Anda di halaman 1dari 7

BUDIDAYA DAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT

UNTUK MENINGKATKAN KADAR BAHAN AKTIF


H. Dediwan Komarawinata
Unit Riset dan Pengembangan, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

ABSTRAK
Tindakan budidaya suatu jenis tanaman
pada umumnya adalah untuk memperoleh hasil
panen yang tinggi dan berkualitas. Kadar bahan
aktif pada tanaman sangat mungkin untuk dapat
diinduksi,
dimanipulasi,
dirubah
atau
ditingkatkan baik melalui cara budidaya
maupun penanganan pasca panen yang baik dan
benar. Optimalisasi kandungan bahan aktif
tanaman melalui pendekatan budidaya di lapang
harus diback up oleh data mengenai (1) lintasan
sintesa, dengan (2) jenis prekusor (katalis) yang
berperan dan umumnya (3) menentukan fase
pertumbuhan
Kata kunci : Budidaya, Pasca panen, Tanaman
Obat.

PENDAHULUAN
Dalam sistem pengobatan formal
Indonesia, terdapat perbedaan peran
yang sangat jelas antara penggunaan
obat modern (kimia) dengan obat
tradisional. Utamanya adalah, pada
obat obat modern sudah memenuhi 3
(tiga) paradigma, yaitu Mutu Aman
Manfaat (Quality, Safety, Efficacy
(QSE)). Sehingga obat modern (kimia)
lebih jelas dalam hal khasiat,
kandungan senyawa aktifnya serta
terjamin keamanannya (1). Untuk obat
tradisional, ketiga paradigma diatas
belum terpenuhi dengan baik tetapi
tentu saja dapat diupayakan. Ketiga
kriteria diatas dapat dipenuhi melalui
penanganan
serius
mulai
dari
penentuan spesifikasi dan parameter

100

bahan yang jelas, sampai dengan


dukungan uji efficacy yang mendetail
secara terintegrasi sehingga diperoleh
standarisasi dari hulu ke hilir.
Spesifikasi dan parameter bahan
baku memiliki keterkaitan erat dengan
mutu
atau
kualitas.
Biasanya
persyaratan kualitas bahan baku yang
akan digunakan tercantum dalam
monografi terbitan resmi pemerintah.
Mutu atau kualitas sangat bervariasi
tergantung pada tempat pertumbuhan,
penanganan panen dan pasca panen
yang benar. Sebagai komponen
produksi, bahan alam juga merupakan
hasil resultante berbagai faktor, baik itu
inheren (genetik) maupun faktor
eksternal
(lingkungan)
sehingga
kandungan bahan aktifnya tidak dapat
dijamin selalu tetap (ajeg). Teknis
budidaya maupun pasca panen
merupakan salah satu rantai proses
untuk mencapai jaminan mutu dalam
menghasilkan bahan yang memenuhi
spesifikasi dan parameter bahan aktif
yang jelas.
Pentingnya penanganan pasca
panen dengan benar adalah karena
sebagai produk biologis, baik sebelum
maupun setela jadi simplisia, masih
berada dalam kondisi yang riskan
terhadap kerusakan. Kemungkinan
terjadinya perubahan yang berpengaruh
terhadap mutu atau kualitas simplisia,
masih besar. Karena pada dasarnya

bahan bahan hasil panen masih belum


terbebas sepenuhnya dari berbagai
aktivitas biokimia. Namun dengan cara
budidaya dan penanganan pasca panen
yang tepat, variasi kandungan bahan
aktif dalam simplisia diharapkan dapat
diperkecil, diatur atau kalau mungkin
distandarkan.
BUDIDAYA, PASCA PANEN
DAN KANDUNGAN BAHAN
AKTIF
1. Budidaya Tanaman
Tindakan budidaya suatu jenis
tanaman pada umumnya adalah untuk
memperoleh hasil panen yang tinggi
dan berkualitas. Sebagai komoditas
yang memiliki nilai komersial, dan
dibandingkan dengan tanaman obat
lainnya, memiliki perbedaan spesifikasi
yang sangat jauh.

Tanaman obat ditanam bukan sekadar


diambil biomassanya, tetapi lebih
dititik beratkan pada kandungan bahan
aktifnya atau lazim juga dikenal dengan
istilah metabolit sekunder. Pada produk
farmasi, kandungan bahan aktif
merupakan salah satu parameter yang
harus dipenuhi secara jelas dan
kuantitatif (Tabel 1). Jadi untuk
tanaman obat tindakan budidaya
terutama diharapkan dapat memanipulasi, mengubah atau juga meningkatkan kandungan bahan aktifnya.
Pada tanaman, bahan aktif
terbentuk karena adanya proses
fotosintesa dan kemudian disintesa
melalui (1) lintasan lintasan tertentu
(Gambar 1), dengan (2) menggunakan
prekusor (katalis) yang khas dan
umumnya (3) dilakukan pada masa
akhir fase pertumbuhan (2).

Tabel 1. Zat Marker dan Kadar beberapa bahan yang digunakan dalam produk
Herbal Medicine
NO

NAMA TANAMAN

Kunyit
(Curcuma domestica)

Simplisia
3.5 %

Bw. Putih
(Allium sativum)

Segar
2.3 ~ 5 %

Antanan
(Centella asiatica)

Simplisia
0.8 ~ 1.4 %

Sambiloto
(Andrographis paniculata)

Sirih
(Piper betle)

Katuk
(Sauropus androgynus)

Kencur
(Kaempferia galanga)

Simplisia
3%
Segar
12%
Simplisia
24.3 ~ 47.5 %
Simplisia
10 ~ 20 %

ZAT MARKER DAN KADAR


Curcuminoid Total
Ekstrak Pekat
Tablet
5 ~ 10 %
0.05 ~ 0.10%
Aliin
Ekstrak Kering
Tablet
9%
0.40%
Asiaticoside
Ekstrak Pekat
Isolat Crude
5%
8 ~ 20 %
Andrographolide
Ekstrak Pekat
Kapsul
13 ~ 23 %
5.26 ~ 15.72 %
Tannin Total
Ekstrak Pekat
Sirup
0.30%
0.136%
Protein
Ekstrak Pekat
Tablet
21.7 ~ 34.8 %
3.98 ~ 5.15 %
Etil p-Metoksi Sinamat Ester
Ekstrak Pekat
Sirup
11 ~ 20 %
0.02 ~ 0.03 %

101

Tabel 2. Data Standarisasi Kadar Curcuminoid total dari Rimpang Kunyit


NO
I

II

III

SAMPEL

RANGE KADAR

KADAR RATA RATA

(% B/B)

STD (% B/B)

* Muda (8 bulan) eks Limbangan

4.323 ~ 5.463

5.012 0.374

* Tua (11 bulan) eks Limbangan

5.627 ~ 6.648

6.108 0.358

* Muda (8 bulan) eks Limbangan

5.423 ~ 5.811

5.609 0.110

* Tua (11 bulan) eks Limbangan

7.799 ~ 8.452

8.107 0.186

7.584 ~ 8.484

7.932 0.248

7.133 ~ 9.707

7.936 0.940

* Alternatif formula - 1

0.158 ~ 0.203

0.180 0.017

* Sediaan 1

0.081 ~ 0.106

0.093 0.009

* Sediaan 2

0.100 ~ 0.115

0.108 0.005

Kunyit Segar

Kunyit Kering

Ekstrak Pekat
* Eks Produksi RG 530 A3
( SC. = 21.32 % b/b)
* Eks Risbang RG 610 A
( SC. = 23.00 % b/b)

IV

Sediaan Jadi

Gambar 1. Sintesa berbagai bahan aktif dalam tanaman


Selain pengkondisian lingkungan
yang optimal, pemahaman akan
lintasan sintesa dan penentuan kurva
laju pertumbuhan (growth rate
curve, Gambar 2) yang tepat
merupakan kunci dalam memanipulasi
kandungan bahan aktif tanaman.
Interkoneksi keduanya dilapang

102

diaplikasikan melalui pendekatan


pendekatan budidaya seperti :
1. teknologi bibit dan pembibitan
2. pengaturan penanaman yang
optimal
3. pemberian (dosis, waktu, jenis)
pupuk yang tepat
4. perlindungan hama/penyakit,
pengaturan cahaya, dll

Pertumbuhan
Bobot
Produksi metabolit

Waktu
Gambar 2. Pembentukan metabolit sekunder selama fase produksi
melanjutkan fase pertumbuhan
2. Pasca Panen
Simplisia merupakan produk
hasil proses setelah melalui panen dan
pasca panen menjadi bentuk produk
untuk sediaan kefarmasian yang siap
dipakai atau siap diproses selanjutnya.
Proses pemanenan dan preparasi
simplisia merupakan proses yang dapat
menentukan mutu simplisia dalam
berbagai artian, yaitu komposisi zat
kandungan, kontaminasi dan stabilitas
bahan.
Simplisia dibuat biasanya untuk
tujuan pengawetan bahan, pemenuhan
stok untuk proses produksi juga paling
tidak untuk mempertahankan kualitas
bahan aktif (Tabel 3.) Secara teknis
kegiatan pasca panen diawali dengan
proses pengangkutan hasil panen,
sortasi,
pengupasan,
pencucian,
perajangan, pengeringan, pengepakan,
penyimpanan

Kita sering lupa bahwa ketika


simplisia sudah didapat, pada saat itu,
bahan dianggap sudah terbebas dari
kerusakan yang akan mempengaruhi
kualitas secara keseluruhan. Karena
sebagai produk biologis, simplisia
belum terbebas sepenuhnya dari
aktivitas biokimia karena masih
terdapat enzim yang bersifat nonaktif.
Pasca panen sebagai mata rantai
proses untuk memperoleh jaminan
mutu bagi simplisia, secara umum
sangat dipengaruhi oleh (1) kandungan
air bahan, (2) pengaruh sinar ultra
violet dan (3) pengaruh suhu
(pemanasan)
selama
proses
pengeringan berjalan, serta (4)
pengaruh pH pada saat enzim di dalam
jaringan (hasil panenan) masih dalam
kondisi aktif.

103

Tabel 3. Pengaruh Berbagai Panenan dgn Kandungan Tannin Total Daun Jambu
Biji
NO

SAMPEL

DAUN SEGAR
* Non Banjaran
* Banjaran
SIMPLISIA
* Non Banjaran
* Banjaran
SIMPLISIA DGN. JENIS PANENNAN
* Banjaran daun bulat
p+3
p+5
p+7
p+9
* Banjaran daun lonjong
p+3
p+5
p+7
p+9
* Banjaran buah merah
p+3
p+5
p+7
p+9

II

III

Ketika panen terjadi, aktivitas


metabolisme yang terjadi di dalam
tanaman dihentikan, tetapi komponen
komponen kimia seperti enzim
(Hidrolase, Oksidase, Polymerase, dll)
yang tertinggal pada jaringan yang
dipanen belum berhenti.
Dalam
pustaka disebutkan, enzim bisa terdapat
dalam jaringan, selain itu enzim juga
masih mempunyai aktivitas diluar sel
hidup (3).

104

RANGE
KADAR
(% B/B)

KADAR RATA
RATA
STD (% B/B)

15.18 ~ 16.83
14.02 ~ 17.70

15.91 0.59
15.69 1.34

12.72 ~ 18.02
8.86 ~ 9.76

15.29 1.97
9.32 0.29

19.70 ~ 21.07
12.68 ~ 15.21
12.10 ~ 13.89
12.78 ~ 14.64

20.41 0.61
13.96 0.89
13.07 0.68
13.81 0.73

18.75 ~ 19.91
17.88 ~ 18.78
14.01 ~ 16.56
13.97 ~ 14.98

19.36 0.41
18.42 0.33
15.56 1.03
14.55 0.36

18.06 ~ 20.24
15.27 ~ 16.03
12.97 ~ 15.30
11.06 ~ 15.56

18.40 0.31
15.67 0.31
13.95 0.85
14.99 0.40

Oleh karenanya kita sering


menyaksikan kerusakan hasil panen
yang merubah penampilan fisik
menjadi berwarna coklat akibat
aktivitas enzim oksidase.
Enzim memiliki sifat tidak tahan
terhadap pemanasan, dengan demikian
tingginya kadar air pada hasil panen
dapat menjadi wahana untuk aktivitas
berikutnya, baik dalam merubah
tampilan fisik (warna) maupun
kandungan
bahan
kimianya.
Kerusakan fisik karena kadar air yang

kurang terkontrol juga berkaitan erat


dengan timbulnya cemaran, khususnya
mikroba.
Cemaran mikroba pada
simplisia menyebabkan bahan sama
sekali tidak dapat dipakai karena
bersifat toksik.
Oleh
karenanya
proses
pengeringan dengan menggunakan
pemanasan dengan sinar matahari atau
oven merupakan alternative untuk
menghentikan aktivitas enzim dan
mencegah timbulnya cemaran mikroba.
Tetapi terdapat beberapa bahan yang
rusak jika dikeringkan dibawah
paparan langsung sinar matahari yang
mengandung sinar ultra violet, misal
bahan yang mengandung minyak
Atsiri, pro-Vit A, zat zat Antioksidan,
dll.
Pengaturan besar kecilnya suhu
selama proses pengeringan merupakan
salah satu kunci keberhasilan dalam
menghasilkan simplisia yang baik,
apakah itu fisik maupun kimia.
Beberapa hasil penelitian menyebutkan
bahwa untuk memperoleh kualitas
optimal, suhu pengeringan sebaiknya
diatur sedemikian rupa sehingga
perbedaan suhu dan kelembaban antara
siang dan malam hari tidak terlalu jauh
(ekstrim). Dari pengalaman biasanya
suhu disetel pada kisaran 500C sampai
600 C.
Perlakuan pasca panen seperti
pada
pencucian
yang
sering
menambahkan zat tertentu, misal untuk
tujuan
memperbaiki
warna,
meningkatkan sterilitas bahan atau
lainnya seringkali merubah pH dari
bahan yang diproses. Kadang kadang
perubahan pH justru merubah fungsi

dari suatu enzim. Jika pada suatu pH


tertentu suatu enzim mengubah substrat
(zat yang diubah menjadi sesuatu yang
baru) menjadi hasil akhir, maka
perubahan pH dapat membalik
aktivitas enzim tersebut menjadi
pengubah hasil akhir kembali menjadi
substrat.
Pada kasus rimpang Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza), pada saat
pencucian sering diberikan atau
ditambahkan air kapur dengan harapan,
simplisianya nanti akan berwarna
kuning cerah sehingga menarik minat
untuk dibeli.
Tetapi ternyata
penambahan air kapur pada proses
cucian, telah menyebabkan perubahan
pH yang berakibat mengaktifkan enzim
tertentu dan merubah zat Kurkumin
yang ada menjadi Asam ferulat (4).
KESIMPULAN
Kadar bahan aktif pada tanaman
sangat mungkin untuk dapat diinduksi,
dimanipulasi, dirubah atau ditingkatkan
baik melalui cara budidaya maupun
penanganan pasca panen yang baik dan
benar.
Optimalisasi kandungan bahan
aktif tanaman melalui pendekatan
budidaya di lapang harus diback up
oleh data mengenai (1) lintasan sintesa,
dengan (2) jenis prekusor (katalis) yang
berperan
dan
umumnya
(3)
menentukan
fase
pertumbuhan.
Aplikasi budidaya di lapang bisa
meliputi aspek berikut :
1. teknologi bibit dan pembibitan
2. pengaturan penanaman yang
optimal

105

3. pemberian (dosis, waktu, jenis)


pupuk yang tepat
4. perlindungan hama/penyakit,
pengaturan cahaya, dll
Simplisia dibuat biasanya untuk
tujuan pengawetan bahan, pemenuhan
stok untuk proses produksi juga paling
tidak untuk mempertahankan kualitas
bahan aktif. Secara teknis kegiatan
pasca panen diawali dengan :
1. pengangkutan hasil panen,
2. sortasi,
3. pengupasan atau pencucian,
4. perajangan,
5. pengeringan, pengepakan,
penyimpanan
Pasca panen sebagai mata rantai
proses untuk memperoleh jaminan
mutu bagi simplisia, secara umum
sangat dipengaruhi oleh :
(1) kandungan air bahan,
(2) pengaruh sinar ultra violet
(3) pengaruh suhu (pemanasan),
serta
(4) pengaruh pH
DAFTAR PUSTAKA
Bidwell, RGS. 1974. Plant Physiology.
Second ed. Collier MacMillan
International Ed. New York
London.

106

Davies, DD., I. Giovanelli. T. AP.


Rees. 1964. Plant Biochemistry.
Blackwell-Scientific
Published
Oxford. New York England
Djatmiko, W., Achmad F dan Mulya
HS. 2000. Konsep Standarisasi
pada Bahan dan Produk Obat dari
Tanaman. Puslit Obat Tradisional,
Lemlit UNAIR. Dlm Konas OAI,
Surabaya 20-22 November 2000)
D. Dwidjoseputro, 1983. Pengantar
Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia
Jakarta.
E. Gumbira Said, 1987. Bioindustri,
Penerapan Teknologi Fermentasi.
PT. Mediayatama Sarana Perkasa.
Jakarta)
Pramono, S. 2005. Penanganan Pasca
Panen dan Pengaruhnya terhadap
Efek Terapi Obat Alami. Dlm
Seminar Nasional Tumbuhan Obat
Indonesia
XXVIII.
Balai
Penelitian Tanaman Rempah &
Obat Bogor. 15 16 September
2006

Anda mungkin juga menyukai