Anda di halaman 1dari 48

MINI RISET

PENGARUH OLAHRAGA JALAN KAKI UNTUK MENGURANGI


INTENSITAS NYERI PADA PENDERITA OSTEOATRITIS LUTUT DI
WISMA TERATAI UPT PSLU KASIYAN JEMBER
Dilaksanakan dalam Rangka Tugas Kelompok Praktik Klinik
Departemen Keperawatan Gerontik

DISUSUN OLEH :
Chusnawiyah S,Kep (1401032007)
Dewi Krisdianawati S,Kep (1401032040)
Dio Areza Prastyatama S,Kep (1401032032)
Ervan Setyobudi S,Kep (1401032004)
Jumaidah S,Kep (1401032027)
Munfarikatus Zuhdataini S,Kep (1401032026)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2015

LEMBAR PENGESAHAN
Seminar Mini Riset
Pengaruh Olah Raga Jalan Kaki Untuk Mengurangi Intensitas Nyeri
Pada Penderita Osteoatritis Lutut
Telah dilaksanakan pada 25 september 2015
di Wisma Teratai UPT PLSU Kasiyan Puger Jember

Mengetahui,
Pembimbing Akademik
(Ns. Sofia Rhosma Dewi, M.Kep.)
NPK. 1103586

PJMK Keperawatan Gerontik

(Ns. Sofia Rhosma Dewi, M.Kep.)


NPK. 1103586

LEMBAR PENGESAHAN
Literatur Review Jurnal tentang A Four-Week Walking Exercise Programme
In Patient With Knee Osteoatritis Improves The Ability Of Dual-Task
Performance: A Randomized Controlled Trial
Telah Dilaksanakan pada 18 September 2015
Di Aula UPT PSLU Kasiyan Puger Jember

Jember, 18 September 2015


Mengetahui,

Pembimbing Akademik
(Asmuji, S.KM, M.Kep.)
NIP. 19720615 200501 1004

PJMK Keperawatan Gerontik

(Ns. Sofia Rhosma Dewi, M.Kep.)


NPK. 1103586

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua (aging) merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut
secara alamiah) yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua
makhluk hidup. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia dapat mengenai
sistem muskuloskeletal, yaitu rasa nyeri sendi pada ekstremitas bawah adalah
keluhan yang paling sering muncul pada lansia (Yohanita & Dewi, 2010).
Diperkirakan pada tahun 2010 jumlah lansia di Indonesia meningkat
menjadi 19,9 juta jiwa atau 8,48% dari total penduduk Indonesia. Sekitar 80%
lansia mengalami kondisi kronis yang dihubungkan dengan nyeri dan hampir
8% orang-orang berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan pada sendinya.
Nyeri sendi yang paling banyak adalah pada sendi-sendi penahan berat tubuh
(panggul, lutut dan kaki) (Yohanita & Dewi, 2010).
Beberapa kelainan akibat perubahan sendi yang banyak terjadi pada
lansia antara lain osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout (Yohanita & Dewi,

2010). Osteoarthritis adalah kelainan degenerative kronis dengan penyebab


yang belum diketahui, ditandai denga hilangnya kartilago sendi secara
bertahap. Penyakit ini dapat mengenai satu sendi atau lebih, terutama
mengenai sendi yang menyangga berat badan seperti sendi lutut dan panggul.
Degenerasi kartilago sendi biasanya disertai dengan perubahan-perubahan di
sekitar sendi yang terkena, misalnya kelemahan otot, dan pertumbuhan tulang
baru, yang berakibat berkurangnya mobilitas dan fungsi sendi. Program
latihan yang didesain dengan baik, meliputi latihan aerobic dan ketahanan,
fleksibilitas dan mobilisasi sendi, disertai dengan pengaturan berat badan,
obat-obatan, fisioterapi, proteksi sendi, dan pembedahan apabila diperlukan
akan memperbaiki keluhan dan mengurangi dampak osteoarthritis pada
kehidupan pasien (Rachmah, 2007).
Olahraga jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobik yang
banyak direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak
memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk lansia
karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot maupun
persendian. Berdasarkan hal tersebut kami tertarik untuk melakukan mini
riset tentang pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas nyeri
pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan
Jember.
B. Rumusan Masalah
1. Pernyataan Masalah
Masalah yang sering dikeluhkan oleh penderita osteoarthritis adalah
timbulnya nyeri di persendian. Jalan kaki merupakan salah satu olehraga
aerobik yang banyak direkomendasikan bagi lansia dan dianggap dapat
menurunkan intensitas nyeri pada penderita osteoatritis

2. Pertanyaan Masalah
a. Bagaimana olahraga jalan kaki di Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan
Jember?
b. Bagaimana intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma
Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember?
c. Apakah ada pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas
nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU
Kasiyan Jember?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas
nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU
Kasiyan Jember.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi olahraga jalan kaki di Wisma Teratai UPT PSLU
Kasiyan Jember.
b. Mengidentifikasi Intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di
Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember.
c. Menganalisis pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas
nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU
Kasiyan Jember.
D. Manfaat Penelitian
1. Pelayanan Kesehatan
Memberikan informasi mengenai terapi atau latihan yang dapat diajarkan
kepada pasien dengan Osteoartritis lutut maupun keluarganya.
2.

Ilmu Pengetahuan
Menambah perbendaharaan referensi mengenai terapi atau latihan yang
dapat diajarkan kepada pasien dengan Osteoartritis lutut
3. Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai terapi atau latihan
yang dapat dilakukan pada pasien dengan osteoartritis lutut, sehingga
masyarakat dapat menerapkannya di rumah.
4. UPT PSLU Kasiyan
Diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengaruh olahraga jalan
kaki untuk mengurangi intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut
sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar penentuan kebijakan yang
terkait terhadap penurunan intensitas nyeri pada penderita osteoatritis
lutut.
5. Peneliti Lain
Sebagai bahan kajian pustaka bagi peneliti lain, terutama sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan penelitian lanjutan atau melakukan
penelitian yang sejenis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Osteoarthritis
1. Definisi Osteoartritis
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi
dan patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas. Pada
umumnya penderita OA berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah
berdasarkan peningkatan usia. Osteoartritis merupakan gangguan yang
disebabkan oleh multifaktorial antara lain usia, mekanik, genetik, humoral
dan faktor kebudayaan. Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan
perkembangan slow progressive, ditandai adanya perubahan metabolik,
biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan sekitarnya, sehingga
menyebabkan gangguan fungsi sendi. Kelainan utama pada OA adalah
kerusakan rawan sendi yang dapat diikuti dengan penebalan tulang
subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan
ringan pada sinovium, sehingga sendi yang bersangkutan membentuk
efusi. Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu OA primer
dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut idiopatik, disebabkan faktor
genetik, yaitu adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak.
Sedangkan OA sekunder adalah OA yang didasari kelainan endokrin,
inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas
yang terlalu lama serta faktor risiko lainnya, seperti obesitas dan
sebagainya (Soeharyo & Henry, 2007).
2.

Tanda dan gejala (Soeharyo & Henry, 2007)


Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan
yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara
perlahan. Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri
yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA
masih tergolong dini (secara radiologis). Umumnya bertambah berat
dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias
digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris
(seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago
pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar
kartilago.
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari
nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ),
efusi sendi, dan edema sumsum tulang. Osteofit merupakan salah satu
penyebab

timbulnya

nyeri.

Ketika

osteofit

tumbuh,

inervasi

neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan


menuju ke osteofit yang sedang berkembang. Hal ini menimbulkan
nyeri. Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di
dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari
anserine bursitis dan sindrom iliotibial band.
b. Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan


dengan pertambahan rasa nyeri.
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil
dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi
hari.
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau
dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit,
krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi
yang biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah.
g. Tanda-tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai
pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak
menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh.
Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien
lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena
menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.

3. Penatalaksanaan (Soeharyo & Henry, 2007)


Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat
ringannya OA yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu:
Terapi non-farmakologis
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien
dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya,
bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar
persendiaanya tetap terpakai.
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai
dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
Latihan adalah jenis aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur
dengan

gerakan

yang

berulang

untuk

mempertahankan

atau

memperbaiki kesehatan dan kebugaran jasmani (Kozier dkk, 2004).


Banyak strategi untuk memperbaiki kebugaran dan aktivitas fisik pada
lansia, antara lain dengan cara memperbaiki satu tahap saja dari
keadaan aktivitas sebelumnya. Lansia yang sebelumnya kadang aktif
menjadi dapat melakukan aktivitas teratur dan yang sebelumnya telah
melakukan aktivitas teratur kemudian melakukan olahraga secara
teratur (Darmojo & Martono, 2004). Edward dan Larson (cit. Darmojo
& Martono, 2004) menyatakan bahwa :
1) Latihan dan olah raga dengan intensitas sedang dapat memberikan
keuntungan bagi para lansia melalui berbagai hal, antara lain
pengurangan resiko fraktur peningkatan status kardiovaskuler dan
kemampuan fungsional serta proses mental.
2) Peningkatan aktivitas, hanya akan sedikit sekali menimbulkan
komplikasi.

3) Latihan dan olah raga pada lansia harus disesuaikan secara


individual, dengan tujuan yang khusus pada individu tersebut.
Perhatian khusus harus diberikan pada jenis dan intensitas latihan,
antara lain : aerobic, kekuatan, fleksibilitas dan keadaan dalam hal
apa latihan diberikan.
4) Latihan menahan beban (weight bearing exercise) yang ringan secara
intensif misalnya berjalan.
5) Lansia yang tidak aktif (sedentary) harus dirangsang untuk
melakukan latihan secara tetap.
Jenis latihan yang dapat dilakukan yaitu:
a)

Latihan fleksibilitas (ROM)


Mobilitas sendi sangat penting untuk memaksimalkan ruang
gerak sendi, meningkatkan kinerja otot, mengurangi risiko cedera,
dan memperbaiki nutrisi kartilago. Latihan fleksibilitas, yang
dilakukan pada latihan fisik tahap pertama, dapat meningkatkan
panjang dan elastisitas otot dan jaringan sekitar sendi. Untuk
pasien

aosteoartritis,

latihan

fleksibilitas

ditujukan

untuk

mengurangi kekakuan, meningkatkan mobilitas sendi, dan


mencegah kontraktur jaringan lunak. Latihan fleksibilitas sering
dilakukan selama periode pemanasan atau tergabung dalam
latihan ketahanan atau aktivitas aerobic.
Teknik peregangan dilakukan untuk memperbaiki ruang gerak
sendi. Latihan peregangan ini dilakukan dengan menggerakkan
otot-otot, sendi-sendi, dan jaringan sekitar sendi. Semua gerakan
sebaiknya

menjangkau

ruang

gerak

sendi

yang

tidak

menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan gerakan.


Latihan fleksibilitas dapat dimulai dari latihan peregangan tiap
kelompok otot, setidaknya tiga kali seminggu. Apabila sudah
terbiasa, latihan ditingkatkan repetisinya per kelompok otot secara
bertahap. Latihan harus melibatkan otot dan tendon utama pada
ekstremitas atas dan bawah.
b) Latihan kekuatan
Latihan kekuatan mempunyai efek yang sama dengan latihan
aerobic dalam memperbaiki disabilitas, nyeri, dan kinerja. Latihan
kekuatan ada 3 macam, yaitu: latihan isometric, latihan isotonic,
dan isokinetik. Latihan kekuatan otot secara isometric, isotonic,
maupun isokinetik dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta

memeperbaiki kecepatan berjalan pada pasien osteoarthritis.


Latihan isotonic memberikan perbaikan lebih besar dalam
menghilangkan nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk latihan
kekuatan awal pada pasien osteoarthritis dengan nyeri lutut saat
latihan. Latihan isokinetik menghasilkan peningkatan kecepatan
berjalan paling besar dan pengurangan disabilitas sesudah terapi
dan saat evaluasi, sehingga latihan ini disarankan untuk
memperbaiki stabilitas sendi atau ketahanan berjalan.
Latihan isometric diindikasikan apabila sendi mengalami
peradangan akut atau senti tidak stabil. Kontraksi isometric
memberikan tekanan ringan pada sendi ditoleransi baik oleh
penderita osteoarthritis dengan pembengkakan dan nyeri sendi.
Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan otot dan ketahanan statis
(static endurance) dengan cara menyiapkan sendi untuk gerakan
yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program penguatan.
Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometric dikenakan
pada otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat.
Perbaikan kekuatan terutama pada sudut otot yang dilatih.
Apabila instabilitas sendi dan nyeri berkurang, program latihan
secara bertahap diubah ke latihan yang dinamis (isotonic).
Latihan kekuatan isometric harus memperhatikan tipe latihan,
intensitas, volume, dan frekuensi. Latihan sebaiknya melibatkan
kelompok otot utama. Kontraksi isometric dimulai pada intensitas
rendah. Untuk menetapkan intensitas latihan, diberitahukan pada
pasien untuk memaksimalkan kontraksi otot yang menjadi target

penguatan. Intensitas latihan dimulai sekitar 30% usaha maksimal


(maximal effort). Jika bisa ditoleransi oleh pasien intensitas
ditingkatkan secara bertahap sampai 75% kontraksi maksimal.
Kontraksi dipertahankan tidak lebih dari enam detik. Pada
awalnya satu kontraksi untuk tiap kelompok otot, kemudian
jumlah pengulangan ditingkatkan menjadi 8-10, sesuai toleransi
pasien.
Pasien diinstruksikan untuk bernafas selama masing-masing
kontraksi. Jarak antar kontraksi dianjurkan 20 detik. Latihan
dilakukan dua kali sehari pada periode peradangan akut.
Selanjutnya jumalah latihan secara bertahap ditingkatkan menjadi
5-10 kali per hari, disesuaikan dengan kondisi pasien. Hal yang
harus diperhatikan adalah adanya risiko peningkatan tekanan
darah bila kontraksi dilakukan lebih dari 10 detik.
Kontraksi isotonic digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Latihan
kekuatan isotonic memperlihatkan efek positif pada metabolism
energy, kerja insulin, kepadatan tulang, dan status fungsional pada
orang sehat. Jika tidak terdapat peradangan akut maupun
instabilitas sendi, bentuk latihan ini ditoleransi baik oleh pasien
osteoarthritis.
c) Latihan aerobic
Latihan aerobic (berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobic,
dan latihan aerobic di kolam renang) dapat meningkatkan
kapasitas aerobic, memperkuat otot, meningkatkan ketahanan,
mengurangi berat badan, dan mengurangi konsumsi obat pada
pasien osteoarthritis. Suatu systemic review memperlihatkan

bahwa

latihan

aerobic

efektif

menghilangkan

nyeri

dan

memperbaiki fungsi sendi.


Pemilihan aktivitas aerobic tergantung pada beberapa faktor, yaitu
status penyakit, stabilitas sendi, sumber daya dan minat pasien.
Latihan aerobic di kolam air hangat dapat mengurangi nyeri otot
dan sendi, mengurangi beban sendi, meningkatkan gerakan yang
tidak dapat menimbulkan nyeri, dan memperkuat otot-otot di
sekitar sendi yang sakit.
c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA.
Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan
diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat
badan berlebih.

Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang
timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi
manifestasimanifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi.
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2
(COX-2), dan Asetaminofen
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan
obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada
penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat AINS
lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat
pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk
mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara
mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2.
b. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat-obatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,
kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya.
Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
B.

Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul,
2006). Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007).
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak
menyenangkan dan meningkatkan akibat adanya kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial. (Judith M. Wilkinson 2002). Sensori yang tidak
menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau
potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan.
Serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang
dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi
kurang dari 6 bulan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional).
2. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengean reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang di maksud adalah niciceptor, merupakan
ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak
memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada
visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung empedu.
Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi
atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berubah zat kimiawi seperti
histamine, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang di

lepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan


oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik atau mekanis.
3. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri akut
dan kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan
cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya
peningkatan tegangan otot.
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,
biasanya berlangsung cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Termasuk
dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis,
dan nyeri psikosomatis. Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi
kedalam beberapa kategori, di antaranya nyeri tersusuk dan nyeri terbakar.
4. Stimulus Nyeri
Seseorang dapat meneloransi, menahan nyeri (pain tolerance) atau
mengenali jumlah stimulus nyeri sebelum merasakan nyeri (pain
tolerance). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, di antaranya:
a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya
kerusakan jaringan dari iritasi secara langsung pada reseptor.
b. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya pada edema akibat terjadinya
penekanan pada reseptor nyeri.
c. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
d. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi pada blockade pada arceria
koronaria yang menstimulasi resptor nyeri akibat tumpukan asam
laktat.

5. Teori Nyeri
Tedapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, di
antaranya (Barbara C.Long, 1989):
a. Teori Pemisahan (Specificity Theory). Menurut teori ini, rangsangan
sakit masuk ke medulla spinalis (spinal cord) melalui karnu dorsalis
yang bersinaps di daerah posterior, kemudian naik ke tractus lissur dan
menyilang di garis median ke sisi lainnya, dan berakhir di korteks
sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
b. Teori Pola (Pattren Theory). Rangsangan nyeri masuk melalui akar
ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal
ini mengakibatkan suatu respons yang merangsan ke bagian yang lebih
tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan response dan
otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi di pengaruhi
oleh modalitas respons dari reaksi sel T.
c. Teori Pengendali Gebang (Gate Control Theory). Menurut teori ini,
nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya
berada di dalam akar ganglion doralis. Rangsangan pada serat besar
akan meninggalkan aktivitas subtansia gelatinosa yang mengakibatkan
tutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan
menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat. Rangsangan serat
besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini
akan dikembalikan kedalam medulla spinalis melalui serat eferen dan
reaksinta mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil
akan menghambat aktivitas substansi gelatinosa dan membuka pintu

mekanisme,sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan


menghantarkan rangsangan nyeri.
d. Teori transmisi dan inhibisi. Adanya stimulus pada niciceptor melalui
transmisi impuls-implus saraf, sehingga implus nyeri menjadi efektif
oleh neurotransmitter yang spesifik. Kemudian, inhibisi implus nyeri
menjadi efektif oleh implus-implus pada serabut-serabut besar yang
memblok implus-implus pada serabut lamban dan endogen opiate
system supresif.
6. Faktor-Faktor Mempengaruhi Nyeri
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat di pengaruhi oleh beberapa
hal, di antaranya adalah:
a. Arti Nyeri. Nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan
hampir sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti
membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini di pengaruhi
lingkungan dan pengalaman.
b. Persepsi Nyeri.Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat
subjektif tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluasi kognitif).
Persepsi ini di pengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimulasi
nociceptor.
c. Toleransi Nyeri. Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri
yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri.
Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara
lain alcohol, obat-obatan, hipnotis, gerakan atau garakan, pengalihan
perhatian, kepercayaan yang kuat dan sebagainya. Sedangkan faktor

yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan,


cemas, nyeri yang kunjung tidak hilang, sakit, dan lain-lain.
d. Reaksi terhadap Nyeri. Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon
seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis,
dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respon nyeri yang dapat di
pengaruhi oleh beberapa faktor, seperi arti nyeri, tingkat perspepsi
nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan
fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia, dan lain-lain.
7. Cara Mengukur Intensitas Nyeri
Skala nyeri menurut Hayward
Skala

Keterangan

Tidak nyeri

1-3

Nyeri ringan

4-6

Nyeri sedang

7-9

Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktifitas


yang biasa dilakukan

10

Sangat nyeri dan tidak bias dikontrol

Skala nyeri menurut McGill


Skala

Keterangan

Tidak nyeri

Nyeri sedang

Nyeri berat

Nyeri sangat berat

Nyeri hebat

8. Etiologi Nyeri
Adapun Etiologi Nyeri yaitu:
a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat
bedah atau cidera.
b. Iskemik jaringan.
c. Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari
atau tak

terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme

biasanya terjadi pada otot yang kelelahan dan bekerja berlebihan,


khususnya ketika otot teregang berlebihan atau diam menahan beban
pada posisi yang tetap dalam waktu yang lama.
d. Inflamasi

pembengkakan

jaringan

mengakibatkan

peningkatan

tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat
kimia bioaktif lainnya.
e. Post operasi setelah dilakukan pembedahan.

9.

Manifestasi Klinis
a. Gangguam tidur
b. Posisi menghindari nyeri
c. Gerakan meng hindari nyeri
d. Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
e. Perubahan nafsu makan
f. Tekanan darah meningkat
g. Nadi meningkat
h. Pernafasan meningkat
i. Depresi
C. Konsep Walking Exercise / Latihan Jalan Kaki
1. Definisi Jalan Kaki
Jalan kaki atau berjalan kaki merupakan salah satu bentuk aktivitas
fisik yang juga merupakan olahraga, karena berjalan kaki merupakan
serangkaian gerak yang dilakukan secara sistematis dan fungsional juga,
dalam bentuk latihan low impact. Jalan kaki dikelompokkan jenis olahraga
aerobik yaitu jenis olahraga yang dilakukan dan memerlukan oksigen
sebagai sumber energinya dan biasanya dilakukan di lapangan. Aktivitas
jalan kaki memang baru bisa disebut olahraga jika dilakukan secara
kontiniu, minimum 30 menit setiap harinya. Berjalan adalah gerakan siklis
yang diatur oleh medulla spinalis pada tingkat neuron mototris. Berjalan
diawali dengan mencondongkan badan ke depan, menyebabkan posisi
tubuh tidak stabil, kemudian melangkahkan kaki ke depan untuk
mendapatkan keseimbangan kembali (Rachmah Laksmi, 2007). Olahraga
jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobic yang banyak

direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak


memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk
lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot
maupun persendian (Lungit Wicaksono, 2011).
Teknik berjalan menurut Lungit Wicaksono (2011) adalah sebagai
berikut:
a. Badan tegak kepala lurus dengan badan dan dagu ampir sejajar dengan
pundak
b. Bengkokkan lengan dan siku dengan sudut yang benar (kira-kira 90
derajat), lalu ayunkan sejajar dengan tubuh atau boleh juga sedikit
menyilang (diagonal) depan badan.
c. Kecepatan gerak lengan harus disesuaikan dan seirama dengan gerak
tungkai, gerakan tersebut bisa membantu mempercepat jalan anda.
d. Pompa lengan untuk menambah momentum jalan, namun lengan tetap
rileks dan hindari gerak lengan yang berlebihan (overacting).
e. Telapak kaki depan harus terus kontak dengan tanah sebelum ujung
kaki belakang (toe) diangkat dari tanah. Dengan kata lain, salah satu
kaki harus kontak dengan tanah. Sebab jika tidak begitu maka akan
terjadi gerakan jongging.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yohanita Pamungkas
dan Dewi Ika tahun 2010 pada lansia di Posyandu Lansia Sejahtera GBI
Setia Bakti Kediri, setelah dilakukan latihan gerak kaki (Stretching)
didapatkan mayoritas responden (lebih dari 90%) mengalami penurunan
nyeri sendi ekstremitas bawah. Latihan dilakukan dengan frekuaensi 3 atau
5 kali per minggu secara teratur dan terus-menerus dengan lama latihan
15-30 menit.
2. Keuntungan Jalan Kaki
Keuntungan yang diperoleh dari jalan kaki adalah:

a. Jalan merupakan aktivitas aerobic yang sangat baik, dengan banyak


sekali manfaatnya bagi jantung, paru-paru dan peredaran darah.
b. Jalan merupakan cara yang tepat untuk mengurangi stress
c. Jalan merupakan aktivitas yang dapat mengurangi berat badan bagi
yang memerlukannya. Bagi orang-orang yang kelebihan berat
badannya, jalan kaki dapat membakar kalori yang banyaknya hamper
sama dengan jogging pada jarak yang sama dengan stress fisik yang
kecil
d. Jalan merupakan aktivitas yang dapat dikatakan bebas dari cedera,
mudah sekali dilakukan oleh telapak kaki, pergelangan kaki, tungkai,
lutut, pinggul, dan pinggang.
e. Jalan dapat dimanfaatkan untuk terapi latihan, untuk orang-orang yang
mengalami cedera persendian
f. Jalan merupakan latihan olahraga yang dapat dilakukan oleh orang dari
berbagai macam usia, dan khususnya bagi para manula (manusia usia
lanjut) sangat baik untuk menghambat proses degenerasi (Nanang
Kusnandi, 2012).

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Penatalaksanaan OA:
1. Terapi non
farmakologis
2. Terapi farmakologis
Terapi non farmakologis:
1. Edukasi
2. Terapi fisik atau rehabilitasi
a. Latihan
fleksibilitas

Intensitas

nyeri

pada

penderita osteoatritis lutut


Variabel Confounding
a. Usia
(ROM)
Gambar 3.1 Kerangka konsep pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas nyeri
b. Jenis kelamin
b. pada
Latihan
kekuatan
penderita
osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember.
c. Pengalaman terhadap nyeri
Keterangan:
c. Latihan aerobic (jalan
:kaki)
Diteliti
: Tidak diteliti
: Diteliti
: Tidak diteliti
1.

Penjelasan Kerangka Konsep


Terdapat dua jenis penatalaksanaan osteoatritis yaitu terapi non
farmakologis dan farmakologis. Banyak tindakan yang dapat dilakukan
pada terapi non farmakologis salah satunya adalah latihan aerobic yang
dalam penelitian ini adalah latihan berjalan kaki. Variabel Independen pada
penelitian ini adalah olahraga jalan kaki, sedangkan yang menjadi variabel
dependen adalah intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma
Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember.

B.

Hipotesis
H1 : Ada pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas
nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan
Jember.

BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam


penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil. Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen, tipe non randomized
pretest and post test, yaitu mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah
terapi diberikan, hal ini untuk mengetahui apakah klien mengalami penurunan
intensitas nyeri atau tidak (Nursalam, 2008).

B.

Populasi, Sampel dan Sampling


1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau


subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang ada di
Wisma Teratai UPT PSLU KasiyanJember.
2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Pada penelitian ini sampel yang digunakan 8 orang.
3. Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi sampel yang


digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada dengan menggunakan
teknik sampling (Alimul, 2003). Teknik sampling dalam penelitian ini
adalah total sampling (Sastroasmoro & Ismail, 1995:49 dalam Nursalam,
2008).

C.

Definisi Operasional
Definisi

operasional

dirumuskan

untuk

kepentingan

akurasi,

komunikasi, dan replikasi. Definisi operasional adalah definisi berdasarkan


karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut
(Nursalam, 2008). Definisi opearsional tersebut terlihat dalam tabel 4.1 di
bawah ini.
No

Variabel
Independent
Jalan kaki

Definisi
Operasional
salah satu bentuk
aktivitas fisik
yang aman bagi
lansia

Alat Ukur
Observasi

Dependent
Perubahan respon wawancara
intensitas nyeri responden
pada penderita terhadap rasa
osteoatritis
nyeri sendi pada
lutut
awal dan akhir
penelitian.

Skala

Hasil Ukur

Nominal 1 : Tidak Jalan


Kaki
2 : Jalan Kaki

Ordinal

0 : tidak nyeri
(1)
1-3 : ringan (2)
4-6 : sedang
(3)
6-10 : berat (4)

D. Tempat Penelitian

Tempat pengambilan data pada penelitian ini adalah di Wisma Teratai


UPT PSLU Kasiyan Jember.

E.

Waktu Penelitian

Pelaksanaan pengambilan data pada penelitian ini dimulai pada


tanggal 19 September 2015 dan diakhiri tanggal 25 September 2015.
F.

Etika Penelitian
Etika penelitian adalah suatu tatatertib atau kode etik dalam
pengambilan data di suatu tempat. Masalah etika penelitian dalam penelitian
meliputi:
1. Informed Consent (LembarPersetujuan)

Lembar persetujuan penelitian diberikan pada responden. Tujuannya


adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak
yang diteliti selama pengumpulan data. Bila subyek bersedia diteliti maka
harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek menolak untuk
diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
2. Anonimity (TanpaNama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas pasien, peneliti tidak akan


mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, hanya member
nomor kode.
3.

Confidentiallity (Kerahasiaan)
Informasi yang berhasil dikumpulkan dari sampel penelitian dijaga
dan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya kelompok tertentu saja
yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.
G. Alat Pengumpul Data

Instrument

pengumpulan

data

digunakan

dalam

riset

untuk

menggambarkan suatu metode pengumpulan data tertentu (Nursalam, 2011


dalam Nugroho, 2014). Pada penelitian ini instrument yang digunakan
adalah: SOP tentang jalan kaki dan skala nyeri.
H. Pengumpulan Data
1. Prosedur administratif

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari


Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) Universitas Muhammadiyah Jember dan
mendapat ijin dari instansi terkait.
2. Prosedur tehnis

Peneliti melakukan penelitian dengan tahapan awal penetapan


populasi, sampel dan sampling. Dilanjutkan dengan pengumpulan data
dengan cara wawancara, angket dan observasi kepada responden. Setelah
semua data terkumpul, peneliti melakukan analisa data dengan
menggunakan uji statistik kemudian menyajikan data-data tersebut.
I.

Analisa Data
Kegiatan awal yang dilakukan yaitu memeriksa ulang kelengkapan
data yang diisi subyek pada kuesioner yang dibagikan, kemudian setiap
jawaban di konversikan ke dalam angka-angka guna proses analisa.
1. Pengolahan data
a. Editing.

Mengamati kelengkapan data-data yang sudah terkumpul, sudah


lengkap atau masih ada yang kurang.

b. Entry

Merupakan kegiatan memasukkan data yang ada kedalam program


statistik sesuai dengan format yang di kehendaki.
c.

Cleaning.
Merupakan tahap akhir untuk membersihkan data yang sudah
dimasukkan ke dalam program dan membandingkan dengan standar
penelitian yang ditetapkan.

2. Analisa data.
a. Analisa Univariat.

Analisa univariat dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian,


yaitu guna mendapatkan gambaran distribusi responden dengan cara
membuat tabel distribusi frekuensi. Berdasarkan tabel tersebut
variabel-variabel yang di teliti kemudian di analisis secara deskriptif
dengan menguraikannya secara rinci (Hidayat, 2003 dalam Febrianto,
2013).
b.

Analisa bivariat.
Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen, peneliti menggunakan alat uji statistik dengan
bantuan komputer yaitu menggunakan program SPSS (Statistical
program for social science) maka, design penelitian ini menggunakan
quasy experiment yaitu non randomize pre test dan post test design uji
statistik yang di gunakan adalah Spearman Rank. Apabila p < 0,05
artinya ada pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas
nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU
Kasiyan Jember.

BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini menyajikan hasil penelitian tentang pengaruh olahraga jalan kaki
untuk mengurangi intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma
Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember yang dilaksanakan pada tanggal 19 September
2015 dan diakhiri tanggal 25 September 2015 dengan jumlah responden sebanyak
8 responden. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan observasi yang
akan ditampilkan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi.
A. Data Umum
1.

Jenis Kelamin Responden


Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin responden di
Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember
No.

Jenis Kelamin

Frekuensi

Persentase (%)

Laki-laki

37,50%

Perempuan

62,50%

Total

100%

Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh data bahwa responden di Wisma


Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember Jember sebagian besar berjenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 5 responden (62,50%).

2.

Usia Responden
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan usia responden di Wisma
Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember
No.

Usia

Frekuensi

Persentase (%)

60 70 tahun

62,50%

71 80 tahun

25,00%

> 80 tahun

12,50%

Total

100%

Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh data bahwa usia responden di


Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember hampir seluruhnya berusia 60
70 tahun yaitu sebanyak 5 orang (62,50%).
3.

Pendidikan Responden
Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan pendidikan responden di
Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember
No.

Pendidikan

Frekuensi

Persentase (%)

Tidak Sekolah

62,50%

SD

37,50%

Total

100%

Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh data bahwa pendidikan responden


di Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember sebagian besar tidak
bersekolah sebanyak 5 orang (51,35%).
B.

Data Khusus
1. Intensitas nyeri sebelum melakukan jalan kaki di Wisma Teratai PSLU

Kasiyan Jember
Tabel 5.4 Intensitas nyeri sebelum melakukan jalan kaki di Wisma Teratai
PSLU Kasiyan Jember
Intensitas nyeri
Tidak nyeri
Ringan
Sedang
Berat
Total

Kelompok
eksperiment
0
1
3
0
4

Kelompok kontrol
0
2
2
0
4

Total
0
3
5
0
8

Berdasarkan tabel 5.4 terbanyak responden dengan skala nyeri


sedang sebelum diberikan perlakuan (pre test) pada kelompok eksperimen
yaitu 3 orang pada kelompok kontrol 2 orang.
2. Intensitas nyeri sesudah Melakukan jalan kaki di Wisma Teratai PSLU
Kasiyan Jember
Tabel 5.5 intensitas nyeri sesudah Melakukan jalan kaki
Intensitas nyeri
Tidak nyeri
Ringan
Sedang
Berat
Total

Kelompok
eksperimen
1
2
1
0
4

Kelompok kontrol
0
2
2
0
4

Total
1
4
3
0
8

Berdasarkan tabel 5.5 mayoritas responden dengan skala nyeri tidak


nyeri sesudah diberi perlakuan (post test) pada kelompok eksperimen yaitu
2 orang sedangkan pada kelompok kontrol terbanyak responden dengan
skala nyeri ringan dan sedang yaitu 2 orang.

3. Intensitas sebelum dan sesudah melakukan jalan kaki di Wisma Teratai


PSLU Kasiyan Jember
Tabel 5.6 intensitas sebelum dan sesudah melakukan jalan kaki
Intensitas nyeri
Kelompok eksperimen
Kelompok control
Pre
Post
pre
Post
0
0
0
Tidak nyeri
1
Ringan
1
2
2
2
Sedang
3
1
2
2
0
0
0
0
Berat

Berdasarkan tabel 5.6 ada perbedaan pada kelompok eksperimen


yaitu dari nyeri sedang (3 orang) sebelum melakukan jalan kaki menjadi 1
orang.
4.

Hasil analisis pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas nyeri
pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU
Tabel 5.7 hasil analisis pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi
intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai
UPT PSLU
Kelompok
Mean
Median
Sd
P value
Kelompok
Pre
1,88
2,00
0,619
0,002
Post
1,56
2,00
0,727
Eksperimen
Kelompok
Pre
1,88
2,00
0,719
0,025
Post
1,00
1,00
0,516
Kontrol
Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan bahwa ada pengaruh olahraga jalan
kaki untuk mengurangi intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut
dengan P Value 0,002.

BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan pembahasan tentang pengaruh olahraga jalan kaki
untuk mengurangi intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma
Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember yang dilaksanakan pada tanggal 19 September
2015 dan diakhiri tanggal 25 September 2015 dengan jumlah responden sebanyak
8 responden.
A. Intepretasi dan Hasil Diskusi
Berdasarkan teori yang ada, osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi
degeneratif dengan etiologi dan patogenesis yang belum jelas serta mengenai
populasi luas, dengan tanda dan gejala adanya nyeri sendi, kekakuan,
deformitas dan hambatan pergerakan sendi. Nyeri dan ketidakmampuan
akibat osteoarthritis pada lansia merupakan faktor resiko penting terjadinya
resiko jatuh. Dalam jurnal yang kami bahas, disebutkan bahwa di Jepang
lebih dari 50% orang dengan osteoarthritis lutut mengalami jatuh pada tahun
sebelumnya, dengan estimasi jumlah kasus osteoarthritis lutut adalah 10 juta
orang yang sebagian besar adalah lansia. Karena hal inilah penulis jurnal
melakukan penelitian dengan menggunakan responden lansia dengan
osteostritis pada lutut.
Teori yang ada menjelaskan ada beberapa latihan yang dapat dilakukan
pada usia lanjut dengan osteoartritis, yaitu:
a. Latihan fleksibilitas (ROM), yang ditujukan untuk osteoarthritis dapat
mengurangi kekakuan sendi, meningkatkan mobilitas sendi, dan mencegah
kontraktur

jaringan

lunak.

Teknik

peregangan

dilakukan

untuk

memperbaiki ruang gerak sendi. Latihan peregangan ini dilakukan dengan


menggerakkan otot-otot, sendi-sendi, dan jaringan sekitar sendi.

b. Latihan kekuatan, yang terdiri dari latihan isometric, latihan isotonic, dan

isokinetik. Latihan kekuatan otot secara isometric, isotonic, maupun


isokinetik dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta memeperbaiki
kecepatan

berjalan

pada

pasien

osteoarthritis.

Latihan

isotonic

memberikan perbaikan lebih besar dalam menghilangkan nyeri. Latihan


kekuatan isotonic memperlihatkan efek positif pada metabolism energy,
kerja insulin, kepadatan tulang, dan status fungsional pada orang sehat.
Jika tidak terdapat peradangan akut maupun instabilitas sendi, bentuk
latihan ini ditoleransi baik oleh pasien osteoarthritis.
Latihan isometric diindikasikan apabila sendi mengalami peradangan akut
atau senti tidak stabil. Kontraksi isometric memberikan tekanan ringan
pada sendi ditoleransi baik oleh penderita osteoarthritis dengan
pembengkakan dan nyeri sendi. Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan
otot dan ketahanan statis (static endurance) dengan cara menyiapkan sendi
untuk gerakan yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program
penguatan. Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometric
dikenakan pada otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat.
Perbaikan kekuatan terutama pada sudut otot yang dilatih. Apabila
instabilitas sendi dan nyeri berkurang, program latihan secara bertahap
diubah ke latihan yang dinamis (isotonic).
Latihan kekuatan isometric harus memperhatikan tipe latihan, intensitas,
volume, dan frekuensi. Latihan sebaiknya melibatkan kelompok otot
utama. Kontraksi isometric dimulai pada intensitas rendah. Untuk
menetapkan

intensitas

latihan,

diberitahukan

pada

pasien

memaksimalkan kontraksi otot yang menjadi target penguatan.

untuk

c. Latihan aerobic, seperti berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobic, dan

latihan aerobic di kolam renang dapat meningkatkan kapasitas aerobic,


memperkuat otot, meningkatkan ketahanan, mengurangi berat badan, dan
mengurangi konsumsi obat pada pasien osteoarthritis. Suatu systemic
review memperlihatkan bahwa latihan aerobic efektif menghilangkan nyeri
dan memperbaiki fungsi sendi.
Olahraga jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobic yang banyak
direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak
memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk
lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot
maupun persendian.
Dalam penelitian

ini

responden

sebanyak

orang,

peneliti

menggunakan latihan berjalan yang merupakan salah satu dari bagian latihan
kekuatan dan latihan aerobic. Peneliti menggunakan latihan berjalan didasari
oleh alasan karena latihan berjalan adalah salah satu latihan yang mudah dan
menyenangkan untuk dilakukan yang tidak hanya berpengaruh pada terhadap
kesehatan tetapi juga dapat mengurangi nyeri pada penderita osteoarthritis
lutut.
Dalam penelitian ini didapatkan mayoritas responden mengalami nyeri
sedang yaitu sebanyak 62.50% sebelum melakukan jalan kaki. Sedangkan
pada responden setelah melakukan jalan kaki sebanyak 50,00% mengalami
nyeri ringan. Dalam penelitian ini didapatkan pengaruh yang signifikan antara
saat awal pengkajian dengan setelah diberikan intervensi.
Dalam teori yang telah ada sebelumnya diketahui bahwa ada beberapa
manfaat dari latihan berjalan, yaitu merupakan aktivitas aerobic yang
bermanfaat bagi jantung, paru-paru dan peredaran darah, merupakan cara

yang tepat untuk mengurangi stress, merupakan aktivitas yang dapat


mengurangi berat badan, merupakan aktivitas yang mudah dilakukan dan
dikatakan bebas dari cedera, dapat dimanfaatkan untuk terapi latihan, untuk
orang-orang yang mengalami cedera persendian dan latihan berjalan
merupakan latihan olahraga yang dapat dilakukan oleh orang dari berbagai
macam usia, dan khususnya bagi para manula (manusia usia lanjut) sangat
baik untuk menghambat proses degenerasi (Nanang Kusnandi, 2012).
Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan dalam jurnal terkait,
diketahui bahwa latihan berjalan dapat mengurangi nyeri sendi yang
kemudian akan meningkatkan kemampuan kognitif dan kemampuan untuk
melakukan dua kegiatan secara bersamaan yang terkait dengan fungsi
kognitif.
Berdasarkan analisis data menggunakan spearmans rank menunjukkan
bahwa besarnya pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas
nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan
Jember adalah (P value=0,002) karena Pvalue lebih kecil dari 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh olahraga jalan kaki untuk
mengurangi intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai
UPT PSLU Kasiyan Jember.
B.

Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian melibatkan subjek penelitian dalam jumlah terbatas, yaitu

sebanyak 8 responden, sehingga hasilnya belum dapat digeneralisasikan


pada kelompok subjek dengan jumlah yang besar.
2. Penelitian ini hanya dilakukan observasi selama 1 minggu sehingga perlu

dilakukan observasi lanjutan dengan waktu yang lebih lama


C.

Implementasi keperawatan

Hasil penelitian dan teori-teori yang ada menunjukkan bahwa latihan


berjalan yang merupakan bagian dari latihan kekuatan isototonik yang
berpengaruh dalam mengurangi nyeri sendi, serta mudah dan dilakukan
setiap hari sehingga cocok untuk dilakukan oleh lansia dengan osteoarthritis
lutut.
Impelementasi keperawatan terkait dengan manfaat latihan berjalan
berdasarkan pada teori dan hasil penelitian yang ada, berhubungan dengan
peran dan fungsi perawat, yaitu :
a.

Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan


Berdasarkan pada efektifitas latihan berjalan terhadap peningkatan
kemampuan

pergerakan

dan

pengurangan

nyeri

pada

penderita

osteoartritis, sebagai perawat kita dapat menggunakan latihan tersebut


sebagai salah satu intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan yang
akan diberikan kepada pasien khususnya pada lansia.
b.

Peran perawat sebagai educator


Sebagai educator atau pemberi pengetahuan, perawat bisa meningkatkan
pengetahuan pasien dengan osteoarthritis khususnya pada lansia tentang
latihan berjalan yang mudah dilakukan tetapi dapat meningkatkan
kemampuan pergerakan pasien, menjelaskan keuntungan dari latihan
berjalan terhadap kondisi penyakit, mengajarkan tentang teknik latihan
berjalan yang efektif.

c.

Peran perawat dalam kolaborasi


Terkait dengan pelayanan kesehatan yang akan diberikan, sebagai
perawat perlu berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk
meningkatkan kondisi kesehatan pasien, seperti berkolaborasi dengan ahli
gizi untuk meningkatkan status gizi pasien, berkolaborasi dengan dokter
dalam penatalaksaan medis terkait penyakit.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian maka dapat disimpulkan


bahwa:
1. Berdasarkan hasil penelitian sebelum melakukan jalan kaki didapatkan

mayoritas 62,50% lansia di wisma Teratai mengalami nyeri sedang.


2. Pada lansia yang sudah melakukan jalan kaki didapatkan mayoritas

50,00% mengalami nyeri ringan.


3. Ada pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas nyeri pada

penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember


dengan P value 0.002

B.

Saran
1. Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
terapi atau latihan yang dapat diajarkan kepada pasien dengan Osteoartritis
lutut maupun keluarganya.
2.

Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan referensi
mengenai terapi atau latihan yang dapat diajarkan kepada pasien dengan
Osteoartritis lutut
3. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai terapi atau latihan yang dapat dilakukan pada pasien
dengan osteoartritis lutut, sehingga masyarakat dapat menerapkannya di
rumah.
4. UPT PSLU Kasiyan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas nyeri pada
penderita osteoatritis lutut sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar
penentuan kebijakan yang terkait terhadap penurunan intensitas nyeri pada
penderita osteoatritis lutut.
5. Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian pustaka bagi
peneliti lain, terutama sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan
penelitian lanjutan atau melakukan penelitian yang sejenis.

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Alimul Azis. (2009). Metodologi Penelitian Keperawatan Dan Teknik
Analisa Data. Salemba Empat, Jakarta
Kusnadi, Nanang. 2012. Motivasi Pria Lanjut Usia Melakukan Olahraga
Bulutangkis Dan Jalan Kaki Serta Hubungannya Dengan Kebugaran
Jasmani. Universitas Pendidikan Indonesia.
Laksmi, Rachmah. 2007. Peran Latihan Fisik Dalam Manajemen Terpadu
Osteoartritis. Yogyakarta: FIK UNY.
Lungit Wicaksono. 2011. Terapi Sederhana Menekan Gejala Penyakit
Degenerative. Universitas Pendidikan Indonesia.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta
Soeharyo & Henry. 2007. Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis Lutut. Semarang:
UNDIP.
Yohanita & Dewi. 2010. Pengaruh Latihan Gerak Kaki (Stretching) Terhadap
Penurunan Nyeri Sendi Ekstremitas Bawah Pada Lansia Di Posyandu
Lansia Sejahtera Gbi Setia Bakti Kediri. STIKES RS Baptis.

MINI RISET
PENGARUH OLAHRAGA JALAN KAKI UNTUK MENGURANGI
INTENSITAS NYERI PADA PENDERITA OSTEOATRITIS LUTUT DI
WISMA TERATAI UPT PSLU KASIYAN JEMBER

DISUSUN OLEH :
Chusnawiyah S,Kep (1401032007)
Dewi Krisdianawati S,Kep (1401032007)
Dio Areza Prastyatama S,Kep (1401032007)
Ervan Setyobudi S,Kep (1401032007)
Jumaidah S,Kep (1401032007)
Munfarikatus Zuhdataini S,Kep (1401032007)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2015

Anda mungkin juga menyukai