Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Stroke
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal
maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24
jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya
terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila
karena trauma maka tidak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh
darah otak contohnya disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.
Faktor Resiko Stroke
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan sebagai berikut
(Sjahrir, 2003) :
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetic
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat kontrasepsi
hormonal
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain
1

Klasifikasi Stroke
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai
cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama
(Misbach, 1999).
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
1.
2.
3.
4.

Transient Ischemic Attack (TIA)


Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Stroke in evolution
Completed stroke

III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah


1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) :
1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)
3. Lacunar Infark (LACI)
4. Posterior Circulation Infark (POCI)
Patofisiologi Stroke
1. Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan di pembuluh darah otak yang
mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir, 2003).
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
2

c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas
patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel,asidosis,
peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh
radikal bebas (Sherki dkk,2002).

Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.


(Sherki,Y.G., Rosenbaum.Z., Melamed,E., Offen,D. 2002. Antioxidant Therapy in Acute
Central Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev. 54:271-284)
Trombosis (penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
3

selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa
awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan
kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar.
Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya
menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh
sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan
atau tempat-tempat yang melengkung. Trombus juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus
tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang
adalah sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah.
Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada
permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.
Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme
koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap
tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
Manifestasi Klinis
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi
bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak
yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu)
diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau
terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang
terkena.
Beberapa gejala stroke berikut :

Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)

Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,
dan terjadi secara tiba-tiba

Muntah

Pandangan ganda

Kesulitan berbicara atau memahami orang lain


4

Kesulitan menelan

Kesulitan menulis atau membaca

Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan
salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik

Kelemahan pada anggota gerak

Diagnosis Stroke
Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis hemoragik atau iskemik,
dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan
penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
I. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat kebiasaan. Menanyakan
identitas untuk mengecek kesadaran pasien apakah ada disorientasi atau penurunan kesadaran
dan dapat digunakan untuk menilai fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada identitas yaitu
nama, usia, alamat, status pernikahan, agama, suku, cekat tangan. Menanyakan cekat tangan
untuk mengetahui pusat bahasa lebih dominan di hemisfer cerebri kanan atau kiri. Pada kinan
(cekat tangan kanan), 90% pusat bahasa berada di hemisfer kiri sehingga jika ada lesi di
hemisfer kiri dapat mengakibatkan gangguan bicara atau afasia. Sedangkan pada kidal (cekat
tangan kiri), 60% pusat bahasa berada kiri dan 40% berada di kanan, sehingga gangguan
bicara tidak menonjol karena masih terkompensasi.
Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk ke dalam kasus
apakah penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk ke dalam penyakit vaskular dimana
harus terdapat kata kunci yang menandakannya yaitu awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau
mendadak. Ada 3 hal yang harus disebutkan dalam keluhan utama, yaitu defisit neurologi
yang terjadi, onset, dan kata kunci yang menandakan kasus tersebut.
Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena 90% anamnesis dapat
menegakkan diagnosis. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat dua jenis stroke
yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik. Gejala stroke hemoragik diawali dengan
peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala hebat, muntah, pandangan ganda, dan
penurunan kesadaran.

Sedangkan pada stroke iskemik diawali dengan gejala lateralisasi yang mencakup
gangguan motorik, sensorik, dan otonom. Kelemahan pada anggota gerak menandakan
adanya gangguan fungsi motorik. Rasa kesemutan dan mati rasa / baal berhubungan dengan
fungsi sensorik. Untuk mengetahui adanya gangguan otonom dapat ditanyakan tentang alvi,
uri, dan hidrosis. Adanya inkontinensia menandakan lesi UMN dan retensi pada lesi LMN.
Bicara pelo dan mulut mencong berhubungan dengan nervus VII. Riwayat tersedak ketika
makan atau minum berhubungan dengan nervus IX, X. Sedangkan bicara cadel berhubungan
dengan nervus XII. Hal-hal tersebut dapat ditanyakan ketika anamnesis pasien.
Awitan / onset pada pasien stroke terjadi secara mendadak. Maka dari itu perlu
ditanyakan waktu kejadian dan apa yang sedang pasien lakukan sebelum terjadi serangan.
Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombus atau embolus. Pada pasien stroke iskemik
dengan penyebab trombus, serangan biasanya terjadi saat pasien sedang beristirahat atau saat
aktivitas ringan yang tidak meningkatkan kerja jantung. Kelemahan anggota gerak yang
terjadi bersifat progresif, semakin lama semakin memburuk. Sedangkan pada pasien stroke
iskemik dengan penyebab embolus umumnya terjadi saat pasien sedang beraktivitas berat
yang meningkatkan kerja jantung, seperti olahraga, menaiki dan menuruni tangga, atau emosi
yang meningkat. Kelemahan anggota gerak yang tidak bersifat progresif.
Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :

Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala pertama, sampai gejala-gejala

yang menyusul berikutnya, secara berurutan


Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda lateralisasi, peningkatan TTIK)
Sifat dan beratnya serangan
Lokasi dan penyebarannya
Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)
Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan aktivitas apa

saja)
Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat melirik ke satu sisi, mulut

mencong, tersedak, cadel, pelo, lidah mencong, mengompol, baal)


Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali
Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau

meringankan serangan
Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama
Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa

Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah
diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit
yang saat ini diderita

Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :

Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :

Keterangan :
1. SSS > 1

: stroke hemoragik
7

2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala


3. SSS < -1

: stroke iskemik

II. Pemeriksaan Fisik


Tanda vital
Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan untuk mengetahui
adanya gangguan aliran darah. Denyut nadi dan pernapasan berhubungan dengan

saraf otonom. Suhu diukur untuk menyingkirkan adanya keterlibatan infeksi.


Status Generalis
Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.
Status Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis yang telah
ditanyakan. Komponen status neurologis yang dinilai :
GCS
Pupil
Tanda rangsang meningeal
Nervus cranialis
Fungsi motorik
Fungsi sensorik
Fungsi otonom
Gait dan koordinasi

III. Pemeriksaan Penunjang


Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang yaitu untuk diagnosis, preventif dalam
menanggulangi faktor resiko, dan untuk menentukan prognosis. Pemeriksaan penunjang
yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Pemeriksaan
radiologi terdiri dari CT-scan kepala non kontras dan foto thoraks AP. CT-scan kepala non
kontras merupakan pemeriksaan gold standard yang dilakukan untuk menyingkirkan
perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik, sedangkan foto thoraks AP untuk melihat
ada atau tidaknya hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan salah satu faktor resiko stroke.
Foto thoraks PA merupakan pilihan terbaik, tetapi karena pada pasien stroke yang
umumnya mengalami kelemahan anggota gerak, maka dilakukan foto thoraks AP. EKG
dilakukan untuk menyingkirkan faktor resiko stroke.

Perbandingan hasil CT-scan kepala pada stroke hemoragik dan iskemik :

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif yaitu Hb, profil lipid
darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula darah puasa (GDP), G2PP, HbA1c,
asam urat, dan hemostasis lengkap (aPTT, INR, D-dimer, fibrinogen). Sedangkan
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menentukan prognosis terdiri dari
pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan differential count. Semakin tinggi kadar gula
darah sewaktu, prognosis semakin buruk karena semakin banyak sel neuron otak yang
rusak. Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada manusia dapat merupakan suatu
keadaan yang menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan
hidup. Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemi pada keadaan seperti ini harus diputuskan
terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan. Terdapat 3 mekanisme yang mungkin
dapat menerangkan hubungan besarnya akibat stroke dan derajat hiperglikemia (Habib,
dkk, 2001; Martin, dkk, 1987) :
1. Keadaan hipoksia yang terjadi pada stroke, glukosa akan mengalami metabolisme
anaerob menjadi asam laktat dan hasil akhirnya akan menyebabkan asiosis intra dan
ekstraseluler, yang akan menyebabkan terjadinya kerusakan neuron, jaringan glia, dan
jaringan vascular. Pada keadaan tersebut mungkin produksi asam laktat pada daerah
iskemik akan dibantu oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sawar darah otak
atau pada membrane sel neuron dan sel glia yang memungkinkan masuknya glukosa
ke dalam sel.
2. Selama proses iskemik akan terjadinya peningkatan kadar neurotransmitter glutamate
dan aspartat, yang keduanya mempunyai sifat eksitasi dan neurotoksik, pada keadaan
9

normal pelepasan glutamate akan merangsang saraf pada lokasi pasca reseptor dan
depolarisasi. Dalam keadaan hiperglikemia dan hipoksia maka kadar asam amino
ekstraseluler yang akan merangsang neuron makin meningkat, karena pelepasan yang
berlebihan bersama kegagalan reuptake yang biasanya terjadi pada detoksikasi
glutamate dan aspartat. Keadaan ini akan mengakibatkan hiperstimulasi neuron pasca
sinaptik yang kemudian akan menyebabkan kematian neuron.
3. Dengan adanya iskemik, hiperglikemia, dan hiperstimulasi neuron akan terjadi
peningkatan kalsium intraseluler, yang akan mengakibatkan terjadinya kerusakan
neural.
Pemeriksaan differential count untuk melihat ada atau tidaknya leukositosis relatif.
Prognosis buruk jika ada leukositosis relatif. Sitokin yang dilepaskan oleh sel yang
iskemik akan memanggil leukosit yang berada di marginal pool dan leukosit matur di
sumsum tulang masuk ke dalam sirkulasi. Leukosit sendiri dapat mengakibatkan
kerusakan yang lebih luas pada daerah yang mengalami kerusakan tersebut karena
menyumbat mikrovaskularisasi, vasokontriksi, dan infiltrasi ke sel neuron dan
mengeluarkan enzim hidrolitik, pelepasan lipid, dan radikal bebas. Peningkatan leukosit
pada keadaan ini disebut leukositosis reaktif, yakni terdapat peningkatan kadar leukosit di
dalam darah tanpa disertai dengan adanya pergeseran proporsi ke arah kanan (shift to
right) maupun ke kiri (shift to left).
Diagnosis neurologis terdiri dari 4 macam, yaitu :
1. Diagnosis klinis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Diagnosis klinis dapat berupa
suatu sindrom.
Gejala Awal
Gejala Peningkatan TIK
-Nyeri Kepala
-Penurunan Kesadaran
-Muntah Menyemprot
-Pandangan Ganda
Gejala Lateralisasi
-Kelemahan anggota gerak sesisi
-Baal sesisi
-Otonom (BAB, BAK, keringat)

Stroke Perdarahan
Stroke Iskemik
Muncul pada awal Dapat muncul
serangan

kemudian,

atau tidak muncul

Dapat

muncul Muncul pada awal serangan

kemudian, atau tidak


muncul

2. Diagnosis topis
10

Diagnosis topis ditegakkan berdasarkan lokasi kelainan. Pada stroke iskemik,


lokasi kelainan yang ditemukan dapat berasal dari korteks atau subkorteks. Jika lesi
terdapat di korteks, kelemahan pada satu sisi anggota gerak berbeda nilainya. Pada
bagian yang dipersarafi oleh daerah yang mengalami kerusakan, nilai motorik lebih
berat dibanding bagian yang lain. Sedangkan pada subkorteks, nilai motorik pada satu
sisi anggota gerak sama. Pada stroke hemoragik, lokasi kelainan yang ditemukan
dapat berasal dari intraserebral atau subarakhnoid. Untuk membedakannya dapat
diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis. Dari anamnesis, pasien
mengeluhkan nyeri tengkuk pada pasien stroke perdarahan subarachnoid dan kaku
kuduk positif pada pemeriksaan tanda rangsang meningeal. Sedangkan pada stroke
perdarahan intraserebral tidak ditemukan kelainan tersebut.
3. Diagnosis etiologis
Diagnosis etiologis ditegakkan berdasarkan penyebab. Pada stroke iskemik,
dapat disebabkan oleh trombus atau embolus. Penyebab tersebut dapat diketahui dari
anamnesis yang telah dilakukan. Untuk membedakannya dilihat dari kelemahan
anggota gerak progresif dan hal yang dilakukan pasien sebelum serangan. Pada stroke
hemoragik, penyebabnya yaitu pecah / ruptur pembuluh darah.
4. Diagnosis patologis
Diagnosis patologis ditegakkan berdasarkan keadaan patologis yang terjadi,
yaitu iskemik atau hemoragik.
Penatalaksanaan Stroke
Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai
mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu / mengancam fungsi
otak. Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi
kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat
mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien
stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum :
Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
Stabilisasi hemodinamik
Mencegah peningkatan tekanan intrakranial
Mengendalikan kejang
Mengendalikan suhu tubuh
2. Pengelolaan spesifik :
Manajemen cairan dan elektrolit
11

Manajemen peningkatan tekanan intrakranial


Manajemen tekanan darah
Manajemen glukosa darah
Manajemen kejang
Terapi trombolitik
Neurosurgical intervention

Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut yaitu :


Antiagregasi trombosit
Statin
Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
Neuroprotektor
Pengelolaan berdasarkan penyebabnya :
1. Stroke iskemik
Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang paling
ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan
tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10%
diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit).

Sayangnya bahwa

pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3
jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat
penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja
yang dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki hemorheologi
seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah dengan
meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat
lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran
darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral
300 mg/hari.

Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)


Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan
yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi
emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular,
thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup jantung buatan.
12

Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6
jam kemudian sampai dicapai 1,5 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan
oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor
trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan
dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR
pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi trombosis
vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub
cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis
80 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase,
dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua
kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan
kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas
fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin
difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.

Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena
diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah
kerusakan lebih lanjut neuron.

Obat-obatan tersebut antara lain :

CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara


menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas
dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi
kognitif.

Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7

penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 2.000 mg
sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan
yang bermakna. Therapeutic Windows 2 14 hari.
Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan memperbaiki
integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan menormalkan fungsi
membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke empat,
hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat, minggu ke
lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows
7 12 jam.
13

Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain,
penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 50 cc selama 21 hari

menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.


Statin
Statin di klinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif untuk
iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti oksidan downstream dan upstream.
Efek downstream adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan
plaque tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek upstream adalah memperbaiki
pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,
vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese,
sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.

Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan
jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke :
Untuk stroke infark diberikan :
a

Obat-obat anti platelet aggregasi

Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya

Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin

Menghindari rokok, obesitas, stres

Berolahraga teratur

Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang
paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,
fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi. Jika seorang pasien
tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan
pada pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit
rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di
fasilitas perawat.

14

Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang
yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke :


Hari 1-3 (di sisi tempat tidur)

Kurangi penekanan pada daerah yang


sering tertekan (sakrum, tumit)

Hari 3-5
Hari 7-10

2-3 minggu
3-6 minggu
10-12 minggu

Modifikasi diet, bed side, positioning

Mulai PROM dan AROM

Evaluasi ambulasi

Beri sling bila terjadi subluksasi bahu

Aktifitas berpindah

Latihan ADL: perawatan pagi hari

Komunikasi, menelan

Team/family planing

Therapeuthic home evaluation

Home program

Independent ADL, tranfer, mobility

Follow up

Review functional abilities

Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat
sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan
merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat
dilanjutkan di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang
menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien stroke
15

di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi
jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan
yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk
merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan berpakaian
9. Latihan membaca
10. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O
PENATALAKSANAAN DARURAT HIPERTENSI PADA PASIEN STROKE AKUT
Penurunan tekanan darah pada stroke akut akan memperkecil kemungkinan terjadinya
edema serebral, transformasi perdarahan, mencegah kerusakan vaskular lebih lanjut dan
terjadinya serangan stroke ulang (early recurrent stroke). Akan tetapi, disisi lain, penurunan
tekanan darah pada stroke akut dapat mengakibatkan penurunan perfusi serebral sehingga
kerusakan daerah iskemik di otak akan menjadi semakin luas. Terlebih pada hipertensi kronik
dengan kurva perfusi (tekanan darah aliran darah ke otak) bergeser ke kanan, Penurunan
tekanan darah pada kondisi seperti ini akan semakin mengakibatkan penurunan perfusi
serebral.
Atas dasar itu, dalam batas-batas tertentu, penurunan tekana darah pada pasien stroke
fase akut dengan kondisi darurat emergensi sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan, karena
dapat memperburuk kondisi pasien, menimbulkan kecacatan dan kematian. Sementara itu,
pada banyak pasien stroke akut, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam
pertama setelah awitan serangan stroke.
Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke akut berdasarkan Guideline Stroke Tahun 2011
perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia.
16

Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak di
anjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologik. Pada sebagian besar
pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan
serangan stroke. Guideline stroke tahun 2011 merekomendasikan penurunan tekanan darah
yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa
kondisi dibawah ini :
1. Pada pasien stroke iskemia akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik
> 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik
akut yang diberi terapi trombolitik (rTPA), tekanan darah sistolik diturunkan hingga <
185 mmHg dan tekanan darah diastolik < 110 mmHg. Obat antihipertensi yang
digunakan adalah Labetolol, Nitropruside, Nikardipin atau Diltiazem intravena.
2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila tekanan darah sistolik > 200
mmHg atau mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinyu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
3. Apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan
intrakranial, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral
> 60 mmHg.
4. Apabila tekanan darah sistole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara
hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten
dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg. Pada Studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah
sistole hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
5. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko
terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah
terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan
subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga tekanan darah sistole 140 160
mmHg. Sedangkan tekanan darah sistole 160 180 mmHg sering digunakan sebagai
target tekanan darah sistole dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal
17

ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan
vasospasme dan komorbiditas kardiovaskuler.
6. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah
dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya,
misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan
ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15 25% pada jam pertama
dan tekanan darah sistolik 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
Pada stroke iskemik akut, hipertensi yang tidak di kelola dengan baik dapat berakibat
meluasnya area infark (reinfark), edema serebral serta transformasi perdarahan, sedangkan
pada stroke perdarahan, hipertensi dapat mengakibatkan perdarahan ulang dan semakin
luasnya hematoma (perdarahan).
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut harus dilakukan dengan hati-hati.
Penurunan tekanan darah yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kerusakan
semakin parah dan memperburuk keadaan klinik neurologik pasien. Oleh karena itu,
pemilihan obat anti hipertensi parenteral yang ideal adalah yang dapat dititrasi dengan
mudah dengan efek vasodilator serebral yang minimal. Pedoman penurunan tekanan darah
pada stroke akut adalah sebagai berikut :
1. Gunakan obat antihipertensi yang memiliki masa kerja singkat (short acting agent)
2. Pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis rendah
3. Hindari pemakaian obat anti hipertensi yang diketahui dengan jelas dapat
mengakibatkan penurunan aliran darah otak
4. Hindari pemakaian diuretika (kecuali pada keadaan dengan gagal jantung)
5. Patuhi konsensus yang telah disepakati sebagai target tekanan darah yang akan
dicapai.
Prognosis stroke
Prognosis stroke dapat dilihat berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, seperti
pemeriksaan gula darah sewaktu dan differential count. Ada sekitar 30%-40% penderita
stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6
jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun
ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih
bisa disembuhkan.

18

Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah
terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan.
Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya
mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat
mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan
penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan
waktu sekitar 6-12 bulan.
Sindrom Pseudobulbar
Sindrom

pseudobulbar

adalah

kondisi

medis

yang

karakterisiknya

adalah

ketidakmampuan untuk mengontrol pergerakan wajah (seperti gerakan mengunyah dan


bicara) dan disebabkan oleh beberapa gangguan neurologik. Pasien mengalami kesulitan
dalam mengunyah dan menelan, peningkatan refleks dan spastisitas pada lidah, bicara pelo
(biasanya terjadi pada awal kejadian) dan kadang dapat menunjukkan emosional yang tidak
terkontrol. Kondisi ini biasanya disebabkan karena kerusakan/lesi neuron dari batang otak,
terutama pada traktus kortikobulbar (upper motor neuron sampai nukleus nervus kranialis)
secara bilateral. Sebagai bukti terjadinya kerusakan pada traktus tersebut secara bilateral ,
harus terjadi kerusakan otot yang secara bilateral juga secara klinis.
Gejala klinis sindrom pseudobulbar paralisis lidah ( tanpa atrofi dan fasikulasi),
disartria, Donald Duck speech, tidak dapat menjulurkan lidah, spastisitas lidah, palatal
movement absent, otot wajah bisa terjadi paralisis, refleks meningkat, disfonia dan disfagia,
ketidakstabilan emosional (forced laughing and forced crying). Etiologi dari pseudobulbar
kelainan serebrovaskular - misalnya, infark bilateral kapsula interna, gangguan demielinasi misalnya, multiple sclerosis, penyakit motor neuron (amyotrophic lateral sclerosis), tumor
batang otak, cedera kepala, neurosifilis.
Daftar Pustaka :
1. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi, Tanda,
Gejala. Edisi 4. Jakarta :EGC, 2016; p 120-68.
2. Dewanto G, Suwono W, Riyanto B, Turana Y. Diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf.
Jakarta : EGC, 2007;p24-30.
3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar.Jakarta : Dian Rakyat,2014;p270-300.
19

4. Lindsay KW, Bone I, Callandar R. Neurology and neurosurgery illustrated 3rd Ed. London
: Churchill Livingstone,1997.
5. Bulbar and Pseudobulbar Palsy. What is Bulbar Palsy? Info | Patient". Patient. Retrieved
23-11-2016.
6. Okun, M., Raju, D., Walter, B., Juncos, J., DeLong, M., Heilman, K., McDonald, W.,
Vitek, J. "Pseudobulbar crying induced by stimulation in the region of the subthalamic
nucleus". J Neurol Neurosurg Psychiatry 2004;75:921923.

Analisis Kasus
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal
maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24
jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vascular. Stroke pada prinsipnya terjadi secara
tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena
trauma maka tidak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah
otak contohnya disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke. Beberapa faktor
resiko stroke diantaranya yang paling sering adalah hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit
jantung. Selain itu, faktor usia lanjut, dan jenis kelamin laki-laki biasanya juga menjadi factor
resiko dari stroke. Dalam kasus yang dibahas, didapatkan pasien merupakan seorang wanita
berusia 48 tahun dengan riwayat hipertensi dan juga diabetes mellitus yang sudah di miliki
selama 4 tahun serta obesitas. Keluhan pasien saat datang ke IGD RSUD Koja adalah adanya
kelemahan anggota gerak sebelah kanan serta bicara yang pelo dan hal ini terjadi secara tibatiba pada pagi hari sesaat setelah bangun tidur. Selain itu pasien juga mengeluh pusing
berputar serta mual dan juga muntah.
Stroke dapat diklasifikasikan sebagai stroke non-hemorragic (iskemik) dan stroke
hemorrhagic. Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan di pembuluh darah otak
yang mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap, sehingga perburukan
klinis pada pasien dapat terjadi secara bertahap. Trombosis (penyakit trombo-oklusif)
merupakan penyebab stroke yang paling sering. Sedangkan pada stroke hemorrhagic,
biasanya kondisi pasien sangat buruk saat terjadi nya onset, dan dapat disertai dengan
penurunan kesadaran. Selain itu, dalam menentukan stroke non hemoragic maupun
hemoragic, dapat digunakan klasifikasi berdasarkan siriraj score dan gajah mada score. Pada
pasien dengan riwayat stroke berulang, mungkin saja dapt terjadi kerusakan pada kedua
20

hemisfer otak, sehingga dapat terjadi gejala sindrom pseudobulbar. Sindrom pseudobulbar
adalah kondisi medis yang karakterisiknya adalah ketidakmampuan untuk mengontrol
pergerakan wajah (seperti gerakan mengunyah dan bicara) dan disebabkan oleh beberapa
gangguan neurologik. Pasien mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan,
peningkatan refleks dan spastisitas pada lidah, bicara pelo (biasanya terjadi pada awal
kejadian) dan kadang dapat menunjukkan emosional yang tidak terkontrol. Pada pasien,
didapatkan klinis yang memburuk secara bertahap. Dimana pada awalnya keluhan pasien
adalah lemah angota gerak sebelah kanan dan bicara pelo, pasien juga mengeluh pusing
berputar dan terdapat mual muntah sebanyak 2x. Keesokan harinya didapatkan kondisi pasien
makin memburuk, pasien sudah tidak dapat menggerakkan anggota gerak sebelah kanan nya
sama sekali dan pasien tidak dapat berbicara maupun memahami pembicaraan. Namun,
pasien tidak memiliki keluhan sering tersedak saat makan. Pasien mengalami sedikit
kesulitan dalam menelan namun masih dapat makan walaupun hanya sedikit-sedikit. Pada
pasien didapatkan hasil skor siriraj -1 dan skor gajah mada tanpa penurunan kesadaran, nyeri
kepala maupun babinsky yang (-), sehingga dapat dikatakan pasien ini merupakan pasien
dengan stroke non-hemoragic.
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi
bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak
yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu)
diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau
terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang
terkena. Beberapa gejala stroke diantaranya perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor,
koma), sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, dan
terjadi secara tiba-tiba, muntah, pandangan ganda, kesulitan berbicara atau memahami orang
lain, kesulitan menelan, kesulitan menulis atau membaca, perubahan gerakan, biasanya pada
satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan
keterampilan motoric, kelemahan pada anggota gerak. Pada pasien didapatkan kesadaran
yang kompos mentis, dengan GCS E4 M5 V afasia global. Pada hasil pemeriksaan fisik
neurologis, didapatkan tanda rangsang meningeal negative, nervus kranialis I, V, VIII, IX, X,
XI sulit dinilai. Pada pemeriksaan nervus II, III, IV dan VI didapatkan pupil isokor berbentuk
bulat dengan reflex cahaya baik langsung maupun tidak langsung positif, gerak bola mata
baik, tidak ada ptosis, strabismus, nystagmus maupun eksoftalmus. Pada pemeriksaan nervus
21

VII tampak adanya asimetris pada wajah, dan mulut mencong kekiri, lekukan nasolabialis
kanan tampak lebih datar. Pada pemeriksaan nervus XII didapatkan lidah yang deviasi
kekanan. Pada pemeriksaan motoric anggota gerak atas maupun bawah, didapatkan kekuatan
otot sebelah kanan 0 dan sebelah kiri 3-4. Sistem sensorik sulit dinilai. Refleks fisiologis
hiporefleks dan reflex patologis tidak ada.
Dalam hal ini, perlu di lakukan pemeriksaan penunjang. Tujuan dilakukannya
pemeriksaan penunjang yaitu untuk diagnosis, preventif dalam menanggulangi faktor resiko,
dan untuk menentukan prognosis. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri dari
pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Pemeriksaan radiologi terdiri dari CT-scan kepala
non kontras dan foto thoraks AP. CT-scan kepala non kontras merupakan pemeriksaan gold
standard yang dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang terjadi pada stroke
hemoragik, sedangkan foto thoraks AP untuk melihat ada atau tidaknya hipertrofi ventrikel
kiri yang merupakan salah satu faktor resiko stroke. Foto thoraks PA merupakan pilihan
terbaik, tetapi karena pada pasien stroke yang umumnya mengalami kelemahan anggota
gerak, maka dilakukan foto thoraks AP. EKG dilakukan untuk menyingkirkan faktor resiko
stroke. Dengan demikian, pada pasien di anjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah
lengkap, kimia darah, fungsi ginjal, CT-Scan kepala, rontgen thorax dan juga EKG.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke
otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik.
Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam pengelolaan umum (seperti
stabilisasi jalan napas, hemodinamik, mencegah peningkatan TIK), dan pengelolaan spesifik
(manajemen cairan & elektrolit, manajemen tekanan darah, terapi trombolitik). Sebagai terapi
farmakologi stroke non hemoragic, dapat diberikan antiagregasi trombosit, statin,
neuroprotektor dan antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat). Pada pasien
diberikan terapi citicolin (neuroprotektor), granisetron (anti-emetik) & ranitidin (H2 Bloker)
untuk mengatasi keluhan mual dan muntahnya, frego (flunarizine/ Ca- antagonis) & mertigo
(betahistin) untuk mengatasi keluhan pusing berputar, mecobalamin (vitamin B12/
antihiperhomosisteinemia), tromboaspilet (antiagregasi trombosit), captopril (anti-hipertensi),
dan sliding scale insulin untuk mengontrol diabetesnya.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus yang sudah lama dan tidak
terkontrol, pasien juga memiliki riwayat stroke berulang hingga dirawat 3x sebelumnya
22

namun tidak pernah rutin memeriksakan diri, oleh karena itu prognosis pasien baik ad vitam,
sanationam, dan functionam merupakan dubia ad malam.

23

Anda mungkin juga menyukai