu terbang dapat menurunkan nilai plastisitas indeks pada tanah lempung plastisitas
tinggi, dengan nilai PI rata-rata dari penambahan 5 %, 10 %, 15 %, dan 20 % campuran
kapur dan abu terbang masing-masing sebesar 15,71 %, 15,28 %, 14,56 %, dan 15,29 %.

19

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Dari Hasil pemeriksaan sifat fisik tanah asli, diperoleh nilai kadar air = 46,19 %, berat
isi = 1,64 gr/cc, berat jenis (Gs) = 2,58, batas cair (LL) = 53,85 %, batas plastis (PL) =
26,66 %, indeks plastisitas (PI) = 27,19 %, batas susut (SL) = 37,96 %, analisa
saringan (lolos saringan No. 200) = 93,48 %, analisa saringan (tertahan saringan
No.200) = 6,52 %, dan analisis hidrometer = 54,9775 %.
2. Berdasarkan sistem klasifikasi tanah AASHTO, tanah asli dapat diklasifikasikan
sebagai tanah berlempung dalam kelompok Sbu Group A-7-6 (29). Berdasarkan sistem
klasifikasi tanah USCS, tanah asli dapat diklasifikasikan sebagai tanah lempung tak
organic dengan plastisitas tinggi dalam kelompok CH.
3. Hasil analisis varian menyatakan bahwa penggunaan kapur dan abu terbang sebagai
bahan stabilisasi memberikan pengaruh yang baik terhadap nilai CBR.
4. Dari hasil pemeriksaan plastisitas tanah yang dicampur dengan kapur dan abu terbang
diperoleh nilai plastisitas tanah asli yang tinggi mengalami penurunan. Hal ini
menunjukkan bahwa kapur dan abu terbang dapat menurunkan plastisitas tanah asli,
dengan nilai plastisitas indeks rata-rata (PIrata-rata) campuran pada berbagai penambahan
kapur dan abu terbang adalah sebesar 15,71 %, 15,28 %, 14,56 %, dan 15,29 %.
5. Nilai CBR untuk tanah asli (tanpa penambahan kapur dan abu terbang) untuk masa
pemeraman 0 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari masing-masing sebesar 2,782
%, 4,092 %, 4,266 %, 4,875 %, dan 5,237 % dari berat total campuran antara tanah,
kapur dan abu terbang (di luar berat air).
6. Dari hasil regresi polimomial pangkat tiga, diperoleh nilai CBR maksimum untuk masa
pemeraman 0 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari dan 28 hari adalah 9,9048 %, 10,3781 %,
11,0118 %, 11,8130 %, dan 12,7617 % dengan persentase optimum penambahan kapur
dan abu terbang masing-masing sebesar 15,0962 %, 12,7445 %, 10,9044 %, dan
9,6547 %.
5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat dipertimbangkan untuk penelitian-penelitian selanjutnya
adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan CBR laboratorium perlu dilakukan untuk masa pemeraman yang rentan
waktunya lebih pendek, agar dapat dilihat lebih teliti lagi pengaruhnya.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan CBR laboratorium lebih lanjut dengan persentase
penambahan kapur dan abu terbang yang berbeda.
3. Kontrol dalam pemeriksaan sifat-sifat fisik tanah, masa pemeraman, pemadatan dan
pengujian nilai CBR, pencampuran tanah dengan kapur dan abu terbang serta
penambahan air agar memberikan hasil yang lebih baik dan lebih teliti.

20

DAFTAR PUSTAKA
Amri, S. (2005), Teknologi Beton A Z. Universitas Indonesia, Jakarta.
Bowless, J.E. (1997), Analisis dan Desain Pondasi (Edisi Keempat Jilid 1), Erlangga, Jakarta.
Chapra, S, C. Raymond, P. Canale (1991), Metode Numerik Untuk Teknik, Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Craig, R.F. (1986), Mekanika Tanah (Edisi Keempat), Erlangga, Jakarta.
Das, B.M. (1988), Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis), Erlangga, Jakarta.
Deman, A. (2001), Penggunaan abu Terbang Sebagai Filler Pada Campuran Aspal Panas Jenis
HRS. Jurusan/Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palangka
Raya, Palangka Raya.
Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah (2003), Quality Control Definisi Item Pekerjaan dan
Spesifikasi, Proyek Pengkajian Teknologi Konstruksi dan Pembinaan Jasa
Konstruksi.
Dixon, W.J. dan F.J. Massey Ir. (1991), Pengantar Analisis Statistik, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Bobby, H. (1982), Teori Penyelesaian Mekanika Tanah, Yustadi Offset, Surabaya.
Hausmann, M.R. (1990), Engineering Principles of Ground Modification, Mc Graw Hill
Publishing Company, Singapore.
Kristiawan, A. (2003), Kadar Optimum Penambahan Abu Terbang Unntuk Menghasilkan
Beton Mutu Tinggi Studi Banding Pemanfaatan Limbah Penambangan Batubara
Pada Campuran Beton Mutu Tinggi, Jurusan/Program Studi Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Palangka Raya, Palangka Raya.
Nakazawa, K. (2000), Mekanika tanah dan Teknik Pondasi, Pradnya Paramita,
Jakarta.
Rudji, Y.K. (2004), Penggunaan Abu Terbang Sebagai Bahan Alternatif Stabilisasi Tanah
Dasar Pada Ruas Jalan Palangka Raya Bukit Rawi, Jurusan/Program Studi Teknik
Sipil Universitas Palangka Raya, Palangka Raya.
Sukirman, S. (1999), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung.
Wahyudi, C. (2000), Pengaruh Penambahan Kapur Terhadap Peningkatan CBR Tanah Lunak
(Perbaikan Tanah Pada Lokasi Jalan Palangka Raya Pulang Pisau Km 17 + 000),
Jurusan/Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palangka raya,
Palangka Raya.
Wahyuni, I. (2004), Penggunaan Batu Kapur Sebagai Bahan Alternatif Stabilisasi Tanah
Dasar Pada Ruas Jalan Palangka Raya Bukit Rawi, Jurusan/Program Studi Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya, Palangka Raya.
Wesley, L.D. (1988), Mekanika Tanah, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Astiwiyani, C. (2007), Kajian Penerapan Bahan Stabilizer Gabungan Kapur Abu Terbang
Pada Tanah Lempung Plastisitas Tinggi, Jurusan/Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya, palangka Raya.

21

Anda mungkin juga menyukai