213.C.0022
213.C.0023
213.C.0027
213.C.0028
213.C.0029
213.C.0030
213.C.0031
213.C.0032
213.C.0034
213.C.0036
213.C.0035
213.C.0040
213.C.0041
213.C.0042
213.C.0043
213.C.0046
214.C.1037
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
laporan dengan judul Asuhan Keperawatan Gawat Darurat II Pada Tn.R dengan
Gangguan Sistem Perkemihan Akibat Gagal Ginjal Kronis. Laporan ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Kegawat Darurtan II pada Program
Studi S1 Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mahardika
Cirebon. Selama proses penyusunan laporan ini penyusun tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak yang berupa bimbingan, saran dan petunjuk baik berupa moril,
spiritual maupun materi yang berharga dalam mengatasi hambatan yang
ditemukan. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur dengan kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Ns. Ahmad Syarifudin, S.Kep yang telah memberikan bimbingan dan
dorongan dalam penyusunan laporan ini sekaligus sebagai dosen pengampu
Mata Kuliah Kegawat Daruratan II.
2. Ibunda dan ayahanda kami yang tercinta serta saudara dan keluarga besar
kami yang telah memberikan motivasi/dorongan dan semangat, baik berupa
moril maupun materi lainnya.
3. Sahabat dan rekan STIKes Mahardika, khususnya Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT. membalas baik budi dari semua pihak yang telah
berpartisipasi membantu penyusun dalam menyusun laporan ini. Penyusun
menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna, untuk itu penyusun mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan penyusunan selanjutnya.
Penyusun berharap, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin
Wassalamualaikum wr.wb.
Cirebon, September 2016
Kelompok B
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1
Nama Tabel
Derajat pitting edema
Halaman
10
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
1
Nama Tabel
Pedoman untuk aerobik dan ketahanan resep latihan
Halaman
32
40
50
58
68
73
SEVEN JUMP
Mata Kuliah
Tingkat/Semester
: 4/VII
SEKENARIO KASUS 1
Tn. RH (47 th) laki-laki. Diagnosa medis : CKD stage V dengan overload.
Keluhan utama : sesak napas sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
dan badan makin lama makin bengkak, edema sejak 1 bulan SMRS. Pasien
mengetahui menderita penyakit ginjal sejak 3 bulan yang lalu. Pasien sulit tidur
karena sesak dan tidur dengan posisi duduk. Batuk (-), pilek (-).Nafsu makan
menurun karena mual, tidak ada muntah, pasien belum membatasi minum dan
dalam sehari kira-kira minum 1000-1500 ml air. Pasien dalam 5 hari ini sulit
untuk BAK karena kemaluan bengkah, jumlah urin mulai menurun. Pasien
memiliki riwayat penyakit DM dan Hipertensi sejak 3 tahun yang lalu.
Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : 180/90 mmHg, nadi : 90
x/menit, frekuensi napas : 28 x/menit, suhu : 36,50C. Kesadaran composmentis
konjungtiva anemis, sklera tidak iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas
vesikuler, Ronchi (+), whezzing (-), CRT > 3 detik dan tampak pucat, JVP 5+2
cmH2O, edema anasarka, derajat pitting edema : derajat 3, kemaluan edema
(skrotum dan penis edema), ascites dengan lingkar perut 132 cm. Pemeriksaan
laboratorium : hemoglobin : 4,9 mg/dl, , ureum 310 mg/dl, creatinin 13,3 mg/dl,
GDS : 143 mg/dl. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) : pH : 7,049; PCO2 :
31,2; PO2 46,1; BP 750; HCO3 : 8,4; O2 saturasi 64; BE -21; total CO2 9,4.
Elektrolit : natrium : 128 mmol/l, kalium : 6,07 mmol/l; clorida 112 mmol/l.
A.
Tugas Mahasiswa
1. Setelah membaca dengan teliti skenario di atas mahasiswa membahas
kasus tersebut dengan kelompok, dipimpin oleh ketua dan sekretaris.
2. Melakukan
aktifitas
pembelajaran
individual
di
kelas
dengan
B.
STEP I
KATA KUNCI
A.
B.
2. JVP 5 + 2 cm
Jawab:
Jugular vena pressure (jvp) atau tekanan system vena yang dapat
diamatisecara tidak langsung. pengukuran system sirkulasi vena sendiri
dapatdilakukan dengan metode invasive memasukkan kateter yang
dihubungkandengan sphygmomanometer melalui vena subclavia dextra
yang diteruskan hingga kevena centralis (vena cava superior) (Potter &
Perry, 2009).
Distensibilitas vena-vena di leher dapat memperlihatkan adanya
perubahanvolume dan tekanan di dalam atrium kanan. Terdapat 2 buah
vena jugularispada leher yaitu vena jugularis interna dan vena jugularis
eksterna. Pemeriksaan JVP menunjukkan keadaan input jantung. Vena
komponen pH, PaCO2, PaO2, HCO3-, Base excess (BE), dan SaO2
(Potter & Perry, 2009). Lokasi pengambilan darah arteri antara lain:
a. Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allens test)
Allens test merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di
tangan, hal ini dilakukan dengan caara yaitu pasien diminta untuk
mengepalkan tangannya, kemudian berikan tekanan pada arteri
radialis dan arteri ulnaris selama bebrapa menit, setelah itu minta
pasien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri,
observasi warna jari-jari, inbu jari dan tangan. jari-jari dan tangan
harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukan est allens
positif. apabila tekanan dilepas, tangan tetep pucat, menunjukan test
allens negatif. jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut
dan periksa tangan yang lain (Wasis, 2015).
b. Arteri dorsalis pedis
Merupakan arteri pilihan ketiga jika arteri radialis dan ulnaris
tidak bisa digunakan (Wasis, 2015).
c. Arteri brakialis
Merupakan arteri pilihan keempat karena lebih banyak
resikonya bila terjadi obstruksi pembuluh darah. selain itu arteri
fermoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah satu pembuluh
utama yang memperdarahi ekstermitas bawah (Wasis, 2015).
d. Arteri fermoralis
Merupakan pilihan terkhir apabila pada semua arteri diatas tidak
dapat diambil. arteri femoralis atau brakialis ebaiknya jangn
digunakan jika masihm ada alternative lain karena tidak memiliki
sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme
atau thrombosis. sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya
tidak digunakan karena adanya resik emboli ke otak (Wasis, 2015).
abnormal
PaCO2
(hiperkapnia),
sehingga
terjadi
ginjal jika tidak disebabkan oleh penyakit ginjal (Potter & Perry,
2009).
4. Edema Anasarka
Jawab:
Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan
interstisial lebih dari jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga
tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit
antara plasma dan jaringan interstisial. Jika edema mengumpul di dalam
rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan pericardium.
Penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal dinamakan asites. Pada
jantung terjadinya edema yang disebabkan terjadinya dekompensasi
jantung (pada kasus payah jantung), bendungan bersifat menyeluruh. Hal
ini disebabkan oleh kegagalan venterikel jantung untuk memopakan
darah dengan baik sehingga darah terkumpul di daerah vena atau kapiler,
dan jaringan akan melepaskan cairan ke intestisial (Syarifuddin, 2001).
5. Pitting Edema
Jawab:
Pitiing edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan
setelah penekan ringan pada ujung jari baru jelas terlihat setelah
terjadinya retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan
normal selama mengalami edema (Brunner dan Suddarth, 2002).
Edema merupakan terkumpulnya cairan didalam jaringan
intertesial lebih dari jumlah yang biasa atau didalam berbagai rongga
tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit
antara plasma dan jaringan intersesial . jika edema mengumpul didalam
rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan perikardium
penimbunan cairan didalam rongga peritonial dinamakan asites
(Syarifuddin, 2001).
Penyebab edema:
a. Primer :
1) Peningkatan permeabilitas kafiler
2) Berkurangnya protein plasma
3) Peningkatan tekan hidrostatik
4) Obstruksi limpa
b. Sekunder :
1) Peningkatan tekanan koloid osmotik dalam jaringan
2) Retensi natrium dan air
Lokasi pemeriksaan atau daerah terjadinya edema :
a. Daerah satkrum
b. Diatas tibia
c. Pergelangan kaki
Penilaian derajat pitting edema
a. Derajat 1 : kedalamannya 1-3 mm dengan waktu kembali 3 detik
b. Derajat 2 : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembalinya 5 detik
c. Derajat 3 : kedalamannya 5-7 mm denagn waktu kembail 7 detik
d. Derajat 4 : kedalamannya 7 mm atau lebih dengan waktu kembali 7
detik
10
6. Ascites
Jawab:
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal dirongga
peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh bnayak penyakit. Antara lain
sirosis hepatis, juga merupakan gejala yang sering terjadi pada penderita
kancer ovarium. Gejala ini juga sering digunkan sebagai tanda diagnostik
adanya kemungkinan keganasan pada kancer ovarium (Prahbana
Askandar, 2008).
11
STEP 2
IDENTIFIKASI MASALAH
A.
B.
C.
D.
E.
Bagaimana edukasi pada pasien dan keluarga untuk asupan yang sesuai?
12
STEP 3
ANALISIS MASALAH
A.
Penurunan
kadar
kalsium
serum
menyebabkan
sekresi
13
penyakit ginjal sesak nafas ini, biasanya pasien gagal ginjal akan sulit tidur
karena kesulitan bernafas dan perut kembung terus-menerus. Aktivitas yang
memerlukan sedikit gerak fisik pun akan terasa sangat berat (Sudoyo, 2007).
B.
Melitus
(DM)
berhubungan
yang
bersifat
kronik
progresif. Perhimpunan
Nefrologi
14
kista
dan
penyakit
bawaan
C.
15
D.
ketidakseimbangan
16
Dialysis
Peritoneal
Mandiri
Berkesinambungan
saat
proses
berlanjut.
CAPD
biasanya
3)
17
E.
2)
Protein untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti selsel yang rusak sebesar 0,6 g/kg BB. Apabila asupan energi tidak
tercapai, protein dapat diberikan sampai dengan 0,75 g/kg BB.
Protein diberikan lebih rendah dari kebutuhan normal, oleh
karena itu diet ini biasa disebut Diet Rendah Protein. Pada
waktu yang lalu, anjuran protein bernilai biologi tinggi/hewani
hingga 60 %, akan tetapi pada saat ini anjuran cukup 50 %.
Saat ini protein hewani dapat dapat disubstitusi dengan protein
nabati yang berasal dari olahan kedelai sebagai lauk pauk untuk
variasi menu.
3)
4)
5)
6)
7)
18
8)
b.
2)
3)
4)
c.
19
STEP 4
MIND MAPPING
KERANGKA
KONSEP
Pencetus timbulnya, manifestasi klinis
dengan proses patofisiologi CKD
NCP CKD
KERANGKA TEORI
(MIND MAPPING)
20
1.
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
Tn. R
Pemeriksaan
Laboratorium:
asam basa.
3. Perencanaan
4. Implementasi
21
STEP 5
LEARNING OBJECTIVE
22
STEP 6
INFORMASI TAMBAHAN
A.
Identitas Jurnal
Judul
Nama jurnal
Penulis
Tahun
B.
: 2013.
Latar Belakang
Keterangan Posisi ini memberikan pedoman berbasis bukti untuk
pelatihan latihan pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (CKD). CKD
adalah penyakit kompleks yang berdampak pada beberapa organ dan sistem.
CKD merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama terkait dengan
morbiditas, mortalitas dan biaya kepada masyarakat. Penyakit Ginjal
Meningkatkan Hasil global (KDIGO) mendefinisikan CKD (a) kerusakan
ginjal tiga bulan dengan kelainan ginjal struktural atau fungsional dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR), atau (b) GFR <60 ml /
menit / 1,73 m2 ini > tiga bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Sebuah
update terbaru sekarang juga memperhitungkan tingkat albumin akun serum
ketika menetapkan risiko kejadian serius menurut status eGFR (lihat Tabel
Tambahan) Prognosis untuk penderita CKD buruk dan mengurangi GFR
merupakan prediktor independen kematian, kejadian kardiovaskular, dan
perawatan rumah sakit. CKD memiliki banyak penyebab dan berhubungan
dengan kondisi metabolik seperti obesitas, diabetes tipe 2 dan penyakit
kardiovaskular. klasifikasi CKD memiliki 5 bertahap sesuai tingkat
keparahan, diagnosis, pengobatan dan prognosis, dengan stadium 5 biasanya
23
C.
Tujuan
Penyakit ginjal kronis (CKD) banyak terjadi dan mempengaruhi
13% dari penduduk dewasa Australia serta menimbulkan peningkatan risiko
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Tujuan penulisan artikel ini
memberikan pedoman berbasis bukti tentang peran latihan olahraga untuk
pasien CKD dan memberikan rekomendasi untuk meresepkan dan
memberikan pelatihan olahraga pada pasien CKD.
D.
Metode
Sintesis laporan dari karya tulis yang diterbitkan dalam bidang
pelatihan olahraga dan penyakit ginjal kronis.
E.
Isi
1. Bukti untuk manfaat olahraga pada CKD
Seperti
penyakit
kronis
terkait,
kurangnya
aktivitas
fisik
24
kualitas hidup yang lebih baik, fungsi fisik, skor kualitas tidur,
melaporkan lebih sedikit keterbatasan aktivitas fisik dan kurang
dipengaruhi oleh rasa sakit atau kurang nafsu makan. Dalam model
disesuaikan dengan demografi, co-morbiditas dan indikator sosialekonomi, risiko kematian adalah 27% lebih rendah di antara senam biasa.
Beberapa ulasan pelatihan olahraga dan meta-analisis untuk CKD telah
diterbitkan konsensus adalah bahwa olahraga teratur resmi diuntungkan,
untuk pasien di CKD tahap 1-4 dan tahap 5 (ESKD), dengan mayoritas
bukti yang untuk ESKD. Furthemore, baru-baru ini luas Cochrane review
meneliti efek aerobik dan resistensi pelatihan tentang langkah-langkah
fungsional dan klinis yang berhubungan dengan CKD. Ulasan ini
menyoroti bahwa:
27
memiliki puncak VO2 sekitar 70% dari nilai usia diprediksi. pelatihan
olahraga dapat bermanfaat sebagai puncak rendah VO2 dikaitkan dengan
risiko kematian meningkat. Data dari penelitian gabungan aerobik dan
latihan kekuatan menyampaikan rata-rata peningkatan 29 11%
tertimbang di puncak VO2, mirip dengan 23 10% dari studi aerobik
terisolasi. Puncak VO2 data dari studi perlawanan pelatihan tidak tersedia.
Intra-dialytic pelatihan (ID) yang diproduksi perubahan berarti tertimbang
di puncak VO2 dari 18 8% saat pelatihan pada hari-hari non-dialisis
menunjukkan 34 peningkatan 6% di puncak VO2 (p = 0,03)
Perbaikan dalam kebugaran fisik terkait dengan peningkatan ity
qual- hidup dan penurunan depresi pada patients.Assessments CKD
menggunakan short-form-36 (SF-36) kuesioner kesehatan umum dan Beck
Depression Inventory telah dilakukan pada pasien CKD sebelum dan
sesudah intervensi pelatihan olahraga, meskipun data yang ada terbatas
tidak dapat menunjukkan perubahan yang signifikan baik ukuran.
Dua penelitian menunjukkan perbaikan yang signifikan dalam
variabilitas detak jantung dengan pelatihan 6 bulan latihan, meskipun studi
3 bulan lebih pendek melaporkan tidak ada perubahan. Sebelumnya studi
menunjukkan jangka panjang (6 bulan) pelatihan olahraga memiliki efek
sympatho adrenal yang menguntungkan pada pasien CKD. Penyakit
kardiovaskular merupakan penyebab umum kematian pada pasien CKD
karena berolahraga perbaikan diinduksi dalam fungsi sympatho-adrenal
dapat mengurangi risiko kematian kardiovaskular.
2. Latihan resep yang-rekomendasi
Sebelum memberikan resep olahraga setiap pasien CKD harus
menjalani tinjauan medis menyeluruh. Yang pertama harus melakukan
anamnesis medis lengkap dan pemeriksaan klinis termasuk asesmen
kardiovaskular termasuk tekanan darah. Selain itu, riwayat penggunaan
obat rinci dan ulasan biokimia baru-baru ini dan hematologi akan
28
29
digunakan> 240 min mingguan (90 menit atau lebih durasi sesi latihan)
dan intensitas latihan yang 60-70% dari prediksi denyut jantung maksimal.
Berdasarkan
sebagian
pada
pekerjaan
sebelumnya
kami
juga
30
31
Sesi waktu
ESKD
intra-dialisis
Non-dialisis
Tingkatkan
sampai 30-45
menit
Tingkatkan
sampai 30-45
menit
Tingkatkan
sampai 30-45
menit
Hari non-dialisis
Selama 2 jam
pertama dialysis
Menurut
kebutuhan
32
pasien
Intensitas (% max.
HR) atau RPE (20/6
skala titik)
Durasi mingguan
Hingga 180
menit
8-12 latihan
memprioritaskan
kelompok otot
besar
Sampai dengan
12, sebanyak
praktis dalam
sesi dialisis
8-12 latihan
(otot utama)
Volume awal
1 set dengan
kelelahan, 12-15
repetisi atau 6070%
Pengulangan
Maksimum
1 set dengan
kelelahan, 12-15
repetisi atau 6070%
Pengulangan
Maksimum
1 set dengan
kelelahan, 10-15
repetisi atau 6070%
pengulangan
maksimum
Pemilihan waktu
Hari non-dialisis
Sebelum atau
selama dialysis
seperti nyaman
Pengandaian
Kegiatan
menahan beban,
Thera-band,
manset berat,
dumbbells ringan,
mesin berat
Kegiatan
menahan beban,
Thera-band,
manset berat,
dumbbells
ringan - praktis
di dialysis
Kegiatan
menahan beban,
therabands,
mesin dan beban
bebas.
Indikasi
Cachexia,
Cachexia,
Cachexia,
Pengandaian
Perlawanan
frekuensi awal per
minggu
55-70% max
HR, RPE 11-13
moderat
(sebaiknya>
60% max HR)
55-90% max
HR, RPE 11-16
sedang sampai
kuat (60-90%
max HR)
Berjalan /
bersepeda /
jogging/ lainnya
33
fleksibilitas
F.
kepadatan tulang
yang buruk, BMI
rendah dan
ramping massa
tubuh
kepadatan tulang
yang buruk,
BMI rendah dan
ramping massa
tubuh
kepadatan tulang
yang buruk,
BMI rendah dan
ramping massa
tubuh
Hasil
Penerapann exercise dan olahraga cenderung memberikan manfaat
bagi pasien CKD, termasuk perbaikan dalam kebugaran kardiorespirasi,
kualitas hidup, aktivitas adrenal, kekuatan otot dan meningkatkan asupan
energi dan kemungkinan penurunan biomarker inflamasi.
G.
Simpulan
Latihan aerobik pada intensitas >60% dari kapasitas maksimum
dianjurkan untuk meningkatkan kebugaran cardio-respiratory. Beberapa
data yang tersedia pada pelatihan perlawanan dan tidak jelas apakah ini
bentuk pelatihan menghambat proses inflamasi katabolik khas CKD.
Namun, itu harus dianggap penting karena efek menguntungkan terbukti
pada kepadatan tulang dan massa otot. Karena tingginya prevalensi dan
insidensi penyakit penyerta pada pasien CKD, program pelatihan olahraga
harus diresepkan dan disampaikan oleh individu dengan kualifikasi dan
34
35
STEP 7
LAPORAN PENDAHULUAN
(Terlampir)
36
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
uremia. (Corwin, 2009).
Ginjal berperan sangat penting bagi sistem pengeluaran (ekskresi)
manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa
metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh lagi, ginjal membuang zatzat yang tidak diperlukan lagi dan mengambil zat-zat yang masih diperlukan
tubuh, ginjal juga bertugas mengatur kadar air dan bahan lainnya di dalam
tubuh (Corwin, 2009).
Menurut World Health Organization (WHO), data hingga 2015
diperkirakan tingkat presentase dari 2009 sampai 2011 ada sebanyak 36 juta
warga dunia meninggal akibat Cronic Kidneys Disease (CKD). Lebih dari
26 juta orang dewasa di Amerika atau sekitar 17 % dari populasi orang
dewasa terkena CKD (Bomback and Bakris, 2011).
Di Indonesia, penyakit ginjal yang cukup sering dijumpai antara lain
adalah penyakit gagal ginjal dan batu ginjal. Didefinisikan sebagai gagal
ginjal kronis jika pernah didiagnosis menderita penyakit gagal ginjal kronis
(minimal sakit selama 3 bulan berturut-turut) oleh dokter (Riskesdas, 2013).
Salah satu perawatan bagi penderita gagal ginjal kronis adalah
hemodialysis atau lebih dikenal dengan sebutan cuci darah, yang dapat
mencegah kematian tetapi tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan
fungsi ginjal secara keseluruhan. Pasien harus menjalani terapi dialysis
37
B.
Rumusan Masalah
Dari pemaparan dan uraian latar belakang masalah di atas, agar dalam
penyusunan laporan ini lebih terarah pembahasannya dan mendapatkan
gambaran secara komprehensif. Maka sangat penting untuk dirumuskan
pokok permasalahannya, yakni:
1.
Kalimat atau kata kunci apa saja yang belum jelas dalam kasus ?
2.
3.
4.
C.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penyusunan laporan ini adalah untuk
mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat II terhadap klien dengan
gangguan system perkemihan akibat gagal ginjal kronik berdasarkan
teori dan kasus serta kesenjangan teori.
2.
Tujuan Khusus
a.
b.
c.
d.
38
e.
D.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penyusunan laporan ini
adalah:
1.
Bagi Penulis
Hasil analisis kasus ini diharapkan dapat memberi informasi
tentang konsep asuhan keperawatan terhadap klien dengan gangguan
keperawatan gawat darurat II akibat gagal ginjal kronik. Penulis dapat
menambah pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan
menjadi acuan untuk penulisan selanjutnya.
39
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Definisi
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia
(Corwin, 2009).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi
struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011).
B.
Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2
dengan rumus Kockroft Gault sebagai berikut (Sudoyo,2006):
Tabel 2. Klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan derajat Laju Filtration
Glomerulus
Derajat
Penjelasan
LFG
(ml/mn/1.73m2)
90
60-89
30-59
40
15-29
Gagal ginjal
Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain:
1. Infeksi : pielonefritis kronis, glomerulonefritis.
2. Penyakit
vaskuler
hipertensif
sepetri
nefrosklerosis
benigna,
D.
Manifestasi Klinis
Karena pada CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, dan kondisi lain yang mendasari. Manifestasi yang terjadi pada CKD
antara lain terjadi pada sistem kardio vaskuler, dermatologi, gastro
intestinal,
neurologis,
pulmoner,
muskuloskletal
dan
psiko-sosial
41
E.
Patofisiologi
Terdapat dua pendekatan teoritis yang umumnya diajukan untuk
menjelaskan ganguan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik. Sudut pandang
tradisional mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit
namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian-bagian spesifik dari
nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak
atau berbah strukturnya. Misalnya, lesi pada medula akan merusak susunan
anatomik pada Lengkung Henle dan vasa rekta, atau pompa klorida pada
pars asendens Lengkung Henle yang akan mengganggu proses aliran balik
pemekat dan aliran balik penukar. Pendekatan kedua dikenal dengan nama
hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh, yang berpendapat bahwa
bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur, namun
sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan terjadi bila
jumlah nefron sudah sangat berkurang sehingga keseimbangan cairan dan
elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Hipotesis nefron yang utuh ini
sangat berguna untuk menjelaskan pola adaptasi fungsional pada penyakit
ginjal progresif, yaitu kemempuan untuk mempertahankan keseimbangan
air dan elektrolit tubuh kendati GFR sangat menurun (Mansjoer, A., 2008).
42
tinggi
sehingga
keseimbangan
glomerulus-tuubulus
kemampuan
memekatkan
atau
mengencerkan
uurine
menyebabkan berat jenis urine tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsm (yaitu
sama dengan konsentrasi plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria
dan nokturia (Black & Hawks, 2009).
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebbih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
43
44
45
Komplikasi
Penderita CKD akan mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi
46
G.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Sementara massa nefron dan fungsi ginjal berkurang, ginjal menjadi
tidak mampu mengatur cairan, elektrolit, dan sekresi hormone;
a. Natrium
Bila GFR turun di bawah 20-25 mL/menit, ginjal menjadi
tidak mampu mengekskresi beban natrium ataupun menyimpan
natrium; ini sering menyebabkan retensi natrium dengan akibat
edema, hipertensi dan gagal jantung kongestif. Sejumlah kecil pasien
(1-2%) menderita nefropati membuang garam (salt wasting
nephropathy), yang mengakibatkan kekurangan natrium meskipun
diet natrium tak dibatasi. Pasien ini biasanya memilki penyakit ginjal
interstisial yang mendasari dan mungkin membutuhkan tambahan
garam dalam diet untuk mempertahankan keseimbangan natrium
(Sudoyo, 2009).
b. Air
Sementara fungsi ginjal memburuk, kemampuan ginjal untuk
memekatkan dan mengencerkan urin menjadi terganggu, dan kadar
urin menjadi isotonik. Tetapi, mekanisme rasa haus yang masih utuh
biasanya
dapat
mempertahankan
keseimbangan
air
sampai
47
absorpsi
GFR
kalsium
menurun,
oleh
ekskresi
sistem
fosfat
gastrointestinal.
juga
berkurang,
48
f.
Anemia
Anemia
terutama
terjadi
akibat
menurunnya
sintesis
H.
Penatalaksanaan
Perencanaan tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan
derajatnya, dapat dilihat pada tabel dibawah:
49
50
ginjal
mengekskresikan
air
mencapai
dan
ion
titik
pada
tingkat
yang
bisa
lagi
menjaga
51
seseorang.
Cairan dialisis
ini
kemudian
beberapahari
tiap kali
melakukan
aktivitas
normal.
52
dari arteri melalui tubing dan ruang darah dalam mesin dialisis dan
kemudian kembali ke dalam tubuh melalui pembuluh darah. Akses ke
sistem vaskular dicapai melalui shunt arteriovenosa eksternal (yaitu,
tabung ditanamkan ke arteri dan vena) atau, lebih umum, melalui
fistula arteriovenosa internal (yaitu, anastomosis dari vena ke arteri,
biasanya di lengan bawah). Heparin adalah digunakan untuk
mencegah pembekuan selama perawatan dialisis, bisa diberikan terus
menerus atau sebentar-sebentar (Mansjoer, A., 2008).
b. Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal menggunakan prinsip yang sama difusi,
osmosis ultrafiltrasi, dan yang berlaku untuk hemodialisis. Membran
serosa tipis dari peritoneumrongga berfungsi sebagai membran
dialisis. Sebuah kateter silastic adalah operasi ditanamkan di rongga
peritoneal bawah umbilikus untuk menyediakan akses. Kateter
terowongan melalui jaringan subkutan dan keluar di sisi perut. Proses
dialisis melibatkan menanamkan dialisis steril solusi (biasanya 2 L)
melalui kateter selama jangka waktu sekitar 10 menit. Pada akhir
waktu tinggal, cairan dialisis terkuras keluar dari rongga peritoneum
oleh gravitasi menjadi steril tas. Glukosa dalam larutan dialisis
rekening untuk menghilangkan air. Larutan dialisis komersial tersedia
di 1,5%, 2,5%, dan konsentrasi dekstrosa 4,25%. Solusi dengan
dekstrosa lebih tinggi meningkatkan tingkat osmosis, menyebabkan
lebih banyak cairan untuk dihapus. Metode yang paling umum adalah
kontinu rawat jalan peritoneal dialisis (CAPD), prosedur perawatan
diri orang yang mengelola prosedur dialisis dan jenis larutan (yaitu,
dekstrosa konsentrasi) digunakan di rumah (Mansjoer, A., 2008).
c. Transplantasi
Tingkat keberhasilan sangat meningkat telah membuat
transplantas ginjal menjadi pilihan pengobatan bagi banyak pasien
dengan gagal ginjal kronis. Ketersediaan
53
donor yang diperoleh dari mayat dan donor hidup terkait (misalnya,
orang tua, saudara). Keberhasilan transplantasi tergantung terutama
pada tingkat histokompatibilitas, organ yang memadai pelestarian,
dan manjemen imunologi.
2. Terapi Nonfarmakologis
a. Pengaturan asupan protein
Pasien non dialisis 0,6-075 gram/kgBB ideal/hari sesuai
dengan CCT dan toleransi pasien, pasien hemodialisis 1-1,2
gram/kgBB/hari, pasien peritoneal dialisis 1,3 Kal/kgBB/hari.
b. Pengaturan asupan kalori : 35Kal/kgBB ideal/hari
Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan
mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan
tidak jenuh.
c. Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total.
d. Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari.
e. Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari.
f. Fosfor : 5-10mg/kgBB/hari. Pasien HD ;17mg/hari.
g. Kalsium : 1400-1600 mg/hari.
h. Besi : 10-18 mg/hari.
i. Magnesium : 200-300 mg/hari.
j. Asam folat pasien HD :5 mg.
k. Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (invesible water)
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang
keluar. Kenaikan berat badan di antara waktu HD <5% BB kering
(Guyton dan Hall, 2006).
3. Farmakologis
a. Kontrol tekanan darah :
Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II->
evaluasi kreatinin dan kallium serum, bila terdapat peningkatan
54
I.
b. Pengkajian Primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera
masalah aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak
terhadap
kemampuan
pasien
untuk
mempertahankan
hidup).
c) Distress pernafasan
d) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema
laring
2) B (Breathing)
a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) C (Circulation)
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembaban kulit
d) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) D (Disability)
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas
c) GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
d) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
5) E (Eksposure)
a) Tanda-tanda trauma yang ada.
c. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang
ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder
meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan
(riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai
kaki.
56
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar
c. Ketidakefekgtifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan suplai O2 ke jaringan
d. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomi
e. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake cairan
berlebih
f. Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
57
Diagnosa
NOC
NIC
Ketidakefektifan pola
napas berhubungan
gangguan pertukaran gas. Dengan kriteria hasil: 2. Konsultasikan dengan dokter mengenai
Respiratory Status: Ventilation
1. RR dalam rentang Normal
2. Irama napas normal (reguler)
3. Tidak ada retraksi dada
4. Tidak ada penggunaan otot napas tambahan
pengguanaan oksigen
3. Pantau aliran oksigen yang terpasang
4. Pantau efektifitas terapi oksigen
Respiratory Status
1. Monitor kecepatan, kedalaman, dan upaya
pernapasan
2. Catat pergerakan dinding dada, lihat
kesimetrisan, penggunaan otot supraklavikular
dan interkosta.
3. Pantau pola napas (bradipnea, takipnea, atau
58
henti napas)
4. Lakukan usaha resusitasi jika dibutuhkan
2.
Gangguan pertukaran
gas berhubungan
dengan perubahan
dapat teratasi.
membran alveolar
Oxygen Therapy
pengguanaan oksigen
3. Pantau aliran oksigen yang terpasang
4. Pantau efektifitas terapi oksigen
3.
Ketidakefektifan
Circulation care
perfusi jaringan
berhubungan dengan
59
penurunan O2 ke
jaringan
2. Kaji nyeri
3. Akaral hangat
4.
Kelebihan volume
berlebih
dapat teratasi.
Fluid Management
1. Monitor status hemodinamik termasuk CAP,
MAP, PAP, dan PCUP
2. Monitor asupan makanan/cairan dan hitung
60
intake kalori
3. Kolaborasi pemberian diuretik sesuai instruksi
dokter
5.
Ketidakseimbangan
7 x 24 jam diharapkan kekurangan nutrisi dapat 2. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
mual
2. Mukosa lembab
pasien
7. Kolaborasi pemberian anti emetik
8. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
6.
Intoleransi aktifitas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan
berhubungan dengan
61
berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat Bantu
7.
Kerusakan integritas
kulit berhubungan
dengan perubahan
volume cairan
(sensasi,
elastisitas,
temperatur,
pigmentasi)
1.
2.
hidrasi,
kering
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
setiapdua jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
62
3.
8.
Gangguan eliminasi
Fluid management
urin berhubungan
dengan obstruksi
anatomi
63
9.
Penurunan curah
jantung berhubungan
dengan perubahan
kriteria hasil:
preload
4.
64
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A.
Pengkajian
1.
Identitas Klien
Nama
: Tn. RH
Umur
: 47 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Diagnosa Medis
1) Pengkajian Primer
a. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada secret, tidak
ada muntahan dirongga mulut.
b. Breathing
Sesak nafas, frekuensi nafas 28 x/menit, suara nafas
vesikuler, terdengar Ronchi tidak ada wheezing.
c. Circulation
Nadi 90 x/menit, Suhu 36,50 C, TD: 180/90 mmHg, CRT
>3 detik, tampak pucat, JVP 5+2 cm, edema anasarka, pitting
edema derajat 3, kemaluan edema (Scrotume dan penis), ascites
dengan lingkar perut 132 cm.
d. Disability
Kesadaran
Composmentis,
GCS:15
(E4,V5,M6),
65
2) Pengkajian Sekunder
a. Keadaan umum
TD : 180/90 mmHg
N
: 90 x/menit
: 36,50 C
RR : 28 x/menit
b. Keluhan utama
Klien mengatakan, Sesak nafas
c. Anamnesa
1. A: Tidak ada alergi
2. M: Tidak Terkaji Di kasus
3. P : Klien mengatakan, Menderita penyakit ginjal sejak 3
bulan, memiliki penyakit DM dan Hipertensi sejak 3 tahun
lalu.
4. L : Klien mengatakan,nafsu makan menurun.
5. E : Klien mengatakan, sesak nafas sejak 3 bulan lalu, badan
makin lama makin bengkak sejak 1 bulan yang lalu,sulit
tidur, nafsu makan kurang karena mual, sulit BAK karena
kemaluan bengkak.
d. Log Roll
1. Kulit
2. Kepala
3. Leher
4. Rambut
5. Mata
ikterik
6. Hidung
7. Mulut
8. Paru-paru
66
10. Abdomen
cm
11. Genital (Laki-laki)
12. Ekstremitas
e. Pemeriksaan diagnostik
1.
Pemeriksaan Laboratorium
Hb
: 4,9 mg/dl
Ureum
: 310 mg/dl
Creatinin
: 13,3 mg/dl
2.
GDS
3.
Pemeriksaan AGD
pH
: 143 MG/dl
: 7,049
PCO2 : 31,2
4.
5.
PO2
: 46, 1
BP
: 750
HCO
: 8,4
Saturasi Oksigen
O2
: 64
CO2
: 9,4
Elektrolit
Natrium : 128 mmol/l
Kalium : 6,07 mmol/l
Clorida : 112 mmol/l.
67
Etiologi
(Subjektif Objektif)
Diabetes Mellitus
DS:
DO:
-
Masalah Keperawatan
Kelebihan volume cairan
Glomerulonefritis
Badan
makin
lama
makin
bengkak
-
Edema anasarka
JVP 5 + 2
Zat-Zat Toksik
Kerusakan Glomerolus parah
GFR Menurun
sel apartus juxtaglomerolus Terangsang
Untuk Mensekresikan Renin
Renin merubah Angiotensinogen yang
berasal dari Hepar menjadi Angiotens I
Angiotensin I diubah menjadi Angiotensi II
oleh Angiotensien Converting Enzym
68
Respon Inflamasi
DO:
-
69
CKD
Produksi urine menurun, kepekatan urin
meningkat
Disuria, anuria
Gangguan eliminasi urine
DS:
DO:
Terdapat ronchi
SpO2 64%
Ph 7,049
PCO2 31,2
PO2 46,1
Preload meningkat
Payah jantung
70
Edema paru
Diabetes Mellitus
DO:
Ketidakefektifan
perfusi
jaringan
perifer
Anoreksia
Tampak pucat
Konjungtiva anemis
TD 180/90 mmHg
Gula Darah
Ginjal tidak dapat menyerap
Fungsi nefron menurun
Kerusakan nefron
Kerusakan Glomerolus Parah
GFR Menurun
Ginjal kehilangan fungsi
71
CKD
Fungsi Eritropoetin Menurun
Eritrosit Menurun
Produksi Hb Turun
Oksihemoglobin Menurun
Penurunan Suplai O2 ke Perifer
Sianosis Perifer, Perubahan Karakteristik
Kulit
CRT > 2 detik
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urin dan retensi cairan serta natrium.
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomic (kemaluan edema skrotum dan penis).
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi.
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penyakit penyerta DM dan hipertensi.
72
No
1.
Diagnosa
NOC
Keperawatan
NIC
Rasional
Kelebihan volume
Fluid Management :
Fluid Management :
1.
dan meencanakan
Kriteria Hasil:
tindakan selanjutnya.
natrium.
Fluid Balance
2.
3.
cairan.
4.
5.
2. Mencegah penambahan
cairan di tubuh.
3. Dapat dijadikan patokan
sumber masalah.
4. Agar keluarga dan klien
cairan.
proses keperawatan.
5. Memenuhi kebutuhan
cairan sesuai advis.
73
Hemodialysis therapy :
Hemodialysis therapy :
1. Mengetahui kondisi
menentukan tindakan
serta perencanaan
selanjutnya.
thdp terapi.
2. Mengevaluasi tindakan
menghindari terjadinya
diinginkan.
3. Untuk menghilangkan
jumlah yang tepat dari
klien.
di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif
dengan pasien untuk
4. Mengoptimalkan kondisi
klien dengan berbagai
profesi dan tindakan
74
menyesuaikan panjang
medis sertakeperawatan.
Gangguan eliminasi
urine berhubungan
dengan obstruksi
anatomic (kemaluan
Kriteria Hasil:
penis)
Temperature regulation :
Pain Management:
1. Catat intake output secara
akurat
2. Posisikan klien dengan
Temperature regulation :
1. Mengetahui status
perkembangan penyakit
dan pengobatan.
2. Mengetahui
keseimbangan cairan
pada pasien.
Pain Management:
fowler)
1. Bukti dokumentasi
dari frekuensi,
konsistensi, volume,
untuk pasien
75
2. Mengurangi rasa
ketidaknyamanan pada
pasien.
3. Membantu pasien dalam
proses penyembuhan
dengan menggunakan
pemberian antibiotik
3.
Gangguan pertukaran
gas berhubungan
dengan
ketidakseimbangan
Kriteria Hasil:
respirasi.
ventilasi perfusi
Respiratory Status :
-
Respiratory Monitoring :
Respiratory Monitoring
1. Mengetahui kondisi
kesimetrisan, penggunaan
supraclavicular dan
distress pernafasan.
intercostal
pernafasan klien.
2. Mengetahui adanya RDS
pada klien.
3. Mengetahui kondisi pola
nafas klien.
4. Mengetahui suara napas
klien.
5. Megurangi dan
bradipena, takipenia,
menghindari terjadinya
dyspneu (mampu
kussmaul, hiperventilasi,
edema paru.
76
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan
cheyne stokes.
4. Auskultasi suara nafas, catat
Oxygen Therapy :
lips).
klien.
2. Mengurangi distres
pernafasan.
Oxygen Therapy :
3. Mengurangi sesak.
4. Mengurangi dan
adanya crakles
2. Ajarkan pasien nafas dalam.
3. Atur posisi senyaman
menghindari fatigue.
5. Memenuhi kebutuhan
oksigen
mungkin (semifowler)
4. Batasi untuk beraktivitas.
5. Kolaborasi pemberian
oksigen dengan menggunakan
NRM 10 liter
4.
Ketidakefektifan
Circulatory Management :
1. Monitor TTV.
berhubungan dengan
Kriteria Hasil:
Circulatory Management :
1. Mengetahui keadaan
fisiologis pasien.
77
penyakit penyerta DM
dan hipertensi
100x/menit
farmakologis
c. Respirasi : 16-
2. Anemia berpengaruh
terhadap pola aktivitas
dan sirkulasi pasien.
3. Meningkatkan rasa
nyaman dan aman pada
24x/menit.
pasien.
o
4. Terapi farmakologis
dapat meringankan
gangguan perfusi
jaringan.
78
79
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga
terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi untuk
mempertahankan
memanfaatkan
fungsi
dan
ginjal
yang
masih
transplantasi ginjal,
sisa,
dilakukan
hal itu
Bagi Mahasiswa
Dapat memahami dan menganalisis kasus yang diberikan
dosen sehingga diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan
keperawatan pada mayarakat saat dilapangan atau dilahan praktik
khususnya pada keperawatan gawat darurat 2.
80
2.
81
G Model
JSAMS-821; No. of Pages 6
ARTICLE IN PRESS
Journal of Science and Medicine in Sport xxx (2013) xxxxxx
Review
Exercise & Sports Science Australia (ESSA) position statement on exercise and
chronic kidney disease
Neil A. Smart a, , Andrew D. Williams b , Itamar Levinger c,1 , Steve Selig d , Erin Howden e ,
Jeff S. Coombes e , Robert G. Fassett e,f
a
School of Science and Technology, University of New England, Armidale, NSW 2351, Australia
School of Human Life Sciences, University of Tasmania, Launceston 7250, Australia
c
Institute for Sport, Exercise and Active Living (ISEAL), College of Sport and Exercise Science, Victoria University, Melbourne, Australia
d
Centre for Exercise and Sports Science, Deakin University, Victoria, Australia
e
School of Human Movement Studies, University of Queensland, St. Lucia, QLD, 4072, Australia
f
Department of Renal Medicine, Royal Brisbane and Womens Hospital, Brisbane, Queensland, 4029, Australia
b
a r t i c l e
i n f o
Article history:
Received 6 November 2012
Received in revised form 19 January 2013
Accepted 23 January 2013
Available online xxx
Keywords:
Exercise training
Chronic kidney disease
Haemodialysis
a b s t r a c t
Objectives: Chronic kidney disease (CKD) is prevalent, affecting 13% of adult Australians and poses
increased risk for cardiovascular morbidity and mortality. This position article provides evidence-based
guidelines on the role of exercise training for CKD patients and provides recommendations for prescribing
and delivering exercise training.
Design: Position stand.
Methods: Synthesis of published work within the eld of exercise training and chronic kidney disease.
Results: Exercise training likely to provide benets to CKD patients, including improvements in cardiorespiratory tness, quality of life, sympatho-adrenal activity, muscle strength and increased energy intake
and possible reduction in inammatory biomarkers. Existing studies generally report small sample sizes,
brief training periods and relatively high attrition rates. Exercise training appears to be safe for CKD
patients with no deaths directly related to exercise training in over 30,000 patient-hours, although strict
medical exclusion criteria in previous studies resulted in 25% of patients being excluded potentially
impacting the generalisability of the ndings.
Conclusions: Aerobic exercise at an intensity of >60% of maximum capacity is recommended to improve
cardio-respiratory tness. Few data are available on resistance training and it is unclear whether this form
of training retards catabolic/inammatory processes typical of CKD. However, it should be considered
important due to its proven benecial effects on bone density and muscle mass. Due to the high prevalence
and incidence of co-morbidities in CKD patients, exercise training programs should be prescribed and
delivered by individuals with appropriate qualications and experience to recognise and accommodate
co-morbidities and associated complications.
2013 Published by Elsevier Ltd on behalf of Sports Medicine Australia.
1. Background
This Position Statement provides evidence-based guidelines for
exercise training in patients with chronic kidney disease (CKD).
CKD is a complex disease that impacts on multiple organs and
systems. CKD is a major public health problem associated with
high morbidity, mortality and costs to the community.1 Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO) denes CKD as
(a) kidney damage three months with structural or functional
Corresponding author.
E-mail address: nsmart2@une.edu.au (N.A. Smart).
1
Dr Itamar Levinger is a Heart Foundation Postdoctoral Research Fellow (PR
11M6086).
kidney abnormalities with or without decreased glomerular ltration rate (GFR), or (b) GFR < 60 ml/min/1.73 m2 present > three
months with or without kidney damage.2 A recent update now
also takes into account serum albumin levels when assigning risk
of serious events according to eGFR status (see Supplementary
Table).2 Prognosis for people with CKD is poor and reduced GFR
is an independent predictor of death, cardiovascular events, and
hospitalization.3,4 CKD has many causes and is associated with
metabolic conditions such as obesity, type 2 diabetes and cardiovascular diseases.5,6 CKD classication has 5 stages according to
severity, diagnosis, treatment and prognosis, with stage 5 usually
described as end stage kidney disease (ESKD).7 CKD is estimated to
affect 13.4% of Australian adults (aged 25 years or older), with more
than half of these in stage 35. Moreover, 30% of Australian adults
aged over 65 years have CKD stage 35.8
1440-2440/$ see front matter 2013 Published by Elsevier Ltd on behalf of Sports Medicine Australia.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jsams.2013.01.005
Please cite this article in press as: Smart NA, et al. Exercise & Sports Science Australia (ESSA) position statement on exercise and chronic kidney
disease. J Sci Med Sport (2013), http://dx.doi.org/10.1016/j.jsams.2013.01.005
G Model
JSAMS-821; No. of Pages 6
2
ARTICLE IN PRESS
N.A. Smart et al. / Journal of Science and Medicine in Sport xxx (2013) xxxxxx
Hence, exercise training can improve aerobic capacity, muscle strength and some psychological measures in CKD patients.
Exercise may improve kidney function which is measured by
estimated glomerular ltration rate (eGFR). Overall, the optimal
dose of exercise that will lead to improve clinical measures in
this population is unclear. Differences between individual studies illustrate the difculties translating existing data into practice
(see Table 1). About two thirds of published trials are <6 months
duration and thus may be sub-optimal for achieving changes in
desired outcomes.20 All but two studies in Table 1 present data in
haemodialysis patients.
Only four studies utilised isolated resistance training, so the
specic effects of resistance training in CKD patients are poorly
understood. Although a greater number of aerobic and combined
training studies exist, study duration, intensity, frequency, exercise modality, venue (home versus outpatient versus inter-dialytic)
are so varied it is difcult to determine optimal exercise prescription. Nevertheless, the limited existing evidence on exercise
intensity suggests greater benet from moderate or higher intensity rather than low intensity exercise, for a range of markers
related to physical function and cardiovascular health.13 Many
ESKD patients exhibit inammation, muscle wasting and poor
Please cite this article in press as: Smart NA, et al. Exercise & Sports Science Australia (ESSA) position statement on exercise and chronic kidney
disease. J Sci Med Sport (2013), http://dx.doi.org/10.1016/j.jsams.2013.01.005
ARTICLE IN PRESS
G Model
JSAMS-821; No. of Pages 6
N.A. Smart et al. / Journal of Science and Medicine in Sport xxx (2013) xxxxxx
Table 1
Published randomized, controlled studies of exercise training in CKD patients versus sedentary control.
Aerobic training studies
N (ExT)
CKD stage
Training
Data extracted
Chang47
Cheema21
Cheema25
Chen J.48
Chen P.Y.49
Daniilidis50
Deligiannis29
Deligiannis30
Dong23
Frey26
Johansen22
Koh37
Koufaki27
Kouidi31
Kouidi51
Kouidi32
Leehey36
Moros-Garcia33
Oliveros52
Painter34
Parsons53
Reboredo38
Van Vilsteren35
Wilund54
71 (36)
49 (24)
49 (24)
50 (25)
94 (45)
34 (20)
60 (30)
16 (12)
32 (15)
11 (5)
79 (40)
70 (43)
18 (15)
31 (20)
48 (24)
59 (30)
11 (7)
34 (23)
15 (9)
24 (10)
13 (6)
22 (11)
96 (53)
17 (8)
HD
HD
HD
HD
CKD 24
HD
HD
HD
HD
HD
HD
HD
HD
HD
HD
HD
CKD 24
HD
HD
HD
HD
HD
HD
HD
AT
RT
RT
RT
AT
AT
CT
CT
RT
AT
RT
AT
AT
AT
CT
CT
AT
AT
CT
AT
AT
AT
CT
AT
2 Months, ID Cycling
3 Months, Strength ID
3 Months RT, ID
4 Months ID
3 Months, HD
3 Months, ID
6 Months, ND
6 Months, ND
6 Months Diet plus ExT vs Diet
2 Months, ID
3 Months, ID
6 Months, Cycling, ID
3 Months, Cycling, ID
6 Months, various aerobic, ND
4 Years, Aerobic & Strength ND
10 Months, Cycling ID
6 Months Home
4 Months, Cycling ND
4 Months ND
5 Months, Cycling, ID
2 Months Cycling, ID
3 Months, ID
3 Months, Cycling/Strength ID
4 Months, ID CYCLING
Fatigue
Strength
Cytokinesno change
Strength, ADL
Biochemistry, no change
IL-6
Peak VO2 , HRV
Peak VO2 , LVEF %
Body Mass and Strength
Energy Intake
Muscle size, strength, SF-36
SF-36
Peak VO2 , Energy Intake
Peak VO2 , Depression
Home v outpatient Peak VO2
Peak VO2
eGFR, HbA1 C, lipids, calories, body mass all no change
Peak VO2
Strength, QOL, Cytokines
Peak VO2
SF-36
HRV and LVEF
Peak VO2 , SF-36
Oxidative stress and body fat
Abbreviations: AT, aerobic training; RT, resistance training; CT, combined training; ID, intra-dialytic training; ND, non-dialysis training; HD, haemodialysis; HRV, heart rate
variability; LVEF, left ventricular ejection fraction.
Please cite this article in press as: Smart NA, et al. Exercise & Sports Science Australia (ESSA) position statement on exercise and chronic kidney
disease. J Sci Med Sport (2013), http://dx.doi.org/10.1016/j.jsams.2013.01.005
G Model
JSAMS-821; No. of Pages 6
ARTICLE IN PRESS
N.A. Smart et al. / Journal of Science and Medicine in Sport xxx (2013) xxxxxx
Table 2
Guidelines for aerobic and resistance exercise prescriptions in ESKD patients undertaking (non-nocturnal) haemodialysis.
ESKD inter-dialysis
ESKD intra-dialysis
Non-dialysis
Aerobic
Session duration
Session timing
Intensity (% max. HR) or RPE (620
point scale)
Weekly duration
Modality
Up to 180 min
Walking/cycling/other
Resistance*
Initial frequency per week
Different muscle groups/exercises
Initial volume
Timing
Modality
Indications
Flexibility
Up to 180 min
Walking/jogging/cycling/other
*
Both resistance and aerobic activity should be completed (although not necessarily in the same session); recommendations assume no contraindications to exercise.
Abbreviations: Reps, repetitions; BMI, body mass index; RPE, rate of perceived exertion; HR, heart rate.
4. Special considerations
5. Contraindications to exercise
In addition to the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association contraindications to exercise46
the following are specic to CKD patients:
Electrolyte abnormalities especially hypo/hyperkalaemia
Recent changes to the ECG, especially symptomatic tachyarrhythmias or brady-arrhythmias
Excess inter-dialytic weight gain >4 kg since last dialysis or exercise session
Unstable on dialysis treatment and changing (titrating) medication regime
Pulmonary congestion
Peripheral oedema
Please cite this article in press as: Smart NA, et al. Exercise & Sports Science Australia (ESSA) position statement on exercise and chronic kidney
disease. J Sci Med Sport (2013), http://dx.doi.org/10.1016/j.jsams.2013.01.005
G Model
JSAMS-821; No. of Pages 6
ARTICLE IN PRESS
N.A. Smart et al. / Journal of Science and Medicine in Sport xxx (2013) xxxxxx
13. Heiwe S, Jacobson SH. Exercise training for adults with chronic kidney disease.
Cochrane Database Syst Rev 2011 (10): CD003236.
14. Tentori F, Elder SJ, Thumma J et al. Physical exercise among participants in the
Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study (DOPPS): correlates and associated outcomes. Nephrol Dial Transplant 2010; 25(9):30503062.
15. Cheema BS, Singh MA. Exercise training in patients receiving maintenance
hemodialysis: a systematic review of clinical trials. Am J Nephrol 2005;
25(4):352364.
16. Johansson P, Dahlstrom U, Brostrom A. Factors and interventions inuencing
health-related quality of life in patients with heart failure: a review of the
literature. Eur J Cardiovasc Nurs 2006; 5(1):515.
17. Segura-Orti E. Exercise in haemodyalisis patients: a literature systematic review.
Nefrologia 2010; 30(2):236246.
18. Smart NA, Titus TT. Outcomes of early versus late nephrology referral in chronic
kidney disease: a systematic review. Am J Med 2011; 124(11):10731080, e1072.
19. Howden EJ, Fassett RG, Isbel NM et al. Exercise training in chronic kidney disease
patients. Sports Med 2012; 42(6):473488.
20. Smart N, Steele M. Exercise training in haemodialysis patients: a systematic
review and meta-analysis. Nephrology (Carlton) 2011; 16(7):626632.
21. Cheema B, Abas H, Smith B et al. Randomized controlled trial of intradialytic
resistance training to target muscle wasting in ESRD: the Progressive Exercise
for Anabolism in Kidney Disease (PEAK) study. Am J Kidney Dis 2007; 50(4):
574584.
22. Johansen KL, Painter PL, Sakkas GK et al. Effects of resistance exercise training
and nandrolone decanoate on body composition and muscle function among
patients who receive hemodialysis: a randomized, controlled trial. J Am Soc
Nephrol 2006; 17(8):23072314.
23. Dong J, Sundell MB, Pupim LB et al. The effect of resistance exercise to augment
long-term benets of intradialytic oral nutritional supplementation in chronic
hemodialysis patients. J Ren Nutr 2011; 21(2):149159.
24. Castaneda C, Gordon PL, Parker RC et al. Resistance training to reduce the
malnutrition-inammation complex syndrome of chronic kidney disease. Am
J Kidney Dis 2004; 43(4):607616.
25. Cheema BS, Abas H, Smith BC et al. Effect of resistance training during hemodialysis on circulating cytokines: a randomized controlled trial. Eur J Appl Physiol
2011; 111(7):14371445.
26. Frey S, Mir AR, Lucas M. Visceral protein status and caloric intake in exercising
versus nonexercising individuals with end-stage renal disease. J Renal Nutr 1999;
9(2):7177.
27. Koufaki P, Mercer TH, Naish PF. Effects of exercise training on aerobic and functional capacity of end-stage renal disease patients. Clin Physiol Funct Imaging
2002; 22(2):115124.
28. Jadad AR, Moore RA, Carroll D et al. Assessing the quality of reports of randomized clinical trials: is blinding necessary? Control Clin Trials 1996; 17(1):112.
29. Deligiannis A, Kouidi E, Tassoulas E et al. Cardiac effects of exercise rehabilitation
in hemodialysis patients. Int J Cardiol 1999; 70(3):253266.
30. Deligiannis A, Kouidi E, Tourkantonis A. Effects of physical training on heart rate
variability in patients on hemodialysis. Am J Cardiol 1999; 84(2):197202.
31. Kouidi E, Iacovides A, Iordanidis P et al. Exercise renal rehabilitation program:
psychosocial effects. Nephron Clin Pract 1997; 77(2):152158.
32. Kouidi EJ, Grekas DM, Deligiannis AP. Effects of exercise training on noninvasive
cardiac measures in patients undergoing long-term hemodialysis: a randomized
controlled trial. Am J Kid Dis 2009; 54(3):511521.
33. Moros G, Ros Mar R, Villarroya AA et al. Physical exercise in hemodialysis
patients. Arch Med Deporte 2000; 17(77):235244.
34. Painter P, Moore G, Carlson L et al. Effects of exercise training plus normalization
of hematocrit on exercise capacity and health-related quality of life. Am J Kid Dis
2002; 39(2):257265.
35. Van Vilsteren MC, de Greef MH, Huisman RM. The effects of a lowto-moderate intensity pre-conditioning exercise programme linked with
exercise counselling for sedentary haemodialysis patients in The Netherlands:
results of a randomized clinical trial. Nephrol Dial Transplant 2005; 20(1):
141146.
36. Leehey DJ, Moinuddin I, Bast JP et al. Aerobic exercise in obese diabetic patients
with chronic kidney disease: a randomized and controlled pilot study. Cardiovasc
Diabetol 2009; 8:62.
37. Koh KP, Fassett RG, Sharman JE et al. Effect of intradialytic versus home-based
training on physical function and vascular parameters in hemodialysis patients:
a randomized pilot study. Am J Kidney Dis 2009; 55(1):8899.
38. Reboredo Mde M, Pinheiro Bdo V, Neder JA et al. Effects of aerobic training during
hemodialysis on heart rate variability and left ventricular function in end-stage
renal disease patients. J Bras Nefrol 2010; 32(4):367373.
39. Jungers P, Joly D, Nguyen-Khoa T et al. Continued late referral of patients with
chronic kidney disease causes, consequences, and approaches to improvement.
Presse Medicale 2006; 35(1 Pt 1):1722.
40. Headley S, Germain M, Mailloux P et al. Resistance training improves strength
and functional measures in patients with end-stage renal disease. Am J Kidney
Dis 2002; 40(2):355364.
41. Johansen KL, Painter P. Exercise in individuals with CKD. Am J Kidney Dis 2012;
59(1):126134.
42. Hordern MD, Dunstan DW, Prins JB et al. Exercise prescription for patients with
type 2 diabetes and pre-diabetes: a position statement from Exercise and Sport
Science Australia. J Sci Med Sport 2012; 15(1):2531.
43. Selig SE, Levinger I, Williams AD et al. Exercise & Sports Science Australia Position
Statement on exercise training and chronic heart failure. J Sci Med Sport 2010;
13(3):288294.
Please cite this article in press as: Smart NA, et al. Exercise & Sports Science Australia (ESSA) position statement on exercise and chronic kidney
disease. J Sci Med Sport (2013), http://dx.doi.org/10.1016/j.jsams.2013.01.005
G Model
JSAMS-821; No. of Pages 6
6
ARTICLE IN PRESS
N.A. Smart et al. / Journal of Science and Medicine in Sport xxx (2013) xxxxxx
44. McCullough PA, Franklin BA, Leifer E et al. Impact of reduced kidney function
on cardiopulmonary tness in patients with systolic heart failure. Am J Nephrol
2010; 32(3):226233.
45. Moinuddin I, Leehey DJ. A comparison of aerobic exercise and resistance training
in patients with and without chronic kidney disease. Adv Chronic Kidney Dis
2008; 15(1):8396.
46. Gibbons RJ, Balady GJ, Bricker JT et al. ACC/AHA 2002 guideline update for
exercise testing: summary article, a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee
to Update the 1997 Exercise Testing Guidelines). J Am Coll Cardiol 2002;
40(8):15311540.
47. Chang Y, Cheng SY, Lin M et al. The effectiveness of intradialytic leg ergometry exercise for improving sedentary life style and fatigue among patients
with chronic kidney disease: a randomized clinical trial. Int J Nurs Stud 2010;
47(11):13831388.
48. Chen JL, Godfrey S, Ng TT et al. Effect of intra-dialytic, low-intensity strength
training on functional capacity in adult haemodialysis patients: a randomized
pilot trial. Nephrol Dial Transplant 2010; 25(6):19361943.
49. Chen PY, Huang YC, Kao YH et al. Effects of an exercise program on blood biochemical values and exercise stage of chronic kidney disease patients. J Nurs Res
2010; 18(2):98107.
50. Daniilidis M, Kouidi E, Giagoudaki E et al. The immune response in hemodialysis
patients folowing physical training. Sport Sci Health 2004; 1:1116.
51. Kouidi E, Grekas D, Deligiannis A et al. Outcomes of long-term exercise training
in dialysis patients: comparison of two training programs. Clin Nephrol 2004;
61(Suppl. 1):S31S38.
52. Oliveros RM, Avendano M, Bunout D et al. A pilot study on physical training of
patients in hemodialysis. Rev Med Child 2011; 139(8):10461053.
53. Parsons TL, Toffelmire EB, King-VanVlack CE. The effect of an exercise program during hemodialysis on dialysis efcacy, blood pressure and quality
of life in end-stage renal disease (ESRD) patients. Clin Nephrol 2004; 61(4):
261274.
54. Wilund KR, Tomayko EJ, Wu PT et al. Intradialytic exercise training reduces
oxidative stress and epicardial fat: a pilot study. Nephrol Dial Transplant 2010;
25(8):26952701.
Please cite this article in press as: Smart NA, et al. Exercise & Sports Science Australia (ESSA) position statement on exercise and chronic kidney
disease. J Sci Med Sport (2013), http://dx.doi.org/10.1016/j.jsams.2013.01.005
PATHWAYS
Diabetes Mellitus
Gula Darah
Glomerulonefritis
Reaksi Antigen-Antibody
Zat-zat toksik
Tertimbun di Ginjal
Kerusakan Nefron
Kerusakan nefron
Respon Inflamasi
GFR
CKD
Produksi Urine ,
Kepekatan Urine
Disuria, Anuria
Fungsi Eritropoetin
Eritrosit
Syndrome Uremia
Produksi Hb
Perpospatemia
Anemia
Angiotensin II menimbulkan
Oksihemoglobin
Metabolisme Anaerob
Sianosis Perifer,
perubahan karakteristik kulit
ATP <<
CRT > 2 detik
Hipertensi
Kelelahan
Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif
Angiotensin II merangsang
Korteks Adrenal untuk
Intoleransi Aktivitas
mengeluarkan Aldosteron
BB > 20 %
Aldosteron meningkatkan
Retensi Natrium dan Air
Volume Interstisial
Edema
Preload
Payah Jantung
Edema Paru
DAFTAR PUSTAKA
Kesehatan
Republik
Indonesia.
http://www.depkes.go.id/article/print/16031000001/hari-ginjal-sedunia2016-cegah-nefropati-sejak-dini.html
Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. Ed.
11. Phyladelvia: Elseiver Sender.
Herdman, T. Heather. 2014. NANDA International, NURSING DIAGNOSA,
Definitions & Classification 2015-2017. St. Lowis Missouwri: Mosby
Elsevier.
Masjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Moorhead, sue, et al. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Lowis
Missouwri: Mosby Elsevier.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan
pendekatan Nanda,
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2103. Badan Penelitian Dan
Pengembangan
Kesehatan
Kementerian
Kesehatan
RI.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%
202013.pdf Diakses pada tanggal 22 September 2016.
Smart, Neil A, et al. 2013. Exercise & Sports Science Australia (ESSA) Position
Statement on Exercise and Chronic Kidney Disease. Journal of Science and
Medicine in Sport. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23434075 di akses pada
hari Kamis, 22 September 2016.
Smeltzer. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Sudoyo. 2009. Jilid 3. Edisi V. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : Interna Publishing.
Suwitra, Ketut. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi 5. Editor:
Arukit W Sudoyo. Jakarta : Interna Publishing.