Anda di halaman 1dari 39

Permasalahan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA)

(Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air)

Kelas B

Oleh :
Septi Putri

(122110101005)

Dwi Betari K.

(122110101065)

Diana Putri A.

(122110101118)

Jodi Wirlan

(122110101177)

Maulidya Puji Aryani

(132110101049)

Miranda Natasya

(132110101190)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
anugerah dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Permasalahan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA). Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini, terutama kepada Ibu Ellyke S,KM, M.Kes., selaku
dosen Pengelolaan Sumber Daya Air Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Jember.
Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun guna
mendapatkan hasil yang lebih sempurna dan bermanfaat untuk masa yang akan
datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jember, September 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1

Latar Belakang..........................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah.....................................................................................3

1.3

Tujuan........................................................................................................3

1.4

Manfaat......................................................................................................3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5


2.1

Permasalahan Sumber Daya Air................................................................5

2.1.1

Kekeringan.........................................................................................5

2.1.2

Banjir..................................................................................................7

2.1.3

Tanah Longsor....................................................................................8

2.1.4

Erosi.................................................................................................10

2.1.5

Sedimen............................................................................................11

2.1.6

Intrusi Air Laut.................................................................................12

2.1.7

Kerusakan Daerah Tangkapan Air Hujan.........................................15

2.1.8

Pencemaran Air................................................................................16

2.1.9

Konflik Antar Pengguna...................................................................18

2.1.10

Permasalahan Lingkungan Sungai...................................................20

BAB 3. PEMBAHASAN.......................................................................................23
3.1

Kasus.......................................................................................................23

3.2

Pembahasan.............................................................................................24

3.2.1

Sumber Masalah...............................................................................24

3.2.2

Penyebab Masalah............................................................................25

3.2.3

Dampak............................................................................................28

3.2.4

Penanganan yang Pernah Dilakukan................................................29

3.2.5

Solusi yang Ditawarkan...................................................................29

BAB 4. PENUTUP................................................................................................33
4.1

Kesimpulan..............................................................................................33

4.2

Saran........................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................35

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air meupakan bagian paling penting yang membuat kehidupan di bumi .
semua organisme yang hidup tersusun dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60%
dan aktivitas metabolik mengambil tempat di larutan air (Enger dan Smith,2000).
Air bersifat sumber daya alam yang terbarukan dan dinamis yang artinya, sumber
utama air yang berupa air hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau
musimnya sepanjang tahun.
Mengingat keberadaan air disetiap wilayah dan tempat yang didudukinya
tidak selalu tetap, maka harus dikelola dengan bijak dengan pendekatan terpadu
dan menyeluruh. Terpadu dngan mencerminkan berbagai aspek, berbagai pihak
(stakeholders) dan berbagai disiplin ilmu. Sedangkan menyeluruh mencakup yang
sangat luas, melintas batas antar sumber daya, antar lokasi, antar banyak aspek,
antar para pihak hulu dan hilir, antara multi disiplin, dan berbagai jenis tata guna
lahan.
Dalam jumlah tertentu air dapat menyebabkan bencana alam dan beberapa
kerugian. Maka dari itu diperlukan suatu upaya pengelolaan air. Pengelolaan
sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber daya air dan pengendalian daya rusak air. Mengingat di Indonesia sendiri
terdapat dua musim yaitu, musim penghujan dan kemarau. Pada saat musim
penghujan sering terjadi bencana alam seperti banjir serta tanah longsor dan pada
saat musim kemarau terjadi kekeringan.
Tampaknya masalah air dan bencana yang ditimbulkannya sudah menjadi
masalah dunia. Tidak hanya merupakan masalah di Indonesia saja. Saat ini ,
semuai musim kemarau

menyadari bahwa akibat degradasi lingkungan yang

parah, keberadaan air di suatu tempat tidak lagi seimbang. Air makin berkurang di

musim kemarau dan sangat berlebihan pada musim penghujan yang menimbulkan
keruakan yang sangat hebat (Robert dan Roestam,2008).
Di Indonesia, banyak bencana yang terjadi akibat permasalahan
pengelolaan sumber daya air . Pada tahun 2014 jumlah kejadian bencana sebanyak
456 kejadian, terdiri dari 227 bencana alam (49%), 197 bencana non alam (44%)
dan 32 bencana sosial (7%). Kejadian bencana tersebut menimbulkan jumlah
korban sebanyak 1.699.247 orang, terdiri dari 957 orang korban meninggal, 1.932
orang luka berat/dirawat inap, 694.305 orang luka ringan/rawat jalan, 391 orang
hilang dan 1.001.662 pengungsi (Depkes RI, 2015).
Banjir merupakan bencana alam yang paling umum selama periode
Januari-Maret 2014 dan dengan dampak tertinggi. Banjir menyebabkan lebih dari
satu pertiga (41,3 persen) dari jumlah kejadian bencana, 75,7 persen orang yang
terkena dampak dan/atau mengungsi akibat bencana alam dan 2,4 persen
kerusakan rumah(BNPB dan OCHA,2014).
Bencana yang terjadi jika banjir datang adalah Tanah Longsor. Aktivitas
longsor selama periode pelaporan juga meningkat dibandingkan dengan periode
yang sama di bulan Januari-Maret 2013: dari total 60 kejadian longsor menjadi
138. Pada bulan Maret 2014, jumlah longsor menurun menjadi 33 kejadian
dengan tujuh kematian dan 131 rumah rusak. Pada Februari 2014, BNPB
melaporkan bahwa 47 kejadian longsor mengakibatkan sembilan orang tewas,
9.954 orang terdampak dan mengungsi serta 1.605 rumah dan bangunan publik
atau masyarakat rusak. Hujan lebat pada Januari 2014 menyebabkan 53 kejadian
longsor yang mengakibatkan 45 kematian, 852 rumah rusak dan 3.881 terdampak
dan mengungsi (BNPB dan OCHA,2014).
Selain bencana yang terjadi pada usim hujan, pada saat musim kemarau
juga terjadi kekeringan di Indonesia. Selama Agustus 2014, wilayah di Jawa, Bali,
NTT, NTB, Sulawesi Selatan, dan Lampung jarang terjadi hujan sehingga
mengakibatkan kekeringan. Sementara musim kemarau ini diperkirakan akan
berlangsung hingga Oktober

sampai awal

November 2014.Berdasarkan

pemantauan Kementerian Pekerjaan Umum terhadap waduk dan bendungan saat


ini, dari total 176 waduk dan bendungan yang ada, 160-nya dinyatakan normal, 14

defisit, dan 2 dalam kondisi kering.Untuk waduk atau bendungan yang yang
defisit adalah Situ Patok dan Situ Sedok (Jawa Barat), Bendung Plumbon (Jawa
Tengah),

Pacal,

Prijetan,

Gondang,

Pondok,

Notopuro,

Saradan,

dan

Kedungbendo (Jawa Timur), Palasari, Gerokgak, dan Benel (Bali), serta Bili-Bili
(Sulawesi Selatan). Sedangkan untuk waduk atau bendungan yang kering berada
di Bendungan Krisak dan Cengklik di Jawa Tengah.
Selain tiga bencana yang terjadi akibat permasalahan pengelolaan sumber
daya air masih banyak bencana dan masalah lain yaitu, sedimentasi, erosi,
kerusakan daerah tangkapan air, intrusi air lanut, pencemaran air, konflik antar
pengguna, serta lingkungan di sekitar sungai yang menyebabkan kapasitas/ daya
tampung sungai menurun. Melihat tiga contoh bencana di atas bisa kita bayangkan
seberapa banyak kerugian material bahkan kematian yang menjadi korban.
Permasalahan pengelolaan sumber daya air yang lainnya juga sangat merugikan.
Oleh karena itu, penulis menuliskan makalah tentang permasalahan pengelolaan
sumber daya air yang terjadi khususnya di Indonesia beserta saran agar tidak
terjadi lagi bencana dan kerugian material maupun jiwa yang banyak.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah permasalah pengelolaan sumber daya air?
b. Apa saja yang menjadi permasalahan pengelolaan sumber daya air?
c. Bagaimana cara menanggulangi permasalahan pengelolaan sumber daya air?
1.3 Tujuan
a. Menjelaskan bagaimana permasalahan pengelolaan sumber daya air.
b. Menjelaskan apa saja permasalahan pengelolaan sumber daya air.
c. Menjelaskan bagaimana cara mennggulangi permasalahan pengelolaan sumber
daya air.

1.4 Manfaat
a. Dapat mengetahui bagaimana permasalahan pengelolaan sumber daya air.
b. Dapat mengetahui apa saja permasalahan pengelolaan sumber daya air.

c. Dapat mengetahui bagaimana cara menanggulangi permasalahan pengelolaan


sumber daya alam.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Permasalahan Sumber Daya Air
2.1.1

Kekeringan
Kekeringan dapat didefinisikan sebagai periode tanpa air hujan yang

cukup atau suatu periode kelangkaan air. Periode tanpa air hujan disebut juga
sebagai kekeringan secara meteorologis atau klimatologis, sedangkan untuk
periode kelangkaan air disebut juga kekeringan secara hidrologis, pertanian dan
4

sosial ekonomi (Anonim, 2011). Kekeringan adalah kondisi ketersediaan air yang
jauh lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan baik untuk kebutuhan hidup,
pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Dengan kata lain kekeringan adalah
kurangnya air bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya pada suatu
wilayah yang biasanya tidak kekurangan air. Kekeringan merupakan salah satu
fenomena yang terjadi sebagai dampak sirkulasi musiman ataupun penyimpangan
iklim global seperti El Nino dan osilasi Selatan (Setiawan).
Proses terjadinya kekeringan diawali dengan berkurangnya jumlah curah
hujan dibawah normal pada satu musim, kejadian ini adalah kekeringan
meteorologis yang merupakan tanda awal dari terjadinya kekeringan. Tahapan
selanjutnya adalah berkurangnya berkurangnya kondisi air tanah yang
menyebabkan terjadinya stress pada tanaman (terjadinya kekeringan pertanian),
Tahapan selanjutnya terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah
yang ditandai menurunya tinggi muka air sungai ataupun danau (terjadinya
kekeringan hidrologis). Untuk lebih memudahkan dalam pemahaman mengenai
kekeringan, maka pengertian kekeringan tersebut dibagi lagi secara lebih spesifik
sebagai berikut:
a. Kekeringan Meteorologis
Kekeringan ini berkaitan dengan besaran curah hujan yang terjadi berada
dibawah kondisi normalnya pada suatu musim. Perhitungan tingkat kekeringan
meteorologis merupakan indikasi pertama terjadinya kondisi kekeringan.
Intensitas kekeringan berdasarkan definisi meteorologis adalah sebagai berikut:
1) Kering: apabila curah hujan antara 70% - 85% dari kondisi normal (curah
hujan dibawah normal)
2) Sangat kering: apabila curah hujan antara 50% - 70% dari kondisi normal
(curah hujan jauh dibawah normal)
3) Amat sangat kering : apabila curah hujan < 50% dari kondisi normal
(curah hujan amat jauh dibawah normal).
b. Kekeringan Pertanian
Kekeringan ini berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam tanah
(lengas tanah) sehingga tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan air bagi
tanaman pada suatu periode tertentu. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah

terjadinya gejala kekeringan meteorologis. Intensitas kekeringan berdasarkan


definisi pertanian adalah sebagai berikut:
1) Kering: apabila daun kering dimulai pada bagian ujung daun (terkena
ringan s/d sedang)
2) Sangat kering: apabila 1/4 - 2/3 daun kering dimulai pada bagian ujung
daun (terkena berat)
3) Amat sangat kering: apabila seluruh daun kering (terkena puso).
c. Kekeringan Hidrologis
Kekeringan ini terjadi berhubungan dengan berkurangnya pasokan air
permukaan dan air tanah. Kekeringan hidrologis diukur dari ketinggian muka
air sungai, waduk, danau dan air tanah. Ada jarak waktu antara berkurangnya
curah hujan dengan berkurangnya ketinggian muka air sungai, danau dan air
tanah, sehingga kekeringan hidrologis bukan merupakan gejala awal terjadinya
kekeringan. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi hidrologis adalah
sebagai berikut :
1) Kering: apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran dibawah
periode 5 tahunan
2) Sangat kering: apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran jauh
dibawah periode 25 tahunan
3) Amat sangat kering: apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran
amat jauh dibawah periode 50 tahunan.
d. Kekeringan Sosial Ekonomi
Kekeringan ini terjadi berhubungan dengan berkurangnya pasokan komoditi
yang bernilai ekonomi dari kebutuhan normal sebagai akibat dari dari
terjadinya kekeringan meteorologis, pertanian dan hidrologis.
2.1.2

Banjir
Banjir adalah merupakan suatu keadaan sungai dimana aliran airnya tidak

tertampung oleh palung sungai, karena debit banjir lebih besar dari kapasitas
sungai yang ada. Secara umum penyebab terjadinya banjir dapat dikategorikan
menjadi dua hal, yaitu karena sebab-sebab alami dan karena tindakan manusia.
Adapun sebabnya antara lain sebagai berikut:

a. Curah hujan
Pada musim penghujan curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di
sungai dan bilamana melebihi tebing sungai, maka akan timbul banjir atau
genangan .
b. Pengaruh fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, dan kemiringan. Daerah
Pengaliran Sungai (DPS), kemiringan sungai, geometri hidrolik (bentuk
penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material dasar
sungai), lokasi sungai
c. Erosi dan sedimentasi
Erosi di DPS berpengaruh terhadap kapasitas penampungan sungai, karena
tanah yang tererosi pada DPS tersebut apabila terbawa air hujan ke sungai akan
mengendap dan menyebabkan terjadinya sedimentasi. Sedimentasi akan
mengurangi kapasitas sungai dan saat terjadi aliran yang melebihi kapasitas
sungai dapat menyebabkan banjir.

d. Kapasitas sungai
Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai disebabkan oleh pengendapan
yang berasal dari erosi dasar sungai dan tebing sungai yang berlebihan, karena
tidak adanya vegetasi penutup.
e. Perubahan kondisi daerah pengaliran sungai
Perubahan DPS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang
tepat, perluasan kota dan perubahan tata guna lainnya dapat memperburuk
masalah banjir karena berkurangnya daerah resapan air dan sediment yang
terbawa ke sungai akan memperkecil kapasitas sungai yang mengakibatkan
meningkatnya aliran banjir.
f. Kawasan kumuh
Perumahan kumuh yang terdapat di bantaran sungai merupakan penghambat
aliran sungai.
g. Sampah
Pembuangan sampah di alur sungai dapat meninggikan muka air banjir karena
menghalangi aliran.

2.1.3

Tanah Longsor
Tanah longsor merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa

batuan, bahan rombakan, tanah, atau campuran dari material tersebut yang
bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat
diterangkan sebagai berikut: Air yang meresap ke dalam tanah akan menambah
bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan
sebagai bidang gelincir, maka tanah tersebut akan menjadi licin dan tanah
pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Penyebab
terjadinya tanah longsor dan upaya pencegahannya sangat perlu kita ketahui
sehingga dapat meminimalisir terjadinya tanah longsor maupun akibat-akibat
yang ditimbulkannya.
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi jika gaya pendorong pada lereng
lebih besar dibandingkan dengan gaya penahan. Gaya penahan umumnya
dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya
pendorong biasanya dipengaruhi oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air,
beban serta berat jenis tanah batuan.
Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung terhadap
kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi
penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, tapi faktor penyebabnya
secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor alam dan faktor manusia:
a. Faktor alam
1) Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu
lempung, strukutur sesar dan kekar, gempa bumi, stragrafi dan gunung
berapi.
2) Iklim: curah hujan yang tinggi di daerah tersebut.
3) Keadaan topografi: lereng yang curam.
4) Keadaan air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi
dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika.
5) Tutup lahan yang mengurangi tahan geser, misalnya tanah kritis.
6) Getaran yang diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, atau
getaran lalu lintas kendaraan di sekitarnya.
b. Faktor manusia
1) Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal.

2)
3)
4)
5)
6)
7)

Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.


Kegagalan struktur dinding penahan tanah.
Penggundulan hutan.
Budidaya kolam ikan diatas lereng.
Sistem pertanian yang kurang memperhatikan keamanan irigasi.
Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran
masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan

sendiri.
8) Sistem drainase daerah lereng yang kurang baik.
Adapun dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya tanah longsor adalah
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.

Terjadinya kerusakan lahan.


Hilangnya vegetasi penutup lahan.
Terganggunya keseimbangan ekosistem.
Lahan menjadi kritis sehingga cadangan air bawah tanah menipis.
Terjadinya tanah longsor dapat menutup lahan yang lain seperti sawah, kebun
dan lahan produktif lainnya.

2.1.4

Erosi
Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan

tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan
tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment), pengangkutan
(transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh penyebab
erosi. Di daerah-daerah tropis yang lembab seperti di Indonesia maka air
merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan untuk daerah-daerah
panas yang kering maka angin merupakan faktor penyebab utamanya. Erosi tanah
yang disebabkan oleh air meliputi 3 tahap, yaitu:
a. Tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah
b. Tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angina
c. Tahap pengendapan, pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak cukup lagi
untuk mengangkut partikel.
Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah pada
erosi yang disebabkan oleh air. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan
tanah yang gundul, partikel tanah terlepas dan terlempar ke udara. Karena

gravitasi bumi, partikel tersebut jatuh kembali ke bumi. Pada lahan miring
partikel-partikel tanah tersebar ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel
tanah yang terlepas akan menyumbat pori-pori tanah. Percikan air hujan juga
menimbulkan pembentukan lapisan tanah keras pada lapisan permukaan. Hal ini
mengakibatkan menurunnya kapasitas dan laju infiltrasi tanah. Pada kondisi
dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di
permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran
permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-pertikel yang
terlepas baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliran permukaan itu
sendiri. Pada saat energi aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi
mengangkut partikel tanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan
mengendap baik untuk sementara atau tetap.
Besarnya erosi tergantung pada kuantitas suplai material yang terlepas dan
kapasitas media pengangkut. Jika media pengangkut mempunyai kapasitas lebih
besar dari suplai material yang terlepas, proses erosi dibatasi oleh pelepasan
(detachment limited). Sebaliknya jika kuantitas suplai materi melebihi kapasitas,
proses erosi dibatasi oleh kapasitas (capacity limited) (Candra, 2010).
2.1.5

Sedimen
Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi

parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap dibagian
bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai dan waduk.
Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi
yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat
tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut
dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di dalam
waduk, dengan kata lain bahwa sedimen merupakan pecahan, mineral atau
material organik yang ditransforkan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh
media udara, angin, es atau oleh air dan juga termasuk didalamnya material yang
diendapakan dari material yang melayang dalam air atau dalam bentuk larutan
kimia (Asdak, 2007).

10

Sedimentasi sendiri merupakan suatu proses pengendapan material yang


ditranspor oleh media air, angin, es atau gletser di suatu cekungan. Delta yang
terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan materialmaterial yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang
terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material
yang diangkut oleh angin. Proses tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan
hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin,
dan gletser. Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus
baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih
rendah. Hembusan angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan
material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya
angkutnya. pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau
angin tadi membuat terjadinya sedimentasi (Soemarto, 1995).
2.1.6

Intrusi Air Laut


Intrusi air laut adalah masuk atau menyusupnya air laut kedalam pori-pori

batuan dan mencemari air tanah yang terkandung didalamnya, Proses masuknya
air laut mengganti air tawar disebut sebagai intrusi air laut. Masuknya air laut ke
sistem akuifer melalui dua proses, yaitu intrusi air laut dan upconning. Intrusi air
laut telah terjadi di beberapa tempat, terutama daerah pantai.
Air laut memiliki berat jenis yang lebih besar dari pada air tawar akibatnya
air laut akan mudah mendesak airtanah semakin masuk. Secara alamiah air laut
tidak dapat masuk jauh ke daratan sebab airtanah memiliki piezometric yang
menekan lebih kuat dari pada air laut, sehingga terbentuklah interface sebagai
batas antara airtanah dengan air laut. Keadaan tersebut merupakan keadaan
kesetimbangan antara air laut dan air tanah.
Intrusi air laut terjadi bila keseimbangan terganggu. Aktivitas yang
menyebabkan intrusi air laut diantaranya pemompaan yang berlebihan,
karakteristik pantai dan batuan penyusun, kekuatan air tanah ke laut, serta
fluktuasi air tanah di daerah pantai. Proses intrusi makin panjang bisa dilakukan
pengambilan air tanah dalam jumlah berlebihan. Bila intrusi sudah masuk pada

11

sumur, maka sumur akan menjadi asing sehingga tidak dapat lagi dipakai untuk
keperluan sehari-hari.
Intrusi air laut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Aktivitas manusia
Aktivitas

manusia terhadap lahan

maupun

sumber

daya

air

tanpa

mempertimbangkan kelestarian alam tentunya dapat menimbulkan banyak


dampak lingkungan. Bentuk aktivitas manusia yang berdampak pada
sumberdaya air terutama intrusi air laut adalah pemompaan air tanah (pumping
well) yang berlebihan dan keberadaannya dekat dengan pantai.
b. Faktor batuan
Batuan penyusun akuifer pada suatu tempat berbeda dengan tempat yang lain,
apabila batuan penyusun berupa pasir akan menyebabkan air laut lebih mudah
masuk ke dalam air tanah. Kondisi ini diimbangai dengan kemudahan
pengendalian intrusi air laut dengan banyak metode. Sifat yang sulit untuk
melepas air adalah lempung sehingga intrusi air laut yang telah terjadi akan
sulit untuk dikendalikan atau diatasi
c. Karakteristik pantai
1) Pantai berbatu memiliki pori-pori antar batuan yang lebih besar dan
bervariatif sehingga mempermudah air laut masuk ke dalam air tanah.
Pengendalian air laut membutuhkan biaya yang besar sebab beberapa
metode sulit dilakukan pada pantai berbatu. Metode yang mungkin
dilakukan hanya Injection Well pada pesisir yang letaknya agak jauh dari
pantai, dan tentunya materialnya berupa pasiran.
2) Pantai bergisik/berpasir memiliki tekstur pasir yang sifatnya lebih porus.
Pengendalian intrusi air laut lebih mudah dilakukan sebab segala metode
pengendalian memungkinkan untuk dilakukan.
3) Pantai berterumbu karang/mangrove akan sulit mengalami intrusi air laut
sebab mangrove dapat mengurangi intrusi air laut. Kawasan pantai
memiliki fungsi sebagai sistem penyangga kehidupan. Kawasan pantai
sebagai daerah pengontrol siklus air dan proses intrusi air laut, memiliki
vegetasi yang keberadaannya akan menjaga ketersediaan cadangan air
permukaan yang mampu menghambat terjadinya intrusi air laut ke arah

12

daratan. Kerapatan jenis vegetasi di sempadan pantai dapat mengontrol


pergerakan material pasir akibat pergerakan arus setiap musimnya.
Kerapatan jenis vegetasi dapat menghambat kecepatan dan memecah
tekanan Terpaan angin yang menuju ke permukiman penduduk.

d. Fluktuasi airtanah di daerah pantai


Apabila fluktuasi air tanah tinggi maka kemungkinan intrusi air laut lebih
mudah terjadi pada kondisi air tanah berkurang. Rongga yang terbentuk akibat
air tanah rendah maka air laut akan mudah untuk menekan airtanah dan
mengisi cekungan/rongga air tanah. Apabila fluktuasinya tetap maka secara
alami akan membentuk interface yang keberadaannya tetap.
Intrusi air laut merupakan bentuk degradasi sumberdaya air terutama oleh
aktivitas manusia pada kawasan pantai. Hal ini perlu diperhatikan sehingga segala
bentuk aktivitas manusia pada daerah tersebut perlu dibatasi dan dikendalikan
sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan.
Berbagai dampak yang ditimbulkan oleh intrusi air laut, terutama dampak
negatif atau yang merugikan seperti, terjadinya penurunan kualitas air tanah untuk
kebutuhan manusia, amblesnya tanah karena pengekploitasian air tanah secara
berlebihan, sedang bagi tanaman ada yang toleran terhadap kandungan garam atau
air asin yang tinggi seperti, tanaman daerah rawa pantai, yaitu pohon bakau. Bagi
tanaman yang tumbuh di tanah dengan kandungan garam yang rendah atau
tumbuh pada tanah biasa, umumnya respon terhadap peningkatan kadar garam
antara lain:
a. Penurunan jumlah air yang diantarkan ke daun yang diperkirakan akibat
perubahan tekanan osmosis. Akibat menurunnya perbedaaan konsentrasi antara
air sel dengan air ftanah yang bergaram, diperkirakan akan menurun perbedaan
tekanan osmosis relatif antara lain berfungsi menghisap air ke daun.
b. Menyebabkan daun menjadi layu dan perubahan metabolisme akar.
Berkurangnya kualitas air tanah karena sudah bercampur dengan air asin/
garam dan susah untuk mendapatkan air bersih. Bila hal ini dibiarkan, maka

13

akan berdampak lebih besar terutama menganggu keseimbangan air tanah


dengan air asin. Selain itu juga daerah yang terkena intrusi ini akan semakin
luas terutama bagian hilirnya.
2.1.7

Kerusakan Daerah Tangkapan Air Hujan


Daerah Tangkapan Air (DTA) merupakan satu kesatuan fisik yang tidak

terikat dengan batasan politik dan administrasi. Ia merupakan daerah yang banyak
kegunaan (multiple use) oleh beragam pengguna (multi user), bersifat lintas
sektoral dan lintas daerah dari hulu sampai ke hilir. Dengan demikian DTA
meliputi banyak jurisdiksi pemeritahan dari pusat sampai ke daerah dengan
regulasi yang kompleks. Seiring dengan itu setiap tingkatan pemerintahan ini juga
memiliki dinas dan instansi sendiri-sendiri sehingga secara keseluruhan organisasi
pengelolah DTA sangat gemuk dan masing-masingnya hanya berwewenang dan
bertanggung jawab secara sektoral. Kompleksitas ini menjadi penyebab tidak
efektifnya pengelolaan DTA selama ini sehingga membutuhkan pemikiranpemikiran baru guna mencapai pengelolaan DTA yang berkelanjutan (Sustainable
Watershed Management).
Permasalahan DTA dapat dilihat dalam berbagai perspektif, namun selama
ini lebih sering didasarkan pada perspektif fisik dan teknologi. Pada perspektif ini
solusi dari permasalahan DTA lebih terfokus kepada mengobati penyakit tanpa
diagnosa yang tepat terhadap penyebabnya sehingga dinilai tidak mampu
mencapai pengelolaan DTA yang keberlajutan. Dalam sudut pandang lain,
permasalahan DTA merupakan persoalan antar sektor yang diakibatkan oleh
adanya faktor externaliti. Adanya faktor ini berakibat terjadinya hubungan yang
bersifat trade-off antar sektor, seperti ketika terjadi peningkatan pada sektor
pertanian maka akan terjadi penurunan pada sektor energi. Untuk mengatasi
persoalan eksternaliti ini beberapa instrument ekonomi dapat digunakan tetapi
belum efektif menyelesaikannya karena DTA mencakup barang publik dan relatif
bebas akses. Untuk itu keintegrasian ekonomi antar sektor yang bersifat trade-off
tersebut perlu dilakukan guna menciptakan social benefit yang lebih besar dari
social costnya. Sementara itu meskipun permasalahan DTA lebih banyak

14

disebabkan oleh aktivitas ekonomi namun pasar sering gagal meresponnya


(market failure), untuk itu campur tangan kelembagaan baik formal maupun
informal sangat menentukan guna keberlanjutan DTA (Irnad).
2.1.8

Pencemaran Air
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat

penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas
manusia. Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus
kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Selain
mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan. Berbagai macam
fungsinya sangat membantu kehidupan manusia. Pemanfaatan terbesar danau,
sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum,
sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya
berpotensi sebagai objek wisata. Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi,
badai, gempa bumi dan-lain juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap
kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran.
Pencemaran air saat ini semakin memprihatinkan. Pencemaran air dapat
diartikan sebagai suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air
seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Perubahan ini
mengakibatkan menurunnya kualitas air hingga ke tingkat yang membahayakan
sehingga air tidak bisa digunakan sesuai peruntukannya. Fenomena alam seperti
gunung berapi, badai, gempa bumi dll juga mengakibatkan perubahan terhadap
kualitas air, tapi dalam pengertian ini tidak dianggap sebagai pencemaran.
Pencemaran air, baik sungai, laut, danau maupun air bawah tanah, semakin hari
semakin menjadi permasalahan di Indonesia sebagaimana pencemaran udara dan
pencemaran tanah. Mendapatkan air bersih yang tidak tercemar bukan hal yang
mudah lagi. Bahkan pada sungai-sungai di lereng pegunungan sekalipun.
Pencemaran air di Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh aktifitas
manusia yang meninggalkan limbah pemukiman, limbah pertanian dan limbah
industri termasuk pertambangan. Limbah pemukiman mempunyai pengertian
segala bahan pencemar yang dihasilkan oleh daerah pemukiman atau rumah

15

tangga. Limbah pemukiman ini bisa berupa sampah organik (kayu, daun, dll) dan
sampah nonorganik (plastik, logam dan deterjen). Limbah pertanian mempunyai
pengertian segala bahan pencemar yang dihasilkan aktifitas pertanian seperti
penggunaan pestisida dan pupuk. Sedangkan limbah industri mempunyai
pengertian segala bahan pencemar yang dihasilkan aktifitas industri yang sering
menghasilkan bahan berbahaya dan beracun (B3).
Asian Development Bank (2008) pernah menyebutkan pencemaran air di
Indonesia menimbulkan kerugian Rp 45 triliun per tahun. Biaya yang akibat
pencemaran air ini mencakup biaya kesehatan, biaya penyediaan air bersih,
hilangnya waktu produktif, citra buruk pariwisata, dan tingginya angka kematian
bayi. Dampak lainnya yang tidak kalah merugikan dari pencemaran air adalah
terganggunya lingkungan hidup, ekosistem dan keanekaragaman hayati. Air yang
tercemar dapat mematikan berbagai organisme yang hidup di air.
Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal. Salah satunya
penyebab pencemaran air adalah aktivitas manusia yang menciptakan limbah
(sampah) pemukiman atau limbah rumah tangga. Limbah pemukiman
mengandung limbah domestik yang berupa sampah organik dan sampah
anorganik serta deterjen. Sampah organik yaitu sampah yang dapat diuraikan atau
dibusukkan oleh bakteri contoh: sisa sayuran, buah-buahan dan daun-daunan.
Sampah anorganik ini tidak dapat diuraikan oleh bakteri (non biodegrable)
contoh: kertas, plastik, gelas atau kaca, kain, kayu-kayuan, logam, karet dan kulit.
Selain sampah organik dan anorganik, deterjen merupakan limbah pemukiman
yang paling potensial mencemari air. Kenyatannya pada saat ini hampir semua
rumah tangga menggunakan deterjen.
Penyebab lainnya juga berasal dari limbah industri. Industri membuang
berbagai macam polutan ke dalam air antara lain: logam berat, toksin, minyak,
nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang
dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam
air. Untuk mengetahui tingkat pencemaran air dapat dilihat melalui besarnya
kandungan oksigen yang terlarut. Ada dua cara yang digunakan untuk
menentukan kadar oksigen dalam air, secara kimia dengan COD (Chemical

16

Oxygen Demand) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand) secara biologi. Makin
besar harga BOD semakin tinggi pula tingkat pencemarannya. (sentra-edukasi,
2010).
Air limbah tersebut memiliki harga BOD yang tinggi, sehingga dapat
diketahui bahwa air tersebut telah tercemar limbah berat. Selain diakibatkan oleh
limbah pemukiman (rumah tangga) sumber atau penyebab pencemaran air juga
disebabkan oleh limbah pertanian dan di beberapa tempat tertentu diakibatkan
oleh limbah pertambangan. Akibat dari pencemaran air yaitu kekurangan
sumberdaya air, menjadi sumber penyakit terganggunya lingkungan hidup,
ekosistem, dan keanekaragaman hayati.
Limbah yang terus-menerus meningkat, akan mengakibatkan air semakin
tercemar dan akan sulit bagi masyarakat untuk mendapatkan air bersih karena air
yang tercemar akan meresap ke dalam tanah. Air tanah tersebut merupakan
sumber dari air sumur di rumah masyarakat dan apabila masyarakat
mengkonsumsi air tersebut akan mengakibatkan penyakit. Air yang tercemar tidak
hanya masuk dalam tanah, tetapi juga mengalir pada sungai bahkan laut dan
mengakibatkan terganggunya lingkungan hidup, ekosistem dan keanekaragaman
hayati.
2.1.9

Konflik Antar Pengguna


Kata konflik berasal dari bahasa latin Confligo, yang terdiri dari dua kata,

yakni Con yang berarti sama-sama dan fligo yang berarti pemogokan,
penghancuran atau permukaan. Secara umum karena ada perbedaan pendapat
antara anggota, yang menimbulkan konflik. Mengacu pada pertentangan antar
individu, kelompok atau organisasi yang dapat meiningkatkan ketegangan sebagai
akibat yang saling menghalangi dalam pencapaian tujuan. Secara Sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih dimana
salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya
atau membuatnya tidak berdaya. Konflik berarti perbedaan kepentingan atau suatu
kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dicapai secara
simultan. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar

17

anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainya. Konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya suatu masyarakat.
Konflik sumberdaya air didefinisikan sebagai situasi sosial yang
sedikitnya dua pengguna air dalam waktu bersamaan berusaha memperoleh akses
terhadap sejumlah sumberdaya air tertentu. Konflik sumberdaya air selain
memberikan dampak negatif yang berupa kebringasan massa juga memberikan
ruang artikulasi, sehingga kepentingan satu pihak akan diketahui pihak lain,
dicarikan kompromi dan pemecahannya.
Konflik sumberdaya air tidak hanya terjadi di daerah kering. Konflik air
bahkan bisa juga merambah daerah basah. Secara umum, sektor sumber daya air
diindonesia menghadapi permasalahan jangka panjang terkait dengan pengelolaan
dan tantangan investasi, yang akan mempengaruhi pembangunan ekonomi negara
dan menyebabkan berkurangnya keamanan pangan, kesehatan makanan dan
kerusakan lingkungan. Pada tingkat kebijakan dan pelaksanaan, mengenai sumber
daya air terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Ketidak seimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam prespektif ruang dan
waktu
b. Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber daya air,
baik air permukaan maupun air tanah. Kerusakan lingkungan yang semakin
luas akibat kerusakan hutan secara signifikan telah menyebabkan penurunan
daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam menahan dan menyimpan air.
Hal yang memprihatinkan adalah indikasi terjadinya proses percepatan laju
kerusakan daerah tangkapan air. Kelangkaan air yang terjadi cenderung
mendorong pola penggunaan sumber air yang tidak bijaksana, antara lain pola
eksploitasi air tanah secara berlebihan sehingga mengakibatkan terjadinya
penurunan permukaan dan kualitas air tanah, intrusi air laut dan penurunan
permukaan tanah.
c. Menurunya kemampuan penyediaan air. Berkembangnya daerah pemukiman
dan industri telah menurunkan area resapan air dan mengancam kapasitas
lingkungan dalam menyediakan air. Pada sisi lain, kapasitas infrastruktur
penampungan air seperti waduk dan bendungan makin menurun sebagai akibat
meningkatnya sedimentasi, sehingga menurunkan kendala penyediaan air
18

untuk irigasi maupun air baku. Kondisi ini diperparah dengan kualitas operasi
dan pemeliharaan yang rendah sebagai tingkat layanan prasarana sumber daya
air menurun semakin tajam
d. Meningkatnya potensi konflik air. Sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan kualitas kehidupan masyarakat, jumlah kebutuhan air baku bagi
rumah tangga, pemukiman, pertanian maupun industri juga semakin
meningkat.
e. Kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi.
2.1.10 Permasalahan Lingkungan Sungai
Sungai merupakan jalan air alami yang mengalir menuju samudera, danau
atau laut, atau ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara
sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air
lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang
turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti
danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir
ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai
utama.
Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam
sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air,
limpasan bawah tanah dan di beberapa negara tertantu air sungai juga berasal dari
lelehan es/salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.
Adapun jenis-jenis sungan menurut ketersediaan airnya ter diri dari:
a. Sungai Permanen, yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap.
Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam
di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.
b. Sungai Periodik, yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak,
sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak
terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo dan sungai Opak di
Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta
serta sungai Brantas di Jawa Timur.

19

c. Sungai Intermittent atau sungai episodik, yaitu sungai yang pada musim
kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai
jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.
d. Sungai Ephemeral, yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan.
Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya
saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.
Permasalahan sungai dapat disebabkan oleh masalah sebagai berikut:
a. Limbah Pertanian.
Limbah pertanian dapat mengandung polutan insektisida atau pupuk organik.
Insektisida dapat mematikan biota sungai. Jika biota sungai tidak mati
kemudian dimakan hewan atau manusia, orang yang memakannya akan mati.
Untuk mencegahnya, upayakan memilih insektisida yang berspektrum sempit
(khusus membunuh hewan sasaran) serta bersifat biodegradable (dapat terurai
secara biologi) dan melakukan penyemprotan sesuai dengan aturan. Jangan
membuang sisa obat ke sungai. Pupuk organik yang larut dalam air dapat
menyuburkan lingkungan air (eutrofikasi), karena air kaya nutrisi, ganggang
dan tumbuhan air tumbuh subur (blooming). Hal ini akan mengganggu
ekosistem air, mematikan ikan dan organisme dalam air, karena oksigen dan
sinar matahari yang diperlukan organisme dalam air terhalang dan tidak dapat
masuk ke dalam air, sehingga kadar oksigen dan sinar matahari berkurang.
b. Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga berupa berbagai bahan organik (misal sisa sayur, ikan,
nasi, minyak, lemak, air buangan manusia), atau bahan anorganik misalnya
plastik, aluminium, dan botol yang hanyut terbawa arus air. Sampah yang
tertimbun menyumbat saluran air dan mengakibatkan banjir. Pencemar lain
bisa berupa pencemar biologi seperti bibit penyakit, bakteri, dan jamur. Bahan
organik yang larut dalam air akan mengalami penguraian dan pembusukan,
akibatnya kadar oksigen dalam air turun drastis sehingga biota air akan mati.
Jika pencemaran bahan organik meningkat, akan ditemukan cacing Tubifex
berwarna kemerahan bergerombol. Cacing ini merupakan petunjuk biologis
(bioindikator) parahnya limbah organik dari limbah pemukiman.

20

c. Limbah Industri
Limbah industri berupa polutan organik yang berbau busuk, polutan anorganik
yang berbuih dan berwarna, polutan yang mengandung asam belerang berbau
busuk, dan polutan berupa cairan panas. Kebocoran tanker minyak dapat
menyebabkan minyak menggenangi lautan sampai jarak ratusan kilometer.
Tumpahan minyak mengancam kehidupan ikan, terumbu karang, burung laut,
dan organisme laut lainnya untuk mengatasinya, genangan minyak dibatasi
dengan pipa mengapung agar tidak tersebar, kemudian ditaburi dengan zat
yang dapat menguraikan minyak.
d. Penangkapan Ikan Menggunakan racun
Sebagian penduduk dan nelayan ada yang menggunakan tuba (racun dari
tumbuhan), potas (racun kimia), atau aliran listrk untuk menangkap ikan.
Akibatnya, yang mati tidak hanya ikan tangkapan melainkan juga biota air
lainnya.
Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran air sungai antara lain :
a. Terganggunya kehidupan organisme air karena berkurangnya kandungan
b.
c.
d.
e.
f.

oksigen.
Terjadinya ledakan populasi ganggang dan tumbuhan air (eutrofikasi).
Pendangkalan dasar perairan.
Punahnya biota air, misal ikan, yuyu, udang dan serangga air.
Munculnya banjir akibat got tersumbat sampah.
Menjalarnya wabah muntaber.

21

BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Kasus
490 Desa di Jawa Timur Dilanda Kekeringan
Senin, 14 September 2015 | 10:34 WIB

Warga mengambil bantuan air bersih di bak penampungan di Deliksari,


Gunungpati, Semarang, 7 Agustus 2015. Pemerintah kota maupun pihak swasta
terus memasok air bersih di tiga wilayah terdampak kekeringan di Semarang,
yaitu wilayah Rowosari, Deliksari dan Gunung Tugel. TEMPO/Budi Purwanto
TEMPO.CO, Surabaya Pada September ini, masih banyak desa yang mengalami
kekeringan. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa
Timur, ada 490 desa yang kering kerontang.
"Itu per tanggal 11 September lalu," kata Kepala BPBD Jawa Timur
Sudharmawan pada Senin, 14 September 2015. Desa-desa itu tersebar di 24
kota/kabupaten di Jawa Timur.
Menurut dia, 24 daerah yang mengalami kekeringan tersebut antara lain
Kabupaten Malang, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Bojonegoro, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Situbondo.
Sudharmawan pun menjelaskan, jumlah desa yang mengalami kekeringan naik
jika dibanding Juli lalu sebanyak 459 desa. "Tapi 2014 lebih banyak, yakni 640
desa."
Untuk mengatasi kekeringan itu, BPBD Jawa Timur bekerja sama dengan BPBD
daerah dan pemerintah kabupaten dalam pengedropan air. Untuk jangka panjang,
akan dikembangkan sistem perpipaan, pembuatan sumur bor, dan embung
geomembran.

22

3.2 Pembahasan
3.2.1

Sumber Masalah
Tantangan permasalahan sumberdaya air di Indonesia dirasakan semakin

meningkat. Tidak hanya sebagai akibat pencemaran dan degradasi sumberdaya,


tetapi juga dengan penurunan kapasitas sumberdaya alam. Sampai saat ini,
penyediaan air bersih untuk masyarakat di Indonesia masih dihadapkan pada
beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan sampai saat ini belum dapat
diatasi sepenuhnya. Salah satu masalah yang masih dihadapi sampai saat ini yakni
masih rendahnya tingkat pelayanan air bersih untuk masyarakat.
Beberapa permasalahan pokok yang masih dihadapi dalam penyediaan air
bersih di Indonesia antara lain adalah: masalah tingkat pelayanan air bersih yang
masih rendah, masalah kualitas air baku dan kuantitas air yang sangat fluktuatif
pada musim hujan dan musim kemarau, serta masalah teknologi yang digunakan
untuk proses pengolahan kurang sesuai dengan kondisi air baku yang kualitasnya
cenderung makin menurun.
Sumber permasalahan pada kasus tersebut adalah terjadinya kekeringan di
beberapa desa di Jawa Timur. Kekeringan merupakan berkurangnya ketersediaan
air sampai dibawah normal yang bersifat sementara, baik di atmosfer maupun di
permukaan tanah. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa
Timur, terdapat 490 desa yang mengalami kekeringan kerontang. Desa-desa
tersebut menyebar di 24 beberapa kota/kabupaten di Jawa Timur. 24 daerah yang
mengalami kekeringan tersebut antara lain Kabupaten Malang, Kabupaten
Ponorogo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Pacitan dan
Kabupaten Situbondo.
Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara
perlahan (slow-onset disaster), berlangsung lama sampai musim hujan tiba,
berdampak sangat luas, dan bersifat lintas sektor (ekonomi, sosial, kesehatan,
pendidikan, dan lain-lain). Kekeringan merupakan fenomena alam yang tidak
dapat dielakkan dan merupakan variasi normal dari cuaca yang perlu dipahami.

23

Variasi alam dapat terjadi dalam hitungan hari, minggu, bulan, tahun, bahkan
abad.
3.2.2

Penyebab Masalah
Bencana kekeringan dapat disebabkan oleh curah hujan yang jauh di

bawah normal pada areal yang airnya telah dimanfaatkan secara maksimal atau
pada

musim

kemarau

panjang.

Bertambahnya

jumlah

penduduk

telah

mengakibatkan terjadinya tekanan penggunaan lahan dan air serta menurunnya


daya dukung lingkungan. Akibatnya kekeringan semakin sering terjadi dan
semakin meluas. Kekeringan juga dapat disebabkan oleh ulah manusia.
Kebutuhan air lebih besar daripada pasokan yang direncanakan akibat ketidak
taatan penguna terhadap pola tanam atau pola penggunaan air. Kerusakan kawasan
tangkapan air dan sumber-sumber air akibat perbuatan manusia.
Permasalahan sumber daya air di Indonesia terdiri dari 3 sisi yaitu,
permasalahan dari sisi pasokan/ ketersediaan, permasalahan dari sisi penggunaan
dan permasalahan dari sisi manajemen.
a. Permasalahan sumber daya air dari sisi pasokan/ketersediaan.
1) Pengaruh Global Climate Change
Pengaruh global climate change seperti efek rumah kaca, pemanasan
global dan sebagainya menyebabkan semakin sering dan semakin besarnya
intensitas extreme climate events sebagaimana dua kejadian yang
berlawanan yang kita alami akhir-akhir ini yaitu La Nina (fenomena/curah
hujan dengan intensitas tinggi yang berlangsung lama disuatu tempat) dan
El Nino (fenomena sebaliknya/kekeringan)
2) Kerusakan Daerah Aliran Sungai
Semakin meluasnya degradasi DAS dan semakin tingginya sedimentasi
akibat pembabatan hutan dan praktek pertanian serta perkebunan yang
tidak mengikuti aspek konservasi tanah dan air yang didorong oleh
tekanan kependudukan dan meningkatnya kegiatan ekonomi dan tata guna
tanah serta tata ruang yang tidak kondusif.
3) Kerusakan Sumber Air

24

Menyempitnya sungai-sungai karena tingginya tingkat kandungan lumpur


akibat erosi dan sedimentasi yang disebabkan rusaknya DAS maupun
akibat sampah yang dibuang penduduk disekitar sungai. Sungai yang
menyempit akan menyebabkan melimpahnya aliran sungai diwaktu banjir.
Adanya

situ-situ

yang

dikonversi

menjadi

daerah

pemukiman

menyebabkan semakin menurunnya resapan untuk recharge air tanah.


Tercemarnya sumber-sumber air seperti sungai, danau, dan waduk oleh
limbah industri, penduduk maupun pertanian.
4) Krisis Air
Semakin meningkatnya kekurangan air dan konflik antar pemakai tentang
penggunaan air yang terjadi terutama pada musim kemarau di daerahdaerah rawan air meskipun siklus curah hujan relatif sama dari tahun ke
tahun. Hal ini terjadi karena disatu sisi pasokan air alamiah (curah hujan)
relatif sama tapi kualitas air yang secara alamiah mengalir di sungai
menurun akibat menurunnya fungsi resapan dari DAS serta pencemaran
air sungai akibat prilaku bahwa sungai adalah tempat pembuangan segala
macam sampah dan limbah yang paling gampang. Disisi lain, kebutuhan
air semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan
ekonomi, sehingga telah terjadi ketidak seimbangan antara pasokan air
dan kebutuhan akan air.
5) Pencemaran Air Tanah
Pada beberapa tempat air tanah telah tercemar oleh intrusi air laut dan
limbah domestik dan industri. Hal ini akan membahayakan penduduk yang
memakainya sebagi air minum.
6) Ancaman hujan asam karena polusi udara telah mencapai ambang yang
membahayakan, hal ini terjadi di dan sekitar kota besar
b. Permasalahan dari sisi penggunaan.
1) Dampak pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan penduduk sebesar rata-rata 1,2%

pertahun

akan

menimbulkan bertambahnya kebutuhan akan pangan dan bahkan tekanan


yang sangat besar atas tanah (lahan) dan air. Untuk memenuhi kebutuhan
pangan (beras) sampai dengan tahun 2020 maka paling tidak 1,1 s/d 2,1
juta sawah beririgasi baru harus dibangun (sebagai tambahan 7,3 juta Ha
yang ada). Sedangkan untuk kebutuhan air bersih (domestik, perkotaan
25

dan industri ) daerah perkotaan s/d tahun 2004 akan menjadi 243.000
liter/detik atau diperlukan penambahan sebesar 152.000 liter/detik dari
yang ada sekarang ini.
2) Dampak pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang dimanifestasikan dalam meningkatnya
kegiatan industri, jasa dan perkotaan memerlukan dukungan dari berbagai
sektor diantaranya penyediaan air baku. Kebutuhan air baku untuk
industri, jasa dan perkotaan diperkirakan akan meningkat sebesar 2 s/d 3
kali dari kebutuhan.
3) Daerah irigasi beralih fungsi menjadi daerah pemukiman dan industri
Menurut perkiraan INUDS (Indonesian National Urban Develompment
Study) yang dikutip dari World Bank selama kurun waktu 1980-1985, areal
perkotaan di Indonesia secara fisik bertambah luas sebanyak 367.500
Hektar atau kira-kira 25.100 ha pertahun, dimana 60% perkembangan
terjadi di Jawa, 20% di Sumatera dan 20% lainnya di Kawasan Timur.
Perkiraan ini memberikan kecenderungan bahwa wilayah perkotaan di
Jawa akan bertambah luas 15.000 Ha pertahun, disamping itu perluasan
untuk pembangunan jalan dan industri akan membutuhkan lahan kira-kira
40.000 pertahun. Lebih jauh lagi sampai dengan 2010 di Jawa akan ada
390.000 Ha (13,6%) dari 3,4 juta Ha sawah irigasi yang potensial untuk
dikonversi menjadi lahan non-pertanian karena letaknya yang strategis
didekat pusat pertumbuhan industri maupun pemukiman
4) Perilaku boros air, tidak peduli dan tidak ramah lingkungan
Perilaku masyarakat yang boros air dapat dilihat dalam kehidupan seharihari, demikian juga pembuangan sampah padat dan limbah cair ke air dan
sumber air tidak saja menyebabkan penyempitan sungai tetapi juga
menebarkan bau tidak sedap disepanjang sungai/kanal.
c. Permasalahan dari sisi manajemen
1) Penanganan yang terfragmentasi
Dengan sifat SDA yang dinamis maka penanganan SDA menjadi
terfregmentasi di beberapa departemen. Tiap sektor menangani sehingga
cenderung membentuk egoism sektoral yang menitik beratkan kepada
kepentingan masing-masing. Akibatnya terjadi tumpang tindih maupun
gap (kekosongan) tanggung jawab dan wewenang institusi yang

26

merencanakan dan membuat aturan. Institusi yang berhubungan dengan


kualitas air misalnya, juga bermacam-macam sehingga sampai saat ini
masalah lingkungan masih belum terpecahkan.
2) Kelemahan koordinasi
Koordinasi pengelolaan sumber daya air dipusat maupun daerah masih
lemah.
a) Lembaga koordinasi di tingkat pusat baru mencakup antar instansi
terkait dan belum melibatkan seluruh komponen stakeholder secara
lengkap
b) Belum optimalnya fungsi lembaga koordinasi di tingkat Provinsi yaitu
Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA) dan tingkat satuan wilayah sungai
(SWS) yaitu Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air (PPTPA) di Jawa
dan belum berfungsinya/terbentuk PTPA dan PPTPA di provinsiprovinsi luar Jawa.
c) PTPA dan PPTPA belum mencakup seluruh komponen stakeholder
3) Belum memadainya perangkat peraturan perundang-undangan
Perangkat peraturan perundang-undangan maupun petunjuk perlaksanaan
dan petunjuk teknisnya yang melandasi pengelolaan sumberdaya air yang
ada telah ketinggalan (kadaluarsa).
3.2.3

Dampak
Kekeringan dapat menimbulkan dampak yang amat luas, kompleks, dan

juga rentang waktu yang panjang setelah berakhirnya kekeringan. Dampak yang
luas dan berlangsung lama tersebut disebabkan karena air merupakan kebutuhan
pokok dan vital bagi seluruh makhluk hidup, yang tidak tergantikan oleh sumber
daya lainnya. Dari segi sosial, dampak yang ditimbulkan oleh bencana kekeringan
berbeda dengan dampak bencana banjir, tanah longsor, tsunami, ataupun gempa
bumi. Pada keempat jenis bencana tersebut, secara sosial dengan cepat dapat
menghimpun bantuan dari berbagai pihak, baik jangka pendek ataupun jangka
panjang. Berbeda halnya, bencana kekeringan malahan dapat menimbulkan
perpecahan dan konflik, baik konflik antar pengguna air dan antar pemerintah.
Kekeringan mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan air bagi kegiatan
manusia. Kekeringan membawa akibat serius pada pola tanam, pola pengairan,

27

pola pengoperasian irigasi serta pengelolaan sumber daya air di permukaan


lainnya. Gangguan pola tanam yang serius pada gilirannya akan mengancam
keamanan pangan masyarakat. Akibat adanya perubahan musim secara ekstrim,
telah menyebabkan terjadinya krisis air yang dirasakan sangat mempengaruhi
pembangunan nasional. Pada musim kemarau, sumber air minum mengalami
kekeringan, sehingga masyarakat tertentu kekurangan air bersih.
3.2.4

Penanganan yang Pernah Dilakukan


Untuk mengatasi kekeringan itu, BPBD Jawa Timur bekerja sama dengan

BPBD daerah dan pemerintah kabupaten dalam pengedropan air. Untuk jangka
panjang, akan dikembangkan sistem perpipaan, pembuatan sumur bor dan
embung geomembran.
3.2.5

Solusi yang Ditawarkan


Solusi yang dapat kami tawarkan guna menangani permasalahan tersebut,

dapat dilakukan diantaranya:


a. Jangka Pendek
Program ini merupakan program yang memiliki jangka waktu berkisar 1-3
tahun, yang dirancang untuk direalisasikan dalam waktu dekat. Kegiatan dalam
program ini antara lain:

1) Menggalakkan gerakan hemat air.


Dengan gerakan hemat air, diharapkan masyarakat dapat memiliki
persediaan air ketika musim kemarau datang, sehingga tidak ada lagi krisis
air.
2) Menggalakkan gerakan menanam pohon, seperti one man one tree.
Kesadaran masyarakat untuk menanam pohon yang dibiarkan tumbuh
besar, bisa menjadi salah satu kegiatan yang mampu mencegah terjadinya
krisis air. Dimana dengan banyaknya pohon yang mampu menangkap air,
terutama di hulu, dimungkinkan air hujan tidak akan langsung mengalir

28

begitu saja dari hulu ke hilir dan terbuang sia-sia ke laut, tetapi bisa
tertadahi dan dimanfaatkan ketika air mulai sukar didapat.
3) Konservasi lahan, pelestarian hutan dan daerah aliran sungai.
4) Pembangunan tempat penampungan air hujan seperti situ, bendungan dan
waduk sehingga airnya bisa dimanfaatkan saat musim kemarau. Semakin
banyak tempat penampungan air, dapat dimungkinkan krisis air bisa
dikurangi, bahkan dihilangkan.
5) Mencegah seminimal mungkin air hujan terbuang ke laut dengan membuat
sumur resapan air atau lubang resapan biopori.
6) Mengurangi pencemaran air, baik oleh limbah rumah tangga, industri,
pertanian, maupun pertambangan.
Di daerah ini memang merupakan salah satu daerah yang maju pada
pengembangan industrinya, tetapi hal ini tidak bisa menjadi salah satu alasan
untuk menjadikan sumber air menjadi tercemar. Untuk itu, diperlukan kiat-kiat
untuk mencegah terjadinya pencemaran.
b. Jangka Menengah
Program jangka menengah ini merupakan sebuah program yang
dimungkinkan dapat terealisasikan dalam waktu lebih dari 3 tahun.

1) Pengembangan proyek pipa pemompa air tanah


Pengembangan proyek ini berguna ketika air yang tersedia di
penampungan air hujan tidak dapat mencukupi kebutuhan warga ketika
musim kemarau.
2) Perluasan penyaluran PDAM di daerah terpencil
PDAM seringkali tidak menjangkau daerah desa terpencil. Sehingga warga
desa yang tidak mendapat pasokan air dari PDAM pun akan merasakan
krisis air bersih terutama ketika musim kemarau tiba. Air yang dapat
digunakan hanyalah air laut.
3) Pengembangan teknologi desalinasi untuk mengolah air asin (laut)
menjadi air tawar
c. Jangka Panjang
29

Program jangka panjang ini merupakan program yang dirancang untuk


dilakukan melalui serangkaian proses, tidak dapat direalisasikan langsung dalam
waktu yang singkat.
1) Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya
Air.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi
yang lengkap dan handal mengenai potensi dan produktivitas sumber daya
air melalui kegiatan penguatan sistem informasi yang menjamin
terbukanya akses masyarakat terhadap informasi yang ada. Dengan adanya
program ini, diharapkan masyarakat akan semakin sadar untuk
memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya air yang ada dengan
sebaik-baiknya. Bukan berlebihan dan bukan merusak atau mencemarinya.
2) Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Air.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas air dalam upaya
mencegah kerusakan dan/atau pencemaran air dan pemulihan kualitas air
yang rusak akibat pemanfaatan yang berlebihan, kegiatan industri
perkotaan maupun domestik, serta transportasi. Sasaran program ini adalah
tercapainya kualitas air yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu
lingkungan.
3) Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber
Daya Air.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan
kepedulian masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air. Dengan peran
serta masyarakat dalam pengelolaan SDA, dapat mencegah terjadinya
pencemaran dan kerusakan yang diakibatkan oleh air, serta mencegah
terjadinya krisis air akibat penggunaan air yang berlebihan.

30

BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Permasalahan sumberdaya air dirasakan semakin meningkat. Tidak hanya
sebagai akibat pencemaran dan degradasi sumberdaya, tetapi juga dengan
penurunan kapasitas sumberdaya alam. Sampai saat ini, penyediaan air bersih
untuk masyarakat di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa permasalahan
yang cukup kompleks dan sampai saat ini belum dapat diatasi sepenuhnya.
b. Permasalahan pengelolaan sumber daya air antara lain yaitu konservasi lahan,
banjir, longsor, kekeringan, sedimentasi, erosi, kerusakan daerah tangkapan air
hujan, intrusi air laut, pencemaran air, konflik antar pengguna dan lingkungan
sungai menyebabkan kapasitas sungai menurun.
c. Penyelesaian permasalahan pengelolaan sumber daya air dapat diatasi dengan
memperhatikan dari sisi mana permasalahan tersebut muncul, antara lain sisi
pasokan/ketersediaan, permasalahan dari sisi penggunaan dan permasalahan
dari sisi manajemen. Selain itu, solusi yang dapat ditawarkan dapat
mengguunakan tiga jangka waktu yaitu jangka pendek, menengah dan jangka
panjang yang juga disesuaikan dengan permasalahan pengelolaan yang telah
terjadi.

31

4.2 Saran
a. Untuk Pemerintah, hendaknya pengelolaan sumber daya air menjadi salah satu
fokus permasalahan negara untuk segera diatasi dengan melihat sisi mana yang
harus diperbaiki terlebih dahulu.
b. Pemerintah hendaknya juga memberi sanksi tegas bagi masyarakat yang
menyalahgunakan pengelolaan sumber daya air sehingga menyebabkan
kerugian bagi khalayak.
c. Untuk masyarakat, hendaknya menjaga, melestarikan dan menggunakan
sebaik-baiknya sumber daya air yang ada.
d. Untuk pihak swasta, hendaknya memanfaatkan sumber daya air secukupnya
dengan tidak mengeksploitasi dan atau menyebabkan kerusakan sehingga
sumber daya air tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan untuk kemakmuran
rakyat.

32

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Rahardjanto, Studi Pendahuluan Model Pengelolaan Sumber Daya
Air Partisifatif Akomodatif Guna Antisipasi Konflik Pembagian Air (kasus
sumberawan Kecamatan Singosari Malang). Jurnal, Universitas Indonesia,
2010.
Ade Saptono, Pengelolaan Sumber Daya Alam Antar Pemerintah Daerah dan
Implikasi Hukumnya, Studi kasus Konflik Sumber Daya Air Sungai
Tanang Sumatra Barat. Jurnal Ilmu Hukum, fakultas Hukum dan Pasca
Sarjana, Universita Andalas Padang, 2006.
Anneahira.

2010.

Cara

Mencegah

Penemaran

Air,

(Online),

(www.anneahira.com/cara-mencegah-pencemaran-air.html) diakses pada


tanggal 19 September 2015.
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bandung.
Asdak, C. (2007). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University.
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD). 2001. Penanggulangan
Pencemaran Air. Bandung: Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup.
Candra, B. (2010). Penanganan Erosi dan Sedimentasi di Sub DAS Cacaban
Bangunan Check Dam. Semarang: Universitas Diponegoro.

33

Edukasi.

2010.

Macam-macam

Penceemaran

Lingkungan,

(Online),

(http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/macam-macam-pencemaranlingkungan-upaya.html) diakses pada tanggal 19 September 2015.


Hidayat, Wahyu. 1Januari, 2008. Teknologi Pengolahan Air Limbah. Majari. hlm.
5.
Irnad. (n.d.). Menuju Pengelolaan Daerah Tangkapan Air Berkelanjutan : Integrasi
Ekonomi dan Kelembagaan. Riau: Universitas Andalas.
Purnama, S. 2000. Bahan Ajar Geohidrologi. Yogyakarta: Fakultas Geografi,
UGM.

Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Rencana Nasional Penanggulangan


Bencana

2010-2014.

(http://www.bnpb.go.id/uploads/renas/1/BUKU

%20RENAS%20PB.pdf) diakses pada tanggal 18 September 2015


Redwood, Jason. . Pump / Recharge Rate Affect Saltwater Intrusion.
Groundwater Management, Monitoring and Conservation Keep Intrusion
Undercontrol,

(http://www.solinst.com)

diakses

pada

tanggal

19

September 2015.
Robert Kodoatie. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Edisi 2). Jakarta:
Index.Sentra
Setiawan, I. (n.d.). Bencana Alam dan Peran Manusia. Direktori FPIPS Jurusan
Pendidikan Geografi.
Soemarto, C. (1995). Hidrologi Thenik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Slamet Prawirohartono. 2000. Biologi 1b Untuk SMU Kelas 1 Tengah
TahunKedua. Bandung: Bumi Aksara.
Susanto, Hery Awan dan Suroso.2006. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan
Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran (On-line).
(http://jurnalsipiluph.files. wordpress.com /2006/12/vol3 no 2 naskah
_3. pdf) diakses pada tanggal 19 September 2015.

34

Sutardi, 2002,

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Paling Efektif,

(http://pustaka.pu.go.id/files/pdf/pDf_51.pdf) diakses pada tanggal 18


September 2015
Undang - undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi
Tanah dan Air
USGS. 2007. Geological Interpretation of Bathymetric and Backscatter Imagery
of the Sea Floor Off Eastern Cape Cod, Massachusetts, diakses dari
http://www.usgs,gov, diakses tanggal 19 September 2015.
http://duniabaca.com/jenis-jenis-banjir-serta-berbagai-faktor-penyebabbanjir.html, diakses pada tanggal 18 September 2015

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/660/jbptunikompp-gdl-yuniretnan-32988-10unikom_y-i.pdf diakses pada tanggal 19 September 2015


http://eprints.undip.ac.id/42838/3/BAB_II.pdf diakses pada tanggal 18 September
2015
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196006151988031JUPRI/LAHAN.pdf diakses pada tanggal 19 September 2015
https://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi diakses pada tanggal 18 September 2015
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/09/14/058700333/490-desa-di-jawatimur-dilanda-kekeringan, diakses pada tanggal 18 September 2015
https://www.kemenkopmk.go.id/sites/default/files/produkhukum/UU%20Nomor
%2037%20Tahun%202014.pdf, diakses pada tanggal 19 September 2015
http://www.sigana.web.id/index.php/kekeringan.html, diakses pada tanggal 19
September 2015
Anonim. (2011). Retrieved 2011, from Modul Pengembangan Sumber Daya Air:
https://darmadi18.files.wordpress.com/2011/03/materi-psda-s1.pdf diakses
pada tanggal 18 September 2015

35

Anda mungkin juga menyukai