Anda di halaman 1dari 19

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

Pengolahan Sinyal Digital: Dari sampling hingga windowing.

Nizar Septian
1111097000034

Pengolahan Sinyal
Pada bagian ini penulis ditugaskan untuk merekam suara Bismillahirrahmanirrahiim pada
tempat terbuka dan tertutup. Dari suara yang telah direkam, ditampilkan gambar sinyalnya. Langkah
kerjanya sebagai berikut:

Direkam suara Bismillahirrahmanirrahiim pada ruangan terbuka, kemudian direkam


kembali di ruangan tertutup, sehingga penulis memiliki dua berkas rekaman dalam ekstensi
WAV yang masing-masing direkam selama 5 detik.
Dikonversi berkas rekaman dengan ekstensi yang sama, hanya saja sample rate(Fs)-nya diubah
menjadi 44,1 KHz dan 16 KHz. Sehingga penulis memiliki empat berkas, yaitu suara pada
ruangan terbuka dan tertutup masing-masing dengan Fs = 44,1 KHz dan suara pada ruangan
terbuka dan tertutup dengan Fs = 16 KHz.
Kemudian empat berkas suara tersebut dipindahkan ke dalam map (folder) dokumen matlab
yaitu C:\Users\Nizar\Documents\MATLAB\Program_UAS.
Dibuat skrip matlab untuk mengimpor dan memplot data keempat berkas suara yang
disimpan pada map yang sama dengan keempat berkas tersebut.
Isi skrip matlab:
[y,fsb] = wavread('terbuka44.wav');
subplot(4,1,1);plot(y);
title('Sinyal suara bismillah di ruang
[x,fst] = wavread('tertutup44.wav');
subplot(4,1,2);plot(x);
title('Sinyal suara bismillah di ruang
[z,fsb1] = wavread('terbuka16.wav');
subplot(4,1,3);plot(z);
title('Sinyal suara bismillah di ruang
[a,fst1] = wavread('tertutup16.wav');
subplot(4,1,4);plot(a);
title('Sinyal suara bismillah di ruang

terbuka Fs = 44,1 KHz');


tertutup Fs = 44,1 KHz');
terbuka Fs = 16 KHz');
tertutup Fs = 16 KHz');

Dijalankan skrip yang telah dibuat, akan tampak gambar pada matlab seperti gambar 1.

Gambar 1 Grafik sinyal suara.

Dari gambar 1, dapat dilihat perbedaan sinyal keempat berkas suara. Jika dilihat secara sekilas,
sinyal suara pada ruangan terbuka dengan tertutup memiliki perbedaan pada puncak-puncaknya.

Jumlah puncak-puncak yang besar pada ruangan terbuka lebih banyak daripada puncak-puncak pada
ruangan tertutup. Hal ini menunjukkan banyaknya suara eksternal yang terekam pada ruangan
terbuka. Untuk masing-masing sinyal amplitudonya tidak lebih dari 1.

Gambar 2 Workspace pada matlab

Pada gambar 1, dapat dilihat pula perbedaan jumlah data pada kedua suara masing-masing
= 44,1 dengan Fs = 16 KHz. Axis vertikal pada = 44,1 menunjukkan nilai maksimum
2,5. 105 dan menunjukkan nilai maksimum 9.104 pada Fs = 16 KHz. Hal ini menunjukkan jumlah data
pada = 44,1 lebih banyak daripada jumlah data pada = 16 sesuai dengan hubungan
= . Jumlah data secara terinci dapat dilihat pada gambar 2 (y: terbuka 44,1;
x: tertutup 44,1; z: terbuka 16; a: tertutup 16). Dengan hubungan antara sample rate dengan jumlah
data, maka dapat ditentukan waktu rekam yang lebih terinci. Hal ini ditunjukkan pada tabel 1.
Sample rate ()
KHz
44,1
16
44,1
16

Jenis sinyal
Terbuka
Tertutup

Jumlah data ()
235638
85486
242038
87808

Waktu ()
detik
5,3
5,3
5,5
5,5

Tabel 1 Spesifikasi masing-masing sinyal suara.

Dari tabel 1, dapat disimpulkan bahwa waktu rekam sinyal pada ruang terbuka adalah 5,3 detik dan
waktu rekam sinyal pada ruang tertutup adalah 5,5 detik dengan masing-masing ketelitian nilai 1
angka di belakang koma.

FAST FOURIER TRANSFORM


Pada bagian ini penulis ditugaskan untuk menganalisis hasil transformasi Fourier dari sinyal
yang telah direkam sebelumnya. Transformasi Fourier adalah transformasi persamaan secara
matematis yang dapat merepresentasikan sinyal pada domain waktu ke dalam domain frekuensi.
Disebabkan dalam pengolahan sinyal digital sinyal harus bersifat diskrit, maka digunakan transformasi
Fourier Diskrit (DFT). Secara matematis DFT dapat dituliskan:
1

() = ()exp(
0

Dengan:
k: bilangan imajiner,
n: variabel diskrit dari waktu,
k: variabel diskrit dari frekuensi,
N: jumlah data.

2
)

Dalam matlab telah disediakan fungsi khusus untuk melakukan DFT yang dikenal dengan Fast Fourier
Transform (fft).
Cara Kerja:

Dibuat skrip matlab dalam bentuk fungsi yang bertugas untuk mengimpor data sekaligus
mentransformasikan sinyal dan memplotnya. Dalam hal ini fungsi ini diberikan nama fft_uas,
dengan perintah pemanggilannya fft_uas(Fs) pada jendela perintah matlab.
Isi skrip:
function fft_uas(fs)
clf;
[y] = wavread('terbuka44.wav');
dt = [0:length(y)-1]/fs;
Y = fft(y);
df = fs*[0:length(Y)-1]/length(Y);
subplot(2,1,1); plot(dt,y);
title(['Sinyal suara pada ruang terbuka dengan Fs = ',num2str(fs),'
Hz']);
xlabel('waktu');
ylabel('amplitudo');
subplot(2,1,2); plot(df,abs(Y));
title(['Hasil fft sinyal suara pada ruang terbuka dengan Fs =
',num2str(fs),' Hz']);
xlabel('frekuensi');
ylabel('amplitudo');

Dijalankan skrip tersebut. Ditampilkan grafik sinyal beserta hasil fft dengan = 8 dengan
perintah fft_uas(8000), kemudian akan tampil grafik yang ditunjukkan pada gambar 3.

Gambar 3 Sinyal suara pada ruang terbuka dengan Fs = 8 KHz. Atas: Sinyal suara pada ruang terbuka, bawah: hasil fft dari
sinyal atas.

Dari gambar 3 dapat dilihat perbedaan yang sangat mencolok antara sinyal dengan hasil fftnya. Grafik atas menunjukkan plot amplitudo sinyal dalam domain waktu. Setelah ditransformasikan,
amplitudo-amplitudo sinyal tersebut diubah ke dalam bentuk spektrum dalam domain frekuensi,
gambar spektrum ini dapat dilihat pada gambar 3 bagian bawah. Dapat dilihat pada bagian bawah
frekuensi tertinggi dari sinyal suara yang direkam pada ruang terbuka adalah sekitar 2000 Hz jika =
8 dan amplitudo spektrum sekitar 2500. Spektrum yang penting (berguna) hanyalah bagian kiri,

yang bagian kanan dapat diabaikan untuk kemudahan dalam pemrosesan sinyal, sebab spektrum
bagian kanan hanyalah cerminan dari spektrum bagian kiri. Maka spektrum hasil fft bisa diambil hanya
sampai setengah jumlah datanya saja.

Divariasikan Fs menjadi 10000; 14000; 16000; 24000; 44000 Hz. Gambar sinyal dan hasil fft untuk
masing-masing Fs ditunjukkan pada gambar 4 sampai gambar 8.

Gambar 4 Sinyal suara direkam pada ruang terbuka dengan Fs = 10 KHz.

Gambar 5 Sinyal suara direkam pada ruang terbuka dengan Fs = 14 KHz.

Gambar 6 Sinyal suara direkam pada ruang terbuka dengan Fs = 16 KHz.

Gambar 7 Sinyal suara direkam pada ruang terbuka dengan Fs = 24 KHz.

Gambar 8 Sinyal suara direkam pada ruang terbuka dengan Fs = 44 KHz.

Divariasikan Fs menjadi 7000; 6000; 5000 Hz. Gambar sinyal dan hasil fft untuk masing-masing Fs
ditunjukkan pada gambar 9 sampai gambar 11.

Gambar 9 Sinyal suara direkam pada ruang terbuka dengan Fs = 7 KHz.

Gambar 10 Sinyal suara direkam pada ruang terbuka dengan Fs = 6 KHz.

Gambar 11 Sinyal suara direkam pada ruang terbuka dengan Fs = 5 KHz.

Jika diperhatikan pada gambar 4 sampai gambar 8, ketika Fs dinaikkan maka dapat dilihat
waktu rekam akan berkurang, yang artinya dengan jumlah data yang sama waktu suara akan lebih
sebentar. Kemudian dapat pula disimpulkan bahwa ketika Fs dinaikkan maka spektrum frekuensi akan
bergeser ke kanan yang menunjukkan frekuensi sinyal membesar. Dapat diperhatikan pula pada
gambar 9 sampai gambar 11, ketika Fs diturunkan dengan jumlah data yang sama waktu suara akan
lebih lama dan spektrum frekuensi bergeser ke kiri yang menunjukkan frekuensi mengecil. Gejala ini
dapat dengan mudah diterangkan secara matematis dengan:
= .

Maka,
= .

Dimana:
n: jumlah data,
k: jumlah gelombang (bilangan gelombang terakhir),
f: frekuensi sinyal.
Dari beberapa contoh yang telah diterapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa fft dalam DSP
sangat membantu dalam hal analisis frekuensi sinyal. Disebabkan sifat pengubahan domain waktu ke
domain frekuensi, fft dapat diterapkan sebagai filter frekuensi (low pass, high pass, band pass, band
reject) yang ideal.

LOW PASS FILTER


Pada bagian ini penulis ditugaskan untuk memfilter dan menganalisis hasil filter sinyal suara
yang direkam dengan low pass filter . Low pass filter adalah jenis filter frekuensi yang melewatkan
sinyal dengan frekuensi di bawah frekuensi cut-off.
Cara kerja:

Dibuat skrip matlab yang berfungsi mengimpor, memfilter sinyal dengan fft, dan menampilkan
grafik hasil-hasil yang didapat.
Isi skrip:
[f1,fs] = wavread('terbuka44.wav');
d = fft(f1);
s = fs*[0:length(d)-1]/length(d);
dt = [0:length(d)-1]/fs;
lf = 400;
n = fix(lf*(length(d)-1)/fs)+1;
lpf = [ones(1,n) zeros(1,length(d)-n)];
prf = d.*lpf';
hif = ifft(prf);
subplot(2,2,1);
plot(dt,y); grid;
title('Sinyal suara pada ruang terbuka');
xlabel('waktu');
ylabel('amplitudo');
subplot(2,2,2);
plot(s,abs(d));
title('Hasil fft sinyal');
xlabel('frekuensi');
ylabel('amplitudo');
subplot(2,2,3);
plot(s,lpf);
title('Low pass filter');
axis([0 500 0 2]);
subplot(2,2,4);
plot(dt,real(hif));grid;
title('Sinyal hasil filter');
xlabel('waktu');
ylabel('amplitudo');

Dijalankan skrip tersebut, kemudian akan ditampilkan gambar seperti gambar 12.

Gambar 12 Grafik proses low pass filter pada sinyal.

Pada gambar 12 dapat dilihat proses pemfilteran pada sinyal suara yang direkam pada ruang
terbuka dengan = 44,1 . Grafik pertama menunjukkan grafik sinyal suara sebelum difilter.
Grafik kedua menunjukkan grafik hasil fft dari sinyal suara sebelum difilter. Grafik ketiga menunjukkan
grafik respons impuls yang digunakan untuk low pass filter. Grafik keempat menunjukkan grafik sinyal
yang telah difilter. Grafik keempat didapat dengan cara melakukan perkalian titik hasil fft sinyal
dengan respons impuls. Hasil kali tersebut kemudian dibalikkan ke dalam domain waktu dengan
menggunakan perintah ifft.

Gambar 13 Grafik proses low pass filter pada sinyal dengan grafik pertama dan keempat diperbesar.

Jika dilihat secara sekilas grafik sinyal sebelum dan setelah terdapat sedikit perbedaan bentuk
sinyal. Tetapi tidak terlihat hal mendasar yang membedakan sinyal pada grafik pertama dengan
keempat. Jika grafik pertama dan keempat diperbesar maka akan terlihat seperti gambar 13. Dari

gambar 13 inilah baru terlihat perbedaan yang mendasar. Pada grafik keempat terlihat sudah tidak
ada lagi sinyal-sinyal rapat (frekuensi tinggi) yang ada pada grafik pertama. Hal ini menunjukkan grafik
keempat telah terfilter dengan low pass filter dengan frekuensi cut-off = 400 Hz (berdasarkan yang
dibuat pada skrip). Biasanya dalam sinyal derau (noise) sangat identik dengan bagian sinyal yang
memiliki frekuensi tinggi. Maka dari itu low pass filter bermanfaat untuk mengurangi derau.

HIGH PASS FILTER


Hampir sama dengan bagian sebelumnya, pada bagian ini penulis ditugaskan untuk memfilter
dan menganalisis hasil sinyal yang difilter, hanya saja dengan high pass filter. Kebalikkan dari low pass
filter, high pass filter (hpf) adalah jenis filter frekuensi yang melewatkan sinyal yang memiliki frekuensi
di atas frekuensi cut-off dan meredam sinyal yang memiliki frekuensi di bawahnya.
Cara kerja:

Dibuat skrip matlab yang berfungsi mengimpor, memfilter sinyal dengan fft, dan menampilkan
grafik hasil-hasil yang didapat.
Isi skrip:
[f1,fs] = wavread('terbuka44.wav');
d = fft(f1);
s = fs*[0:length(d)-1]/length(d);
dt = [0:length(d)-1]/fs;
hf1 = 2000;
n1 = fix(hf1*(length(d)-1)/fs)+1;
hpf = [zeros(1,n1) ones(1,length(d)-2*n1) zeros(1,n1)];
prf = d.*hpf';
hif = ifft(prf);
subplot(2,2,1);
plot(dt,y,'r-'); grid;
title('Sinyal suara pada ruang terbuka');
xlabel('waktu');
ylabel('amplitudo');
subplot(2,2,2);
plot(s,abs(d),'g-');
title('Hasil fft sinyal');
xlabel('frekuensi');
ylabel('amplitudo');
subplot(2,2,3);
plot(s,hpf,'b');
title('High pass filter');
subplot(2,2,4);
plot(dt,real(hif),'black');grid;
title('Sinyal hasil filter');
xlabel('waktu');
ylabel('amplitudo');

Dijalankan skrip tersebut, kemudian akan ditampilkan gambar seperti pada gambar 14.

Gambar 14 Grafik proses high pass filter pada sinyal.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, hpf adalah jenis filter yang melewatkan sinyal yang
memiliki besar frekuensi di atas frekuensi cut-off. Terlihat pada grafik pertama (sebelum difilter) dan
grafik keempat (setelah difilter) terdapat perbedaan yang sangat mencolok. Seperti pada bagian lpf,
jika grafik pertama dan keempat akan terlihat perbedaan yang mendasar. Gambar grafik pertama dan
keempat yang telah diperbesar dapat dilihat pada gambar 15. Pada gambar tersebut terlihat pada
grafik pertama terdapat sinyal dengan keadaan renggang (frekuensi rendah). Berbeda dengan grafik
keempat, sinyal dengan frekuensi rendah tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa sinyal telah difilter
dengan high pass filter dengan frekuensi cut-off = 2000 Hz (berdasarkan skrip).

Gambar 15 Grafik proses high pass filter pada sinyal dengan grafik pertama dan keempat diperbesar.

BAND PASS FILTER


Hampir sama pula dengan dua bagian sebelumnya, penulis ditugaskan untuk memfilter sinyal.
Kali ini filter yang digunakan adalah band pass filter. Band pass filter (bpf) adalah filter yang
melewatkan sinyal yang memiliki kisaran frekuensi tertentu misalnya dari 400 Hz hingga 2000 Hz,
maka sinyal yang memiliki frekuensi di bawah 400 Hz atau di atas 2000 Hz akan diredam. Secara teknis
band pass filter dapat dibuat dengan menggabungkan lpf dan hpf, dengan syarat harus >
dengan adalah frekuensi cut-off lpf dan adalah frekuensi cut-off, jika sebaliknya filter ini akan
menjadi band reject filter.
Langkah kerja:

Dibuat skrip matlab yang berfungsi mengimpor, memfilter sinyal dengan fft, dan menampilkan
grafik hasil-hasil yang didapat. Respon impuls dari band pass filter memiliki frekuensi cut-off =
2000 Hz dan = 400 Hz.
Isi skrip:
[f1,fs] = wavread('terbuka44.wav');
d = fft(f1);
s = fs*[0:length(d)-1]/length(d);
dt = [0:length(d)-1]/fs;
bpf1 = 2000;
bpf2 = 400;
n1 = fix(bpf1*(length(d)-1)/fs)+1;
n2 = fix(bpf2*(length(d)-1)/fs)+1;
bpf = [zeros(1,n2) ones(1,n1-n2) zeros(1,length(d)-2*n1) ones(1,n1-n2)
zeros(1,n2)];
prf = d.*bpf';
hif = ifft(prf);
subplot(2,2,1);
plot(dt,f1,'r-'); grid;
title('Sinyal suara pada ruang terbuka');
xlabel('waktu');
ylabel('amplitudo');
subplot(2,2,2);
plot(s,abs(d),'g-');
title('Hasil fft sinyal');
xlabel('frekuensi');
ylabel('amplitudo');
subplot(2,2,3);
plot(s,bpf,'b');
title('Band pass filter');
subplot(2,2,4);
plot(dt,real(hif),'black');grid;
title('Sinyal hasil filter');
xlabel('waktu');
ylabel('amplitudo');

Dijalankan program yang telah dibuat. Kemudian akan ditampilkan grafik seperti gambar 16. Jika
grafik pertama dan keempat diperbesar maka akan terlihat seperti gambar 17.

Gambar 16 Proses band pass filter pada sinyal.

Gambar 17 Grafik proses band pass filter pada sinyal dengan grafik pertama dan keempat diperbesar

Dapat diperhatikan pada gambar 16, bentuk sinyal berubah setelah difilter. Sebenarnya ketiga
proses filter (lpf, hpf, dan bpf) menggunakan teknik yang sama untuk pemfilteran dengan fft. Hanya
saja respons impuls yang digunakan untuk setiap filter berbeda-beda, bergantung pada frekuensi yang
ingin dilewatkan. Untuk bpf, frekuensi sinyal yang dilewatkan adalah kisaran frekuensi. Pada proses
ini sinyal yang dilewatkan adalah sinyal yang memiliki frekuensi antara 400 hingga 2000 Hz. Dapat
diamati pada gambar 17, sinyal yang bersifat terlalu renggang (frekuensi rendah) dan terlalu rapat
(frekuensi tinggi) sudah tidak ada lagi pada grafik keempat jika dibandingkan dengan grafik pertama.
Hal ini menunjukkan sinyal telah difilter dengan band pass filter.

KONVOLUSI
Konvolusi dikenal juga dengan cross corelation adalah operasi antar dua fungsi sehingga
menghasilkan fungsi ketiga yang merupakan modifikasi dari kedua fungsi aslinya. Hasil konvolusi dari
dua buah sinyal waktu diskrit, x[n] dan h[n] secara matematis dapat dituliskan:

[] = [] [] = []. [ ]
=

Dimana:
[]: hasil konvolusi,
[]: sinyal yang dikonvolusi,
[]: respons impuls.
Pada bagian ini penulis ditugaskan untuk mengurangi noise sinyal dengan menggunakan
konvolusi. Untuk menghilangkan sebuah noise, bisa digunakan sinyal respons impuls dengan
persamaan:
[] =

sin(2)

dimana:
: frekuensi cut-off
Prinsip kerjanya mirip dengan lpf pada fft. Jika respons impuls tersebut dikonvolusikan dengan
sinyal, maka akan dihasilkan sinyal baru yang bagian sinyal yang memiliki frekuensi di atas frekuensi
cut-off telah diredam. Sinyal baru ini merupakan sinyal yang noise-nya telah diredam, sebab noise
sangat identik dengan sinyal frekuensi tinggi.
Cara kerja:

Dibuat skrip matlab yang berfungsi mengimport dan melakukan konvolusi data yang diimport
dengan respons impuls [].
Isi skrip:
[f1,fs] = wavread('terbuka44.wav');
s = fs*[0:length(d)-1]/length(d);
dt = [0:length(d)-1]/fs;
n = length(f1);
f = 400;
dT = 1/fs;
t = -n*dT/2:dT:(n-1)*dT/2;
t(n/2+1) = 0.000001;
h = sin(2*pi*f*t)./t;
y = conv(h,f1);
dt1 = [0:length(y)-1]/fs;
subplot(3,1,1); plot(dt,f1);
title('Sinyal suara x[n]');
xlabel('waktu');
ylabel('amplitudo');
subplot(3,1,2); plot(t,h);
title('respon impuls h[n]');
subplot(3,1,3);plot(dt1,y);
title('Sinyal hasil konvolusi y[n]');
xlabel('waktu');
ylabel('amplitudo');
axis([2.5 8.5 100000 100000]);

Dijalankan skrip yang dibuat, kemudian akan ditampilkan grafik. Jika grafik pertama dan ketika
diperbesar, maka akan terlihat seperti yang ditunjukkan gambar.

Gambar 18 Grafik proses konvolusi pada sinyal.

Berdasarkan pada gambar, terlihat jelas pada grafik pertama yang menunjukkan sinyal asli.
Sinyal asli terdapat noise-noise yang timbul hampir setiap waktu. Jika dibandingkan grafik pertama
dengan grafik ketiga (hasil konvolusi), grafik ketiga terlihat memiliki sinyal yang lebih bersih (dari
noise) dibandingkan grafik pertama. Dapat disimpulkan bahwa konvolusi dapat berfungsi untuk
mengurangi/menghilangkan noise.

KORELASI
Korelasi adalah hasil konvolusi sinyal yang dapat menunjukkan kemiripan/kesamaan dua buah
sinyal sebagai fungsi dari pergeseran waktu. Otokorelasi adalah sebuah proses korelasi satu sinyal
dengan sinyal itu sendiri. Otokorelasi dapat dituliskan sebagai:
() = () ()

Gambar 19 Hasil Otokorelasi dari sinyal suara.

Pada gambar 19 dapat dilihat grafik sinyal yang direkam pada ruang terbuka (atas) dan grafik
hasil otokorelasi dari sinyal tersebut. Pada grafik hasil korelasi, terlihat amplitudo tertinggi ada pada
nilai = 0. Dikarenakan proses korelasi menunjukkan pengukuran kemiripan/kesamaan antara dua
sinyal sebagai fungsi pergeseran waktu, amplitudo pada = 0 menunjukkan bahwa kedua sinyal yang
dikorelasi memiliki sinyal yang sama dengan pergeseran waktu = 0 atau tidak ada pergeseran sama
sekali. Hal ini tentu saja mudah untuk diprediksi, sebab otokorelasi adalah proses korelasi suatu sinyal
dengan sinyal itu sendiri.

WINDOWING
Hamming

Gambar 20 Sinyal hasil hamming.

Hanning

Gambar 21 Sinyal hasil hanning.

Bentuk sinyal yang telah diwindowing dapat dilihat pada gambar 20 dan 21. Gambar 20
menunjukkan hasil windowing dengan hanning. Gambar 21 menunjukkan hasil windowing dengan

hamming. Jika dilihat secara teliti, terlihat perbedaan yang mendasar pada dua gambar tersebut. Pada
sekitar daerah waktu minimum dan maksimum terlihat amplitudo sinyal pada hamming lebih besar
dibandingkan dengan hanning.

Gambar 22 Atas: Spektrum fft sinyal suara sebelum windowing, tengah: sinyal hasil windowing, bawah: spektrum fft sinyal
hasil windowing hanning

Gambar 23 Atas: Spektrum fft sinyal suara sebelum windowing, tengah: sinyal hasil windowing, bawah: spektrum fft sinyal
hasil windowing hamming

Karakteristik dari dua sinyal yang telah dilakukan windowing memiliki amplitudo yang hampir
sama dengan sinyal asli pada sekitar setengah dari waktu penuh sinyal, sedangkan makin ke arah
waktu awal dan waktu penuh amplitudonya mengecil. Hanya saja seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya amplitudo sinyal sekitar waktu awal dan waktu penuh hamming lebih besar dari pada
hanning. Proses windowing bermanfaat untuk mengurangi kebocoran spektral yang dapat timbul
akibat rendahnya sample rate (Fs). Jika dilakukan fft pada kedua sinyal yang telah mengalami proses
windowing kemudian dibandingkan dengan hasil fft sinyal asli, spektrum fft dari kedua hasil fft

tersebut tidak mengalami banyak perubahan. Hal ini disebabkan sinyal suara yang memiliki nilai Fs
yang cukup tinggi sehingga tidak memiliki kebocoran spektral yang cukup berarti.

Anda mungkin juga menyukai