Pancasila lahir sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri. Artinya adalah
bahwa mendirikan sebuah negara hanya semata-mata untuk mewujudkan sebuah tatanan
masyarakat yang sejahtera, makmur dan sentosa. Bahwa tujuan tersebut adalah kontrak
sosial antara Negara dengan rakyatnya, dan Negara sebagai organisasi yang mengatur,
berkewajiban
untuk
membawa
rakyatnya
kepada
tujuan
yang
dimaksud,
tanpa
untuk bagaimana membumikan Pancasila di hati anak bangsa, sehingga mereka bisa tumbuh
sebagai pemegang tongkat estafet sebagai seorang Pancasilais. Perhatian kita tersita oleh
persoalan-persoalan teknis yang sejatinya bisa diselesaikan secara mudah asal kita sebagai
bangsa punya pendirian. Pancasila kini hanya dijadikan sebagai bacaan wajib dalam setiap
upacara, bacaan dan hapalan wajib dalam setiap jenjang pendidikan, tapi kita tidak pernah
mewajibkan menerapkan nilai-nilainya.
Masihkan kita belum menyadari mengapa dulu para founding father kita menciptakan
pancasila. Sesungguhnya para founding father kita sadar bahwa bangsa ini tidak akan pernah
tenggelam dan terkucilkan dari bangsa lain selama kita punya karakter sebagai identitas
sebagai bangsa. Meski kita hidup sebagai bangsa yang serbakekurangan. Sebab segala bentuk
persoalan teknis pasti dapat diselesaikan dengan bijak selagi kita berpegang teguh pada nilainilai Pancasila. Kini generasi bangsa telah mulai melupakan urgensi Pancasila, kita lebih
tertarik dengan kehidupan gaya barat yang hedonis dan individualistik. Kita tidak lagi
memikirkan jiwa keadilan sosial dan kesejahteraan sosial yang menjadi salah satu nilai
Pancasila. Korupsi, kolusi, dan nepotisme kini telah menjadi kebiasaan jika kita tidak mau
berkata itu telah menjadi budaya. Banyak hal-hal yang dulunya tabu kini telah menjadi suatu
hal yang biasa, karena kita tidak lagi mau mengkaji dan mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila.
Eksistensi Pancasila sebagai pandangan hidup yang bernilai filosofis dan sosiologis
kini menjadi hal perlu untuk menjadi kajian generasi bangsa. Penumbuhan kembali Pancasila
sebagai pandangan hidup yang tersemayam dalam jiwa manusia Indonesia adalah hal yang
mendesak dan persoalan utama kita sebagai bangsa Indonesia. Jika kita tidak ingin ia hanya
bernilai semantik belaka, dan hanya menjadi slogan-slogan di setiap upacara. Yang pada
akhirnya kita hanya akan menjadi bangsa yang pengekor bukan pelopor di tengah globalisasi
yang terus mewarnai dunia.
Negara yang mengamalkan Pancasila dengan baik dan benar adalah negara yang
mengeluarkan kebijakan bukan berdasarkan kepentingan partai, bangsa asing, pemilik modal
atau kelompoknya. Negara pancasilais adalah Negara yang tidak akan mendukung
kolonialisme di belahan dunia manapun dan dalam bentuk apapun, Negara yang pancasilais
pastilah membangun perekonomian rakyatnya, Negara yang pancasilais adalah Negara yang
menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, Negara yang pancasilais pastilah memberikan
kesempatan kepada semua rakyatnya yang berpotensi untuk menjadi pemimpin, Negara yang
pancasilais pastilah mempersiapkan generasi penerus bangsa menjadi generasi yang mandiri
dan
bermoral
baik,
Negara
yang
pancasilais
pastilah
mempertahankan
budaya
aliran sesat diberbagai penjuru Indonesia seperti Inkar Sunnah, Teguh Esha, HMA Bijak
Bestari, Jam,iyyatul Islamiyah, Lia Aminuddin (LIA EDEN), Rasul Ahmad Moshaddeq,
Rasul Sabda Kusuma dari Kudus, Agus Imam Solihin atau Satrio Paningit, Surga Eden Di
Cirebon dan Tuhannya Ahmad Tantowi, Aliran Hidup Di Balik Hidup (HDH), Ahmadiyah,
Jaringan Islam Liberal (JIL), hingga NII di Sumatera, menjadikan kekawatiran besar di
masyarakat akan agama yang disampaikan oleh orang per orang kepada mereka baik yang
nmereka ketahui orangnya ataupun tanpa mengetahui orangnya, yang mengakibatkan banyak
terjadi kemarahan massa ditempat-tempat diadakannya ajaran sesat karena kelambatan
pemerintah dalam menangani kegiatan dari ajaran-ajaran sesat yang sudah mendeklarasikan
diri dii dalam masyarakat. Meskipun sekarang ini telah ada LPPI tetapi lembaga ini tidak
menjamin akan berhentinya penyebaran aliran-aliran sesat di Indonesia, dikarenakan lembaga
ini hanya bersifat memberantas. Sedangkan untuk pencegahan kemunculan-kemunculan
aliran sesat kembali tergantung pada kesadaran masyarakat terhadap agamanya masingmasing dengan menanamkan kesadaran pada pancasia sila pertama.
Kedua, Pada era sekarang ini, rakyat dijadikan subjek untuk melaksanakan keputusan
pemerintah, setiap kali kenaikan BBM rakyat antri untuk mendapatkan BBM, Pemerintah
ragu bahwa pemerintah daerah, dusun/rt bisa melakukan pelayanan kepada rakyatnya.
Pembagian BLT rakyat kembali menjadi subjek diminta antri, dengan korban jiwa yang tidak
sedikit atau lebih dari 2. Rakyat yang sudah antri dan meninggal dalam antrian tidak
diberikan hak-haknya sebagai orang yang menjadi subjek kebijakan pemerintah. Subjek
dalam kebijakan pemerintah adalah pelaku kebijakan, yang tanpa adanya subjek tersebut
kebijakan tidak akan berjalan. Tanpa rakyat penerima BLT ikhlas mengantri, kebijakan
pemberian BLT menurut cara SBY-JK tidak akan berjalan. Sehingga hak-haknya sebagai
subjek kebijakan pemerintah harus dipenuhi oleh Pemerintah, entah dalam bentuk santunan
atau jaminan hidup bagi keluarga yang ditinggal. Konsekuensi-konsekuensi kebijakan
pemerintah dalam era SBY-JK tidak berjalan, target tercapai selesai. Sehingga setiap kali
kebijakan sudah berjalan dan selesai masih menyisakan permasalahan-permasalahan. Dengan
adanya keraguan akan pemerintah pada pemerintah daerah, dusun/rt nampaklah bahwa
pemerintahpun menilai adanya suatu keganjalan pada pemerintah daerah, dusun/rt akan
tugas-tugas yang diampunya apakah benar-benar tersampaikan pada masyarakat atau hanya
berhenti ditengah jalan. Disinilah perlu dibenahinya lagi kesadaran pemerintah akan
pancasila pada berbagai kinerjanya agar tertanam pemerintah yang pancasialis.