Pembimbing :
dr. Maula Gaharu Sp.S
Disusun oleh :
Sari Nur Rahmawati
BAB I
LAPORAN KASUS
I.
II.
Identitas pasien
Nama
: Tn. S
Jenis kelamin
: Laki-laki
Usia
: 52 tahun
Agama
: Islam
Satatus pernikahan
: Menikah
Pekerjaan
: Penjaga sekolah
Alamat
Tanggal masuk RS
: 16 Desember 2016
Tanggal pemeriksaan
: 22 Desember 2016
Ruang perawatan
: Ruang Mahoni I
ANAMNESIS
III.
Diabetes disangkal
Hipertensi (+)
Sakit jantung disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
Tanda-tanda vital
Nadi
Suhu
: 82 x/menit
: 36,5 oC
Status generalis
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Thoraks :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
Inpeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: BU normal
Status neurologis
GCS: E4 M6 V5 = 15
4
Kanan
Kiri
>70
>135
-
>70
>135
-
Kanan
Normal
Kiri
Normal
Normal
Normal
Normal
+
+
Tidak dilakukan
Normal
Normal
Normal
+
+
Tidak dilakukan
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Hipestesi
Normal
Normal
Saraf kranial
N.I
N.II
Visus
Lapang pandang
Warna
Refleks cahaya langsung
tak langsung
Funduskopi
N.III, IV, VI
M.rectus medius
M.rectus superior
M.rectus inferior
M.Obliqus inferior
M.levator palpebra
M.obliqus superior
N.V
Sensorik
V1
V2
V3
Motorik
N.VII
Sensorik
Motorik
N.VIII
Vestibularis
Tidak dilakukan
Mengerutkan dahi
Mengangkat alis
Memejamkan Mata
Meringis/senyum
Menggembungkan pipi
Mencucu
Plika nasolabialis
= simetris
= simetris
= simetris
= simetris
= simetris
= simetris
= simetris
Tidak dilakukan
5
Cochlearis :
Rhinne
Weber
Tidak dilakukan
Swabach
N.IX
Refleks Menelan
Pengecapan 1/3 post.lidah
N.X
Refleks muntah
Arkus faring
Letak uvula
N.XI
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
N.XII
Deviasi lidah (menjulur)
Atrofi
Fasikulasi
Tremor
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Simetris
Di tengah
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
(-)
(-)
(-)
Motorik
Kekuatan
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Tonus
Ekstermitas atas
Ekstremitas bawah
Trofi
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Refleks
Kanan
Kiri
4444
4444
5555
5555
Normotonus
Normotonus
Normotonus
Normotonus
Eutrofi
Eutrofi
Eutrofi
Eutrofi
Fisiologis
Biceps
++
++
Triceps
++
++
Patella
++
++
Achilles
++
++
Hoffmann
Tromner
Babinski
Chaddock
Schaefer
Gordon
Oppenheim
Kanan
Kiri
Normoestesia
Normoestesia
Normoestesia
Normoestesia
Normoestesia
Normoestesia
Normoestesia
Normoestesia
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal
Normal
Normal
Normal
Patologis
Sensorik
Raba halus
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Nyeri
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Suhu
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Getar
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Proprioseptif
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Otonom
7
BAB
BAK
Hidrosis
Normal
Normal
Kaki berkeringat
Koordinasi
Romberg
Disdiadokokinesis
Tes jari- hidung
Tes tumit- lutut
Rebound phenomenon
IV.
Tidak dilakukan
Lambat
Lambat dan tidak tepat / meleset
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
PERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
14 Desember 2016
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
FUNGSI GINJAL
Ureum
Creatinine
DIABETES
Glukosa Sewaktu
15.5 g/dl
19.100* /ul
45%
466.000* /ul
13-16 g/dl
5.000-10.000 /ul
40-48%
150.000-400.000 /ul
26
0.7
10-50
0.5-1.5
84
<200
16 Desember 2016
KIMIA KLINIK
SGOT
15.9
<37
SGPT
13.4
<40
Cholesterol Total
199
<200
HDL
43
35-55
LDL
108
<160
Trigliserida
97
<200
LEMAK LENGKAP
Asam Urat
6.1
3.4-7.0
Natrium
138
135 145
Kalium
4.3
3.5 5.0
Chlorida
102
98 - 108
Elektrolit
. MRI
Tampak gambaran massa solid lesi isointens ringan pada T1W dan hiperintens T2W pada
sisi kanan cerebellum yang menekan ventrikel 4 dan menyebabkan dilatasi lateralis dan
ventrikel 3. Dengan ukuran massa 5.99x4.25x5.22 cm.
Tak tampak deviasi midline
Sistem ventrikel lateralis dan ventrikel 3 dilatasi
Sulci, gyrus merapat
Kesan : Gambaran massa (suspek meningioma) pada sisi kanan cerebellum yang
menekan ventrikel 4 disertai dengan aktif obstruktif hydrocephalus.
Resume
Pasien datang dengan keluhan lemas pada kaki kanan. Lemas pertama kali dirasakan
sejak 2 tahun lalu, lemas dirasakan semakin memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Pasien tidak bisa berjalan dan merasa tidak seimbang saat berdiri ataupun berjalan.
Pasien juga mengeluhkan wajah sebelah kanan terasa kebas. Pasien juga mengalami
penurunan berat badan. Pasien merasa sakit kepala, demam (-), nyeri menelan sejak 1 minggu
disertai batuk berdahak, dahak berwarna hijau. mual (-) muntah (-), gangguan penglihatan (-),
gangguan BAK dan BAB (-), Riwayat trauma, kejang, pingsan disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan status generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan saraf kranialis ditemukan kelainan pada saraf sensorik nervus V yaitu
berupa hipestesi dibagian dextra. Pada pemeriksaan motoric didapatkan kekuatan otot
ekskremitas atas 4444/5555 dan ekskremitas bawah 4444/5555. Pada pemeriksaan koordinasi
test finger to nose didapatkan gerakan lambat dan tidak tepat/meleset saat menunjuk telunjuk.
Diagnosis kerja
Diagnosis klinik
Diagnosis topis
: Cerebellum
Diagnosis etiologis
Diagnosis Banding
Tatalaksana
Non medikamentosa :
1. Bed rest
2. Craniotomy
Medikamentosa :
1. IVFD RL 18 tpm
2. Inj Ceftriaxone 1x2gr
3. Inj. Ranitidin 50 mg 3x 1/hari
4. Asam folat 2x1
5. CPG 1x1
Prognosis
Ad vitam
dubia ad malam.
Ad functionam
dubia ad malam.
10
Ad sanationam
dubia ad malam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Space Occupying Lesion Intrakranial
Definisi
Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial) didefinisikan
sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap inflamasi yang berada
di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan
menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion intrakranial meliputi tumor,
hematoma, dan abses (Ejaz Butt, 2005).
Etiologi
Abses Otak
Abses otak dapat terjadi pada semua usia, namun yang paling lazim dalam usia 4
sampai 8 tahun. Abses otak disebabkan oleh embolisasi karena penyakit jantung kongenital
11
dengan shunt dari kanan ke kiri., meningitis, otitis media kronis, mastoiditis, selulitis orbita,
infesi gigi, dan status imunodefisiensi. Gejalan awal yang terjadi adalah gejala non spesifik
seperti demam, sakit kepala, dan lesu. Gejala ketika proses radang telah dimulai adalah
muntah, sakit kepala hebat, kejang, papil edema.
Perdarahan Intrakranial
Perdarahan intrakranial adalah perdarahan ( patologis) yang terjadi di dalam kranium,
Tumor Intrakranial
Tumor otak merupakan pertumbuhan jaringan abnormal yang berasal dari sel-sel otak
atau dari struktur di sekelilingnya. Sama seperti tumor lainnya tumor otak dapat dibagi
menjadi tumor otak jinak (benigna) dan ganas (maligna). Tumor otak benigna adalah
pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas. Tumor otak maligna
adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di
sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya
melalui aliran darah.
Terdapat 2 kategori tumor otak, yaitu :
1. Tumor otak primer - tumor ini berasal dari otak itu sendiri.
2. Tumor otak sekunder (dikenali sebagai metastatik) tumor ini berasal atau penyebaran
dari organ tubuh yang lain seperti paru-paru, ginjal, payudara, tulang, kulit dan organ
tubuh lainnya.
Tumor otak primer bermula dan terbentuk di dalam otak. Tumor tersebut mungkin tumbuh
dan terbentuk di suatu tempat yang kecil atau ia dapat meluas ke daerah-daerah sekitar yang
berdekatan. Tumor sekunder (metastatik) bermula atau tumbuh di tempat lain dan
kemudiannya menyebar melalui saluran darah ke otak untuk membentuk tumor otak sekunder
12
(tempat asalnya ialah kanker paru-paru, payudara, usus, kulit dan lain-lain). Tumor otak
metastasis merupakan komplikasi neurologis yang paling sering dari kanker sistemik.
Tabel 1. Insidensi tumor otak (Schwartz, Prinsip-prinsip Bedah)
Jenis Tumor
Persentase
Glioma
40-50
Astrositoma stadium 1
5-10
Astrositoma stadium 2
2-5
Astrositoma
stadium
dan
(glioblastoma 20-30
multiformis)
3-5
Medulloblastoma
1-4
Oligodendroglioma
1-3
arteriovenosa,
12-20
5-15
3-10
5-10
0,5-1
hemangioblastoma,
endothelioma
Tumor defek-defek yang berkembang
2-3
3-8
0,5-0,8
1-3
Patofisiologi
13
Produksi
CSS diproduksi terutama oleh pleksus khoroid ventrikel lateral, tiga dan empat, dimana
ventrikel lateral merupakan bagian terpenting. 70 % CSS diproduksi disini dan 30 % sisanya
berasal dari struktur ekstrakhoroidal seperti ependima dan parenkhima otak.
Pleksus khoroid dibentuk oleh invaginasi piamatervaskuler (tela khoroidea) yang membawa
lapisan epitel pembungkus dari lapis ependima ventrikel. Pleksus khoroid mempunyai
permukaan yang berupa lipatan-lipatan halus hingga kedua ventrikel lateral memiliki
permukaan 40 m2. Mereka terdiri dari jaringan ikat pada pusatnya yang mengandung
beberapa jaringan kapiler yang luas dengan lapisan epitel permukaan sel kuboid atau
kolumner pendek. Produksi CSS merupakan proses yang kompleks. Beberapa komponen
plasma darah melewati dinding kapiler dan epitel khoroid dengan susah payah, lainnya
masuk CSS secara difusi dan lainnya melalui bantuan aktifitas metabolik pada sel epitel
khoroid. Transport aktif ion ion tertentu (terutama ion sodium) melalui sel epitel, diikuti
gerakan pasif air untuk mempertahankan keseimbangan osmotik antara CSS dan plasma
darah.
Sirkulasi Ventrikuler
Setelah dibentuk oleh pleksus khoroid, cairan bersirkulasi pada sistem ventrikuler, dari
ventrikel lateral melalui foramen Monro (foramen interventrikuler) keventrikel tiga,
akuaduktus dan ventrikel keempat. Dari sini keluar melalui foramina diatap ventrikel
keempat kesisterna magna.
Sirkulasi Subarakhnoid
14
Sebagian cairan menuju rongga subarakhnoid spinal, namun kebanyakan melalui pintu
tentorial (pada sisterna ambien) sekeliling otak tengah untuk mencapai rongga subarakhnoid
diatas konveksitas hemisfer serebral.
Absorpsi
Cairan selanjutnya diabsorpsi kesistem vena melalui villi arakhnoid. Villa arakhnoid adalah
evaginasi penting rongga subarakhnoid kesinus venosus dural dan vena epidural; mereka
berbentuk tubuli mikro, jadi tidak ada membran yang terletak antara CSS dan darah vena
pada villi. Villi merupakan katup yang sensitif tekanan hingga aliran padanya adalah satu
arah. Bila tekanan CSS melebihi tekanan vena, katup terbuka, sedang bila lebih rendah dari
tekanan vena maka katup akan menutup sehingga mencegah berbaliknya darah dari sinus
kerongga subarakhnoid. Secara keseluruhan, kebanyakan CSS dibentuk di ventrikel lateral
dan ventrikel keempat dan kebanyakan diabsorpsi di sinus sagittal. Dalam keadaan normal,
terdapat keseimbangan antara pembentukan dan absorpsi CSS. Derajat absorpsi adalah
tergantung tekanan dan bertambah bila tekanan CSS meningkat. Sebagai tambahan, tahanan
terhadap aliran tampaknya berkurang pada tekanan CSS yang lebih tinggi dibanding tekanan
normal. Ini membantu untuk mengkompensasi peninggian TIK dengan meningkatkan aliran
dan absorpsi CSS. Hampir dapat dipastikan bahwa jalur absorptif adalah bagian dari villi
arakhnoid, seperti juga lapisan ependima ventrikel dan selaput saraf spinal; dan kepentingan
relatifnya mungkin bervariasi tergantung pada TIK dan patensi dari jalur CSS secara
keseluruhan. Sebagai tambahan atas jalur utama aliran CSS, terdapat aliran CSS melalui otak,
mirip dengan cara cairan limfe. Cara ini kompleks dan mungkin berperan dalam pergerakan
dan pembuangan cairan edem serebral pada keadaan patologis.
Volume Otak
15
Rata-rata berat otak manusia sekitar 1400 g, sekitar 2 % dari berat badan total. Volume glial
sekitar 700-900 ml dan neuron-neuron 500-700 ml. Volume cairan ekstraselular (ECF) sangat
sedikit. Sebagai perkiraan, glia dan neuron mengisi 70 % kandung intrakranial, dimana
masing-masing 10% untuk CSS, darah dan cairan ekstraselular. Perubahan otak sendiri
mungkin bertanggung-jawab dalam peninggian kandung intrakranial. Contoh paling jelas
adalah pada tumor otak seperti glioma. Disamping itu, penambahan volume otak sering
secara dangkal dikatakan sebagai edema otak dimana maksudnya adalah pembengkakan otak
sederhana. Penggunaan kata edema otak harus dibatasi pada penambahan kandung air otak.
Otak mengandung kandung air yang tinggi: 70 % pada substansi putih dan 80% pada
substansi kelabu yang lebih seluler. Kebanyakan air otak adalah (80%) intraseluler. Volume
normal cairan ekstraseluler kurang dari 75 ml, namun bertambah hingga mencapai 10%
volume intra- kranial. Rongga ekstraseluler berhubungan dengan CSS via ependima. Air otak
berasal dari darah dan akhirnya kembali kesana juga. Relatif sedikit air otak yang berjalan
melalui jalur lain, yaitu melalui CSS.
Autoregulasi
Fenomena autoregulasi cenderung mempertahankan CBF pada tekanan darah rata-rata antara
50-160 mmHg. Dibawah 50 mmHg CBF berkurang bertahap, dan diatas 160 mmHg terjadi
dilatasi pasif pembuluh serebral dan peninggian TIK. Autoregulasi sangat terganggu pada
misalnya cedera kepala . Karena peninggian CBV berperan meninggikan TIK, penting untuk
mencegah hipertensi arterial sistemik seperti juga halnya mencegah syok pada cedera kepala
berat. Pengobatan hipertensi sedang yang sangat agresif atau koreksi hipotensi yang tidak
memadai bisa berakibat gawat, terutama pada pasien tua.
Hubungan antara tekanan dan voluime
16
Karena sutura tengkorak telah mengalami fusi, volume intra kranial total tetap konstan. Isi
intrakranial utama adalah otak, darah dan CSS yang masing-masing tak dapat diperas.
Karenanya bila volume salah satu bertambah akan menyebabkan peninggian TIK kecuali
terjadi reduksi yang bersamaan dan ekual volume lainnya. TIK normal pada keadaan istirahat
adalah 10 mmHg (136 mmH 2O). Sebagai pegangan , tekanan diatas 20 mmHg adalah
abnormal, dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Semakin tinggi
TIK pada cedera kepala, semakin buruk outcomenya.
Konsekuensi dari lesi desak ruang
Bila timbul massa yang baru didalam kranium seperti tumor, abses atau bekuan darah,
pertama-tama ia akan menggeser isi intrakranial normal.
Doktrin Monro-Kellie
Konsep vital terpenting untuk mengerti dinamika TIK. Dinyatakan bahwa volume total isi
intrakranial harus tetap konstan. Ini beralasan karena kranium adalah kotak yang tidak
ekspansil. Bila V adalah volume, maka
VOtak + VCSS + VDarah + V Massa = Konstan
Karena ukuran lesi massa intrakranial, seperti hematoma, bertambah, kompensasinya adalah
memeras CSS dan darah vena keluar. Tekanan intrakranial tetap normal. Namun akhirnya tak
ada lagi CSS atau darah vena yang dapat digeser, dan mekanisme kompensasi tak lagi efektif.
Pada titik ini, TIK mulai naik secara nyata, bahkan dengan penambahan sejumlah kecil
ukuran massa intrakranial. Karenanya TIK yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan
adanya lesi massa.
Pergeseran CSS
17
CSS dapat dipaksa dari rongga ventrikel dan subarakhnoid kerongga subarakhnoid spinal
melalui foramen magnum. Rongga subarakhnoid spinal bersifat distensibel dan mudah
menerima CSS ekstra. Namun kemampuan ini terbatas oleh volume CSS yang telah ada dan
oleh kecenderungan jalur CSS untuk mengalami obstruksi. Sekali hal ini terjadi, produksi
CSS diatas bendungan yang tetap berlangsung akan menambah peninggian TIK.
Jalur subarakhnoid mungkin terbendung di tentorium atau foramen magnum. Jalur CSS
intraventrikular mungkin terbendung pada ventrikel tiga atau akuaduktus yang akan
menyebabkan temuan yang khas pada sken CT dimana ventrikel lateral kolaps pada sisi
massa, sedangkan ventrikel lateral disisi berlawanan akan tampak distensi.
Pergeseran Volume Otak
Pergeseran otak sendiri oleh lesi massa hanya dapat terjadi pada derajat yang sangat terbatas.
Pada tumor yang tumbuh lambat seperti meningioma, pergeseran otak mungkin sangat nyata,
terdapat kehilangan yang jelas dari volume otak, mungkin akibat pengurangan cairan
ekstraselular dan kandung lemak otak sekitar tumor. Bagaimanapun dengan massa yang
meluas cepat, otak segera tergeser dari satu kompartemen intrakranial ke kompartemen
lainnya atau melalui foramen magnum.
Bila massa terus membesar, volume yang dapat digeser terpakai semua dan TIK mulai
meningkat. Selama fase kompensasi, terjadi penggantian volume yang hampir ekual dan
sedikit saja perubahan pada TIK. Pada titik dekompensasi, peninggian volume selanjutnya
akan menyebabkan penambahan tekanan yang makin lama makin besar. Peninggian TIK
yang persisten diatas 20 mmHg tampaknya berhubungan dengan peninggian tahanan aliran
CSS. Hasil CT menampakkan bagian yang tahanannya meningkat adalah pada tentorium.
18
19
gejala. Bila massa terus membesar, mekanisme kompensasi berkurang dan TIK meningkat.
Pasien mengeluh nyeri kepala yang memburuk oleh faktor-faktor yang menambah TIK
seperti batuk, membungkuk atau berbaring terlentang, dan kemudian menjadi mengantuk.
Penderita menjadi lebih mengantuk. Kompresi atau pergeseran batang otak menyebabkan
peninggian tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi menjadi lambat.
Dengan ekspansi dan peninggian TIK selanjutnya, pasien menjadi tidak responsif. Pupil tak
berreaksi dan berdilatasi, serta tak ada refleks batang otak. Akhirnya fungsi batang otak
berhenti. Tekanan darah merosot, nadi lambat, respirasi menjadi lambat dan tak teratur serta
akhirnya berhenti.
TIK DAN Pergeseran Otak
Pada kenyataannya, banyak dari akibat klinis dari peninggian TIK adalah akibat pergeseran
otak dibanding tingkat TIK sendiri.
Transtentorial
Lateral
Massa yang terletak lebih kelateral menyebabkan pergeseran bagian medial lobus temporal
(unkus) melalui hiatus tentorial serta akan menekan batang otak secara transversal. Saraf
ketiga terkompresi menyebabkan dilatasi pupil ipsilateral. Penekanan pedunkel serebral
menyebabkan hemiparesis kontralateral. Pergeseran selanjutnya menekan pedunkel serebral
yang berseberangan terhadap tepi tentorial menyebabkan hemiparesis ipsilateral hingga
terjadi kuadriparesis. Sebagai tambahan, pergeseran pedunkel yang berseberangan pada tepi
tentorial sebagai efek yang pertama akan menyebabkan hemiparesis ipsilateral. Indentasi
20
pedunkel serebral ini disebut 'Kernohan's notch'. Arteria serebral posterior mungkin tertekan
pada tepi tentorial, menyebabkan infark lobus oksipital dengan akibat hemianopia.
Sentral
Bila ekspansi terletak lebih disentral seperti tumor bifrontal, masing-masing lobus temporal
mungkin menekan batang otak. Kompresi tektum berakibat paresis upward gaze dan ptosis
bilateral.
Tonsilar
Mungkin merupakan tahap akhir kompresi otak supra-tentorial progresif, dan menampakkan
tahap akhir dari kegagalan batang otak. Kadang-kadang pada tumor fossa posterior, herniasi
tonsilar berdiri sendiri, menyebabkan tortikolis, suatu refleks dalam usaha mengurangi
tekanan pada medulla. Kesadaran mungkin tidak terganggu, namun gangguan respirasi terjadi
berat dan cepat.
Subfalsin
Pergeseran permukaan medial hemisfer (girus singulata) didekat falks mungkin menekan
arteria serebral anterior menimbulkan paralisis tungkai kontralateral. Ini jarang ditemukan
berdiri sendiri.
A. Manifestasi Klinis
Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial
Triad
dianggap
yang
lebih
terlokalisir diakibatkan
22
2. Muntah
Ditemukan pada peninggian tekanan intrakranial oleh semua sebab
dan merupakan tampilan yang terlambat dan diagnosis biasanya dibuat
sebelum gejala ini timbul. Gejala ini mungkin jelas merupakan gambaran
dini dari tumor ventrikel keempat
dan
3. Papila Oedema
Papila oedema menunjukkan adanya oedema atau pembengkakan
diskus optikus yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial yang
menetap selama lebih dari beberapa hari atau minggu. Oedema ini
berhubungan dengan obstruksi cairan serebrospinal, dimana peningkatan
tekanan intrakranial pada selubung nervus optikus menghalangi drainase
vena dan aliran aksoplasmik pada neuron optikus dan menyebabkan
pembengkakan pada diskus optikus dan retina serta pendarahan diskus.
Papila oedema tahap lanjut dapat menyebabkan terjadinya atrofi sekunder
papil nervus optikus (Syaiful Saanin, 2012).
23
Proses desak pertama kali terjadi pada bagian lateral dari fosa kranium
medial dan biasanya mendesak tepi medial unkus dan girus hipokampus
ke arah garis tengah dan ke kolong tepi bebas daun tentorium. Karena
desakan itu, bukan diansefalon yang pertama kali mengalami gangguan,
melainkan bagian ventral nervus okulomotoris. Akibatnya, pada awalnya
akan kan terjadi dilatasi pupil kontralateral barulah disusul dengan
gangguan kesadaran. Biasanya, setelah ini akan terjadi herniasi tentorial,
yaitu keadaan terjepitnya diansefalon oleh tentorium. Pupil yang melebar
merupakan cerminan dari terjepitnya nervus okulomotoris oleh arteri
serebeli superior. Pada tahap berkembangnya paralisis okulomotoris,
kesadaran akan menurun secara progresif.
b. Sindroma kompresi sentral rostro-kaudal terhadap batang otak
Suatu tumor supratentorial akan mendesak ruang supratentorial dan
secara berangsur-angsur akan menimbulkan kompresi ke bagian rostral
batang otak. Tanda bahwa suatu tumor supratentorial mulai menggangu
diansefalon biasanya berupa gangguan perangai. Yang pertama-tama
terjadi adalah keluhan cepat lupa, tidak bisa berkonsentrasi dan tidak bisa
mengingat.
Pada tahap dini, kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan
menyebabkan :
Respirasi yang kurang teratur
Pupil kedua sisi sempit sekali
Kedua bola mata bergerak perlahan-lahan ke samping kiri dan kanan
Gejala-gejala UMN pada kedua sisi
Pada tahap kompresi rostro-kaudal yang lebih berat, akan terjadi :
26
(tumor
infratentorial) dapat dengan cepat menekan saluran CSS. Karena itu, sakit
kepala akan terasa sejak awal dan untuk waktu yang lama tidak
menunjukkan gejala defisit neurologik. Tumor infratentorial yang
berlokasi di samping (unilateral) cepat menimbulkan gejala defisit
neurologik akibat pergeseran atau atau desakan terhadap batang otak.
Maka dari itu, tuli sesisi, vertigo, ataksia, neuralgia trigeminus,
oftalmoplegia (paralisis otot-otot mata) dan paresis (paralisis ringan)
perifer fasialis dapat ditemukan pada pemeriksaan.
Definisi sakit kepala dan pusing harus dapat dibedakan dengan
jelas. Pusing kepala biasanya disebabkan oleh oftalmoplegia (yang
menimbulkan diplopia). Kombinasi pusing kepala ataupun sakit kepala
dan diplopia harus menimbulkan kecurigaan terhadapa adanya tumor
serebri, terutama tumor serebri infratentorial.
b. Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari
massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak.
Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang
27
28
29
30
31
32
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Rontgen tulang
tengkorak dan otak hanya memberikan sedikit gambaran mengenai tumor otak. Semua jenis tumor
otak biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI, yang juga bisa menentukan ukuran dan letaknya
yang pasti. Tumor hipofisa biasanya ditemukan jika telah menekan saraf penglihatan. Pemeriksaan
darah menunjukkan kadar hormon hipofisa yang abnormal dan tumor biasanya bisa didiagnosis
dengan CT scan atau MRI.
Biopsi dilakukan untuk menentukan jenis tumor dan sifatnya (ganas atau jinak). Kadang
pemeriksaan mikroskopik dari cairan serebrospinal yang diperoleh melalui pungsi lumbal, bisa
menunjukkan adanya sel-sel kanker.
Jika terdapat peningkatan tekanan di dalam tengkorak, maka tidak dapat dilakukan pungsi lumbal
karena perubahan tekanan yang tiba-tiba bisa menyebabkan herniasi. Pada herniasi, tekanan yang
meningkat di dalam tengkorak mendorong jaringan otak ke bawah melalui lubang sempit di dasar
tengkorak, sehingga menekan otak bagian bawah (batang otak). Sebagai akibatnya, fungsi yang
dikendalikan oleh batang otak (pernafasan, denyut jantung dan tekanan darah) akan mengalami
gangguan. Jika tidak segera diatasi, herniasi bisa menyebabkan koma dan kematian.
B. Pemeriksaan Penunjang
Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik untuk
memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.
1) Elektroensefalografi (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
2) Foto polos kepala
Foto toraks dan LED: Tingginya insidens tumor metastatik menyebabkan pemeriksaan
ini diwajibkan pada pasien yang diduga dengan tumor intrakranial.
- Lesi Osteolitik
tumor tulang primer atau sekunder, dermoid/epidermoid, khordoma, karsinoma
nasofaringeal, mieloma, retikulosis
33
Tanda proses desak ruang yaitu adanya pendorongan struktur garis tengah dan
penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
Udem perifokal
5) Arteriografi
Walau angiografi bisa menampilkan blush tumor atau pergeseran pembuluh, hanya
kadang-kadang diperlukan untuk melengkapi hasil CT scan. Pada beberapa kasus
diperlukan untuk informasi prabedah seperti mengetahui pembuluh pencatu tumor,
atau terkenanya atau konstriksi pembuluh utama oleh tumor.
6) Pemeriksaan CSS
34
Pungsi lumbar kontra indikasi bila ada dugaan tumor intrakranial. Bila CSS didapat
dari sumber lain, misal drainase ventrikuler atau saat operasi pintas, pemeriksaan
sitologis mungkin akan menampilkan sel tumor.
Penanda Tumor
Usaha untuk mencari substansi yang menunjukkan pertumbuhan tumor spesifik dari darah
atau CSS terbatas pada hubungan antara peninggian alfa feto protein dan gonadotrofin
khorionik manusia dengan germinoma
ventrikel
bermanfaat untuk
C. Tatalaksana
Penanganan yang terbaik untuk peningkatan ICP adalah pengangkatan dari lesi
penyebabnya seperti tumor, hidrosefalus, dan hematoma. Peningkatan ICP pasca
operasi jarang terjadi hari-hari ini dengan meningkatnya penggunaan mikroskop dan
teknik khusus untuk menghindari pengangkatan otak. Peningkatan ICP adalah sebuah
fenomena sementara yang berlangsung untuk waktu yang singkat kecuali ada cedera
35
sekunder segar karena hipoksia, bekuan atau gangguan elektrolit. Pengobatan ditujukan
untuk mencegah peristiwa sekunder. ICP klinis dan pemantauan akan membantu.
Berikut merupakan tindakan yang dapat dilakukan (Widjoseno, 2004, Eccher,2004 ).
Trauma
1. Penanganan Primer
Tindakan utama untuk peningkatan ICP adalah untuk mengamankan ABCDE
(primary survey) pada pasien. Banyak pasien dengan peningkatan ICP
memerlukan intubasi. Pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus diintubasi
untuk melindungi airway. Yang menjadi perhatian utama pada pemasangan
intubasi ini adalah intubasi ini mampu memberikan ventilasi tekanan positif yang
kemudian dapat meningkatkan tekanan vena sentral yang kemudian akan
menghasilkan inhibisi aliran balik vena sehingga akan meningkatkan ICP (Kaye,
2005, Eccher,2004 ).
Hati-hati dalam memperhatikan gizi, elektrolit, fungsi kandung kemih dan
usus. Pengobatan yang tepat untuk infeksi berupa pemberian antibiotik harus
dilaksanakan dengan segera. Pemberian analgesia yang memadai harus diberikan
walaupun pasien dalam kondisi di bawah sadar (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
Posisi kepala pasien juga harus diperhatikan. Elevasi pada kepala dapat
menurunkan ICP pada komdisi normal dan pada pasien dengan cedera kepala
melalui mekanisme penurunan tekanan hidrostatis CSF yang akan menghasilkan
aliran balik vena. Sudut yang dianjurkan dan umumnya digunakan untuk elevasi
pada kepala adalah 30o. Pasien harus diposisikan dengan kepala menghadap lurus
ke depan karena apabila kepala pasien menghadap ke salah satu sisinya dan
disertai dengan fleksi pada leher akan meynebabkan penekanan pada vena
jugularis interna dan memperlambat aliran balik vena (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
Hipoksia sistemik, gangguan hemodinamik dan gangguan pada autoregulasi
yang kemudian disertai dengan kejang dapat membahayakan kondisi pasien
dengan peningkatan ICP. Sehingga banyak praktisi kesehatan yang kemudian
menggunakan terapi profilaksis fenitoin, terutama pada pasien dengan cedera
kepala, perdarahan subaraknoid, perdarahan intrakranial, dan kondisi yang
lainnya. Penggunaan fenitoin sebagai profilaksis pada pasein dengan tumor otak
dapat menghasilkan penurunan resiko untuk terjadinya kejang, tapi dengan efek
samping yang juga cukup besar (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
36
2. Penanganan Sekunder
Hiperventilasi digunakan pada pasien dengan skor GCS yang lebih dari 5.
Pembuluh darah otak merespon dengan cepat pada perubahan PaCO2.
PaCO2 yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi, yang kemudian
akan mengurangi komponen darah dalam volume intrakranial, dimana
peningkatan PaCO2 menyebabkan vasodilatasi. Hiperventilasi bertujuan
menjaga agar PaCO2 berada pada level 25 30 mm Hg sehingga CBF
akan turun dan volume darah otak berkurang dan dengan demikian
mengurangi ICP. Hiperventilasi yang berkepanjangan harus dihindari dan
menjadi tidak efektif setelah sekitar 24 jam. Kecenderungannya adalah
untuk menjaga ventilasi normal dengan PaCO2 di kisaran 30 35 mmHg
dan PaO2 dari 120-140 mmHg. Ketikaa ada pemburukan klinis seperti
dilatasi pupil atau tekanan nadi melebar, hiperventilasi dapat dilakukan
(sebaiknya dengan Ambu bag) sampai ICP turun. Hyper barik O2,
hipotermia masih dalam tahap percobaan, terutama di Jepang. Mereka
pada dasarnya menyebabkan vasokonstriksi serebral dan mengurangi
volume darah otak dan ICP (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
37
untuk
mengurangi
ICP. Drain
tipe
ini
dikenal
dengan
EVD
(ekstraventicular drain). Pada situasi yang jarang terjadi dimana CSf dalam jumlah
sedikit dapat dikeluarkan untuk mengurangi ICP, Drainase ICP melalui punksi
lumbal dapat digunakan sebagai suatu tindakan pengobatan (Eccher,2004 ,Gulli.
Dkk, 2010).
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan
hematom di di dalam ruangan intrakranial dan untuk mengurangi tekanan
intrakranial dari bagian otak dengan cara membuat suatu lubang pada tulang
tengkorak kepala. Kranioektomi adalah suatu tindakan radikal yang dilakukan
sebagai penanganan untuk peningkatan tekanan intrakranial, dimana dilakukan
pengangkatan bagian tertentu dari tulang tengkorak kepala dan duramater
dibebaskan agar otak dapat membesar tanpa adanya herniasi. Bagian dari tulang
tengkorak kepala yang diangkat ini desebut dengan bone flap. Bone flap ini dapat
disimpan pada perut pasien dan dapat dipasang kembali ketika penyebab dari
peningkatan ICP tersebut telah disingkirkan. Material sintetik digunakan sebagai
pengganti dari bagian tulang tengkorak yang diangkat. Tindakan pemasangan
material sintetik ini dkenal dengan cranioplasty (Eccher,2004 ,Gulli. Dkk, 2010).
Kraniotomi adalah salah satu bentuk dari operasi pada otak. Operasi ini
paling banyak digunakan dalam operasi untuk mengangkat tumor pada otak.
Operasi ini juga sering digunakan untuk mengangkat bekuan darah (hematom),
untuk mengontrol perdarahan, aneurisma otak, abses otak, memperbaiki
malformasi arteri vena, mengurangi tekanan intrakranial, atau biopsi (Gulli. Dkk,
2010).
Sebelum melakukan tindakan kraniotomi, terlebih dahulu harus dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk memastikan penyebab dan lokasi dari lesi di otak.
Oleh karena itu dilakuakn neuroimaging. Neuroimaging yang dapat dilakukan
adalah (Eccher,2004 ,Gulli. Dkk, 2010):
CT scan
MRI
Arteriogram
39
dengan menggunakan alat sejenis kateter berdiameter kecil. Cara mekanik ini terus
berkembang, seperti Matson (1951) menciptakan pintasan dari rongga ventrikel ke
saluran kencing (ventrikulo ureter), Ransohoff (1954) mengembangkan pintasan dari
rongga ventrikel ke rongga dada (ventrikulo-pleural). Selanjutnya, Holter (1952),
Scott (1955), dan Anthony J Raimondi (1972) memperkenalkan pintasan ke arah
ruang jantung atria (ventrikulo-atrial) dan ke rongga perut (ventrikulo-peritoneal)
yang alirannya searah dengan menggunakan katup pengaman.Teknologi pintasan terus
berkembang dengan ditemukan bahan-bahan yang inert seperti silikon yang
sebelumnya menggunakan bahan polietilen. Hal itu penting karena selang pintasan itu
ditanam di jaringan otak, kulit, dan rongga perut dalam waktu yang lama bahkan
seumur hidup penderita sehingga perlu dihindarkan efek reaksi penolakan oleh tubuh.
Tindakan dilakukan terhadap penderita yang telah dibius total, ada sayatan kecil di
daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak yang
selanjutnya selang pintasan ventrikel di pasang, disusul kemudian dibuat sayatan kecil
di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan rongga perut antara
kedua ujung selang tersebut dihubungkan dengan sebuah selang pintasan yang
ditanam di bawah kulit sehingga tidak terlihat dari luar (Rosmini, 2008).
D. Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang
sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa survivalnya
relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah
75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor
dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10%
meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.
Untuk tumor ini, teknik bedah dan pendekatan mungkin memerlukan reevaluasi, dan
pengobatan alternatif atau terapi multimodal memerlukan investigasi lebih lanjut.
Sejak 20 tahun lalu meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah
dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada invasi dan kerusakan
tulang tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi pada jaringan otak. Angka kematian
(mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan
pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil.
41
Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (19421946) adalah 7.9% dan
(19571966) adalah 8.5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu
yaitu perdarahan dan edema otak.
DAFTAR PUSTAKA
Black, Peter, et al. 2007. Meningiomas: Science and Surgery. Clinical Neurosurgery. Vol: 54
chapter 16 p. 91-99.
Fauziyah, B., Widjaja, D. Meningioma Intrakranial, Cermin Dunia Kedokteran No. 16, 1979
hal. 37-42.
Haslam, Robert H.A. Sistim saraf. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3. Ed 15.
Jakarta: EGC, 2000: hlm 2106-2115
Ismael, Sofyan. Peninggian Tekanan Intrakranial. Dalam: Buku Ajar Neurologi Anak.
Jakarta: IDAI, 1999: hlm 60-77.
Louis,D., et al, Meningeal tumours in: WHO Classification of Tumor of The Central Nervous
System, International Agency for Research on Cancer, 4th ed, Lyon, 2007; 164,167-169
Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
Lumongga F. Meninges dan cerebrospinal fluid, USU Repository, 2008.
42
43