Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

Pembimbing :
dr. Maula Gaharu Sp.S

Disusun oleh :
Sari Nur Rahmawati

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF


RS BHAYANGKARA TK.I RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 5 DESEMBER 2016 7 JANUARI 2017
1

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

II.

Identitas pasien
Nama

: Tn. S

Jenis kelamin

: Laki-laki

Usia

: 52 tahun

Agama

: Islam

Satatus pernikahan

: Menikah

Pekerjaan

: Penjaga sekolah

Alamat

: Jln. H Ali 66 Rt 04 Rw 05 Tegal Parang

Tanggal masuk RS

: 16 Desember 2016

Tanggal pemeriksaan

: 22 Desember 2016

Ruang perawatan

: Ruang Mahoni I

ANAMNESIS

Dilakukan secara auto anamnesis pada tanggal 22 Desember 2016


Keluhan utama
Lemas pada kaki kanan
Keluhan tambahan
Sakit kepala, sakit menelan , wajah kanan kebas , batuk

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang dengan keluhan lemas pada kaki kanan. Lemas pertama kali dirasakan
sejak 2 tahun lalu, lemas dirasakan semakin memberat sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Pasien tidak bisa berjalan dan merasa tidak seimbang saat berdiri
ataupun berjalan. Pasien juga mengeluhkan wajah sebelah kanan terasa kebas. Pasien
juga mengalami penurunan berat badan. Pasien merasa sakit kepala, demam (-), nyeri
menelan sejak 1 minggu disertai batuk berdahak, dahak berwarna hijau. mual (-)
muntah (-), gangguan penglihatan (-), gangguan BAK dan BAB (-), Riwayat trauma,
kejang, pingsan disangkal.
Riwayat penyakit dahulu

Riwayat diabetes melitus disangkal


Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat trauma disangkal
Riwayat sakit jantung disangkal
Riwayat alergi disangkal

Riwayat penyakit keluarga

III.

Diabetes disangkal
Hipertensi (+)
Sakit jantung disangkal

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 22 Dedember 2016


Kesadaran umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis, GCS= E4M6V5 (15)

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 120/70 mmHg


Pernafasan
: 20 x/menit
3

Nadi
Suhu

: 82 x/menit
: 36,5 oC

Status generalis

Kepala
Mata

: Normocephal, distribusi rambut merata.


: Mata simetris, sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis-/-, shadow test,-/-,

Hidung
Mulut
Telinga

pupil isokor 3mm/3mm.


: Bentuk hidung normal, deviasi septum -/-, sekret -/-.
: Bibir deviasi (-), lidah deviasi (-), uvula deviasi (-), fasikulasi (-), atrofi (-).
: Bentuk simetris, tidak ada masa, tidak ada nyeri tekan,
membran timpani intak, tidak hiperemis.

Leher

Thoraks :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: Letak trakea di tengah, pembesaran kelenjar getah bening -/-.

Auskultasi

: simetris pada keadaan statis dan dinamis


: fremitus tactil dan vokal simetris kanan dan kiri
: sonor pada kedua lapang paru
: Cor : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: suara napas vesikular, ronki(-), wheezing (-)

Abdomen :
Inpeksi

: perut datar simetris, kelainan kulit tidak ada

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hepar, dan lien tidak membesar

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: BU normal

Ekstremitas : akral hangat, deformitas -/-, CRT <2 detik.

Status neurologis
GCS: E4 M6 V5 = 15
4

Tanda rangsang meningeal


Kaku kuduk
Brudzinky 1
Laseque
Kernig
Brudzinsky 2

Kanan

Kiri

>70
>135
-

>70
>135
-

Kanan
Normal

Kiri
Normal

Normal
Normal
Normal
+
+
Tidak dilakukan

Normal
Normal
Normal
+
+
Tidak dilakukan

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Hipestesi

Tidak ada kelainan

Normal

Normal

Saraf kranial
N.I
N.II
Visus
Lapang pandang
Warna
Refleks cahaya langsung
tak langsung
Funduskopi
N.III, IV, VI
M.rectus medius
M.rectus superior
M.rectus inferior
M.Obliqus inferior
M.levator palpebra
M.obliqus superior
N.V
Sensorik
V1
V2
V3
Motorik
N.VII
Sensorik
Motorik

N.VIII
Vestibularis

Tidak dilakukan
Mengerutkan dahi
Mengangkat alis
Memejamkan Mata
Meringis/senyum
Menggembungkan pipi
Mencucu
Plika nasolabialis

= simetris
= simetris
= simetris
= simetris
= simetris
= simetris
= simetris

Tidak dilakukan
5

Cochlearis :
Rhinne
Weber

Tidak dilakukan

Swabach
N.IX
Refleks Menelan
Pengecapan 1/3 post.lidah
N.X
Refleks muntah
Arkus faring
Letak uvula
N.XI
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
N.XII
Deviasi lidah (menjulur)
Atrofi
Fasikulasi
Tremor

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Simetris
Di tengah
Normal
Normal

Normal
Normal

Normal
(-)
(-)
(-)

Motorik
Kekuatan
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Tonus
Ekstermitas atas
Ekstremitas bawah
Trofi
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Refleks

Kanan

Kiri

4444
4444

5555
5555

Normotonus
Normotonus

Normotonus
Normotonus

Eutrofi
Eutrofi

Eutrofi
Eutrofi

Fisiologis
Biceps

++

++

Triceps

++

++

Patella

++

++

Achilles

++

++

Hoffmann

Tromner

Babinski

Chaddock

Schaefer

Gordon

Oppenheim

Kanan

Kiri

Normoestesia
Normoestesia

Normoestesia
Normoestesia

Normoestesia
Normoestesia

Normoestesia
Normoestesia

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Normal
Normal

Normal
Normal

Patologis

Sensorik
Raba halus
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Nyeri
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Suhu
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Getar
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Proprioseptif
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah

Otonom
7

BAB
BAK
Hidrosis

Normal
Normal
Kaki berkeringat

Koordinasi
Romberg
Disdiadokokinesis
Tes jari- hidung
Tes tumit- lutut
Rebound phenomenon

IV.

Tidak dilakukan
Lambat
Lambat dan tidak tepat / meleset
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

PERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
14 Desember 2016
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
FUNGSI GINJAL
Ureum
Creatinine
DIABETES
Glukosa Sewaktu

15.5 g/dl
19.100* /ul
45%
466.000* /ul

13-16 g/dl
5.000-10.000 /ul
40-48%
150.000-400.000 /ul

26
0.7

10-50
0.5-1.5

84

<200

16 Desember 2016
KIMIA KLINIK
SGOT

15.9

<37

SGPT

13.4

<40

Cholesterol Total

199

<200

HDL

43

35-55

LDL

108

<160

Trigliserida

97

<200

LEMAK LENGKAP

Asam Urat

6.1

3.4-7.0

Natrium

138

135 145

Kalium

4.3

3.5 5.0

Chlorida

102

98 - 108

Elektrolit

. MRI
Tampak gambaran massa solid lesi isointens ringan pada T1W dan hiperintens T2W pada
sisi kanan cerebellum yang menekan ventrikel 4 dan menyebabkan dilatasi lateralis dan
ventrikel 3. Dengan ukuran massa 5.99x4.25x5.22 cm.
Tak tampak deviasi midline
Sistem ventrikel lateralis dan ventrikel 3 dilatasi
Sulci, gyrus merapat
Kesan : Gambaran massa (suspek meningioma) pada sisi kanan cerebellum yang
menekan ventrikel 4 disertai dengan aktif obstruktif hydrocephalus.

Resume
Pasien datang dengan keluhan lemas pada kaki kanan. Lemas pertama kali dirasakan
sejak 2 tahun lalu, lemas dirasakan semakin memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Pasien tidak bisa berjalan dan merasa tidak seimbang saat berdiri ataupun berjalan.
Pasien juga mengeluhkan wajah sebelah kanan terasa kebas. Pasien juga mengalami
penurunan berat badan. Pasien merasa sakit kepala, demam (-), nyeri menelan sejak 1 minggu
disertai batuk berdahak, dahak berwarna hijau. mual (-) muntah (-), gangguan penglihatan (-),
gangguan BAK dan BAB (-), Riwayat trauma, kejang, pingsan disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan status generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan saraf kranialis ditemukan kelainan pada saraf sensorik nervus V yaitu
berupa hipestesi dibagian dextra. Pada pemeriksaan motoric didapatkan kekuatan otot

ekskremitas atas 4444/5555 dan ekskremitas bawah 4444/5555. Pada pemeriksaan koordinasi
test finger to nose didapatkan gerakan lambat dan tidak tepat/meleset saat menunjuk telunjuk.

Diagnosis kerja
Diagnosis klinik

: Hemiparesis dextra, Hipestesi dextra n.V, Gangguan keseimbangan,


Cephalgia

Diagnosis topis

: Cerebellum

Diagnosis etiologis

: SOL suspect meningioma

Diagnosis Banding

: Abses otak, Epidural hematom

Tatalaksana
Non medikamentosa :
1. Bed rest
2. Craniotomy
Medikamentosa :
1. IVFD RL 18 tpm
2. Inj Ceftriaxone 1x2gr
3. Inj. Ranitidin 50 mg 3x 1/hari
4. Asam folat 2x1
5. CPG 1x1
Prognosis
Ad vitam

dubia ad malam.

Ad functionam

dubia ad malam.

10

Ad sanationam

dubia ad malam.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Space Occupying Lesion Intrakranial
Definisi
Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial) didefinisikan
sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap inflamasi yang berada
di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan
menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion intrakranial meliputi tumor,
hematoma, dan abses (Ejaz Butt, 2005).

Etiologi

Abses Otak
Abses otak dapat terjadi pada semua usia, namun yang paling lazim dalam usia 4

sampai 8 tahun. Abses otak disebabkan oleh embolisasi karena penyakit jantung kongenital
11

dengan shunt dari kanan ke kiri., meningitis, otitis media kronis, mastoiditis, selulitis orbita,
infesi gigi, dan status imunodefisiensi. Gejalan awal yang terjadi adalah gejala non spesifik
seperti demam, sakit kepala, dan lesu. Gejala ketika proses radang telah dimulai adalah
muntah, sakit kepala hebat, kejang, papil edema.

Perdarahan Intrakranial
Perdarahan intrakranial adalah perdarahan ( patologis) yang terjadi di dalam kranium,

yang mungkin ekstradural, subdural, subaraknoid, atau serebral (parenkimatosa). Perdarahan


intrakranial dapat terjadi pada semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti
kapitis,tumor otak dan lain-lain.8-13% ICH menjadi penyebab terjadinya stroke dan kelainan
dengan spectrum yang luas.Bila dibandingkan dengan stroke iskemik atau perdarahan
subaraknoid, ICH umumnya lebih banyak mengakibatkan kematian atau cacat mayor. ICH
yang disertai dengan edema akan mengganggu atau mengkompresi jaringan otak sekitarnya,
menyebabkan disfungsi neurologis. Perpindahan substansi parenkim otak dapat menyebabkan
peningkatan ICP dan sindrom herniasi yang berpotensi fatal.

Tumor Intrakranial
Tumor otak merupakan pertumbuhan jaringan abnormal yang berasal dari sel-sel otak

atau dari struktur di sekelilingnya. Sama seperti tumor lainnya tumor otak dapat dibagi
menjadi tumor otak jinak (benigna) dan ganas (maligna). Tumor otak benigna adalah
pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas. Tumor otak maligna
adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di
sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya
melalui aliran darah.
Terdapat 2 kategori tumor otak, yaitu :
1. Tumor otak primer - tumor ini berasal dari otak itu sendiri.
2. Tumor otak sekunder (dikenali sebagai metastatik) tumor ini berasal atau penyebaran
dari organ tubuh yang lain seperti paru-paru, ginjal, payudara, tulang, kulit dan organ
tubuh lainnya.
Tumor otak primer bermula dan terbentuk di dalam otak. Tumor tersebut mungkin tumbuh
dan terbentuk di suatu tempat yang kecil atau ia dapat meluas ke daerah-daerah sekitar yang
berdekatan. Tumor sekunder (metastatik) bermula atau tumbuh di tempat lain dan
kemudiannya menyebar melalui saluran darah ke otak untuk membentuk tumor otak sekunder
12

(tempat asalnya ialah kanker paru-paru, payudara, usus, kulit dan lain-lain). Tumor otak
metastasis merupakan komplikasi neurologis yang paling sering dari kanker sistemik.
Tabel 1. Insidensi tumor otak (Schwartz, Prinsip-prinsip Bedah)
Jenis Tumor

Persentase

Glioma

40-50

Astrositoma stadium 1

5-10

Astrositoma stadium 2

2-5

Astrositoma

stadium

dan

(glioblastoma 20-30

multiformis)

3-5

Medulloblastoma

1-4

Oligodendroglioma

1-3

Ependimoma stadium 1-4


Meningioma
Tumor hipofise
Neurolemoma (terutama saraf VII)
Tumor metastatik
Tumor pembuluh darah
Malformasi

arteriovenosa,

12-20
5-15
3-10
5-10
0,5-1
hemangioblastoma,

endothelioma
Tumor defek-defek yang berkembang

2-3

Dermoid, epidermoid, teratoma


Kordoma, kista parafiseal
Kraniofaringioma
Pinealoma
Lain-lain

3-8
0,5-0,8
1-3

Sarkoma, papiloma dari pleksus koroid, lipoma, tak


terklasifikasi, dan lain-lain
Meningioma dapat dijumpai pada semua umur, namun paling banyak pada usia
pertengahan. Meningioma intrakranial merupakan 15-20% dari semua tumor primer di regio
ini. Meningioma juga bisa timbul di sepanjang kanalis spinalis, dan frekuensinya relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan tumor lain yang tumbuh di regio ini.

Patofisiologi

13

Produksi
CSS diproduksi terutama oleh pleksus khoroid ventrikel lateral, tiga dan empat, dimana
ventrikel lateral merupakan bagian terpenting. 70 % CSS diproduksi disini dan 30 % sisanya
berasal dari struktur ekstrakhoroidal seperti ependima dan parenkhima otak.
Pleksus khoroid dibentuk oleh invaginasi piamatervaskuler (tela khoroidea) yang membawa
lapisan epitel pembungkus dari lapis ependima ventrikel. Pleksus khoroid mempunyai
permukaan yang berupa lipatan-lipatan halus hingga kedua ventrikel lateral memiliki
permukaan 40 m2. Mereka terdiri dari jaringan ikat pada pusatnya yang mengandung
beberapa jaringan kapiler yang luas dengan lapisan epitel permukaan sel kuboid atau
kolumner pendek. Produksi CSS merupakan proses yang kompleks. Beberapa komponen
plasma darah melewati dinding kapiler dan epitel khoroid dengan susah payah, lainnya
masuk CSS secara difusi dan lainnya melalui bantuan aktifitas metabolik pada sel epitel
khoroid. Transport aktif ion ion tertentu (terutama ion sodium) melalui sel epitel, diikuti
gerakan pasif air untuk mempertahankan keseimbangan osmotik antara CSS dan plasma
darah.
Sirkulasi Ventrikuler
Setelah dibentuk oleh pleksus khoroid, cairan bersirkulasi pada sistem ventrikuler, dari
ventrikel lateral melalui foramen Monro (foramen interventrikuler) keventrikel tiga,
akuaduktus dan ventrikel keempat. Dari sini keluar melalui foramina diatap ventrikel
keempat kesisterna magna.
Sirkulasi Subarakhnoid

14

Sebagian cairan menuju rongga subarakhnoid spinal, namun kebanyakan melalui pintu
tentorial (pada sisterna ambien) sekeliling otak tengah untuk mencapai rongga subarakhnoid
diatas konveksitas hemisfer serebral.
Absorpsi
Cairan selanjutnya diabsorpsi kesistem vena melalui villi arakhnoid. Villa arakhnoid adalah
evaginasi penting rongga subarakhnoid kesinus venosus dural dan vena epidural; mereka
berbentuk tubuli mikro, jadi tidak ada membran yang terletak antara CSS dan darah vena
pada villi. Villi merupakan katup yang sensitif tekanan hingga aliran padanya adalah satu
arah. Bila tekanan CSS melebihi tekanan vena, katup terbuka, sedang bila lebih rendah dari
tekanan vena maka katup akan menutup sehingga mencegah berbaliknya darah dari sinus
kerongga subarakhnoid. Secara keseluruhan, kebanyakan CSS dibentuk di ventrikel lateral
dan ventrikel keempat dan kebanyakan diabsorpsi di sinus sagittal. Dalam keadaan normal,
terdapat keseimbangan antara pembentukan dan absorpsi CSS. Derajat absorpsi adalah
tergantung tekanan dan bertambah bila tekanan CSS meningkat. Sebagai tambahan, tahanan
terhadap aliran tampaknya berkurang pada tekanan CSS yang lebih tinggi dibanding tekanan
normal. Ini membantu untuk mengkompensasi peninggian TIK dengan meningkatkan aliran
dan absorpsi CSS. Hampir dapat dipastikan bahwa jalur absorptif adalah bagian dari villi
arakhnoid, seperti juga lapisan ependima ventrikel dan selaput saraf spinal; dan kepentingan
relatifnya mungkin bervariasi tergantung pada TIK dan patensi dari jalur CSS secara
keseluruhan. Sebagai tambahan atas jalur utama aliran CSS, terdapat aliran CSS melalui otak,
mirip dengan cara cairan limfe. Cara ini kompleks dan mungkin berperan dalam pergerakan
dan pembuangan cairan edem serebral pada keadaan patologis.
Volume Otak

15

Rata-rata berat otak manusia sekitar 1400 g, sekitar 2 % dari berat badan total. Volume glial
sekitar 700-900 ml dan neuron-neuron 500-700 ml. Volume cairan ekstraselular (ECF) sangat
sedikit. Sebagai perkiraan, glia dan neuron mengisi 70 % kandung intrakranial, dimana
masing-masing 10% untuk CSS, darah dan cairan ekstraselular. Perubahan otak sendiri
mungkin bertanggung-jawab dalam peninggian kandung intrakranial. Contoh paling jelas
adalah pada tumor otak seperti glioma. Disamping itu, penambahan volume otak sering
secara dangkal dikatakan sebagai edema otak dimana maksudnya adalah pembengkakan otak
sederhana. Penggunaan kata edema otak harus dibatasi pada penambahan kandung air otak.
Otak mengandung kandung air yang tinggi: 70 % pada substansi putih dan 80% pada
substansi kelabu yang lebih seluler. Kebanyakan air otak adalah (80%) intraseluler. Volume
normal cairan ekstraseluler kurang dari 75 ml, namun bertambah hingga mencapai 10%
volume intra- kranial. Rongga ekstraseluler berhubungan dengan CSS via ependima. Air otak
berasal dari darah dan akhirnya kembali kesana juga. Relatif sedikit air otak yang berjalan
melalui jalur lain, yaitu melalui CSS.
Autoregulasi
Fenomena autoregulasi cenderung mempertahankan CBF pada tekanan darah rata-rata antara
50-160 mmHg. Dibawah 50 mmHg CBF berkurang bertahap, dan diatas 160 mmHg terjadi
dilatasi pasif pembuluh serebral dan peninggian TIK. Autoregulasi sangat terganggu pada
misalnya cedera kepala . Karena peninggian CBV berperan meninggikan TIK, penting untuk
mencegah hipertensi arterial sistemik seperti juga halnya mencegah syok pada cedera kepala
berat. Pengobatan hipertensi sedang yang sangat agresif atau koreksi hipotensi yang tidak
memadai bisa berakibat gawat, terutama pada pasien tua.
Hubungan antara tekanan dan voluime

16

Karena sutura tengkorak telah mengalami fusi, volume intra kranial total tetap konstan. Isi
intrakranial utama adalah otak, darah dan CSS yang masing-masing tak dapat diperas.
Karenanya bila volume salah satu bertambah akan menyebabkan peninggian TIK kecuali
terjadi reduksi yang bersamaan dan ekual volume lainnya. TIK normal pada keadaan istirahat
adalah 10 mmHg (136 mmH 2O). Sebagai pegangan , tekanan diatas 20 mmHg adalah
abnormal, dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Semakin tinggi
TIK pada cedera kepala, semakin buruk outcomenya.
Konsekuensi dari lesi desak ruang
Bila timbul massa yang baru didalam kranium seperti tumor, abses atau bekuan darah,
pertama-tama ia akan menggeser isi intrakranial normal.
Doktrin Monro-Kellie
Konsep vital terpenting untuk mengerti dinamika TIK. Dinyatakan bahwa volume total isi
intrakranial harus tetap konstan. Ini beralasan karena kranium adalah kotak yang tidak
ekspansil. Bila V adalah volume, maka
VOtak + VCSS + VDarah + V Massa = Konstan
Karena ukuran lesi massa intrakranial, seperti hematoma, bertambah, kompensasinya adalah
memeras CSS dan darah vena keluar. Tekanan intrakranial tetap normal. Namun akhirnya tak
ada lagi CSS atau darah vena yang dapat digeser, dan mekanisme kompensasi tak lagi efektif.
Pada titik ini, TIK mulai naik secara nyata, bahkan dengan penambahan sejumlah kecil
ukuran massa intrakranial. Karenanya TIK yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan
adanya lesi massa.
Pergeseran CSS
17

CSS dapat dipaksa dari rongga ventrikel dan subarakhnoid kerongga subarakhnoid spinal
melalui foramen magnum. Rongga subarakhnoid spinal bersifat distensibel dan mudah
menerima CSS ekstra. Namun kemampuan ini terbatas oleh volume CSS yang telah ada dan
oleh kecenderungan jalur CSS untuk mengalami obstruksi. Sekali hal ini terjadi, produksi
CSS diatas bendungan yang tetap berlangsung akan menambah peninggian TIK.
Jalur subarakhnoid mungkin terbendung di tentorium atau foramen magnum. Jalur CSS
intraventrikular mungkin terbendung pada ventrikel tiga atau akuaduktus yang akan
menyebabkan temuan yang khas pada sken CT dimana ventrikel lateral kolaps pada sisi
massa, sedangkan ventrikel lateral disisi berlawanan akan tampak distensi.
Pergeseran Volume Otak
Pergeseran otak sendiri oleh lesi massa hanya dapat terjadi pada derajat yang sangat terbatas.
Pada tumor yang tumbuh lambat seperti meningioma, pergeseran otak mungkin sangat nyata,
terdapat kehilangan yang jelas dari volume otak, mungkin akibat pengurangan cairan
ekstraselular dan kandung lemak otak sekitar tumor. Bagaimanapun dengan massa yang
meluas cepat, otak segera tergeser dari satu kompartemen intrakranial ke kompartemen
lainnya atau melalui foramen magnum.
Bila massa terus membesar, volume yang dapat digeser terpakai semua dan TIK mulai
meningkat. Selama fase kompensasi, terjadi penggantian volume yang hampir ekual dan
sedikit saja perubahan pada TIK. Pada titik dekompensasi, peninggian volume selanjutnya
akan menyebabkan penambahan tekanan yang makin lama makin besar. Peninggian TIK
yang persisten diatas 20 mmHg tampaknya berhubungan dengan peninggian tahanan aliran
CSS. Hasil CT menampakkan bagian yang tahanannya meningkat adalah pada tentorium.

18

Karenanya temuan CT yang menampakkan obliterasi sisterna perimesensefalik merupakan


bukti penting bahwa TIK meninggi atau pertanda bahwa bahaya segera datang.
Perlu disadari bahwa segala sesuatu yang mencegah atau menghalangi pergeseran volume
kompensatori akan menyebabkan peningkatan TIK yang lebih segera. Misalnya tumor fossa
posterior adalah merupakan lesi massa sendiri, namun juga memblok aliran CSS dari
ventrikel atau melalui foramen magnum. Karenanya volume CSS bertambah dan kompensasi
untuk massa tumornya sendiri akan terbatas. Selanjutnya penderita dengan massa yang terus
meluas akan mendadak sampai pada titik dekompensasi bila aliran vena serebral dibatasi oleh
peninggian tekanan vena jugular akibat kompresi leher atau obstruksi pernafasan.
Perubahan volume sendiri bersifat penjumlahan. Efek tumor otak akan sangat meningkat oleh
edema otak. Pada banyak keadaan klinis, perubahan volume sangat kompleks. Ini terutama
pada cedera kepala dimana mungkin terdapat bekuan darah, edema otak serta gangguan
absorpsi CSS akibat perdarahan subarakhnoid atau perdarahan intraventrikuler. Mungkin
dapat ditambahkan vasodilatasi akibat hilangnya autoregulasi atau hiperkarbia.
Walau urut-urutan kejadian berakibat perubahan yang terjadi dengan peninggian TIK
progresif karena sebab apapun, hubungan antara tingkat TIK dan keadaan neurologik juga
tergantung pada tingkat perubahan dan adanya pergeseran otak. Tumor tumbuh lambat seperti
meningioma mungkin tumbuh hingga ukuran besar tanpa adanya tanda peninggian TIK.
Sebaliknya hematoma ekstradural akut yang lebih kecil mungkin menyebabkan kompresi
otak yang berat dan cepat.
Untuk lesi yang membesar cepat seperti hematoma epidural, perjalanan klinik dapat
diprediksi dari hubungan volume-tekanan yang sudah dijelaskan terdahulu. Pada tahap awal
ekspansi massa intrakranial, perubahan TIK sedikit dan pasien tetap baik dengan sedikit

19

gejala. Bila massa terus membesar, mekanisme kompensasi berkurang dan TIK meningkat.
Pasien mengeluh nyeri kepala yang memburuk oleh faktor-faktor yang menambah TIK
seperti batuk, membungkuk atau berbaring terlentang, dan kemudian menjadi mengantuk.
Penderita menjadi lebih mengantuk. Kompresi atau pergeseran batang otak menyebabkan
peninggian tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi menjadi lambat.
Dengan ekspansi dan peninggian TIK selanjutnya, pasien menjadi tidak responsif. Pupil tak
berreaksi dan berdilatasi, serta tak ada refleks batang otak. Akhirnya fungsi batang otak
berhenti. Tekanan darah merosot, nadi lambat, respirasi menjadi lambat dan tak teratur serta
akhirnya berhenti.
TIK DAN Pergeseran Otak
Pada kenyataannya, banyak dari akibat klinis dari peninggian TIK adalah akibat pergeseran
otak dibanding tingkat TIK sendiri.
Transtentorial
Lateral
Massa yang terletak lebih kelateral menyebabkan pergeseran bagian medial lobus temporal
(unkus) melalui hiatus tentorial serta akan menekan batang otak secara transversal. Saraf
ketiga terkompresi menyebabkan dilatasi pupil ipsilateral. Penekanan pedunkel serebral
menyebabkan hemiparesis kontralateral. Pergeseran selanjutnya menekan pedunkel serebral
yang berseberangan terhadap tepi tentorial menyebabkan hemiparesis ipsilateral hingga
terjadi kuadriparesis. Sebagai tambahan, pergeseran pedunkel yang berseberangan pada tepi
tentorial sebagai efek yang pertama akan menyebabkan hemiparesis ipsilateral. Indentasi

20

pedunkel serebral ini disebut 'Kernohan's notch'. Arteria serebral posterior mungkin tertekan
pada tepi tentorial, menyebabkan infark lobus oksipital dengan akibat hemianopia.
Sentral
Bila ekspansi terletak lebih disentral seperti tumor bifrontal, masing-masing lobus temporal
mungkin menekan batang otak. Kompresi tektum berakibat paresis upward gaze dan ptosis
bilateral.
Tonsilar
Mungkin merupakan tahap akhir kompresi otak supra-tentorial progresif, dan menampakkan
tahap akhir dari kegagalan batang otak. Kadang-kadang pada tumor fossa posterior, herniasi
tonsilar berdiri sendiri, menyebabkan tortikolis, suatu refleks dalam usaha mengurangi
tekanan pada medulla. Kesadaran mungkin tidak terganggu, namun gangguan respirasi terjadi
berat dan cepat.
Subfalsin
Pergeseran permukaan medial hemisfer (girus singulata) didekat falks mungkin menekan
arteria serebral anterior menimbulkan paralisis tungkai kontralateral. Ini jarang ditemukan
berdiri sendiri.
A. Manifestasi Klinis
Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial
Triad

nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum

dianggap

sebagai karakteristik peninggian tekanan intrakranial. Namun demikian, dua


pertiga pasien dengan lesi desak ruang memiliki semua gambaran tersebut,
sedang kebanyakan sisanya umumnya dua. Simtomatologi peninggian tekanan
21

intrakranial tergantung pada penyebab daripada tingkat tekanan yang terjadi.


Tak ada korelasi yang konsisten antara tinggi tekanan dengan beratnya gejala
(Syaiful Saanin, 2012).
1. Nyeri Kepala
Kebanyakan struktur di kepala tidak sensitif nyeri, ahli bedah saraf
dapat melakukan kraniotomi major dalam anestesia lokal karena tulang
tengkorak dan otak sendiri dapat ditindak tanpa nyeri. Struktur sensitif
nyeri didalam kranium adalah arteria meningeal media beserta cabangnya,
arteri besar didasar otak, sinus venosus dan bridging veins, serta dura
didasar fossa kranial. Peninggian tekanan intrakranial dan pergeseran otak
yang terjadi membendung dan menggeser pembuluh darah serebral atau
sinus venosus serta cabang utamanya dan memperberat nyeri lokal.
Nyeri

yang

lebih

terlokalisir diakibatkan

oleh peregangan atau

penggeseran duramater didaerah basal dan batang saraf sensori kranial


kelima, kesembilan dan kesepuluh. Nyeri kepala juga disebabkan oleh
spasme otot-otot besar didasar tengkorak. Ini mungkin berdiri sendiri
atau ditambah dengan reaksi refleks bila mekanisme nyeri bekerja (Syaiful
Saanin, 2012).
Pasien dengan peninggian tekanan intrakranial secara klasik bangun
pagi dengan nyeri kepala yang berkurang dalam satu-dua jam. Nyeri kepala
pagi ini pertanda terjadinya

peningkatan tekanan intrakrania; selama

malam akibat posisi berbaring, peninggian PCO2 selama tidur karena


depresi pernafasan dan mungkin karena penurunan reabsorpsi cairan
serebrospinal (Syaiful Saanin, 2012).

22

2. Muntah
Ditemukan pada peninggian tekanan intrakranial oleh semua sebab
dan merupakan tampilan yang terlambat dan diagnosis biasanya dibuat
sebelum gejala ini timbul. Gejala ini mungkin jelas merupakan gambaran
dini dari tumor ventrikel keempat

yang langsung mengenai nukleus

vagal. Setiap lesi hampir selalu meninggikan tekanan intrakranial akibat


obstruksi aliran cairan serebrospinal

dan

mungkin tidak mudah

menentukan mekanisme mana yang dominan. Muntah akibat peninggian


tekanan intrakranial biasanya timbul setelah bangun, sering bersama dengan
nyeri kepala pagi. Walau sering dijelaskan sebagai projektil, maksudnya
terjadi dengan kuat dan tanpa peringatan, hal ini jarang merupakan
gambaran yang menarik perhatian (Syaiful Saanin, 2012).

3. Papila Oedema
Papila oedema menunjukkan adanya oedema atau pembengkakan
diskus optikus yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial yang
menetap selama lebih dari beberapa hari atau minggu. Oedema ini
berhubungan dengan obstruksi cairan serebrospinal, dimana peningkatan
tekanan intrakranial pada selubung nervus optikus menghalangi drainase
vena dan aliran aksoplasmik pada neuron optikus dan menyebabkan
pembengkakan pada diskus optikus dan retina serta pendarahan diskus.
Papila oedema tahap lanjut dapat menyebabkan terjadinya atrofi sekunder
papil nervus optikus (Syaiful Saanin, 2012).

Gejala Umum Space Occupying Lesion

23

Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat


infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala,
perubahan status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan
muntah. Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif
daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus temporal depan dan frontal
dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa
menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan
gejalagejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan
oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru kemudian memberikan
gejala umum (Saanin, 2004, Bradley, 2000).
Tumor intrakranium pada umumnya dapat menyebabkan (Saanin, 2004,
Bradley, 2000):
1. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranium yang meninggi.
Gangguan kesadaran akibat peningkatan tekana intrakranium dapat
berakhir hingga koma. Tekanan intrakranium yang meninggi dapat
menyebabkan ruang tengkorak yang tertutup terdesak dan dapat pula
menyebabkan perdarahan setempat. Selain itu, jaringan otak sendiri akan
bereaksi dengan menimbulkan edema, yang berkembang karena penimbunan
katabolit di sekitar jaringan neoplasmatik. Stasis dapat pula terjadi karena
penekanan pada vena dan disusuk dengan terjadi edema. Pada umumnya
tumor di fosa kranium posterior lebih cepat menimbulkan gejala-gejala yang
mencerminkan tekanan intrakranium yang meninggi. Hal ini mungkin
disebabkan karena aliran CSF pada aquaductus yang berpusat di fosa kranium
posterior dapat tersebumbat sehingga tekanan dapat meninggi dengan cepat.
Fenomena peningkatan tekanan intrakranium dapat diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu :
a. Sindroma unkus atau sindroma kompresi diansefalon ke lateral
24

Proses desak pertama kali terjadi pada bagian lateral dari fosa kranium
medial dan biasanya mendesak tepi medial unkus dan girus hipokampus
ke arah garis tengah dan ke kolong tepi bebas daun tentorium. Karena
desakan itu, bukan diansefalon yang pertama kali mengalami gangguan,
melainkan bagian ventral nervus okulomotoris. Akibatnya, pada awalnya
akan kan terjadi dilatasi pupil kontralateral barulah disusul dengan
gangguan kesadaran. Biasanya, setelah ini akan terjadi herniasi tentorial,
yaitu keadaan terjepitnya diansefalon oleh tentorium. Pupil yang melebar
merupakan cerminan dari terjepitnya nervus okulomotoris oleh arteri
serebeli superior. Pada tahap berkembangnya paralisis okulomotoris,
kesadaran akan menurun secara progresif.
b. Sindroma kompresi sentral rostro-kaudal terhadap batang otak
Suatu tumor supratentorial akan mendesak ruang supratentorial dan
secara berangsur-angsur akan menimbulkan kompresi ke bagian rostral
batang otak. Tanda bahwa suatu tumor supratentorial mulai menggangu
diansefalon biasanya berupa gangguan perangai. Yang pertama-tama
terjadi adalah keluhan cepat lupa, tidak bisa berkonsentrasi dan tidak bisa
mengingat.
Pada tahap dini, kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan
menyebabkan :
Respirasi yang kurang teratur
Pupil kedua sisi sempit sekali
Kedua bola mata bergerak perlahan-lahan ke samping kiri dan kanan
Gejala-gejala UMN pada kedua sisi
Pada tahap kompresi rostro-kaudal yang lebih berat, akan terjadi :

Kesadaran menurun sampai derajat paling rendah


Suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk melonjak terus
Respirasi cepat dan bersuara mendengkur
Pupil yang tadinya sempit berangsur-angsur melebar dan tidak lagi
bereaksi terhadap sinar cahaya
25

c. Herniasi serebelum di foramen magnum


Herniasi ini akan menyebabkan jiratan pada medula oblongata. Gejalagejala gangguan pupil, pernafasan, okuler dan tekanan darah berikut nadi
yang menandakan gangguan pada medula oblongata, pons, ataupun
mesensefalon akan terjadi.
2. Gejala-gejala umum tekanan intrakranium yang tinggi
Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat
infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala,
perubahan status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan
muntah. Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif
daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus temporal depan dan frontal
dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa
menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan gejalagejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan
oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru kemudian
memberikan gejala umum (Saanin, 2004, Bradley, 2000).
a. Sakit kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang
kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten.
Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk,
maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri
kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor
supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor
pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher. Sakit
kepala merupakan gejala umum yang dirasakan pada tumor intrakranium.
Sifat dari sakit kepala itu adalah nyeri berdenyut-denyut atau rasa penuh
di kepala seolaholah mau meledak. Nyerinya paling hebat di pagi hari,

26

karena selama tidur malam PCO2 arteri serebral meningkat sehingga


mengakibatkan peningkatan dari CBF dan dengan demikian meningkatkan
lagi tekanan intrakranium. Lokalisasai nyeri yang unilateral akan sesuai
dengan lokasi tumornya.
Pada penderita yang tumor serebrinya belum meluas, mungkin saja
sakit kepala belum dirasakan. Misalnya, glioma pada tahap dini dapat
mendekam di otak tanpa menimbulkan gejala apapun. Sebaliknya,
astrositoma derajat 1 sekalipun dapat berefek buruk jika menduduki
daerah yang penting, misalnya daerah bicara motorik Brocca.
Neoplasma di garis tengah fosa kranium posterior

(tumor

infratentorial) dapat dengan cepat menekan saluran CSS. Karena itu, sakit
kepala akan terasa sejak awal dan untuk waktu yang lama tidak
menunjukkan gejala defisit neurologik. Tumor infratentorial yang
berlokasi di samping (unilateral) cepat menimbulkan gejala defisit
neurologik akibat pergeseran atau atau desakan terhadap batang otak.
Maka dari itu, tuli sesisi, vertigo, ataksia, neuralgia trigeminus,
oftalmoplegia (paralisis otot-otot mata) dan paresis (paralisis ringan)
perifer fasialis dapat ditemukan pada pemeriksaan.
Definisi sakit kepala dan pusing harus dapat dibedakan dengan
jelas. Pusing kepala biasanya disebabkan oleh oftalmoplegia (yang
menimbulkan diplopia). Kombinasi pusing kepala ataupun sakit kepala
dan diplopia harus menimbulkan kecurigaan terhadapa adanya tumor
serebri, terutama tumor serebri infratentorial.
b. Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari
massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak.
Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang

27

proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa


intrakranial.
Muntah sering timbul pada pagi hari setelah bangun tidur. Hal ini
disebabkan oleh tekanan intrakranium yang meninggi selama tidur malam,
di mana PCO2 serebral meningkat. Sifat muntah dari penderita dengan
tekanan intrakranium meninggi adalah khas, yaitu proyektil atau muncrat
yang tanpa didahului mual.
c. Kejang fokal
Kejang dapat timbul sebagai gejala dari tekanan intrakranium yang
melonjak secara cepat, terutama sebagai gejala dari glioblastoma
multiform. Kejang tonik biasanya timbul pada tumor di fosa kranium
posterior.
d. Gangguan mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan
mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada
penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah
buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen
hingga koma. (4,9,10) Tumor di sebagian besar otak dapat mengakibatkan
gangguan mental, misalnya demensia, apatia, gangguan watak dan serta
gangguan intelegensi dan psikosis. Gangguan emosi juga akan terjadi
terutama jika tumor tersebut mendesak sistem limbik (khususnya
amigdala dan girus cinguli) karena sistem limbik merupakan pusat
pengatur emosi.
e. Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab
dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil
pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk

28

melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan


perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
f. Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti
astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi
pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan
temporal.
Gejala Lokal Space Occupying Lesion
Gejala lokal terjadi pada tumor yeng menyebabkan destruksi parenkim,
infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor ke daerah sekitar tumor
(contohnya : peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin),
semuanya dapat menyebabkan disfungsi fokal yang reversibel (Saanin, 2004,
Bradley, 2000).
1.

Tumor di lobus frontalis / kortikal


Sakit kepala akan muncul pada tahap awal, sedangkan muntah dan
papiludema akan timbul pada tahap lanjutan. Walaupun gangguan mental
dapat terjadi akibat tumor di bagian otak manapun, namun terutama terjadi
akibat tumor di bagian frontalis dan korpus kalosum. Akan terjadi
kemunduran intelegensi, ditandai dengan gejala Witzelsucht, yaitu suka
menceritakan lelucon-lelucon yang sering diulang-ulang dan disajikan
sebagai bahan tertawaan, yang bermutu rendah (Saanin, 2004, Bradley,
2000).
Kejang adversif (kejang tonik fokal) merupakan simptom lain dari tumor
di bagian posterior lobus frontalis, di sekitar daerah premotorik. Tumor di

29

lobus frontalis juga dapat menyebabkan refleks memegang dan anosmia


(Saanin, 2004, Bradley, 2000).
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang
diikuti paralisis post-iktal. Meningioma kompleks atau parasagital dan
glioma frontal khusus berkaitan dengan kejang. Tanda lokal tumor frontal
antara lain disartri, kelumpuhan kontralateral, dan afasia jika hemisfer
dominant dipengaruhi. Anosmia unilateral menunjukkan adanya tumor
bulbus olfaktorius (Saanin, 2004, Bradley, 2000).
2. Tumor di daerah presentralis
Tumor di daerah presentralis akan merangsang derah motorik sehingga
menimbulkan kejang pada sisi kontralateral sebagai gejala dini. Bila
tumor di daerah presentral sudah menimbulkan destruksi strukturil, maka
gejalanya berupa hemiparesis kontralateral. Jika tumor bertumbuh di
daerah falk serebri setinggi daerah presentralis, maka paparesis inferior
akan dijumpai (Saanin, 2004, Bradley, 2000).
3. Tumor di lobus temporalis
Bila lobus temporalis kanan yang diduduki, gejala klinis kurang
menonjol. Kecuali, bila daerah unkus terkena, akan timbul serangan
uncinate fit pada epilepsi. Kemudian akan terjadi gangguan pada funsgi
penciuman serta halusinasi auditorik dan afasia sensorik. Hal ini logis bila
dikaitkan dengan fungsi unkus sebagai pusat penciuman dan lobus
temporalis sebagai pusat pendengaran. Gejala tumor lobus temporalis
antara lain disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, defisit lapangan
pandang homonim, perubahan kepribadian, disfungsi memori dan kejang
parsial kompleks (Saanin, 2004, Bradley, 2000).
4. Tumor di lobus parietalis

30

Tumor pada lobus parietalis dapat merangsang daerah sensorik. Jika


tumor sudah menimbulkan destruksi strukturil, maka segala macam perasa
pada daerah tubuh kontralateral yang bersangkutan tidak dapat dikenali
dan dirasakan. Han ini akan menimbulkan astereognosia dan ataksia
sensorik. Bila bagian dalam parietalis yang terkena, maka akan timbul
gejala yang disebut thalamic over-reaction, yaitu reaksi yang berlebihan
terhadap rangsang protopatik. Selain itu, dapat terjadi lesi yang
menyebabkan terputusnya optic radiation sehingga dapat timbul
hemianopsia Daerah posterior dari lobus parietalis yang berdampingan
dengan lobus temporalis dan lobus oksipitalis merupakan daerah penting
bagi keutuhan fungsi luhur sehingga destruksi pada daerah tersebut akan
menyebabkan agnosia (hilangnya kemampuan untuk mengenali rangsang
sensorik) dan afasia sensorik, serta apraksia (kegagalan untuk melakukan
gerakan-gerakan yang bertujuan walaupun tidak ada gangguan sensorik
dan motorik). Tumor hemisfer dominan menyebabkan afasia, gangguan
sensoris dan berkurangnya konsentrasi yang merupakan gejala utama
tumor lobus parietal. Adapun gejala yang lain diantaranya disfungsi
traktus kortikospinal kontralateral, hemianopsia/ quadrianopsia inferior
homonim kontralateral dan simple motor atau kejang sensoris (Saanin,
2004, Bradley, 2000).
5. Tumor pada lobus oksipitalis
Tumor pada lobus ini jarang ditemui. Bila ada, maka gejala yang
muncul biasanya adalah sakit kepala di daerah oksiput. Kemudian dapat
disusul dengan gangguan medan penglihatan.
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang
kongruen. Kejang fokal lobus oksipital sering ditandai dengan persepsi

31

kontralateral episodik terhadap cahaya senter, warna atau pada bentuk


geometri (Saanin, 2004, Bradley, 2000)
.
6. Tumor pada korpus kalosum
Sindroma pada korpus kalosum meliputi gangguan mental, terutama
menjadi cepat lupa sehingga melupakan sakit kepala yang baru dialami
dan mereda. Demensia uga akan sering timbul dosertai kejang tergantung
pada lokasi dan luar tumor yang menduduki korpus kalosum (Saanin,
2004, Bradley, 2000).
7. Tumor pada Ventrikel Tiga dan Regio Pineal
Tumor di dalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat
ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. Perubahan
posisi dapat meningkatkan tekanan ventrikel sehingga terjadi sakit kepala
berat pada daerah frontal dan verteks, muntah dan kadang-kadang
pingsan. Hal ini juga menyebabkan gangguan ingatan, diabetes insipidus,
amenorea, galaktorea dan gangguan pengecapan dan pengaturan suhu
(Saanin, 2004, Bradley, 2000).
8. Tumor Batang Otak
Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan
pandang, nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada
ventrikel empat menyebabkan hidrosepalus obstruktif dan menimbulkan
gejala-gejala umum (Saanin, 2004, Bradley, 2000).
9. Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala
yang sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan
nistagmus mungkin menonjol.
Diagnosis

32

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Rontgen tulang
tengkorak dan otak hanya memberikan sedikit gambaran mengenai tumor otak. Semua jenis tumor
otak biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI, yang juga bisa menentukan ukuran dan letaknya
yang pasti. Tumor hipofisa biasanya ditemukan jika telah menekan saraf penglihatan. Pemeriksaan
darah menunjukkan kadar hormon hipofisa yang abnormal dan tumor biasanya bisa didiagnosis
dengan CT scan atau MRI.
Biopsi dilakukan untuk menentukan jenis tumor dan sifatnya (ganas atau jinak). Kadang
pemeriksaan mikroskopik dari cairan serebrospinal yang diperoleh melalui pungsi lumbal, bisa
menunjukkan adanya sel-sel kanker.
Jika terdapat peningkatan tekanan di dalam tengkorak, maka tidak dapat dilakukan pungsi lumbal
karena perubahan tekanan yang tiba-tiba bisa menyebabkan herniasi. Pada herniasi, tekanan yang
meningkat di dalam tengkorak mendorong jaringan otak ke bawah melalui lubang sempit di dasar
tengkorak, sehingga menekan otak bagian bawah (batang otak). Sebagai akibatnya, fungsi yang
dikendalikan oleh batang otak (pernafasan, denyut jantung dan tekanan darah) akan mengalami
gangguan. Jika tidak segera diatasi, herniasi bisa menyebabkan koma dan kematian.

B. Pemeriksaan Penunjang
Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik untuk
memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.
1) Elektroensefalografi (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
2) Foto polos kepala
Foto toraks dan LED: Tingginya insidens tumor metastatik menyebabkan pemeriksaan
ini diwajibkan pada pasien yang diduga dengan tumor intrakranial.
- Lesi Osteolitik
tumor tulang primer atau sekunder, dermoid/epidermoid, khordoma, karsinoma
nasofaringeal, mieloma, retikulosis
33

- Tanda Peninggian TIK


diastasis sutura (pada bayi), gambaran 'beaten brass', nilainya terbatas karena bisa
terjadi secara normal pada anak-anak dan beberapa orang dewasa, erosi klinoid
posterior (mungkin juga terjadi akibat tekanan lokal, misalnya kraniofaringioma,
pergeseran pineal (pastikan bukan karena rotasi film)
3) CT scanning dan
4) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
CT scan dan MRI memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur
investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda
penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau
gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.
Gambaran CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa
massa yang mendorong struktur otak isekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi
jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi,
perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya
yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu
pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.
Penilaian CT Scan pada tumor otak

Tanda proses desak ruang yaitu adanya pendorongan struktur garis tengah dan
penekanan dan perubahan bentuk ventrikel

Kelainan densitas pada lesi: hipodens, hiperdens atau kombinasi,


kalsifikasi, perdarahan

Udem perifokal
5) Arteriografi
Walau angiografi bisa menampilkan blush tumor atau pergeseran pembuluh, hanya
kadang-kadang diperlukan untuk melengkapi hasil CT scan. Pada beberapa kasus
diperlukan untuk informasi prabedah seperti mengetahui pembuluh pencatu tumor,
atau terkenanya atau konstriksi pembuluh utama oleh tumor.
6) Pemeriksaan CSS

34

Pungsi lumbar kontra indikasi bila ada dugaan tumor intrakranial. Bila CSS didapat
dari sumber lain, misal drainase ventrikuler atau saat operasi pintas, pemeriksaan
sitologis mungkin akan menampilkan sel tumor.
Penanda Tumor
Usaha untuk mencari substansi yang menunjukkan pertumbuhan tumor spesifik dari darah
atau CSS terbatas pada hubungan antara peninggian alfa feto protein dan gonadotrofin
khorionik manusia dengan germinoma

ventrikel

ketiga yang membantu diagnosis.

Perkembangan antibodi monoklonal, dengan perbaikan pada sensitivitasnya mungkin


memberikan pendekatan yang

bermanfaat untuk

lokalisasi tumor serta identifikasinya

dimasa yang akan datang.


Diagnosa Banding
Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan intrakranial,
kejang dan tanda deficit neurologik fokal yang progresif. Setiap proses desak ruang di otak
dapat menimbulkan gejala di atas, sehingga agak sukar membedakan tumor otak dengan
beberapa hal berikut :
- Abses intraserebral
- Epidural hematom
- Hipertensi intrakranial benigna
- Meningitis kronik.

C. Tatalaksana
Penanganan yang terbaik untuk peningkatan ICP adalah pengangkatan dari lesi
penyebabnya seperti tumor, hidrosefalus, dan hematoma. Peningkatan ICP pasca
operasi jarang terjadi hari-hari ini dengan meningkatnya penggunaan mikroskop dan
teknik khusus untuk menghindari pengangkatan otak. Peningkatan ICP adalah sebuah
fenomena sementara yang berlangsung untuk waktu yang singkat kecuali ada cedera
35

sekunder segar karena hipoksia, bekuan atau gangguan elektrolit. Pengobatan ditujukan
untuk mencegah peristiwa sekunder. ICP klinis dan pemantauan akan membantu.
Berikut merupakan tindakan yang dapat dilakukan (Widjoseno, 2004, Eccher,2004 ).
Trauma
1. Penanganan Primer
Tindakan utama untuk peningkatan ICP adalah untuk mengamankan ABCDE
(primary survey) pada pasien. Banyak pasien dengan peningkatan ICP
memerlukan intubasi. Pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus diintubasi
untuk melindungi airway. Yang menjadi perhatian utama pada pemasangan
intubasi ini adalah intubasi ini mampu memberikan ventilasi tekanan positif yang
kemudian dapat meningkatkan tekanan vena sentral yang kemudian akan
menghasilkan inhibisi aliran balik vena sehingga akan meningkatkan ICP (Kaye,
2005, Eccher,2004 ).
Hati-hati dalam memperhatikan gizi, elektrolit, fungsi kandung kemih dan
usus. Pengobatan yang tepat untuk infeksi berupa pemberian antibiotik harus
dilaksanakan dengan segera. Pemberian analgesia yang memadai harus diberikan
walaupun pasien dalam kondisi di bawah sadar (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
Posisi kepala pasien juga harus diperhatikan. Elevasi pada kepala dapat
menurunkan ICP pada komdisi normal dan pada pasien dengan cedera kepala
melalui mekanisme penurunan tekanan hidrostatis CSF yang akan menghasilkan
aliran balik vena. Sudut yang dianjurkan dan umumnya digunakan untuk elevasi
pada kepala adalah 30o. Pasien harus diposisikan dengan kepala menghadap lurus
ke depan karena apabila kepala pasien menghadap ke salah satu sisinya dan
disertai dengan fleksi pada leher akan meynebabkan penekanan pada vena
jugularis interna dan memperlambat aliran balik vena (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
Hipoksia sistemik, gangguan hemodinamik dan gangguan pada autoregulasi
yang kemudian disertai dengan kejang dapat membahayakan kondisi pasien
dengan peningkatan ICP. Sehingga banyak praktisi kesehatan yang kemudian
menggunakan terapi profilaksis fenitoin, terutama pada pasien dengan cedera
kepala, perdarahan subaraknoid, perdarahan intrakranial, dan kondisi yang
lainnya. Penggunaan fenitoin sebagai profilaksis pada pasein dengan tumor otak
dapat menghasilkan penurunan resiko untuk terjadinya kejang, tapi dengan efek
samping yang juga cukup besar (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
36

2. Penanganan Sekunder

Hiperventilasi digunakan pada pasien dengan skor GCS yang lebih dari 5.
Pembuluh darah otak merespon dengan cepat pada perubahan PaCO2.
PaCO2 yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi, yang kemudian
akan mengurangi komponen darah dalam volume intrakranial, dimana
peningkatan PaCO2 menyebabkan vasodilatasi. Hiperventilasi bertujuan
menjaga agar PaCO2 berada pada level 25 30 mm Hg sehingga CBF
akan turun dan volume darah otak berkurang dan dengan demikian
mengurangi ICP. Hiperventilasi yang berkepanjangan harus dihindari dan
menjadi tidak efektif setelah sekitar 24 jam. Kecenderungannya adalah
untuk menjaga ventilasi normal dengan PaCO2 di kisaran 30 35 mmHg
dan PaO2 dari 120-140 mmHg. Ketikaa ada pemburukan klinis seperti
dilatasi pupil atau tekanan nadi melebar, hiperventilasi dapat dilakukan
(sebaiknya dengan Ambu bag) sampai ICP turun. Hyper barik O2,
hipotermia masih dalam tahap percobaan, terutama di Jepang. Mereka
pada dasarnya menyebabkan vasokonstriksi serebral dan mengurangi
volume darah otak dan ICP (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).

Osmotherapi berguna dalam tahap edema sitotoksik, ketika permeabilitas


kapiler yang masih baik, dengan meningkatkan osmolalitas serum. Manitol
masih merupakan obat yang baik untuk mengurangi ICP, tetapi hanya jika
digunakan dengan benar: itu adalah diuretik osmotik yang paling umum
digunakan. Hal ini juga dapat bertindak sebagai scavenger radikal bebas.
Manitol tidak inert dan tidak berbahaya. Gliserol dan urea merupak
golongan yang jarang digunakan hari ini. Beberapa teori telah
dikemukakan mengenai mekanisme yang mengurangi ICP (Kaye, 2005,
Eccher,2004 ).
a. Dengan meningkatkan fleksibilitas

eritrosit, yang menurunkan

viskositas darah dan menyebabkan vasokonstriksi yang mengurangi


volume darah otak dan menurunkan ICP dan dapat mengurangi
produksi CSF oleh pleksus choroideus. Dalam dosis kecil dapat

37

melindungi otak dari iskemik karena fleksibilitas eritrosit meningkat


(Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
b. Efek diuretik terutama di sekitar lesi, di mana integritas sawar darah
otak terganggu dan tidak ada pengaruh yang signifikan pada otak
normal. Lesi intraaxial merespon lebih baik dari lesi ekstra aksial
(Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
3. Barbiturat dapat menurunkan ICP ketika tindakan-tindakan lain gagal, tetapi tidak
memiliki nilai profilaksis. Mereka menghambat peroksidasi lipid dimediasi radikal
bebas dan menekan metabolisme serebral; persyaratan metabolisme otak dan
dengan demikian volume darah otak yang berkurang mengakibatkan penurunan
ICP. Fenobarbital yang paling banyak digunakan. Dosis 10 mg / kg pemuatan
lebih dari 30 menit dan 1-3mg/kg setiap jam secara luas digunakan. Fasilitas untuk
memantau dekat ICP dan ketidakstabilan hemodinamik harus menemani setiap
terapi obat tidur (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
4. Dosis tinggi terapi steroid sangat populer beberapa tahun yang lalu dan masih
digunakan oleh beberapa ahli. Ini mengembalikan integritas dinding sel dan
membantu dalam pemulihan dan mengurangi edema. Barbiturat dan agen anestesi
lain mengurangi tekanan CBF dan arteri sehingga mengurangi ICP. Selain itu
mengurangi metabolisme otak dan permintaan energi yang memfasilitasi
penyembuhan lebih baik (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
Penggunaan Koagulopati. Kerusakan parenkim otak yang berat dapat terjadi
karena adanya pelepasan thromboplastin pada jaringan diamana hal ini akan
mengaktivasi faktor instrinsik. Sindroma klinis didiagnosa dengan adanya
pemanjangan PT dan aktivasi sebagian dari nilai APTT, penurunan level
fibrinogen, peningkatan level fibrin, dan penurunan jumlah platelet. APTT yang
memanjang ditangani dengan memberikan fresh frozen plasma. Kadar Fibrinogen
di bawah 150 mg/dL memerlukan penanganan berupa pemberian krioprecipitate.
Pemberian platelet harus dilakukan untuk mengobati nyeri kepala pada pasien
dengan jumlah platelet yang kurang dari 100.000/ml bila waktu perdarahan
memanjang (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
5. Intervensi bedah
38

Tekanan intrakranial (intracranial pressure, ICP) dapat diukur secara


kontinu dengan menggunakan transduser intrakranial. Kateter dapat dimasukkan
ke dlam entrikel lateral dan dapat digunakan untuk mengeluarkan CSF dengan
tujuan

untuk

mengurangi

ICP. Drain

tipe

ini

dikenal

dengan

EVD

(ekstraventicular drain). Pada situasi yang jarang terjadi dimana CSf dalam jumlah
sedikit dapat dikeluarkan untuk mengurangi ICP, Drainase ICP melalui punksi
lumbal dapat digunakan sebagai suatu tindakan pengobatan (Eccher,2004 ,Gulli.
Dkk, 2010).
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan
hematom di di dalam ruangan intrakranial dan untuk mengurangi tekanan
intrakranial dari bagian otak dengan cara membuat suatu lubang pada tulang
tengkorak kepala. Kranioektomi adalah suatu tindakan radikal yang dilakukan
sebagai penanganan untuk peningkatan tekanan intrakranial, dimana dilakukan
pengangkatan bagian tertentu dari tulang tengkorak kepala dan duramater
dibebaskan agar otak dapat membesar tanpa adanya herniasi. Bagian dari tulang
tengkorak kepala yang diangkat ini desebut dengan bone flap. Bone flap ini dapat
disimpan pada perut pasien dan dapat dipasang kembali ketika penyebab dari
peningkatan ICP tersebut telah disingkirkan. Material sintetik digunakan sebagai
pengganti dari bagian tulang tengkorak yang diangkat. Tindakan pemasangan
material sintetik ini dkenal dengan cranioplasty (Eccher,2004 ,Gulli. Dkk, 2010).
Kraniotomi adalah salah satu bentuk dari operasi pada otak. Operasi ini
paling banyak digunakan dalam operasi untuk mengangkat tumor pada otak.
Operasi ini juga sering digunakan untuk mengangkat bekuan darah (hematom),
untuk mengontrol perdarahan, aneurisma otak, abses otak, memperbaiki
malformasi arteri vena, mengurangi tekanan intrakranial, atau biopsi (Gulli. Dkk,
2010).
Sebelum melakukan tindakan kraniotomi, terlebih dahulu harus dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk memastikan penyebab dan lokasi dari lesi di otak.
Oleh karena itu dilakuakn neuroimaging. Neuroimaging yang dapat dilakukan
adalah (Eccher,2004 ,Gulli. Dkk, 2010):

CT scan

MRI

Arteriogram
39

Pasien yang akan dilakuakn tindakan kraniotomi dapat diberikan


pengobatan terlebih dahulu untuk mengurangi rasa cemas dan mengurangi resiko
terjadinya kejang, edema, dan infeksi setelah operasi. Obata-obatan seperti
heparin, aspirin dan golongan NSAID memiliki hubungan dengan meningkatnya
bekuan darah yang terjadi pasca operasi. Obat-obatan ini harus disuntikkan 7 hari
sebelum operasi agar efeknya hilang sebelum operasi dilakukan.Sebagai
tambahan, dibutuhkan pemeriksaan laboratorium yang rutin atau yang khusus
sesuai dengan kebutuhan. Pasien tidak boleh makan dan minum 6-8 jam sebelum
operasi dan kepala pasien harus dicukur sesaat sebelum operasi dimulai
(Eccher,2004 ,Gulli. Dkk, 2010).
Ada dua metode yang umumnya digunakan untuk membuka tengkorak.
Insisi dibuat pada daerah leher di sekitar os. Occipital atau insisi melengkung yang
dibuat di bagian depan telinga yang melengkung ke atas mata. Insisi dilakukan
hingga sejauh membran tipis yang membungkus tulang tengkorak kepala. Selama
insisi dilakukan, ahli bedah harus menutup pembuluh darah kecil sebanyak
mungkin. Hal ini dikarenakan scalp merupakan daerah yang kaya akan suplai
darah (Eccher,2004 ,Gulli. Dkk, 2010).
Scalp ditarik ke belakang agar tulang dapat terlihat. Dengan menggunakan
bor kecepatan tinggi, dilakukan pengeboran mengikuti pola lubang dan lakukan
pemotongan mengikuti pola lubang yang telah ada hingga bone flap dapat
diangkat. Hal ini akan memberikan akses ke dalam kraium dan memudahkan
untuk melakukan operasi di dalam otak. Setelah mengangkat lesi di dalam otak
atau setelah prosedur yang lainnya selesai, tulang dikembalikan ke posisi semula
dengan menggunakan kawat halus. Membran, otot, dan kulit dijahit dalam
posisinya. Apabila lesinya adalah suatu aneurisma, maka arteri yang terlibat
diklem. Apabila lesinya adalah tumor, sebanyak mungkin bagian dari tumor ini
diangkat. Untuk kelainan malformasi arteri vena, kelainannya dipotong kemudian
disambung kembali dengan pembuluh darah yang normal (Eccher,2004 ,Gulli.
Dkk, 2010).
Hidrosepalus
Tindakan bedah pada hidrosefalus sesungguhnya telah dirintis sejak beberapa
abad yang silam oleh Ferguson pada tahun 1898 berupa membuat shunt atau pintasan
untuk mengalirkan cairan otak di ruang tengkorak yang tersumbat ke tempat lain
40

dengan menggunakan alat sejenis kateter berdiameter kecil. Cara mekanik ini terus
berkembang, seperti Matson (1951) menciptakan pintasan dari rongga ventrikel ke
saluran kencing (ventrikulo ureter), Ransohoff (1954) mengembangkan pintasan dari
rongga ventrikel ke rongga dada (ventrikulo-pleural). Selanjutnya, Holter (1952),
Scott (1955), dan Anthony J Raimondi (1972) memperkenalkan pintasan ke arah
ruang jantung atria (ventrikulo-atrial) dan ke rongga perut (ventrikulo-peritoneal)
yang alirannya searah dengan menggunakan katup pengaman.Teknologi pintasan terus
berkembang dengan ditemukan bahan-bahan yang inert seperti silikon yang
sebelumnya menggunakan bahan polietilen. Hal itu penting karena selang pintasan itu
ditanam di jaringan otak, kulit, dan rongga perut dalam waktu yang lama bahkan
seumur hidup penderita sehingga perlu dihindarkan efek reaksi penolakan oleh tubuh.
Tindakan dilakukan terhadap penderita yang telah dibius total, ada sayatan kecil di
daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak yang
selanjutnya selang pintasan ventrikel di pasang, disusul kemudian dibuat sayatan kecil
di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan rongga perut antara
kedua ujung selang tersebut dihubungkan dengan sebuah selang pintasan yang
ditanam di bawah kulit sehingga tidak terlihat dari luar (Rosmini, 2008).
D. Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang
sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa survivalnya
relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah
75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor
dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10%
meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.
Untuk tumor ini, teknik bedah dan pendekatan mungkin memerlukan reevaluasi, dan
pengobatan alternatif atau terapi multimodal memerlukan investigasi lebih lanjut.
Sejak 20 tahun lalu meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah
dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada invasi dan kerusakan
tulang tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi pada jaringan otak. Angka kematian
(mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan
pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil.
41

Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (19421946) adalah 7.9% dan
(19571966) adalah 8.5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu
yaitu perdarahan dan edema otak.

DAFTAR PUSTAKA
Black, Peter, et al. 2007. Meningiomas: Science and Surgery. Clinical Neurosurgery. Vol: 54
chapter 16 p. 91-99.
Fauziyah, B., Widjaja, D. Meningioma Intrakranial, Cermin Dunia Kedokteran No. 16, 1979
hal. 37-42.
Haslam, Robert H.A. Sistim saraf. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3. Ed 15.
Jakarta: EGC, 2000: hlm 2106-2115
Ismael, Sofyan. Peninggian Tekanan Intrakranial. Dalam: Buku Ajar Neurologi Anak.
Jakarta: IDAI, 1999: hlm 60-77.
Louis,D., et al, Meningeal tumours in: WHO Classification of Tumor of The Central Nervous
System, International Agency for Research on Cancer, 4th ed, Lyon, 2007; 164,167-169
Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
Lumongga F. Meninges dan cerebrospinal fluid, USU Repository, 2008.

42

Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. : Fakultas Kedokteran Universtas


Indonesia; 2003. Hal 393-4.
Snell, Richard S. Kepala dan Leher. Dalam: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.
Ed 6. Jakarta: EGC, 2006: hlm 740-766
Robins, Kumar, Cotran. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007 h. 928-34.

43

Anda mungkin juga menyukai