Anda di halaman 1dari 37

WRAP UP SKENARIO 3

BLOK SARAF DAN PERILAKU


SAKIT KEPALA MENAHUN

KELOMPOK
KETUA
SEKRETARIS
ANGGOTA

: B-5
: YUDHA KUSUMA CAHYADI
: NORA SAPUTRI
: MUHAMMAD FAISAL INDRASYAH
NABILA KURNIATI
NABILA SARI ANNISA
NISA NABILAH
SELLA PRATIWI
SOFNI ROHMANIA
TRI ANDINI AYU LESTARI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2016/2017
DAFTAR ISI

1102012313
1102014197
1102014167
1102014181
1102014183
1102014195
1102014240
1102014256
1102011284

DAFTAR ISI ..........................................................................................................2


SKENARIO ...........................................................................................................3
KATA-KATA SULIT .............................................................................................4
PERTANYAAN .....................................................................................................4
JAWABAN .............................................................................................................4
HIPOTESIS ...........................................................................................................5
SASARAN BELAJAR ..........................................................................................6
Memahami Dan Menjelaskan Pusat dan Jaras Nyeri .......................................7
Memahami Dan Menjelaskan Nyeri Kepala ........................................................
Definisi Nyeri Kepala.....................................................................................11
Klasifikasi Nyeri Kepala.................................................................................11
Patofisiologi Nyeri Kepala..............................................................................17
Manifestasi klinis Nyeri Kepala......................................................................19
Diagnosis dan Diagnosis banding Nyeri Kepala.............................................19
Tatalaksana Nyeri Kepala...............................................................................22
Komplikasi Nyeri Kepala................................................................................25
Pencegahan Nyeri Kepala...............................................................................25
Prognosis Nyeri Kepala..................................................................................25
Memahami Dan Menjelaskan Gangguan Somatoform .......................................
Definisi Gangguan Somatoform ....................................................................26
Etiologi Gangguan Somatoform ....................................................................26
Klasifikasi Gangguan Somatoform ................................................................27
Manifestasi klinis Gangguan Somatoform .....................................................28
Diagnosis dan Diagnosis banding Gangguan Somatoform ............................31
Tatalaksana Gangguan Somatoform ..............................................................34
Komplikasi Gangguan Somatoform ...............................................................35
Pencegahan Gangguan Somatoform ..............................................................35
Prognosis Gangguan Somatoform .................................................................36
Memahami Dan Menjelaskan Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah.....36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37
SKENARIO

SAKIT KEPALA MENAHUN


Perempuan 35 tahun berkonsutasi dengan dokter keluarga dengan keluhan sakit
kepala berulang sejak 2 tahun lalu. Sakit kepala seperti tertimpa beban berat dan nyeri
pada tengkuknya. Sakit kepala ini disertai dengan insomnia. Sakit kepala berawal
sejak pasien diceraikan oleh suaminya 2 tahun yang lalu dan harus berpisah dari
kedua orang anaknya. Oleh dokter pasien disarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut
ke neurolog dan psikiater. Neurolog mengatakan bahwa pasien mengalami nyeri
kepala tipe tegang, sedangkan psikiater menyimpulkan bahwa pasien mengalami nyeri
somatoform (psikogenik). Walaupun ia sudah bercerai, ia tetap bertanggung jawab
untuk membimbing anaknya sesuai dengan prinsip keluarga sakinah, mawaddah,
warahmah.

KATA SULIT
3

Nyeri somatoform adalah nyeri yang diakibatkan rangsangan psikis dan tanpa ada
etiologi.
Insomnia adalah gangguan waktu tidur.
Nyeri kepala tipe tegang adalah manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stress,
depresi dan cemas.

PERTANYAAN
1. Mengapa neurolog mengatakan pasien mengalami nyeri kepala tipe tegang
sedangkan psikiater mengatakan nyeri somatoform?
2. Apa hubungan nyeri kepala dan insomnia?
3. Mengapa pasien mengeluh nyeri pada tengkuk?
4. Apa saja faktor resiko terjadi nyeri somatoform?
5. Apa hubungan nyeri kepala dengan masalah dalam keluarga?
6. Mengapa sakit kepala terjadi berulang?
7. Bagaimana hukum Islam dalam mengatur perceraian? Bagaimana tanggung jawab
orang tua terhadap anak?
8. Bagaimana pasien bisa merasakan nyeri kepala?
9. Bagaimana tatalaksana sakit kepala?
JAWABAN
1. Karena pada saat stress dan depresi seperti masalah keluarga menyebabkan
gangguan psikis sehingga respon tubuh menimbulkan nyeri kepala.
2. Nyeri di kepala menyebabkan susah tidur dan itu menimbulkan insomnia
3. Karena merupakan salah satu manifestasi dari TTH (nyeri tanpa mual, muntah dan
tidak dicetuskan oleh aktivitas fisik.
4. Stress, depresi, cemas.
5. Karena pada saat stress seperti masalah keluarga menyebabkan nyeri kepala.
6. Karena etiologi yang belum teratasi.
7. Dalam hukum Islam perceraian dibolehkan tapi itu merupakan sesuatu yang
dibenci Allah SWT. Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya adalah mendidik,
menafkahi, memenuhi kebutuhan (pendidikan, agama), memberi kasih sayang.
8. Karena adanya vasokontriksi pembuluh darah.
9. NSAID.

HIPOTESIS
4

Stress, depresi, cemas yang berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan psikis


yang menimbulkan respon tubuh berupa nyeri kepala sampai nyeri tengkuk karena
vasokontriksi pembuluh darah, untuk mengurangi sakit kepala diberikan NSAID dan
untuk mengurangi adanya gangguan psikis diberikan anti depresan.

SASARAN BELAJAR
5

LI.1

Memahami Dan Menjelaskan Pusat dan Jaras Nyeri

LI.2

Memahami Dan Menjelaskan Nyeri Kepala


LO.2.1. Definisi Nyeri Kepala
LO.2.2. Klasifikasi Nyeri Kepala
LO.2.3. Patofisiologi Nyeri Kepala
LO.2.4. Manifestasi klinis Nyeri Kepala
LO.2.5. Diagnosis dan Diagnosis banding Nyeri Kepala
LO.2.6. Tatalaksana Nyeri Kepala
LO.2.7. Komplikasi Nyeri Kepala
LO.2.8. Pencegahan Nyeri Kepala
LO.2.9. Prognosis Nyeri Kepala

LI.3

Memahami Dan Menjelaskan Gangguan Somatoform


LO.3.1. Definisi Gangguan Somatoform
LO.3.2. Etiologi Gangguan Somatoform
LO.3.3. Klasifikasi Gangguan Somatoform
LO.3.4. Manifestasi klinis Gangguan Somatoform
LO.3.5. Diagnosis dan Diagnosis banding Gangguan Somatoform
LO.3.6. Tatalaksana Gangguan Somatoform
LO.3.7. Komplikasi Gangguan Somatoform
LO.3.8. Pencegahan Gangguan Somatoform
LO.3.9. Prognosis Gangguan Somatoform

LI.4

Memahami
Warahmah

Dan

Menjelaskan

Keluarga

Sakinah

Mawaddah

SASARAN BELAJAR
6

LI.1

Memahami Dan Menjelaskan Pusat dan Jaras Nyeri

Jaras spesifik Nyeri


Traktus spinotalamikus Lateralis
o Axon dari neiron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu posterius
substantia grissea medulla spinalis dan segera bercabang menjadi serabut yang naik
dan yang turun.
o Sesudah memasuiki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk tractus
posterolateral (lissaueri) , serabut ini segera bersinapsis dengan neuron orde kedua
yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa cornu posterius.
o Axon dari neuron orde kedua berjalan menyilang garis tengah pada comissura
anterior substantia grissea dam substantia alba kemudian naik keatas pada sisi
kontra lateral sebagai anterius. Sewaktu berjalan keatas, serabut saraf baru terus
bertambah sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis, demikian rupa
sehingga pada bagian atas cervical terdapat :
Serabut sraf yang datang dari sacral terletak posterolateral
Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial (serebut saraf yang
menghantarkan rasa sakit terletak didepan yang menghantarkan sensasi suhu)
o Pada Medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara nucleus
olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N.Trigeminus. disini ia bergabung
dengan
Tractus spinothalamicus anterius
Tractus spinotectalis
Yang kemudian gabungan dari ketiganya disebut lemniscus spinalis
o Pada pons kemudian naik keatas dibagian belakang pons
o Pada mesencephalon kemudian lemniscus medialis berjalan pada tegmentum ,
lateralis dari lemniscus medialis
o Pada diencephalon serabut saraf dari tractus spinothalamicus lateralis akan
bersinapsis dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari keolompok
ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus), dimana disini akan terjadi
penilaian kasar sensasi sakit dan suhu dan reaksi emosi mulai timbul.
o Axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior capsula interna dan
corona radiata untuk berakhi pada gyrus postcentralis (brodmann 3 2 1) . dari sini
informasi rasa sakit dan suhu akan diteruskan ke area motorik dan area asosiasi di
cortex lobus parietalis.
o Cortex cerevri gyrus psotcentralis berfungsi untuk menafsirkan suhu dan sakit
sehingga akan muncul kesadaran terkait sensasi tersbut.
o Pembagian secara fisiologis

Sewaktu memasuki medulla spinalis , sinyal rasa nyeri melewati dua jalur ke otak
yaitu:
7

Traktus neospinotalamikus
Traktus neospinotalamisu bergfungsi utnuk menyalurkan nyeri secara cepat.
Terutama terdiri atas serabut A-Delta yang tyerutama dilalui oleh rasa nyeri
mekanik dan nyeri suhu akut. Serabut perifer jalur ini berakhir pada lamina I kornu
dorsalis. Dan dari sini akan merangsang neuron orde dua dari tractus
neospinotalamicus. Neuron ini akan mengirimkan sinyal ke serabut panjang yang
terletak di dekat sisi lain medulla spinalis dalam komisura anterior dan selanjutnya
berbelok naik ke otak dalam kolumna anterolateralis.
Hanya sebagian kecil saja serabut neopinotalamikus berakhir di daerah retikularis
batang otak, sisaya melewati batang otak dan langsung berakir di kompleks
ventrobasal thalami.
Nyeri cepat dapat dilokalisasi dengan mudah di dalam tubuh
Neurotransmiter A delta umumnya adalah glutamate
Traktus paleospinotalamikus
Jalur ini befungsi untuk menjalarkan nyeri lambat-kronik , sebagian serabutnya
adalah tipe C, sebagian kecil A-delta. Dalam jaras ini, serabut-serabut perifer
berakhri pada lamina II dan II kornu dorsalis yang secara bersama-sama disebut
substansi gelatinosa, serabut C terletak lebih lateral dari A-delta. Setelah itu akan
berlanjut ke lamina V dan neuron-neuronnya merangsang akson-akson panjang
(yang juga menjadi penghantar nyeri cepat) yang mula-mula melewati komisura
anterior ke sisi berlawanan dari medulla spinalis ,kemudian naik ke otak melalui
jaras anterolateral
Neotransmiter nya adalah glutamat dan Substansi P, substansi P bersifat lebih
lambat dari Glutamat yang memungkinkan glutamat untuk sampai terlebih dahulu.
Yang menjelaskan suatu fenomena rasa sakit ganda
Jaras paleospinotalamikus berakhir kebanyakan di
o Nucleus retikularis medula, pons dan mesensefalon
o Area tektal mesensefalon sampai kolukulus usperior dan inferior
o Daerah periakuaduktus substansia grisea yang mengelilingi aquaductus sylvii
Kemampuan lokalisasi rasa nyeri pada jalur lambat sangatlah buruk dan
kebanyakan hanya dapat dilokalisasi di bagian tubuh yang luas
Formasio retikularis berfungsi untuk menimbulkan persepsio nyeri yang disadari
Mekanisme penghantaran nyeri
Rasa nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan, yang dicetuskan oleh suatu
kerusakan jaringan, yang akan memnyebabkan individu untuk bereaksi memindahkan
stimulus nyeri.
Rasa nyeri dapat dibagi atas
Rasa nyeri cepat
o Rasa nyeri tertusuk, tajam, akut, dan tersetrum
Rasa nyeri lambat

o Rasa nyeri terbakar lambat, pegal, berdenyut, mual dan kronik. Rasa nyeri ini
umumnya dikaitkan dengan kerusakan jaringan.
Reseptor nyeri
Reseptor nyeri merupakan ujung saraf bebas, terdapat tiga jenis stimulasi yang dapat
merangsanganya yaitu rangsang mekanis, suhu dan kimiawi. Pada umumnya rasa
nyeri cepat diakibatkan mekanik dan suhu, sedangkan rasa lambat diakibatkan
stimulan kimia
Reseptor nyeri memiliki sedikit sekali kemampuan untuk beradaptasi , dan bahkan
pada beberapa keadaan dapat terjadi peningkatan intesitas rasa nyeri yang disebut
hiperalgesia . intensitas rasa nyeri juga berhubungan erat dengan derajat kerusakan
jaringan. Ada beberapa stimulus terkait kerusakan jaringan (bukan secara langsung,
dapat timbul sebagai adanya kerusakan jaringan) yang dapat menyebabkan nyeri

Bradikinin dari jaringan rusak yang memnyebabkan pelepasan enzim proteolitik


dan menyerang langsung ujung saraf dengan membuat saraf lebih permeabel
terhadap ion-ion
Asam laktat yang terakumulasi sebagai akibat dari iskemia

Apapun bentuknya, pada nantinya hal tersebut akan menyebabkan perubahan


permeabilitas neurong sehingga dapat terjadi suatu potensial aksi dengan perpindahan
ion-ion yang timbul.
Intensitas Nyeri
gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran
intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh
dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun, pengukuran dengan metode ini juga tidak dapat memberikan gambaran
pasti tentang nyeri itu sendiri (Sherwood, 2004). Menurut smeltzer, S.C bare B.G
(2002) adalah sebagai berikut :
1) skala intensitas nyeri deskritif
2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual


9

4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan (secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik).
4-6 : Nyeri sedang (secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik).
7-9 : Nyeri berat (secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi).
10 : Nyeri sangat berat (pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul).
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan
sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan
jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diurutkan dari tidak terasa
nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan. Kinisi menunjukkan pasien skala
tersebut dan meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan.
Klinisi juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa
jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan pasien
memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. (Price, 2006)
Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk
menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm.
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah
suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi
verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri
yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari
pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka.
10

Faktor yang mempengaruhi nyeri: usia, jenis kelamin, budaya, makna nyeri,
perhatian, ansietas, pengalaman masa lalu, pola adaptasi, support keluarga dan social.

LI.2

Memahami Dan Menjelaskan Nyeri Kepala

LO.2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Nyeri Kepala


Nyeri kepala, adalah nyeri atau perasaan tidak enak yang terjadi pada daerah superior
kepala, yang menyebar pada wajah, gigi, rahang, dan leher.
LO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Nyeri Kepala
Berdasarkan klassifikasi Internasional Nyeri Kepala Edisi 2 dari Internasional
Headache Society (IHS) :
A
1
2
3
4

Primary headache disorders :


Migraine
Tension-type headache
Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgias
Other primary headaches

B
1
2
3
4
5
6
7

Secondary headache disorders:


Headache attributed to head and/or neck trauma
Headache attributed to cranial or cervical vascular disorder
Headache attributed to non-vascular intracranial disorder
Headache attributed to a substance or its withdrawal
Headache attributed to infection
Headache attributed to disorder of homeoeostasis
Headache or facial pain attributed to disorder of cranium, neck, eyes, ears, nose,
sinuses, teeth,mouth, or other facial or cranial structures.
8 Headache attributed to psychiatric disorder
9 Cranial Neuralgias and facial pains
10 Cranial neuralgias and central causes of facial pain
11 Other headache, cranial neuralgia central, or primary facial pain.
SAKIT KEPALA PRIMER
1 Migrain
Suatu kondisi nyeri kepala paroksismal dan bisa juga konstan yang disebabkan oleh
karena gangguan primer otak berasal dari reaksi neurovasculer pada individu yang
memiliki predisposisi genetik
Tipe Migrain :
a Migren tanpa aura
b Migren dengan aura : Nyeri Kepala Migren dengan aura tipikal, Nyeri Kepala non
migren dengan aura tipikal, Aura tipikal tanpa Nyeri kepala, Familial Hemiplegik
Migren, Sporadik hemiplegik, Migren tipe Basiler.

11

Fase-fase Migrain
1 Prodromal
Gejala iritabilitas, eksitabilitas, hiperaktif atau depresi yang timbul dalam 24 jam
sebelum periode nyeri kepala
2 Aura
a Visual (zig zag)
b Sensorik
c Visual sensorik
d Motorik
3 Fase Nyeri Kepala
4 Fase resolusi (lelah, irritable, sulit konsentrasi)
Faktor Pencetus Migrain
Hormonal
Diet
Fisik
/
Lingkunga
n
Psikologis
Tidur
Drug
Lain - lain

Menstruasi, ovulasi, kontrasepsi oral,


hormonal replacement
Alkohol, MSG, aspartame, coklat, keju
tua
Glare, flashing light, stimulasi visual,
fluorescent, odor, cuaca, ketinggian
Stres, cemas, depresi, period after stress
Sulit tidur, hipersomnia
Nitrogliserin,
histamin,
reserpin,
hydralazine, ranitidin, estrogen
Trauma kepala, kelelahan

Konsep dasar patogenesis migren:


1 Hipereksitabilitas neuronal saat fase interiktal dan fase pre-headache
2 Cortical spreading depression
3 Aktivasi perifer dan sentral n. Trigeminus
4 Kerusakan progresif periaquaductal grey matter (PAG)
5 Genetik

Kriteria Diagnosis Migrain tanpa aura:


A Terdapat min. 5 serangan dg gejala B-D
B Nyeri kepala antara 4-72 jam
C Nyeri kepala dengan sedikitnya 2 karakteristik berikut: Lokasi unilateral, Kualitas
berdenyut, Intensitas sedang s.d berat, Diperberat dengan aktivitas fisik (berjalan,
naik tangga, dll) atau px menghindari aktifitas fisik
D Selama nyeri kepala disertai salah satu gx:
1 Mual dan atau muntah
2 Photofobia dan fonofobia
E Tidak berkaitan dengan kelainan lain
12

Kriteria Diagnosis Migrain dengan aura:


A Minimal 2 serangan dengan gejala pd B - D
B Adanya aura paling sedikit satu dibawah ini, tetapi tidak dijumpai kelemahan
motorik
1 Gangguan visual reversibel
2 Gangguan sensorik reversibel
3 Gangguan bicara disfasia reversibel sempurna
C Paling sedikit dua dibawah ini:
1 Gx visual homonim dan/atau gx sensorik unilateral
2 Min. Timbul 1 macam aura secara gradual menit dan / atau jenis aura lainnya
5 menit
3 Masing-masing gx berlangsung 5 dan 60 menit
D Memenuhi kriteria B-D migren tanpa aura dimulai bersamaan dengan aura atau
sesudah aura selama 60 menit
E Tidak berkaitan dengan kelainan lain
2 Tension Type Headache
Rasa nyeri dalam, seperti tertekan berat atau terikat erat, umumnya bilateral yang pada
awalnya timbul secara episodik dan terikat dengan stres tetapi kemudian nyaris setiap
hari muncul dalam bentuk kronis, tanpa ada lagi kaitan psikologis yang jelas
Klasifikasi :
1 TTH episodik yang infrequent (pericranial tenderness +/-)
2 TTH episodik yang frequent (pericranial tenderness +/-)
3 TTH episodik kronik
4 Probable TTH
Etiologi :
Disfungsi oromandibular, Stress psikologis, Anxietas, Depresi, Nyeri kepala sebagai
delusi, Stress otot, Drug overuse (analgetik)
Patofisiologi :
1

Kontraksi otot perikranial berkepanjangan

Teori vaskuler penyempitan A. Temporalis superfisialis

Teori Humoral penurunan platelet 5-HT

Posture tubuh dan kelainan dinamika dari gerakan

Kriteria Diagnosis TTH Episodik Infrequent :


A Minimal 10 episode serangan rata-rata < 1 hari / bulan (< 12 hari / tahun) dan
memenuhi kriteria B D
B Nyeri kepala berlangsung 30 menit sampai 7 hari
C Minimal disertai 2 gejala khas:
1 Lokasi bilateral
2 Menekan / mengikat (tidak berdenyut)
13

3 Intensitasnya ringan atau sedang


4 Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga
D Tidak didapatkan:
1 Mual dan muntah (bisa anoreksia)
2 Lebih dari satu keluhan : fotofobia atau fonofobia
E Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain
Kriteria Diagnostik Tth Episodik Frequent :
A Minimal 10 episode serangan dalam 1-15 hari/bulan paling tidak selama 3 bulan
(12-180 hari/tahun) dan memenuhi kriteria B D
B Nyeri kepala berlangsung 30 menit sampai 7 hari
C Minimal disertai 2 gejala khas:
1 Lokasi bilateral
2 Menekan / mengikat (tidak berdenyut)
3 Intensitasnya ringan atau sedang
4 Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga
D Tidak didapatkan:
1 Mual dan muntah (bisa anoreksia)
2 Lebih dari satu keluhan : fotofobia atau fonofobia
E Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain
Kriteria Diagnosis Tth Kronik :
A Timbul 15 hari/bulan, berlangsung > 3 bulan ( 180 hari /tahun) dan memenuhi
kriteria B D
B Nyeri kepala berlangsung beberapa jam atau terus menerus
C Minimal disertai 2 gejala khas:
1 Lokasi bilateral
2 Menekan / mengikat (tidak berdenyut)
3 Intensitasnya ringan atau sedang
4 Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga
D Tidak didapatkan:
1 Lebih dari 1 keluhan: fotofobia, fonofobia atau mual ringan
2 Mual sedang atau berat, maupun muntah
E Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain
3

Cluster Headache
Merupakan salah satu bentuk sefalgia otonomik trigeminal. Profil nyeri kepala unik,
Periodisitas +, Gejala otonomik +, Jarang, 0,4 % populasi umum, Rasio laki-laki :
perempuan = 5 : 1
Gejala Klinis :
1 Onset mendadak, eksplosif
2 Unilateral (mencapai puncak dalam 10-15 menit dan berlangsung hingga 2 jam)
3 Seperti dibor di belakang mata, biji mata spt mau keluar, spt dibakar, menetap
4 Frekuensi 4-6 serangan dalam sehari
5 Periodisitas serangan pada musim tertentu (musim gugur, semi dsb)
6 Sering timbul malam hari tepat setelah tertidur(fase REM) atau timbul pada waktu
yang tetap
14

Disertai gejala otonom

Patofisiologi :
1 Aktivasi sistem trigeminovaskuler vasodilatasi A. Ophtalmika saat serangan
nyeri
2 Vaskulitis venous pada sinus cavernosus gx otonom
3 Gangguan biologic clock perubahan irama sekresi melatonin, kortisol,
testosteron, prolaktin gangguan circadian pacemaker aktivasi sistem
trigeminovaskuler
Kriteria Diagnosis :
A Minimal 5 serangan yang memenuhi B-D
B Nyeri kepala hebat atau sangat hebat pada orbita, supra orbita atau temporal
unilateral, selama 15-180 menit bila tidak diobati
C Disertai minimal 1 dari
1 Conjunctival injection dan atau lacrimasi ipsilateral
2 Kongesti nasal dann atau rhinorhea ipsilateral
3 Edema palpebra ipsilateral
4 Keringat pada dahi dan wajah ipsilateral
5 Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6 Perasaan kegelisahan atau agitasi
D Frekwensi serangan dari satu kali setiap 2 hari sampai 8 x/hari
E Tidak berkaitan dengan gangguan lain
SAKIT KEPALA SEKUNDER
1

Trigeminal Neuralgia / Tic douloureux


Serangan nyeri wajah unilateral, spontan, episodik. Melibatkan cabang N. Trigeminus
a N. V1: kulit kepala, dahi, kepala bag depan
b N.V2: pipi, rahang atas, bibir atas, gigi dan gusi, sisi hidung
c N.V3: rahang bawah, gigi, bibir bawah, gusi
Faktor pencetus: sentuhan, bicara, makan, minum, mengunyah, sikat gigi, menyisir,
cukur, Wanita : pria = 3:2. Penyebab: idiopatik kompresi N.V (60-80%),
demyelinisasi, traksi gigi, MS, stres, tumor
Gambaran Klinis :
1 Kebanyakan unilateral
2 Serangan paroksismal di daerah muka atau frontal dengan nyeri bbrp detik, tidak
lebih dari 2 menit
3 Minimal 4 karakteristik:
a Distribusi pada 1 atau lebih cabang N.V
b Mendadak, tajam, stabbing, intense, spt terbakar
c Intensitas nyeri berat
d Faktor presipitasi dari area trigger atau aktivitas sehari-hari
e Diantara masa paroksismal, px asimtomatik
4 Serangan stereotipi

Arteritis Temporalis

15

Hampir selalu terjadi pada px umur > 50 tahun. Lebih sering pada wanita
Gejala klinis:
a.
b.
c.
d.
e.

Daerah nyeri dan keras pada perabaan, sepanjang A. Temporalis


Jaw claudication
Febris, kelemahan, anoreksia, penurunan BB, anemia, lekositosis ringan
Berlaangsung 4 6 minggu
Biopsi A. Temporalis periarteritis, arteritis granulomatosa

LO.2.3 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Nyeri Kepala

Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ). Ketika suatu jaringan
mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan bahan yang
dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin,
prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk).
Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang
menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk).
16

Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif


yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen
nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 3
beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga
bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil
diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan
transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang
berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.
Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen dari C2
selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga
akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih
dari pada kepala dan leher bagian atas.
Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari kepala dan
yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan mandibularis.
Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah
kaudal. Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf ini meluas
ke pars kaudal.
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus, menginervasi
daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri
serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini. V2, maksilaris,
menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan duramater bagian
fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater bagian fossa
cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot
menguyah.
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus
auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga
telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.
Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis
dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus
inferior dan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2
memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longissimus
capitis dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater
occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior,
dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang
mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang
dikelilingi oleh superior nuchal line dan the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput,
saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital yang mana merupakan cabang
dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui pinggiran posterior dari
17

sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus


capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang superfisial
medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial
bagian lateral dan posterior.
Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu intrakranial
dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks serebrum, arteri
basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior. Ektrakranial
yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbita, membran mukosa
dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi, dan gusi. Sedangkan
daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak, ventrikular ependima,
dan pleksus koroideus.
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri
kepala adalah sebagai berikut (Lance, 2000) : (1) peregangan atau pergeseran
pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3)
kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum
(nyeri lokal), (4) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus
servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak
mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).
LO.2.4 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Nyeri Kepala
Nyeri kepala tegang otot biasa berlangsung selama 30 menit hingga 1 minggu penuh.
Nyeri bisa dirasakan kadang kadang atau terus menerus. Nyeri pada awalnya
dirasakan pasien pada leher bagian belakang kemudian menjalar ke kepala bagian
belakang selanjutnya menjalar ke bagian depan. Selain itu, nyeri ini juga dapat
menjalar ke bahu. Nyeri kepala dirasakan seperti kepala berat, pegal, rasa kencang
pada daerah bitemporal dan bioksipital,atau seperti diikat di sekeliling kepala. Nyeri
kepala tipe ini tidak berdenyut.
Pada nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah tetapi anoreksia mungkin
saja terjadi. Pasien juga mengalami fotofobia dan fonofobia. Gejala lain yang juga
dapat ditemukan seperti insomnia (gangguan tidur yang sering terbangun atau bangun
dini hari), nafas pendek, konstipasi, berat badan menurun, palpitasi dan gangguan
haid.
Pada nyeri kepala tegang otot yang kronis biasanya merupakan manifestasi konflik
psikologis yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi. Oleh sebab itu, perlu
dievaluasi adanya stres kehidupan, pekerjaan, kebiasaan, sifat kepribadian tipe
perfeksionis, kehidupan perkawinan, kehidupan sosial, seksual, dan cara pasien
mengatasinya. Keluhan emosi antara lain perasaan bersalah, putus asa, tidak berharga,
takut sakit ataupun takut mati. Keluhan psikis yaitu konsentrasi buruk, minat
menurun, ambisi menurun atau hilang, daya ingat buruk dan keinginan bunuh diri.

18

LO.2.5 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis banding Nyeri Kepala
Diagnosis
Amanmesis
Pertanyaan umum pada anamnesa keluhan nyeri kepala:
1 Apakah nyeri kepala itu merupakan nyeri kepala biasa?
2 Apakah pasien pernah mengalami gangguan cedera kepala yang terjadi segera,
beberapa minggu bahkan beberapa bulan sebelum timbulnya nyeri kepala untuk
pertama kali?
3 Apakah disertai gejala demam?
Jika ya, penyebabnya harus dipikirkan. Pada penyakit-penyakit infeksi tertentu,
terutama demam tifoid dan infeksi yang disebabkan oleh arbovirus, nyeri kepala
dapat dirasakan sangat hebat sehingga menutupi keluhan demamnya.
4 Bagaimana pasien menjelaskan nyeri kepala (lokasi, frekuensi, waktu, durasi,
kualitas, faktor pemicu, faktor pereda)?
5 Apakah nyeri kepala timbul tersendiri atau disertai kelainan lain (mual, muntah,
pusing, fotofobia, penglihatan kabur)?
Pertanyaan diagnostik spesifik:
1 Apakah nyeri kepala menggangu kehidupan anda?
2 Apakah ada perubahan pola nyeri kepala selama 6 bulan terakhir?
3 Seberapa sering anda mengalami nyeri kepala tipe apapun?
4 Seberapa sering anda menggunakan obat untuk mengatasi nyeri kepala?
Pemeriksaan fisisk
1 Keadaan umum pasien & mentalnya.
2 Tanda tanda rangsangan meningeal
3 Adakah kelainan saraf cranial ?
4 Adakah kelainan pada kekuatan otot, refleks dan koordinasinya ?
Pemeriksaan penunjang
1 Laboratorium darah ,LED
2 Lumbal punksi : Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk
pemeriksaan. Hal ini tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan
intrakranial dan tumor otak, karena penurunan tekanan yang mendadak akibat
pengambilan CSF.
3 Elektroensefalografi
4 CT Scan kepala : CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan
aman untuk menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat.
5 MRI : MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula
spinalis dengan menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk
membuat bayangan struktur tubuh.
6 Fotosinus paranasal untuk melihat adanya sinusitis dan foto servikal untuk
menentukan adanya spondiloartrosis dan fraktur servikal.

19

Jenis atau Penyebab


Ciri Khas
Ketegangan otot
Sakit kepala sering terjadi, nyeri
hilang timbul, tidak terlalu berat
dan dirasakan di kepala bagian
depan dan belakang atau dirasakan
kekakuan menyeluruh.

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan untuk
menyingkirkan penyakit fisik
serta penilaian faktor psikis &
kepribadian.

Migren

Jika diagnosisnya masih


meragukan dan sakit kepala
baru terjadi, dilakukan CT scan
atau
MRI/diberikan
obat
migren
untuk melihat efeknya.

Nyeri Kepala Cluster

Hipertensi

Kelainan mata
(iritis, glaukoma).

Kelainan sinus

Nyeri dimulai di dalam dan di


sekitar mata atau pelipis, menyebar
ke satu atau kedua sisi kepala,
biasanya mengenai seluruh kepala,
berdenyut dan disertai dengan
hilangnya nafsu makan, mual dan
muntah.
Serangannya singkat (sekitar 1
jam), dirasakan di satu sisi kepala,
serangan terjadi secara periodik,
menyerang pria yang disertai
dengan
pembengkakan
mata,
hidung meler & mata berair pada
sisi yang sama dengan nyeri.

Obat migren diberikan untuk


melihat efeknya (sumatriptan,
metisergid/obat vasokonstriktor,
kortikosteroid, indometasin)
atau menghirup O2.

Nyerinya berdenyut dan dirasakan Analisa kimia darah dan


di kepala bagian belakang atau di pemeriksaan ginjal.
puncak kepala.
Nyeri dirasakan di kepala bagian Pemeriksaan mata.
depan atau di dalam dan di seluruh
mata, bersifat sedang sampai berat
dan seringkali memburuk jika mata
dalam keadaan lelah.
Nyeri bersifat akut atau subakut, Rontgen sinus
dirasakan di kepala bagian depan,
bersifat tumpul atau berat,
biasanya memburuk di pagi hari,
membaik di siang hari dan
memburuk dalam keadaan dingin
atau lembab.

20

Tumor otak

Nyeri
hilang-timbul,
bersifat MRI atau CT scan
ringan sampai berat, dirasakan di
satu titik atau di seluruh kepala.
Kelemahan di salah satu sisi tubuh
semakin
meningkat,
kejang,
gangguan
penglihatan,
kemampuan berbicara hilang,
muntah dan perubahan mental.

Infeksi otak

Nyeri
hilang-timbul,
bersifat MRI atau CT scan
ringan sampai berat, dirasakan di
satu titik atau di seluruh kepala.
Sebelumnya penderita pernah
mengalami infeksi telinga, sinus
atau paru- paru, penyakit jantung
rematik atau
penyakit
jantung
bawaan. menetap, Pemeriksaan darah, pungsi
Nyeri baru
dirasakan,
berat dan dirasakan di seluruh lumbal.
kepala serta menjalar ke leher.
Sakit disertai demam, muntah dan
sebelumnya mengalami nyeri
tenggorokan
atau
infeksi
pernafasan dan leher sulit ditekuk.
Nyeri hilang-timbul atau terus
menerus, bersifat ringan sampai
berat, bisa dirasakan

Meningitis

Hematoma subdural

LO.2.6 Memahami dan Menjelaskan Tata Laksana Nyeri Kepala


MIGRAIN
Penatalaksanaan secara umum, tatalaksana berupa :
1. Saat serangan beri terapi simtomatik
2. Bila factor pencetus dikenali maka harus dihindari
3. Ansietas dan depresi harus diobati
4. Relaksasi dan latihan pernafasan
Terapi simtomatik
1. Banyak pasien yang membaik dengan pemberian aspirin atau paracetamol.
Beberapa pasien mendapat hasil yang lebih baik bila ditambahkan fenobarbital
dosis kecil.
21

2. Nyeri kepala hebat dapat diobati dengan kodein 30-60 mg


3. Nausea dan fomitus dapat dihilangkan dengan prometazin 25-50 mg atau
proglorperazin 5-10 mg
4. Bila pasien tidak dapat tidur, dapat diberikan nitrazepam 5-10 mg sebelum tidur
5. Penggunaan yang berlebihan dari obat-obat yang mengandung barbiturate, kafein
dan opiate harus dihindari karena dapat menimbulkan eksaserbasi nyeri kepala bila
obat tersebut dihentikan
6. Migren yang disertai kelainan saraf ( migren komplikata ), ergotamine sebaiknya
tidak diberikan. Obat yang dianjurkan adalah propanolol HCL dengan dosis 3-4 x
40 mg sehari. Hati-hati kontraindikasi propanolol.
7. Migren menstrual diberikan anti inflamasi nonsteroid 2 hari sebelum haid, sampai
haid berhenti, yaitu natrium naproksen, asamefenamat, atau ketoprofen, dll
Terapi abortif
Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya pada saat mulai timbul nyeri kepala.
Obat yang dapat digunakan :
1

Ergotamine tartrat dapat diberikan persendiri atau dicampur dengan obat


antiemetic, analgesic, atau sedative. Banyak preparat yang dicampur dengan kafein
untuk potensiasi efek ( cavergot ) atau ditambah lagi zat sedative luminal
( bellapheen atau ergophen ). Kontraindikasi pemberian ergotamine adalah adanya
penyakit pembuluh darah arteri perifer atau pembuluh koroner, penyakit hati atau
ginjal, hipertensi, atau kehamilan. Efek sampingnya mual, muntah, dank ram.
Ergotisme dapat terjadi berupa gangguan mental dan gangrene. Dosis oral umunya
1 mg pada saaat serangan, di ikuti 1mg setiap 30 menit, sampai dosis maksimum 5
mg per serangan atau 10 mg per minggu.
Dihidroergotamin ( DHE ) merupakan argonis reseptor 5-HTI ( Serotinin ) yang
aman dan efektif untuk menghilangkan serangan migren dan efek samping mual
yang kurang dan lebih bersifat venokontrikson. Dosis 1 mg intravena selama 2-3
menit dan didahului dengan 5-10 mg metoklopramit ( primperan ) untuk
menghilangkan mual dan dapat diulang setiap satu jam total 3 mg.
Sumatriptan subsinat ( imitrex ) merupakan zat yang bekerja sebagai agonis
selektif reseptor 5-hidroksi triptamin ( 5-HTID ) yang efektif dan cepat
menghilangkan serangan nyeri kepala migren. Obat ini dapat diberikan subkutan
dengan sebuah autoinjektor. Sumatriptan terbukti efektif dalam menghilangkan
nyeri kepala dan mual pada migren. Dosis lazim adalah 6 mg subcutan, dapat
diulang dalam waktu 1 jam bila diperlukan ( jangan melampaui 12 mg /24 jam).
Efek samping ringan berupa reaksi local pada kulit, muka merah, kesemutan dan
nyeri leher, serta kadang-kadang nyeri dada, kontraindikasi obat ini adalah angina,
penyakit koroner, hipertensi atau penggunaan yang bersamaan dengan ergotamine
atau vasokontriktor lainnya. Sumatriptan tidak boleh diberikan pada migren basiler
atau migren hemiplegit.

Terapai Profilaksis
22

Jenis Obat
-blokers
Atenolol
Metaprolol
Nadolol
Propanolol
Calcium channel
blockers
Flunarizine
Verapamil
Serotonin receptor
antagonists
Methysergide
Pizotyline (pizotifen)

Dosis

Efek Samping
Fatigue, bronchospasm,
50-150mg/hr bradikardi, hipotensi, depresi,
100-200mg/hr congestive heart failure,
20-160 mg/hr impotensi,
40-240 mg/hr gangguan tidur.

5-10 mg/hr
240-320mg/hr

Fatigue, depresi, bradikardi,


hipotensi, konstipasi, nausea,
edema.

Gabapentin

ibu hamil, hipertensi,


aritmia.

Retroperitoneal,cardiac and
(maxpulmonary fibrosis

hipertensi, kehamilan,
tromboflebitis.

Mulut kering, konstipasi,


weight gain, drowsiness,
reduced seizure threshold,
cardiovascular effects.
Nausea, tremor, weight gain,
500-1500 mg/d alopecia, increased liver
500-1500 mg/d enzyme levels.

kelainan liver, ginjal,


paru, jantung,
glaukoma, hipertensi.

2 mg
8mg/hr)
0.5 mg (max 3-Weight gain, Fatigue.
6 mg/hr)

Tricyclic analgesics
Amitriptiline
10-150 mg
Nortriptiline
10-150 mg
Anti-epileptik
Divalproex
Sodium
valproate
Valproic acid

Kontraindikasi
Pasien asma, DM, peny.
vaskuler perifer, heart
block, ibu hamil.

500-1500 mg/d
900-1800
mg/hr
(max 2400)

Dizzines, fatique, ataxia,


nausea, tremor.

TENSION TYPE HEADACHE


Terapi Non-farmakologi
1 Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30 menit.
2 Perubahan posisi tidur.
3 Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.
4 Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah.
5 Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan komputer, atau
saat menonton televisi.
6 Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising.
7 Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari.
Terapi farmakologi

23

2
3

Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri. Seperti
obat-obat OTC: aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau naproxen sodium. Produk
kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesik.
Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai
penyebabnya, misalnya karena anxietas atau depresi.
Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya.
Hindari penggunaan analgesik secara kronis memicu rebound headache.

CLUSTER HEADACHE
Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan
(profilaksis).
Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral.
Obat terapi abortif: oksigen, ergotamin, sumatriptan (dosis sama dengan dosis
migren).
Obat terapi profilaksis: verapamil, litium, ergotamin, metisergid, kortikosteroid,
topiramat.
ARTERITIS TEMPORAL
Steroid:
1

Kortison 100 300 mg / hari, atau

Prednison dosis tinggi 40 - 80 mg /hari dipertahankan 3 4 minggu tappering


off

LO.2.7 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Nyeri Kepala


Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat - obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan.
Tension type headache episodik dapat berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi
akibat gejalanya dapat terjadi sebagai suatu komplikasi pada pasien. Komplikasi
Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan
obat-obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.
LO.2.8 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Nyeri Kepala
Terapi Perilaku merupakan pencegahan yang baik pada pasien, mengingat ini adalah
suatu kelainan psikogenik, diharapkan,d engan adanya suatu terapi psikologis, pasien
dapat mengenali jika sakit kepalanya mulai timbul dan mulai melakukan perubahanperubahan sikap agar sakit kepalanya mereda.
LO.2.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Nyeri Kepala
Prognosis nyeri kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan indikasi
merujuk pada keadaan : (1) sakit kepala yang tiba-tiba dan timbul kekakuan di leher,
24

(2) sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran, (3) sakit kepala setelah
terkena trauma mekanik pada kepala,(4) sakit kepala disertai sakit pada bagian mata
dan telinga, (5) sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah
mengalami serangan, (6) sakit kepala yang rekuren pada anak.

LI.3

Memahami Dan Menjelaskan Ganggguan Somatoform

LO.3.1. Definisi Kelainan pada Ganggguan Somatoform


Suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik di mana tidak ditemukan
penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan
penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam
peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura
yang disadari atau gangguan buatan.
LO.3.2. Etiologi Kelainan pada Ganggguan Somatoform
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam
transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan
metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non
dominan.

c
1
2
3

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut:


Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada
gangguan somatisasi).
Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti peran sakit
yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang
tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
Adanya perhatian untuk menampilkan peran sakit.
Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan
dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan
dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang
dipersepsikan.
Faktor Emosi dan Kognitif
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda
yang terlibat adalah sebagai berikut:
Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis).
25

2
3

Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls
yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik (gangguan konversi).
Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategi self-handicaping (hipokondriasis).

Pada gangguan Somatisasi berhubungan dengan:


A Faktor Psikososial
Rumusan psikososial tentang penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala
sebagai sutu tipe komunikasi sosial, hasilnya adalah menghindari kewajiban,
mengekspresikan emosi, atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atau
keyakinan. Beberapa pasien dengan gangguan somatisasi berasal dari rumah yang
tidak stabil dan telah mengalami penyiksaan fisik. Faktor sosial, kultural dan juga
etnik mungkin juga terlibat dalam perkembangan gangguan somatisasi.
B Faktor Biologis
Faktor genetik dalam transmisi gangguan somatisasi dan adanya penurunan
metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer nondominan. Selain itu diduga terdapat regulasi abnormal sistem sitokin yang mungkin
menyebabkan beberapa gejala yang ditemukan pada gangguan somatisasi.
Pada gangguan hipokondriasis berhubungan dengan:
A Model belajar sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk
mendapatkan peranan sakit oleh seseorang untuk menghadapi masalah yang
tampaknya berat dan tidak dapat dipecahkan.
B Varian dari gangguan mental lain. Gangguan yang paling sering dihipotesiskan
berhubungan dengan hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan
kecemasan.
C Psikodinamika. Menyatakan bahwa harapan agresif dan permusuhan terhadap orang
lain dipindahkan (melalui represi dan pengalihan) kepada keluhan fisik.
Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan dan rasa bersalah, rasa keburukan
yang melekat, suatu ekspresi harga diri yang rendah, dan tanda perhatian terhadap diri
sendiri (self-concern) yang berlebihan.
LO.3.3. Klasifikasi Kelainan pada Nyeri Somatoform
Ada 5 gangguan somatoform yang spesifik yaitu :
1

Gangguan konversi
Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik
yang tidak dapat dilacak secara medis. Gangguan ini muncul dalam konflik atau
pengalaman traumatik yang memberikan keyakinan akan adanya penyebab psikologis.
Hipokondriasis

26

Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakukan
akan adanya penyakit terus ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau
rasa nyeri fisik biasanya sering diasosiasikan dengan gejala penyakit kronis tertentu.
Gangguan somatisasi
Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada dasar
organis yang jelas. Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan
kunjungan medis berkali-kali atau menyebabkan hendaya yang signifikan dalam
fungsi.
Gangguan dismorfik tubuh
Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap
orang tidak memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya
(dipersepsikannya). Gangguan ini akan membawa seseorang pada perilaku komplusif
seperti berulang-ulang berdandan, dll.
Gangguan nyeri
Gejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak
sepenuhnya disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris, disertai oleh
penderitaan emosional dan gangguan fungsional dan gangguan memiliki hubungan
sebab yang masuk akal dengan factor psikologis.
Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi,

1
2
3
4
5
6
7

gangguan somatisasi
gangguan somatoform tak terperinci
gangguan hipokondriasis
disfungsi otonomik somatoform
gangguan nyeri somatoform menetap
gangguan somatoform lainnya
gangguan somayoform YTT
LO.3.4. Manifestasi klinis Kelainan pada Nyeri Somatoform
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali
terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan
yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya
mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang menekan di
dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas
yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat
dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam
bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak
konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan
manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita
penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan
(Nevid, dkk, 2005).

27

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk
menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya
pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain,
orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun
tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.
Gambaran keluhan gejala somatoform :
Neuropsikiatri:
kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik ;
saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya
Kardiopulmonal:
jantung saya terasa berdebar debar. Saya kira saya akan mati
Gastrointestinal:
saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter
yang dapat menyembuhkannya
Genitourinaria:
saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan
namun tidak di temukan apa-apa
Musculoskeletal
saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu
Sensoris:
pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan
kacamata tidak akan membantu
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi,
hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.
1

2
3

Gangguan somatisasi
Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika
diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu
memeriksakan diri. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang
umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur, dll
Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan
tersiksa/merana.
Berulang memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di
RS bahkan dilakukan operasi.
28

3
4
5

1
2

3
4

Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam
pernikahan.
Gangguan konversi
Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara
fisiologis, pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat
gangguan/kelainan.
Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total pada
tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti ditusuktusuk, ketidak pekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk merasakan
sensasi (anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak dapat
membau, suara hanya berbisik, dll.
Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk
menghindari beberapa aktivitas atau tanggungjawab.
Konsep Freud : energi dari insting yang di repres berbalik menyerang dan
menghambat fungsi saluran sensorimotor.
Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.
Hipokondriasis
Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya
memiliki suatu penyakit fisik yang serius
Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah interpretasi
terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala,
berdebar-debar, kelelahan.
Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak
dokter atau RS
Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter,
walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah
diyakinkan.
Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial,
pekerjaan atau aspek penting lainnya.
Gangguan dimorfik tubuh
Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan
kekurangan dalam hal penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau ukuran
tubuh)
Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stress, menghabiskan banyak waktu,
menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan
atau aspek penting lainnya (menghindar/tidak mau bertemu orang lain, keluar sekolah
atau pekerjaan), juga menyebabkan dirinya sering harus konsultasi untuk operasi
plastik
Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.
29

2
3
4

Gangguan nyeri
Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan
berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah
pemeriksaan yang intensif)
Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di satu
atau beberapa bagian tubuh.
Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
aspek penting lainnya.
Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan,
memperburuk rasa nyeri.
LO.3.5. Diagnosis dan Diagnosis banding Kelainan pada Nyeri Somatoform

Kriteria diagnosis menurut DSM-IV


Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
A Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
B Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarang waktu selama perjalanan gangguan:
1 Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat
tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota
gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama
miksi).
2 Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain
nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau
intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3 Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain
dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi
tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
4 Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang
mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi
seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat,
sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya
sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang;gejala disosiatif
seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
C Salah satu (1) atau (2):
1 Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yangdikenal atau efek langsung dan
suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol).
2 Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan
yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yangdiperkirakan dan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
30

D Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan
atau pura-pura).
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi
A Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau
sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
B Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena
awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor
lain.
C Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
D Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai
perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
E Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan
pemeriksaan medis.
F Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi
semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan
dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
A Preokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit
serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.
B Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan
penentraman.
C Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan
delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan
(seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
D Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
E Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
F Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh
A Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali
tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.
B Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
C Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

31

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri


A Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan
cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.
B Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.
D Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
E Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan
A Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih).
B Salah satu (1) atau (2)
1 Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi
medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya efek
cedera, medikasi, obat, atau alkohol).
2 Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan
sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan
menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratonium.
C Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
E Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
F Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura).
Kriteria Diagnostik Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Kondisi Medis
A Adanya suatu kondisi medis umum (dikodekan dalam Aksis III).
B Faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis umum dengan salah satu cara
berikut:
1 Faktor yang mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum ditunjukkan oleh
hubungan erat antara faktor psikologis dan perkembangan atau eksaserbasi dan, atau
keterlambatan penyembuhandan, kondisi medis umum.
2 Faktor yang mengganggu pengobatan kondisi medis umum.
3 Faktor yang membuat risiko kesehatan tambahan bagi individu.
4 Respons fisiologis yang berhubungan dengan stres menyebabkan atau
mengeksaserbasi gejala-gejala kondisi medis umum.
DIAGNOSIS BANDING

32

Gangguan Somatisasi
Klinisi harus selalu menyingkirkan kondisi medis non-psikiatrik yang dapat
menjelaskan gejala pasien. Gangguan medis tersebut adalah sklerosis multiple,
miastenia gravis, lupus eritematosus sistemik kronis. Selain itu juga harus dibedakan
dari gangguan depresi berat, gangguan kecemasan (anxietas), gangguan hipokondrik
dan skizofrenia dengan gangguan waham somatik.
Hipokondriasis
Kondisi medis nonpsikiatrik: khususnya gangguan yang tampak dengan gejala yang
tidak mudah didiagnosis. Penyakit-penyakit tersebut adalah AIDS, endokrinopati,
miastenia gravis, skerosis multiple, penyakit degeneratif pada sistem saraf, lupus
eritematosus sistemik, dan gangguan neoplastik yang tidak jelas.
Gangguan Konversi
Gangguan neurologis (seperti demensia, penyakit degeneratif), tumor otak, penyakit
ganglia basalis harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.
Gangguan Dismorfik Tubuh
Pada distorsi citra tubuh terjadi pada anoreksia nervosa, gangguan identitas jenis
kelamin, gangguan depresif, gangguan kepribadian narsistik, skizofrenia dan
gangguan obsesif-kumpulsif.
Gangguan Nyeri
Gangguan nyeri harus dibedakan dari gangguan somatoform lain, seperti nyeri pada
hipokondrial, nyeri pada konversi.
LO.3.6. Tatalaksana Kelainan pada Nyeri Somatoform

2
3
4

Terapi farmakologis : terapi yang diberikan untuk kasus dengan gangguan


somatoform bersifat simtomatik sesuai dengan keluhan somatik pasien dan dapat
berupa : analgetika, relaksan otot, antasida. Bila ditemuka n gejala depresi :
tambahkan anti depresan bila ditemukan gejala anxietas berikan anti anxietas,
Psikoterapi suportif
Terapi remedial / edukatif
Terapi keluarga

Gangguan somatisasi ditatalaksana dengan ikatan terapeutik, perjanjian teratur, dan


intervensi krisis.

Penatalaksanaan untuk gangguan konversi adalah sugesti dan persuasi dengan


berbagai teknik. Strategi penatalaksanaan pada hipokondriasis meliputi pencatatan
gejala, tinjauan psikososial, dan psikoterapi.

Gangguan dismorfik tubuh diterapi dengan ikatan terapeutik, penatalaksanaan stres,


psikoterapi, dan pemberian antidepresan.

Terapi pada gangguan nyeri mencakup ikatan terapeutik, menentukan kembali tujuan
terapi, dan pemberian antidepresan.

33

Antidepresan
Golongan
Anti depresan
trisiklik

SSRIs (selective
serotonin
reuptake
inhibitors
Mixed DA/NE
reuptake
Inhibitor

MAO inhibitors

Mekanisme
Kerja
Menghambat
reuptake
5-HT/NE
secara
tidak
selektif
Menghambat
secara
selektif reuptake
5-HT
Menghambat
reuptake
DA/NE secara
tidak selektif
Menghambat
aktivitas
enzim MAO

Contoh
Amitriptilin,
imipramin,
desipramin,
nortriptilin,
klomipramin
Fluoksetin,
paroksetin,
sertralin, fluvoksamin
Trazodon, nefazodon,
mirtazapin,
bupropion,
maprotilin,
venlafaksin
Phenelzine,
tranylcypromine

LO.3.7. Komplikasi Kelainan pada Nyeri Somatoform


1
2

Kehidupan yang bergantung pada orang lain


Suicide.

LO.3.8. Pencegahan Kelainan pada Nyeri Somatoform


Pertama, mulai berolah raga dengan baik dan teratur serta menjaga pola makan
dengan asupan gizi yang seimbang. Hal ini berguna untuk menjaga metabolism tubuh.
Sehingga menjadi prima.
Kedua, Apabila gangguan serangan cemas akan rasa sakit menyerang, katakan pada
diri anda stop, lalu lakukan relaksi dengan cara mengatur aliran nafas anda.
Ketiga, Lakukan lah medical check up 1 tahun 1 kali, secara rutin. Dengan harapan
dapat mengetahui kondisi fisikyang sebenarnya (membuat anda tenang), dan
melakukan langkah pencegahan jika ditemukan penyakit dalam diri.
34

Self talk Tubuh saya sehat, dan saya baik-baik saja. (katakan pada diri anda, setiap
hari saat anda bercermin setiap saat, dan katakan juga indahnya hari ini, saya
bersyukur karena tuhan masih mengijinkan saya menikmati setiap karuniaNya

LO.3.9. Prognosis Kelainan pada Nyeri Somatoform


Prognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien dan
sifat gangguannya (kronik atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform
prognosisnya baik, dapat ditangani secara sempurna. Sangat sedikit sekali yang
mengalami eksarsebasi, dapat bervariasidari mild-severe dan kronis. Pengobatan yang
lebih awal dan menjadikan prognosis menjadi lebih baik. Secara independen tidak
meningkatkan risiko kematian. Kematian lebih disebabkan karena upaya bunuh diri.
LI.4 Memahami
Warahmah

Dan

Menjelaskan

Keluarga

Sakinah

Mawaddah

Kata Sakinah. Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang
sangat penting. Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi
kejujuran, pondasi iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Dalam Al Quran pun dikatakan bahwa suatu saat, akan banyak orang yang saling
berkasih sayang di dunia, tetapi di akhirat kelak mereka akan bermusuhan,
menyalahkan dan saling melempar tanggung jawab. Kecuali orang-orang yang
berkasih sayang dilandasi dengan cinta kepada Allah SWT. Kata adalah mawaddah.
Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini,
mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan, contoh mawaddah itu
berupa kejutan suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya suatu waktu
si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk
anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar
biasa.
Kata terakhir adalah warahmah. Warahmah ini hubungannya dengan kewajiban.
Kewajiban seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan
memberikan contoh yang baik. Kewajiban seorang istri untuk menaati suaminya.
Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala kewajiban.

35

DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, H.I., Sadock B.J. (1997). Sinopsis Psikiatri Jilid II Edisi ke-7. Jakarta.
Binarupa Aksara.
Mansjoer, A.A.,etc. (2004). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2003). Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta.
Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III. Jakarta.
Kowalak, Jennifer P., William Welsh. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sherwood, Lauralee. (2004). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta.
EGC.
Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI.
Maramis, W.F. (1997). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi VI. Surabaya. Airlangga
University Press.
Lindsay, Kenneth W. (2004). Headache. Neurology and Neurosurgery. London.
Churchill Livingstone.

Yutzy SH. (2006). Somatization. In: Blumenfield M, Strain JJ, penyunting.


Psychosomatic Medicine. 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins.

36

Khan AA, Khan A, Harezlak J, Tu W, Kroenke K. (2003). Somatic symptoms in


primary care: Etiology and outcome. Psychosomatics.

37

Anda mungkin juga menyukai