Anda di halaman 1dari 7

HUBUNGAN ANTARA KOGNISI DAN FUNGSI PADA

PARKINSON DENGAN DAN TANPA PENYAKIT DEMENSIA

PASIEN

ABSTRAK
Pasien dengan penyakit Parkinson (PD) sering memiliki defisit kognitif
dari mulai waktu penegakkan diagnosis. Kecuali pada pasien dengan demensia,
dampak dari gejala kognitif pada fungsi sehari-hari tidak terdokumentasi dengan
baik. Penelitian ini memiliki dua tujuan: (1) untuk menentukan signifikasi
fungsional dari defisit kognitif pada pasien PD dengan non demensia dan (2)
untuk menilai sensitivitas dari dua ukuran kemampuan kognitif secara global
untuk mengidentifikasi individu dengan gangguan fungsi ADL. Seratus sebelas
subyek dengan PD dan berbagai kemampuan kognitif dimasukkan. Dari jumlah
tersebut, 20 yang didiagnosis dengan PDD. Semua subjek dinilai dengan Mattis
Dementia Ratting Scale to two (DRS-2) dan Mini-Mental State Examination
(MMSE). Fungsi ADL dilaporkan oleh seorang sumber dengan menggunakan
Alzheimer Disease Cooperative Study Activities of Daily Living Inventory (ADCSADL). Kemampuan dari DRS-2 dan MMSE untuk menangkap dampak dari
penurunan kognitif pada fungsi ADL dinilai di seluruh kelompok dan sebagian
dari individu non demensia. Setelah itu pengaturan untuk kovariat, kognisi yang
diukur dengan DRS-2 itu sangat terkait dengan fungsi ADL di seluruh kelompok
(koefisien korelasi parsial = 0,55, P <0,001). Hubungan ini tetap kuat ketika hanya
subjek non demensia dimasukkan kedalamnya (r = 0,42, P <0,001). DRS-2 secara
signifikan lebih akurat dari pada MMSE, terutama untuk mendeteksi derajat
ringan dari gangguan ADL (area ROC = 0,87 vs 0,75, P = 0,0008). Kognisi
dihubungkan dengan penurunan fungsi ADL, walaupun pada pasien dengan PD
nondemensia. Bagaimanapun, sensitif dari penilaian kognitif mungkin diperlukan
untuk mengidentifikasi dari keterkaitan gangguan fungsional.
KATA KUNCI
Gangguan kognitif sering terjadi pada penyakit Parkinson (PD), dengan demensia
gangguan kognitif ini mencapai 80% pada penderita dengan PD. 1 Saat demensia
terjadi, itu sangat mengganggu kemampuan seseorang untuk menyelesaikan
kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL).2,3 Gangguan kognitif yang lebih halus
mungkin terjadi pada sebgaian besar pasien dengan PD.4,5 Dampak defisit kognitif
yang paling ringan pada fungsi ADL pada pasien dengan PD belum dievaluasi
secara luas. Walaupun pengobatan untuk PDD sudah tersedia, gangguan kognitif
yang kurang berat biasanya tidak dapat diobati, sebagian disebabkan oleh
efektivitas dari terapi yang kurang adekuat dan juga disebabkan oleh anggapan
bahwa gangguan kognitif pada demensia yang singkat tidak mempengaruhi
kehidupan sehari-hari.
Kami meneliti hubungan antara penurunan kognitif dan fungsi ADL dalam kohort
pada pasien dengan PD. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
menentukan apakah gangguan kognitif memiliki dampak klinis yang bermakna
terhadap fungsi ADL pada pasien non demensia dan demensia. Tujuan kedua
penelitian ini adalah membandingkan kegunaan dari Mattis Dementia Rating

Scale-2 (DRS-2)8 dan Mini-Mental State Examination (MMSE),9 untuk


mengklasifikasikan pasien dengan defisit kognitif secara signifikan.
METODE
Subyek
Pasien usia 60 atau lebih dengan diagnosis PD berdasarkan kriteria dari
British Brain Bank10 dan berbagai status kognitif diambil dari University of
Pennsylvania Parkinsons Disease and Movement Disorder Center. Subyek yang
dibutuhkan dari pedamping pasien untuk merespon pertanyaan tentang fungsi
ADL mereka. Penelitian ini disetujui oleh University of Pennsylvania Institutional
Review Board. Informed consent didapatkan dari seluruh subyek sebelum
dilaksanakannya penelitian ini.
Penilaian
Evaluasi dari neuropsikologis dilaksanakan oleh staf peneliti yang terlatih. Jika
terdapat informan yang berkompeten hadir pada kunjungan tersebut, maka mereka
yang melengkapi Alzheimers Disease Cooperative Study-Activities of Daily
Living (ADCS-ADL) .11 Akan tetapi, jika informan tersebut tidak hadir pada saat
kunjungan, mereka dihubungi ke rumah untuk mengisi kuesioner baik melalui
telepon ataupun melalui email.
Tes neuropsikologi dan Klasifikasi GangguanKognitif
Status kognitif dinilai dengan menggunakan MMSE dan DRS-2. MMSE adalah
tes 30 poin yang menguji kemampuan kognitif secara umum yang sering terjadi di
praktek klinik.9 DRS-2 adalah tes yang lebih lengkap untuk mengukur
kemampuan kognitif secara umum. MMSE dan DRS-2 sudah valid pada pasien
dengan PD,12 dan skor cut-off dari 123 terbukti menunjukkan identifikasi pasien
dengan PDD secara akurat.13 Keparahan gejala depresi telah dinilai dengan
menggunakan 15 item Geriatric Depression Scale (GDS-15). 14
Diagnosis Demensia
Diagnosis demensia telah dibuat oleh dokter yang merawat untuk setiap subyek.
Dokter yang merawat mengaplikasikan kriteria dari Diagnostic dan Statistical
Manual of Mental Disorders IV-TR (DSM IV-TR) 15 untuk menegakkan
diagnosis demensia.
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan klinis, termasuk United parkinsons Disease Rating Scale (UPDRS)
dan Hoehn and Yahr (HY) dilakukan oleh dokter yang merawat pasien dan ahli
dalam penyakit gangguan gerakan. Pemeriksaan motorik dilakukan saat ketka
pasien kontrol secara rutin ke dokter. Pemeriksaan motorik dilakukan dalam 2
bulan setelah tes kognitif.
Aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL)
Alzheimers Disease Cooperative Study Activities of Daily Living Inventory
(ADCS-ADL) merupakan salah satu pengukuran yang sering digunakan untuk
mengukur ADL pada alzheimer dan PDD. Semuanya diselesaikan oleh informan
terlatih untuk setiap partisipan selama kunjungan. Informan melaporkan kegiatan

pasien selama 4 minggu terakhir sesuai dengan instrumen ADCS-ADL. Total


semuanya ialah 23 bagian. 6 bagian berhubungan dengan basic ADL (BADL) skor
maksimal= 22 dan 17 bagian berhubungan dengan ADL instrumental (IADL) skor
maksimal =56. Skor maksimal keseluruhan ialah 78.
ANALISIS
Demografik dan variabel klinik ditabulasikan dan statistik deskriptif termasuk
mean, persentase, dan standar deviasi juga dihitung. Scatter plots digunakan untuk
menunjukkan hubungan antara DRS dan skor MMSE dan fungsi ADL. Tiga titik
potong digunakan pada skala ADCS-ADL : nilai 45,55 dan 65. Nilai perpotongan
dari 45 dan 55 berdasarkan skor diperoleh dari pasien dengan PDD7 dan AD18
ringan-sampai-sedang dalam percobaan klinis. Nilai perpotongan 65 berdasarkan
dari studi kohort. Kami mengidentifikasi subjek dengan parkinsonisms ringansedang (HY<2) dan minimal cognitive impairment berdasarkan dari skor DRS-2 >
133. Skor DRS-2 133 merupakan skor rata-rata berdasarkan subjek yang nondemensia dalam studi ini. Nilai mean ADCS-ADL untuk kelompok non-demensia
(n=45) ialah 73,8 (+4,2). Sementara untuk kelompok dengan gangguan minimal
(n=45) ialah 2 standar deviasi di bawah nilai rata-rata (73,8-8,4=65,4).
Analisis dari besarnya dampak
Untuk memeriksa dampak dari gangguan kognitif pada fungsi sehari-hari,
koefisien korelasi parsial dihitung untuk melihat hubungan antara total skor
ADCS-ADL dan DRS-2 dan MMSE. Koefisien korelasi dihitung pertama tanpa
penyesuaian untuk kovariat dan penyesuaian kembali untuk faktor yang signifikan
secara analisis univariat (umur, GDS skor, tingkat HY). Besarnya dampak
dihitung untuk subset dari subjek tanpa demensia : (1) tanpa diagnosa klinis
demensia dan skor DRS-2 di bawah 123, dan (2) tanpa diagnosa demensia dan
skor MMSE >25. Skor ini mencerminkan nilai perpotongan terbaik DRS-2 untuk
demensia (123) dalam studi PD dan PDD. Nilai perpotongan dari MMSE
berdasarkan satuan MDS pada PDD. Kami juga menganallisa subset dari subjek
dengan skor MMSE >27, mewakili patokan umum untuk kognisi utuh.
Analisis diskriminan
Untuk membandingkan validitas diskriminan dari MMSE dengan DRS-2 dalam
mengidentifikasi kelainan secara signifikan, digunakan Receiver operating
characteristic (ROC). Analisa ini berdasarkan nilai perpotongan pada skala
ADCS-ADL yaitu 45,55 dan 65. Analisa ROC dilakukakan dengan menggunakan
DRS dan MMSE dan memasukkan setiap dari pengukuran ke dalam model
diskriminan logistik yang mencakup umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan
tingkat HY. Kami juga menghitung kemungkinan berada di bawah setiap titik
potong kecacatan tergantung dari skor DRS-2 dan MMSE.
Semua analisa dihitung dalam alpha = tingkat signifikan 0,05 tanpa penyesuaian
untuk perbandingan multipel. Analisa diolah menggunakan stata, versi 10, college
station, TX.
HASIL
Karakteristik subjek dan status kognitif

Jumlah partisipan dalam studi ini ialah 111. Nilai mean dari partisipan ialah 72,8
(+7,1) dan 72% berjenis kelamin laki-laki. Nilai mean dari skor HY 2,3 (HY 1=8.
HY 2= 57, HY 3=17, dan HY 4=7). 83% partisipan ialah sarjana, 14% diploma
dan sisanya 5% tidak tamat sekolah tinggi.
Nilai mean dari MMSE adalah 26 (+3,8), mean dari DRS-2 ialah 131,2 (+12,9)
dan nilai mean dari ADCS-ADL ialah 66,1 (+14,2). 37 subjek (33%) memliki skor
ADCS-ADL di bawah 65; 20 (18%) skor di bawah 55; dan 12 (11%) skor di
bawah 45. 20 (18%) didiagnosa demensia; 20 (18%) memiliki skor DRS < 123;
40 (36%) didiagnosa dengan demensia atau memiliki skor MMSE < 25. 23 (21%)
didiagnosa demensia atau memiliki skor DRS-2 < 123.diagnosa klinis demensia
ditegakkan berdasarkan diagnosa dari DRS skor < 123 dalam 89% dan skor
MMSE <25 pada 77% dari subjek. Sebagian besar subjek memiliki kognisi relatif
baik. 60 (54%) memiliki skor MMSE 28 atau lebih tinggi.
Pada analisis univariat, umur (pearson r=0,35, p= 0,0002), skor GDS (r=0,43,
p<0,0001), dan tingkat HY (r-0,53, p<0,0001) berhubungan kuat dengan fungsi
ADL pada keseluruhan kohort. Jenis kelamin dan tingkat pendidikan tidak
berhubungan secara signifikan dengan fungsi ADL dan tidak termasuk sebagai
kovariat dalam model multivariabel subsekuen. Pada model subsekuen, hanya
skor HY secara bebas berhubungan dengan fungsi ADL (korelasi parsial = 0,33,
p<0,001 untuk semua kohort dan 0,52, p<0,001 pada subset nondemensia dengan
MMSE >25).
Besarnya dampak untuk hubungan antara kognisi dan fungsi ADL.
Tabel 1 menunjukkan koefisien korelasi parsial untuk hubungan antara
pengukuran kognitif dan fungsi ADL. Berdasarkan skor DRS-2, terdapat
hubungan kuat antara kognitif dan fungsi ADL, walaupun subjek dengan
demensia tidak dimasukkan. MMSE dan DRS-2 menunjukkan kemiripan
koefisien korelasi parsial similiar ketika semua subjek, termasuk dengan
gangguan kognitif sedang, juga diperhitungkan. Bagaimanapun juga, pengukuran
dengan DRS-2 lebih baik daripada MMSE pada subgrup dengan gangguan yang
minimal. Hubungan antara kognitif yang diukur oleh MMSE dan fungsi ADL juga
lebih dipengaruhi oleh penyesuaian untuk kovariat daripada hubungan yang sama
ditandai oleh DRS-2.
Gambar 1 menunjukkan scatter plot untuk hubungan antara fungsi ADL dan skor
DRS-2. Hubungan antara fungsi kognitif dan ADL tidak tampak pada plateu
sampai dicapai skor DRS-2 140. Koefisien regresi untuk efek dari skor DRS-2
pada skor ADCS-ADL, disesuaikan untuk usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan
dan gangguan motorik ialah 0,51 (95% CI 0,36, 0,67) yang mungkin
diinterpretasikan jatuh 0,51 poin pada ADCS-ADL untuk setiap 1 poin jatuh
dalam total skor DRS-2. Efeknya adalah sedikit lebih kecil ketika analisis dibatasi
pada ubjek non-demensia (koefisien = 0,41, 95% CI 0,10, 0,71).
Efek dari gangguan kognitif pada fungsi ADL disebabkan oleh keterbatasan dalam
instrumen ADLs (IADLSs) kepada yang lebih luas daripada basic ADLs
(BALDs). Setelah penyesuaian untuk kovariat, terdapat hubungan kuat antara skor
DRS-2 untuk keseluruhan kohort (koefisien korelasi parsial =0,55, p<0,001) untuk
subjek non demensia secara klinis dengan skor DRS-2 >123 (pcorr =0,42,
p<0,001) subjek nondemensia dengan skor MMSE >25 (pcorr=0,34, p=0,004) dan
untuk nondemensia dengan MMSE >27 (pcorr=0,31, p=0,022). Terdapat
hubungan signifikan antara skor DRS-2 dan fungsi BADL pada keseluruhan

kohort (pcorr=0,34, p<0,001) dan untuk subjek nondemensia dengan skor DRS2>123 (pcorr=0,24, p=0,028) tapi tidak untuk subjek nondemensia dengan skor
MMSE >25.
DISKUSI
Dari hasil studi dapat disimpulkan bahawa terdapat hubungan yang erat antara
gangguan kognitif dan gangguan ADL pada pasien PD dan menunjukkan bahawa
hubungan ini tetap ada pada pasien PD yang non demensia. Hal ini juga terdapat
juga pada pasien dengan kongnitif utuh, bahkan setelah penyesuaian variablevariable bebasnya termasuk fungsi motorik dan jiwa.
Tujuan sekunder studi ini dilakukan adalah untuk membandingkan kegunaan
MMSE dan DRS-2 dalam mengidentifikasi masalah kognitif. Didapatkan bahawa
DRS-2 lebih memberi hasil yang akurat dibanding dengan MMSE,khususnya
pada masalah kognitif ringan.20-22Pada studi ini,didapatkan MMSE tidak sensitif
dan tidak spesifik jika dibanding dengan DRS-2.Walaupun DRS-2 memerlukan
lebih waktu untuk memenuhi dari MMSE,ketergantungan hanya pada MMSE saja
bisa menyebabkan gangguan klinis kognitif yang kurang relevan.
Data kami menunjukkan bahawa asosiasi antara kognitif dan fungsi ADL
bergantung pada IADLS.Temuan ini persis sama dengan studi sebelumnya yang
menunjukkan bahawa defisit kognitif ada hubungan dengan gangguan di IADL
malah bukan pada fungsi BADL pada pasien PD. 2 Studi ini diperpanjangkan pada
pasien PD yang non demensia juga dan didapatkan mempunyai asosiasi yang
sama.Dalam studi ini,fungsi IADL telah dihubungkan dengan fungsi kognitif pada
semua subkelompok.Pada pasien intak kognitif,asosiasi antara fungsi kognitif dan
ADL masih tidak signifikan secara statistik,namun asosiasi antara kognitif dan
fungsi IADL masih tetap. Studi selain ini juga tidak dapat mencari hubungan yang
kuat antara gangguan kongnitif dan fungsi ADL pada pasien PD yang non
demensia.6 Salah satu keterangan untuk perbedaan ini adalah karena cara
penilaian fungsi ADL.Skala ADCS-ADL menitikberatkan bahawa IADLs sangat
bergantung pada proses kognitif seperti memori dan organisasi otak.Perangkat
yang di gunakan pada studi sebelumnya tidak fokus pada IADLs.Contohnya,suata
analisa menggunakan skala linear dissabilitas AMC tidak menemukan suatu
hubungan antara fungsi kognitif dan ADL pada pasien PD yang non
demensia.6Skala AMC ini menitikberatkan fungsi motorik dibanding dengan
fungsi kognitif dan tidak terlalu sensitif pada gangguan kognitif pada fungsi ADL
seperti pada skala ADCS-ADL.23.24
Movement Disorder Society (MDS) telah mempublikasikan definisi rekomendasi
tentang PDD baru-baru ini.25 dan dengan prosedur lengkap bagi implementasi
definisinya.19 MDS telah menyatakan definisi PDD iaitu sesuata yang disertai
penurunan fungsi kognitif dari tingkat premorbid dan suatu penurunan itu harus
melibatkan sekurang-kurangnya dua kognitif domain.Ia juga melibatkan kriteria
dimana tanda gangguan kognitifnya harus cukup berat untuk mengganggu
kehidupan seharian tanpa melibatkan efek dari tanda otonom dan motorik pada
PD.Walaupun kami menggunakan kriteria DSM daripada kriteria MDS untuk

mendefinisikan demensia,namun studi ini sangat relevan dengan definisi MDS


dalam beberapa cara.Pertama,demonstrasi efek gangguan kognitif pada fungsi
ADL tanpa gangguan motorik. Kedua,analisa kami setuju dengan pemotongan
jika >25 pada MMSE,dimana menjadi lebih optimal untuk mengkategorikan
kedua-duanya yaitu gangguan sedang dan berat.Walau bagaimanapun,sensitivitas
dan spesifitas MMSE untuk gangguan ringan ialah sedang,dan fungsi ADL
terganggu pada individu yang skornya .25.
Dengan demikian, data kami masih mencurigaikemungkinan bahwa beberapa
individu yang non demensia berdasarkan kriteria MDS, mungkin
tetap memiliki disablitas yang signifikan atas dasar disfungsi kognitifnya. Situasi
ini lebih umum terjadi apabila menggunakan DRS-2 cut-off dari ,12313. Walaupun
keakuratan secara keseluruhan lebih superior ialah DRS-2 daripada
MMSE,namun tolok ukur membuktikan bahawa kurang spesifik untuk disabilitas
dibanding dengan skor MMSE .25.
Studi kami mempunyai beberapa batasan.Semua pasien dinilai motoriknya
sewaktu
mengambil
peengobatan
dopaminergic
seperti
yang
dijadwalkan.Penilaian melalui ini mungkin tidak terlalu akurat bagi mendeteksi
gangguan motorik.Untuk menyelesaikan kendala ini,kami menggunakan stage
Hoehn dan Yahr dibandingkan dengan skor UPDRS untuk memperbaiki gangguan
motorik. Stage HY lebih menunjukkan gejala axial,yang kurang berpengaruh pada
pengobatan
dopaminergic
dan
sangat
berhubungan
erat
dengan
gangguan.6,26.Namun stage HY berhubungan dengan disfungsi kognitif
juga.Dengan demikian perbaikan fungsi motorik dengan menggunakan stage HY
bisa menyebabkan kelainan kognitif dalam kehidupan seharian.Satu
keterbatasannya ialah sampel yang digunakan adalah pasien dari klinik spesialis.
Dengan ini,subjek yang digunakan mungkin tidak mempresentasikan pasien yang
memang mempunyai masalah.Dimana subjek yang digunakan adalah pasien yang
tidak mengalami depresi dan subjek yang berpendidikan serta tidak berhubungan
dengan faktor gangguan fungsi ADL di dalam sampel kami.Tambahan
pula,ADCS-ADL ini di lengkapi oleh petugas kesehatan, dimana bisa berubah
angka depresi yang dialami oleh pasien tersebut. Sedangkan frekuensi gangguan
kognitif bisa berbeda pada sampel berbasis populasi. Akhirnya cut-off ADCSADL yang kami pilih untuk disabilitas belum disahkan. Menurut ilmu kami,tidak
ada data di skala yang sesuai.Kami memilih skor yang didapatkan dari populasi
klinikal percobaan dari nilai cut-off sedang dan berat . Mild cut-off didefinisikan
sebagai tingkat disabilitas secara signifikan yang lebih berat dari yang terlihat
pada pasien PD dengan tanda-tanda motorik ringan sampai sedang dan kognitif
yang terpelihara. Cut-off ini lebih berat gangguannya dibanding dengan cut-off
yang didapatkan dari individu normal.Penelitian tambahan akan diperlukan untuk
memvalidasi cut-off terhadap resiko ukuran criteria disabilitas.
Dalam kesimpulan,studi ini mendemonstrasi bahwa gangguan kognitif secara
signifikan menganggu fungsi sehari-hari pada pasien PD non demensia dan
demensia serta mempunyai dampak pada fungsi ADL walaupun pada individu
yang disabilitas yang paling ringan.Memang pantas para klinisi untuk memberi
terapi medis dan non-medis untuk gangguan kognitif sebelum tanda demensia
yang definitif muncul.Data kami juga menunjukkan DRS-2 lebih akurat daripada

MMSE untuk deteksi gangguan kognitif.Tidak memungkinkan bagi para klinisi


memuatkan uji tersebut dalam prosedur klinikal kerana membutuhkan waktu yang
panjang.Dengan ini,Montreal Cognitive Assessment (MoCA),perangkat skrining
kognitif 10 menit telah mendemontrasikan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi
untuk deteksi MCI27 dan telah dibuktikan pada PD lebih sensitivitas dari MMSE
untuk deteksi defisit kognitif ringan20,28. Analisis lanjut dari hubungan antara
Moca dan disfungsi ADL dalam PD mungkin menunjukkan cara untuk layak
mendeteksi penurunan kognitif ringan, tetapi secara fungsional yang signifikan
pada pasien dengan PD.

Anda mungkin juga menyukai