Anda di halaman 1dari 7

Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme.

Eliminasi urinenormalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini


sangat bergantung padafungsi-fungsi organ
eliminasi seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra. (A.Aziz, 2008 :62).
PROSES BERKEMIH
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih).Vesika
urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi 250 - 450
cc(pada dewasa) dan 200 - 250 cc (pada anak-anak). (A.Aziz, 2008 :
63)Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapatmeni
mbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika urinaria. Kemudianrangsang
an tersebut diteruskan melali medulla spinalis ke pusat pengontrol
berkemihyang terdapat di korterks serebral. Selanjutnya otak memberikan impuls/ra
gsanganmelalui medulla spinalis neuromotoris di daerah sakral, kemudian terjadi
koneksi ototdetrusor dan relaksasi otot sphincter internal. (A.Aziz, 2008 : 63)Urine
dilepaskan dari vesika urinaria tetapi masih tertahan sphincter eksternal. Jika
waktudan tempat memungkinkan akan menyebabkan relaksasi sphincter eksternal
dan urinekemungkinan dikeluarkan (berkemih). (A.Aziz, 2008 : 64)
Ciri-ciri urine yang normal
Jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari, tetapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah
cairanyang dimasukan. Banyaknya bertambah pula bila terlampau banyak makan
makananyang mengandung protein, sehingga tersedia cukup cairan yang
melarutkan
ureanya.Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, tetapi adakalanya jonjot le
ndir tipistampak terapung di dalamnya, baunya tajam, reaksinya sedikit asam
terhadap lakmusdengan PH rata-rata 6, berat jenis berkisar dari 1,010 sampai 1,025
(Pearce, 2009 : 305)
Komposisi urine normal:Air (96%)Larutan (4%)a.
Larutan organik : urea, ammonia, kreatin, dan asam urat. b.
Larutan anorganik : natrium (sodium), klorida, kalium (potassium), sulfat,
magnesium,fosfor. Natrium klorida merupakan garam yang paling banyak. (A.Aziz,
2008 : 306)

Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine


a)

Diet dan asupan (intake).

Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output
urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu
minum kopi dapat meningkatkan pembentukan urine. (A.Aziz, 2008 : 64)

b)

Respons bagaimana awal berkemih.

Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine


banyak tertahan di dalam vesika urinaria, sehingga mempengaruhi ukuran vesika
urinaria dan jumlah pengeluaran urine. (A.Aziz, 2008 : 64)

c)

Gaya hidup.

Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal


ini terkait dengan tersedianya toilet. (A.Aziz, 2008 : 64)

d)

Stress psikologis.

Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini


karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang
diproduksi. (A.Aziz, 2008 : 64)

e)

Tingkat aktivitas.

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sphincter. Kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus
otot vesika urinaria dapat menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih
menurun. (A.Aziz, 2008 : 64)

f)

Tingkat perkembangan.

Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi pola berkemih.


Hal tersebut dapat ditimbulkan pada anak, yang lebih memiliki kesulitan untuk
mengontrol buang air kecil. Namun, kemampuan dalam mengontrol buang air kecil
meningkat dengan bertambahnya usia. (A.Aziz, 2008 : 65)

g)

Kondisi penyakit.

Kondisi penyakitt dapat mempeengaruhi produksi urine, seperti diabetes meelitus.


(A.Aziz, 2008 : 65)

h)

Sosiokultural.

Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti


adanya kultur masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat
tertentu. (A.Aziz, 2008 : 65)

i)

Kebiasaan seseorang.

Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya memiliki kesulitan


untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit. (A.Aziz,
2008 : 65)

j)

Tonus otot.

Tonus otot yang berperann penting dalam membantu proses berkemih adalah otot
kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine. (A.Aziz, 2008 : 65)

k)

Pembedahan.

Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari


pemberian obat anstesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
(A.Aziz, 2008 : 65)

l)

Pengobatan.

Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan


atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian obat diuretic dapat
meningkatkan jumlah urine, sedangkan obat antikolinergik dan anti hipertensi dapat
menyebabkan retensi uine. (A.Aziz, 2008 : 65)

m)

Pemeriksaan diagnostik.

Pemeeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi urine,


khususnya prosedur-pprosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan
saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat
membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine. Selain itu tindakan
sisteskopi dapat menimbulkan edema local pada uretra.
(A.Aziz, 2008 : 65)
1.7 Gangguan/Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine
a)

Retensi urine.

Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat


ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini
menyebabkan distensia vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan
distensi vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3.000 4.000 ml urine.
(A.Aziz, 2008 : 66)

Retensi urine post partum dapat terjadi pada pasien yang mengalami kelahiran
normal sebagai akibat dari peregangan atau trauma dari dasar kandung kemih
dengan edema trigonum. Faktor-faktor predisposisi lainnya dari retensio urine
meliputi epidural anestesia, pada gangguan sementara kontrol saraf kandung kemih
, dan trauma traktus genitalis, khususnya pada hematoma yang besar, dan sectio
cesaria. (www.jevuska.com)

Retensi postpartum paling sering terjadi. Setelah terjadi kelahiran pervaginam


spontan, disfungsi kandung kemih terjadi 9-14 % pasien; setelah kelahiran
menggunakan forcep, angka ini meningkat menjadi 38 %. Retensi ini biasanya
terjadi akibat dari dissinergis antara otot detrusor-sphincter dengan relaksasi uretra
yang tidak sempurna yang kemudian menyebabkan nyeri dan edema. Sebaliknya
pasien yang tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya setelah sectio cesaria
biasanya akibat dari tidak berkontraksi dan kurang aktifnya otot detrusor.
(www.jevuska.com)

Ketika kandung kemih menjadi sangat mennggembung diperlukan kateterisasi,


kateter folley ditinggal dalam kanndung kemih selama 24 48 jam untuk menjaga
kandung kemih tetap kosong dann memungkinkan kandung kemih menemukan
kembali tonus normal dan sensasi. (www.jevuska.com)
Tanda klinis retensi :

Ketidaknyamanan daerah pubis.

Distensi vesika urinaria.

Ketidaksanggupan untuk berkemih.

Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml).

Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya.

Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.

Adanya urine sebanyak 3.000- 4.000 ml dalam kandung kemih.

Penyebab :

Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis, vesika urinaria.

Trauma sumsum tulang belakang.

Tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah.

Sphincter yang kuat.

Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat).

(A.Aziz, 2008 : 66)

b)

Inkontinensia urine.

Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal


sementara atau menetap untuk menetap unttuk mengontrol ekskresi urine. Secara
umum penyebab dari inkontinensia urine adalah: proses penuaan (aging process),
pembesaran kelenjar prostat, serta penurunan kesadaran, serta penggunaan obat
narkotik. (A.Aziz, 2008 : 66)

c)

Enuresis.

Enuresis merupakan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak mampu


mengontrol sphincter eksterna. Biasanya enurisis terjadi pada anak atau orang
jompo. Umumnya enurisis terjadi pada malam hari.
Faktor penyebab enurisis :
a.

Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal.

b.
Anak-anak yang tidurnya bersuara dari tanda-tanda dari indikasi keinginan
berkemih tidak diketahui. Hal itu mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk
untuk ke kamar mandi.
c.
Vesika urinaria peka rangsang, dan seterusnya, tidak dapat menampung urine
dalam jumlah besar.
d.

Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah.

e.
Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi
kebiasaannya tanpa dibantu dengan mendidiknya.
f.

Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neurologis sistem perkemihan.

g.

Makanan yang banyak mengandung garam mineral.

h.

Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi.

(A.Aziz, 2008 : 67)

d)

Perubahan pola eliminasi urine.

Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami


gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik,
sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas :

Frekuensi.

Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalm sehari. Peningkatan


frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi
yang tinggi ttanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan sistisis. Frekuensi
tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan stress/hamil. (A.Aziz, 2008 : 67)

Urgensi.

Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak
berkemih. Pada umumnya anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalm
mengontrol sphincter eksternal. Biasanya perasaan ingin segera berkemih terjadi
pada anak karena kurangnya kemampuan pengontrolan pada sphincter. (A.Aziz,
2008 : 67)

Disuria.

Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan
pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra. (A.Aziz, 2008:67)

Poliuria.

Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa
adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, ditemukan pada penyakit diabetes
dan GGK. (A.Aziz, 2008 : 67)

Urinari Supresi.

Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urie secara mendadak. Secara normal,
urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60 120 ml/jam secara terus menerus.
(A.Aziz, 2008 : 67)

Hidayat, A.Aziz, dkk. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta : EGC
Hidayat, A.Aziz, dkk. 2008. Ketrampilan Dasar Praktek Klinik Untuk Kebidanan Edisi
2. Jakarta: Salemba Medika
Baradero, M. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia
Potte, P.A dan Perry. A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai