Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit epidemik akut yang
disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Penderita yang terinfeksi akan memiliki gejala berupa demam ringan
sampai tinggi, disertai dengan sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian,
hingga perdarahan spontan (WHO, 2010).
Penyakit endemik ini pertama kali didata dan dilaporkan terjadi pada tahun 19531954 di Filipina. Sejak itu, penyebaran DBD dengan cepat terjadi ke sebagian
besar negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia (WHO, 2010).
Insidensi demam berdarah dengue meningkat secara dramatis di seluruh dunia
dalam beberapa dekade ini. Diperkirakan, saat ini di seluruh dunia sekitar 2,5
milyar orang memiliki resiko terkena demam dengue terutama yang tinggal di
daerah perkotaan negara-negara tropis dan subtropis. Diperkirakan saat ini sekitar
50 juta kasus demam dengue ditemukan setiap tahun, dengan 500.000 kasus
memerlukan penanganan di Rumah Sakit. Dari kasus di atas, sekitar 25.000
jumlah kematian terjadi setiap tahunnya (WHO, 2010).
Di Indonesia, penyebaran demam berdarah pertama kali terdata pada tahun 1968
di Surabaya dan Jakarta (WHO, 2010). Pada tahun 2007, dilaporkan terdapat
156.000 kasus demam dengue atau 71,4 kasus per 1.000 populasi. Kasus ini
tersebar di seluruh 33 propinsi di Indonesia; di 357 dari total 480 kabupaten

(Dengue Report of Asia PacificDengue Program Managers Meeting 2008). Dari


total kasus di atas, kasus DBD berjumlah 16.803, dengan jumlah kematian
mencapai 267 jiwa. Pada tahun 2001, distribusi usia penderita terbanyak adalah di
atas 15 tahun (54,5%), sedangkan balita (1-5 tahun) 14,7%, dan anak-anak (6-12
tahun) 30,8% (DepKes RI, 2008).
Bandar Lampung merupakan daerah endemis DBD. Angka kesakitan DBD di kota
Bandar Lampung juga berfluktuatif. Pada tahun 2006 angka kesakitan DBD
adalah 109,8 per 100.000 penduduk, lalu meningkat menjadi 235,5 per 100.000
penduduk di tahun 2007. Pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 138,8
per 100.000 penduduk, dan mengalami penurunan kembali menjadi 88 dan 84,6
per 100.000 penduduk di tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2011 angka kesakitan
di Bandar Lampung mengalami penurunan kembali di bawah angka kesakitan
nasional, yaitu 47,4 per 100.000 penduduk. Namun kembali meningkat menjadi
179,2 per 100.000 penduduk di tahun 2012. Pada tahun 2013, angka kejadian
menurun menjadi 64,36 per 100.000 penduduk, namun masih berada diatas angka
kejadian nasional (Dinkes Kota Bandar Lampung, 2013).
Tingginya kasus, terutama kematian akibat DBD di Indonesia tidak terlepas dari
kontrol dan pencegahan yang lemah oleh berbagai pihak, khususnya dari
pemerintah dan masyarakat. Dokter di Indonesia juga belum menerapkan standard
penanganan kasus DBD, sehingga jumlah kematian masih tinggi. Faktor penting
lainnya adalah belum tersedianya obat spesifik atau vaksin untuk menangani
dengue (Delianna, 2008). Pada pertemuan Asia-Pacific Dengue Program
Managers Meeting 2008 Pemerintah Indonesia meluncurkan Program Kontrol

Dengue Terintegrasi. (Dengue Report of Asia-Pacific Dengue Program Managers


Meeting 2008). Sejalan dengan program Indonesia Sehat 2010, diharapkan
melalui program ini pada tahun 2010 jumlah kematian akibat DBD menjadi
kurang dari 1%, dengan insidensi di bawah 20 per 100.000 populasi. Oleh karena
hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk melaporkan serta membahas kasus
tentang demam berdarah dengue di RS Abdoel Moeloek.

LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 06 September 2015


Pukul

: 22.10 WIB

Ruangan

: Anyelir

IDENTIFIKASI PASIEN
Nama Lengkap

: Ny. MSD

No. MR

: 00.42.70.44

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tempat/Tgl. Lahir/Umur

: 42 th

Suku Bangsa

: Jawa

Status Perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: IRT

Pendidikan

: SLTA

Alamat

: Bandar Lampung

ANAMNESIS
Diambil dari

: Autoanamnesis (07 September 2015 pukul 06.00WIB)

Keluhan Utama

: Demam

Keluhan tambahan

: Mual, muntah, batuk, nyeri ulu hati dan nafsu makan


menurun

Riwayat Penyakit Sekarang


Pada tanggal 3 September 2015 pukul 22.00 WIB pasien mengalami demam yang
tinggi yaitu 38oc. Demam yang dialami oleh pasien berlangsung terus menerus
tanpa adanya penurunan suhu tubuh. Demam yang terdapat pada pasien akan
menurun apabila diberikan obat penurun panas akan tetapi beberapa jam setelah
diberikan obat penurun panas, pasien mengalami demam yang berulang.
Demam yang dialami oleh pasien tidak disertai adanya keluhan menggigil dan
tidak kejang. Pasien juga tidak mengalami adanya keluhan perdarahan dari hidung
atau mimisan serta tidak adanya perdarahan pada gusi.
Selain demam, pasien mengalami keluhan batuk tidak berdahak dan tidak disertai
adanya darah. Keluhan batuk tidak berdahak pada pasien disertai adanya keluhan
nyeri pada bagian ulu hati. Pasien juga memiliki keluhan mual beberapa kali dan
muntah sebanyak satu kali yang berisi makanan yang dimakan oleh pasien.
Pasien mengalami penurunan nafsu makan. Buang air kecil pada pasien adalah
lancar dan banyak. Tidak adanya buang air besar yang berwarna kehitaman pada
pasien.
Pada tanggal 6 September 2015 demam yang dialami oleh pasien tidak mengalami
penurunan dan batuk pada pasien bertambah berat. Batuk yang semakin memberat
tersebut membuat pasien mengalami sesak napas. Oleh karena itu, pasien dibawa
oleh keluarga ke IGD RS Abdoel Moeloek untuk mendapatkan penanganan yang
lebih baik.

Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun)


(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
()
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Cacar
Cacar Air
Difteri
Batuk Rejan
Campak
Influenza
Tonsilitis
Kholera
Demam Rematik Akut
Pneumonia
Pleuritis
Tuberkulosis

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
()
(-)
(-)
(-)
(-)

Malaria
Disentri
Hepatitis
Tifus Abdominalis
Skirofula
Sifilis
Gonore
Hipertensi
Ulkus Ventrikuli
Ulkus Duodeni
Gastritis
Batu Empedu lain-lain :

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Batu Ginjal /Sal. Kemih


Burut (Hernia)
Penyakit Prostat
Wasir
Diabetes
Alergi
Tumor
Penyakit Pemb. Darah
Campak

( ) Operasi
( ) Kecelakaan

Riwayat Keluarga :
Hubungan
Kakek
Nenek
Ayah
Ibu
Saudara
Anak-Anak

Umur
(th)

35, 38
20

Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan

Penyebab
Meninggal
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu

Keadaan kesehatan
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Sehat
Sehat

Adakah Kerabat yang Menderita :


Penyakit
Alergi
Asma
Tuberkulosa
Artritis
Rematisme
Hipertensi
Jantung
Ginjal
Lambung

Ya

Tidak
-

Hubungan

Ayah kandung
-

ANAMNESIS SISTEM
Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan

Kulit
(-) Bisul

(-)

Rambut

(-)

Keringat malam

(-)

(-)

Kuning / Ikterus

(-)

Sianosis

Kuku

Kepala
(-) Trauma
(-) Sinkop

(-)
(-)

Sakit kepala
Nyeri pada sinus

Mata
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Kuning / Ikterus dan anemis

(-)
(-)
(-)

Radang keringat malam


Gangguan penglihatan
Ketajaman penglihatan

(-)
(-)
(-)

Tinitus
Gangguan pendengaran
Kehilangan pendengaran

Telinga
(-) Nyeri
(-) Sekret

Hidung
(-) Trauma
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Epistaksis

(-)
(-)
(-)

Gejala penyumbatan
Gangguan penciuman
Pilek

Mulut
( -) Bibir
( -) Gusi
( -) Selaput

( -)
( -)
( -)

Lidah
Gangguan pengecap
Stomatitis

Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan

(-)

Perubahan suara

(-)

Nyeri leher

Leher
(-) Benjolan
() Pembesaran tiroid

Jantung / Paru-Paru
(-) Nyeri dada
() Berdebar
(-) Ortopnoe

()
(-)
()

Sesak nafas
Batuk darah
Batuk

Abdomen (Lambung / Usus)


(-) Rasa kembung
() Mual
() Muntah
(-) Muntah darah
(-) Sukar menelan
(-) Nyeri perut, kolik
() Nyeri ulu hati dan perut kanan atas

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Perut membesar
Wasir
Mencret
Tinja berdarah
Tinja berwarna dempul
Tinja berwarna ter
Benjolan

Saluran Kemih / Alat Kelamin


(-) Disuria
(-) Stranguri
(-) Poliuria
(-) Polakisuria
(-) Hematuria
(-) Kencing batu
(-) Ngompol (tidak disadari)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Kencing nanah
Kolik
Oliguria dan warna pekat seperti teh
Anuria
Retensi urin
Kencing menetes
Penyakit prostat

Katamenis
(-) Leukore
(-) Lain-lain

(-)
()

Perdarahan

Haid
()
()
(-)

Haid terakhir
Teratur / tidak
Gangguan haid

Saraf dan Otot


(-) Anestesi
(-) Parestesi
(-) Otot lemah
(-) Kejang
(-) Afasia
(-) Amnesis
(-) Lain-lain

(-)
(-)
(-)

Menarche usia 14 tahun


Nyeri
Pasca menopause

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Sukar menggigit
Ataksia
Hipo/hiper-estesi
Pingsan
Kedutan (tick)
Pusing (Vertigo)
Gangguan bicara (disartri)

Ekstremitas
(-) Bengkak
(-) Nyeri sendi

(-)
(-)

BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (kg)

: 46 kg

Berat badan sekarang (kg)

: 46 kg

(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)


Tetap ()
Turun ( )
Naik

( )

Deformitas
Sianosis

RIWAYAT HIDUP
Tempat lahir

: () Di rumah ( ) Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin

Ditolong oleh

: ( ) Dokter

() Bidan

( ) Dukun ( ) Lain-lain

Riwayat Imunisasi (Pasien Tidak Ingat)


( ) Hepatitis ( ) BCG

( ) Campak

( ) DPT ( ) Polio

( ) Tetanus

Riwayat Makanan
Frekwensi /hari

: 2x sehari

Jumlah /hari

: 1 porsi/ hari

Variasi /hari

: Bervariasi

Nafsu makan

: Menurun

Pendidikan
( ) SD

( ) SLTP

() SLTA

( ) Kursus

( ) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan

: Tidak ada

Pekerjaan

: Tidak ada

Keluarga

:-

Lain-lain

:-

( ) Sekolah Kejuruan

( ) Akademi

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan

: 155 cm

Berat badan

: 46 kg

Tekanan darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 110 x/menit irreguler

Pernapasan

: 24 x/menit

Keadaan gizi

: Cukup

Kesadaran

: Compos Mentis

Sianosis

: -

Edema umum

: -

Habitus

: Astenikus

Cara berjalan

: Normal

Mobilitas (aktif/pasif)

: Aktif

ASPEK PSIKOLOGI
Tingkah laku

: Wajar

Alam perasaan

: Biasa

Proses pikir

: Wajar

KULIT
Warna

: Sawo matang

Efloresensi

: -

Jaringan parut

: -

Pigmentasi

: -

Pertumbuhan rambut : Normal


Pembuluh darah

: Normal

Suhu raba

: Afebris

Lembab/kering

: Lembab

Turgor

: Cukup

Ikterus

: Anikterik

Lapisan lemak

: Cukup

Edema

: -

Lain-lain

: -

KELENJAR GETAH BENING


Submandibula

: Tidak teraba pembesaran

Leher

: Tidak teraba pembesaran

Supraklavikula

: Tidak teraba pembesaran

Ketiak

: Tidak teraba pembesaran

Lipat paha

: Tidak teraba pembesaran

KEPALA
Ekspresi wajah

: Wajar

Simetri muka

: Simetris

Rambut

: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Pembuluh darah temporal

: Tidak ada kelainan

MATA
Exopthalmus

: -

Enopthalmus

: -

Kelopak

: Normal

Lensa

: Jernih

Konjungtiva

: Anemis -/-

Visus

: 6/6

Sklera

: Ikterik -/-

Gerakan mata

: Baik ke segala arah

Lapangan penglihatan : Normal


Deviatio konjugae

: -

Nystagmus

: -

TELINGA
Tuli

: -/-

Selaput pendengaran : Intak/intak


Lubang

: Liang lapang/lapang

Penyumbatan

: -/-

Serumen

: -/-

Perdarahan

: -/-

Cairan

: -/-

MULUT
Bibir

: Tidak sianosis

Tonsil

: T1-T1 tenang

Langit-langit

: Normal

Bau pernapasan

: Tidak ada

Gigi geligi

: Tidak ada caries

Trismus

: -

Faring

: Tidak hiperemis

Selaput lendir

: Tidak ada kelainan

Lidah

: Tidak kotor

LEHER
Tekanan Vena Jugularis (JVP)

: 5+3cmH2O

Kelenjar tiroid

: Teraba pembesaran

Kelenjar limfe

: Tidak teraba pembesaran

DADA
Bentuk

: Simetris

Pembuluh darah

: Normal

Buah dada

: Normal

PARU-PARU
DEPAN
Inspeksi

Hemitoraks simetris kiri dan kanan

Palpasi

Fremitus taktil dan vokal kiri > kanan

Perkusi

Kiri

: Sonor

Kanan : redup
Auskultasi

Kiri

: Vesikuler +/+ normal, Ronki -/-,


Wheezing -/-

Kanan : Vesikuler +/+ menurun, Ronki -/-,


Wheezing -/-

BELAKANG
Inspeksi

Hemitorak simetris kanan dan kiri

Palpasi

Fremitus taktil dan vokal kiri > kanan

Perkusi

Kiri

: Sonor

Kanan : Redup
Auskultasi

Kiri

: Vesikuler +/+ normal, Ronki -/-,


Wheezing -/-

Kanan : Vesikuler +/+ menurun, Ronki -/-,


Wheezing -/JANTUNG
Inspeksi

: Tidak terlihat ictus cordis

Palpasi

: Ictus cordis teraba

Perkusi
batas pinggang jantung

: linea parasternal sinistra ICS II

batas kanan jantung

: linea parasternal dextra ICS V

batas kiri jantung

: linea aksila anterior ICS V

Auskultasi

: BJ I dan II irregular, murmur (-), gallop (-)

PEMBULUH DARAH
Arteri temporalis

: Tidak ada kelainan

Arteri karotis

: Tidak ada kelainan

Arteri brakhialis

: Tidak ada kelainan

Arteri radialis

: Tidak ada kelainan

Arteri femoralis

: Tidak ada kelainan

Arteri poplitea

: Tidak ada kelainan

Arteri tibilias posterior

: Tidak ada kelainan

ABDOMEN
Inspeksi

: Datar dan lemas

Palpasi
Dinding perut

: Nyeri tekan (+) pada regio II-III

Hati

: Hepatomegali (-)

Limpa

: Splenomegali (-)

Ginjal

: Ballotemen (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

ALAT KELAMIN (atas indikasi)


Wanita

: Tidak ada indikasi

Genitalia eksterna

: Tidak ada indikasi

Fluor albus/darah

: Tidak ada indikasi

ANGGOTA GERAK
Lengan

Kanan
Otot

Kiri

Tidak ada kelainan

tidak ada kelainan

Tonus

Normal

normal

Massa

Eutrofi

eutrofi

Sendi

Normal, nyeri (-)

normal, nyeri (-)

Gerakan

Normal

normal

Kekuatan

5/5

5/5

Tungkai dan Kaki


Luka

: Tidak ditemukan

Varises

: (-)

Otot (tonus dan massa)

: Normal

Sendi

: Tidak ada kelainan

Gerakan

: Tidak ada kelainan

Kekuatan

: 5/5

Edema

: -

Refleks

Refleks tendon

Kanan

Kiri

Normal

normal

Bisep

Normal

normal

Trisep

Normal

normal

Patela

Normal

normal

Achiles

Normal

normal

Kremaster

Normal

normal

Refleks kulit

Normal

normal

Refleks patologis

Tidak ditemukan

COLOK DUBUR (atas indikasi)


Tidak ada indikasi

tidak ditemukan

LABORATORIUM
Hematologi (07 September 2015)
Hb

: 11,4 g/dl

Ht

: 33%

Leukosit

: 2700/uL

Trombosit

: 58000/uL

Kimia Darah (07 September 2015)


SGOT

: 36 U/L

SGPT

: 15 U/L

Serologi Dengue (07 September 2015)


Dengue fever Ig M

: negatif

Dengue fever Ig G

: negatif

Widal (07 September 2015)


Typhi H antigen

: 1/160

Typhi O antigen

: 1/80

Paratyphi A-O antigen

: 1/80

Paratyphi B-O antigen


Pemeriksaan T3 T4 TSH
T3

: 1,2 nmol/l

T4

: 130,04 nmol/l

TSH

: 4,2uIU/ml

: 1/80

RONTGEN THORAK (07 September 2015)


Pembacaan rontgen pada tanggal 7 September 2015
Kesan :

effusi pleura dextra


Cardiomegali

RESUME
Pasien Ny. MSD, 42 tahun pada tanggal 3 September 2015 pukul 22.00 WIB
mengalami demam yang tinggi yaitu 38oc berlangsung terus menerus tanpa
adanya penurunan suhu tubuh. Demam yang terdapat pada pasien akan menurun
apabila diberikan obat penurun panas akan tetapi beberapa jam setelah diberikan
obat penurun panas, pasien mengalami demam yang berulang. Demam yang
dialami oleh pasien tidak disertai adanya keluhan menggigil dan tidak kejang.
Pasien juga tidak mengalami adanya keluhan perdarahan dari hidung atau
mimisan serta tidak adanya perdarahan pada gusi. Selain demam, pasien
mengalami keluhan batuk tidak berdahak dan tidak disertai adanya darah. Keluhan
batuk tidak berdahak pada pasien disertai adanya keluhan nyeri pada bagian ulu
hati. Pasien juga memiliki keluhan mual beberapa kali dan muntah sebanyak satu
kali yang berisi makanan yang dimakan oleh pasien.
Pasien mengalami penurunan nafsu makan. Buang air kecil pada pasien adalah
lancar dan banyak. Tidak adanya buang air besar yang berwarna kehitaman pada
pasien. Pada tanggal 6 September 2015 demam yang dialami oleh pasien tidak
mengalami penurunan dan batuk pada pasien bertambah berat. Batuk yang
semakin memberat tersebut membuat pasien mengalami sesak napas. Pasien

memiliki riwayat hipertensi dan sakit jantung sejak tahun 2005. Selain itu pasien
memiliki sakit hipertiroid sejak tahun 2010.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah yaitu 130/90 mmHg. Pada saat
dilakukan uji bendung, ternyata hasilnya adalah positif. Pada pemeriksaan bagian
leher terdapat pembesaran kelanjar tiroid dan adanya peningkatan JVP yaitu 5+3
cmH2O. Pada pemeriksaan fisik jantung juga didapatkan batas jantung kiri yang
melebar yaitu linea aksila anterior ICS V. Pada pemeriksaan paru didapatkan hasil
vesikuler pada pulmo bagian dextra menurun. Pada pemeriksaan abdomen
terdapat nyeri tekan epigastrium. Tidak terdapat edema atau sianosis pada
pemeriksaan ekstremitas.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb : 11,4 g/dl; Ht : 33%; Leukosit :
2700/uL; Trombosit : 58000/uL; Dengue fever Ig M : negatif; Dengue fever Ig G :
negatif; tidak terdapat peningkatan titer O sebanyak 4x pada pemeriksaan widal.
Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien ini dalam batas normal. Pembacaan rontgen
didapatkan kesan cardiomegali dan effusi pleura dextra.
Diagnosis Kerja
Demam Berdarah Dengue Derajat I + hipertiroid + Chronic Heart Failure
Diagnosis Banding
ITP
Demam Dengue
Pemeriksaan yang dianjurkan
-

EKG

Elektrolit
Ro-Thorax
Uji Tourniquete
Dengue serologi pada demam hari ke-5

Rencana pengelolaan
Non farmakoterapi :
-

Diet rendah garam


Monitoring KU, vital sign, balance cairan

Farmakoterapi :
-

O2 3 liter/menit

IVFD RL gtt xx tetes per menit (mikro)

Paracetamol tab 3x500 mg

Injeksi Ranitidine 1amp/12 jam

PTU 3x1

Propanolol 3x1

Prognosis
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia da bonam

Quo ad sanctionam

: dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanggal
06/09/2015
23.00 WIB

Catatan
Terapi
s/ Demam sejak 3 hari SMRS. Batuk IVFD RL gtt xx tetes
tidak berdahak. Jantung berdebar-debar. per menit (mikro)
Nafsu makan menurun. Nyeri ulu hati.
Sakit kepala.
Paracetamol tab 3x500
mg
RPP :
Pasien datang dengan keluhan demam Injeksi
Ranitidine
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. 1amp/12 jam
Demam yang dialami oleh pasien
berlangsung terus menerus. Demam akan
turun bila diberi obat penurun panas Propanolol 1x1 tab
namun beberapa jam kemudian kembali
demam. Demam disertai adanya nyeri PTU 1x1
kepala. Pasien juga memiliki keluhan
batuk tidak berdahak. Pasien mengalami
keluhan mual dan muntah sebanyak 1
kali yang berisi makanan yang dimakan.
Pasien merasa sakit pada bagian ulu hati
sejak 3 hari SMRS. Pasien memiliki
riwayat darah tinggi dan sakit jantung
sejak tahun 2005. Pasien memiliki
hipertiroid sejak tahun 2010. Saat ini
pasien selalu minum obat rutin yaitu
propanolol, digoxin, dan PTU.
Uji rumple leed (+).
o/
Ku: Sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
TD: 130/90mmHg
HR: 110x/menit
Rr: 24x/menit
T : 35,7oc
Kepala : SI -/- , CA -/- terdapat
pembesaran kelenjar tiroid
Thorax :
(cor)
I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis teraba
P:

batas pinggang jantung: linea parasternal


sinistra ICS II
batas kanan jantung: linea parasternal
dextra ICS V
batas kiri jantung: linea aksila anterior
ICS V
A: BJ I II irregular, gallop (-), murmur (-)
(pulmo)
I: simetris,
P: sonor kiri, redup kanan
P: Fremitus taktil kiri > fremitus taktil
kanan
A: vesikuler kanan menurun, rhonki -/-,
wheezing -/Abdomen : Datar, lemas Nyeri tekan
epigastrium +, BU +.
Ekstremitas : edema (-/-)
Laboratorium dari rujukan:
Hb
: 12,5 g/dl
Ht
: 39,8%
Trombosit : 93000/uL
A/ DD + Hipertiroid + CHF
07/09/2015

s/ mual (+), sakit kepala (+), nyeri pada Cek


DL,
malaria,
ulu hati (+). Nafsu makan menurun
widal,
EKG
o/
Ro-Thorax
Ku: Sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
O2 3 liter / menit
TD: 120/70mmHg
HR: 100x/menit
IVFD RL gtt xx tetes
Rr: 20x/menit
per menit (mikro)
o
T : 36,0 c
Kepala : SI -/- , CA -/Paracetamol tab 3x500
Thorax :
mg
(cor)
I: ictus cordis tidak terlihat
Injeksi
Ranitidine
P: ictus cordis teraba
1amp/12 jam
P:

batas pinggang jantung: linea parasternal


sinistra ICS II
Propanolol 3x1 tab
batas kanan jantung: linea parasternal
dextra ICS V
PTU 3x1
batas kiri jantung: linea aksila anterior
ICS V
A: BJ I II irregular, gallop (-), murmur (-) Konsul dr. Rina
Kriswiastiny, Sp. PD
(pulmo)
I: simetris,
Advice :
P: sonor kiri, redup kanan
P: Fremitus taktil kiri > fremitus taktil Cek DL, malaria, Ig-M,
kanan
Ig-G Dengue, EKG
A: vesikuler kanan menurun, rhonki -/-, Cek SGPT/SGOT
wheezing -/Cek T3 T4 TSH ulang
Abdomen : Datar, lemas Nyeri tekan Ro-thoraks
epigastrium +, BU +.
Ekstremitas : edema (-/-)
Hematologi (07 September 2015)
Hb
: 11,4 g/dl
Ht
: 33%
Leukosit
: 2700/uL
Trombosit
: 58000/uL
Kimia Darah (07 September 2015)
SGOT
: 36 U/L
SGPT
: 15 U/L
Serologi Dengue (07 September 2015)
Dengue fever Ig M : negatif
Dengue fever Ig G
: negatif
Widal (07 September 2015)
Typhi H antigen
: 1/160
Typhi O antigen
: 1/80
Paratyphi A-O antigen
: 1/80
Paratyphi B-O antigen
:
1/80
Pemeriksaan T3 T4 TSH
T3
: 1,2 nmol/l

T4
TSH

: 130,04 nmol/l
: 4,2uIU/ml

RONTGEN THORAK (07 September


2015)
Pembacaan rontgen pada tanggal 7
September 2015
Kesan :
effusi pleura dextra
Cardiomegali
EKG
Kesan : atrial fibrilasi
A/ DBD I + Hipertiroid + CHF

08/09/2015

s/ mual (-), sakit kepala mulai berkurang, Pasien pulang


demam (-), nafsu makan baik, BAK dan
BAB lancar, lemas (+)
Paracetamol tab 3x500
mg
o/
Ku: Sakit sedang
Propanolol tab 5 mg
Kesadaran: Compos mentis
3x1 tab
TD: 120/80mmHg
HR: 98x/menit
PTU tab 100 mg 3x1
Rr: 16/menit
tab
o
T : 36,0 c
Kepala : SI -/- , CA -/Ranitidine tab 150 mg
Thorax :
3x1 tab
(cor)
I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis teraba
P:
batas pinggang jantung: linea parasternal
sinistra ICS II
batas kanan jantung: linea parasternal
dextra ICS V
batas kiri jantung: linea aksila anterior
ICS V
A: BJ I II irregular, gallop (-), murmur (-)
(pulmo)

I: simetris,
P: sonor kiri, redup kanan
P: Fremitus taktil kiri > fremitus taktil
kanan
A: vesikuler kanan menurun, rhonki -/-,
wheezing -/Abdomen : Datar, lemas Nyeri tekan
epigastrium +, BU +.
Ekstremitas : edema (-/-)
A/ DBD I + Hipertiroid + CHF

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam 2-7 hari, nyeri otot dan atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diatesis hemoragik (Suhendro, 2009).
Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan manifestasi
DBD berat. Ada yang hanya bermanifestasi demam ringan yang akan sembuh
dengan sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit

(asimtomatik). Sebagian lagi akan menderita demam dengue saja yang tidak
menimbulkan kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian (Kemenkes RI,
2013)
2.2 Etiologi
Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Keempat serotipe
virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 dapat
dibedakan dengan metodologi serologi. Infeksi pada manusia oleh salah satu
serotipe menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh
serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara dan parsial
terhadap serotipe yang lain (Soedarmo, 2012).
2.3 Patogenesis
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi
DBD belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan model
binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis
DBD seperti pada manusia. Hingga kini sebagian besar masih menganut the
secondary heterologous infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD
dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali
mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak
waktu 6 bulan sampai 5 tahun (Soedarmo, 2012).
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis
kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan
aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon
gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi
berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating

factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel


endotel dan terjadi kebocoran plasma (Suhendro, 2009)

Gambar 1. Hipotesis secondary heterologous infection (Suhendro, 2009)

2.4

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, DBD atau sindrom syok
dengue(SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari,
yang diikuti oleh fase kritis 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak
demam, akan tetapi mempunyai faktor risiko untuk terjadi renjatan jika tidak
mendapat pengobatan adekuat (Suhendro, 2009).
a) Demam Dengeu (DD)
Gambaran klinis dari DD sering tergantung pada usia pasien. Bayi dan
anak kecil dapat mengalami penyakit demam, sering dengan ruam

makropapuler. Anak yang lebih besar dan orang dewasa dapat mengalami
baik sindrom demam atau penyakit klasik yang melemahkan dengan
mendadak demam tinggi, kadang-kadang dengan 2 puncak (punggung
sadel), sakit kepala berat, nyeri di belakang mata, nyeri otot dan tulang
atau sendi, mual dan muntah, dan ruam. Perdarahan kulit (petekie) tidak
umum terjadi. Biasanya ditemukan leukopenia dan mungkin tampak
trombositopenia. Pemulihan mungkin berpengaruh dengan keletihan dan
depresi lama, khususnya pada orang dewasa (Soedarmo, 2012).
b) Demam berdarah dengue (DBD)
Kasus khas DBD ditandai oleh empat manifestasi klinis mayor: demam
tinggi, fenomena hemoragis, dan sering hepatomegali dan kegagalan
sirkulasi. Trombositopenia sedang sampai nyata dengan hemokonsentrasi
secara bersamaan, adalah temuan laboratorium klinis khusus dari DBD
(Suhendro, 2009).
Perubahan patofisiologis utama yang menentukan keparahan penyakit
pada DBD dan yang membedakannya dengan DD adalah rembesan plasma
seperti dimanifestasikan oleh peningkatan hematokrit (hematokonsentrasi,
efusi serosa atau hipoprotemia). Suhu biasanya tinggi (>39 oC) dan
menetap selama 2-7 hari. Kadang suhu mungkin setinggi 40-410C;
konfulsi virus debris dapat terjadi terutama pada bayi (Soedarmo, 2012).
Untuk penegakkan diagnosa DBD diperlukan sekurang-kurangnya kriteria
klinis 1 dan 2 dan dua kriteria laboratorium. Kriteria klinis menurut WHO
adalah :
1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.

2) Manifestasi perdarahan minimal uji tourniquet positif dan salah


satu bentuk perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena.
3) Pembesaran hati
4) Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi
menurun (<20 mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik
<80 mmHg) disertai kulit teraba dingin dan lembab trutama pada
ujung hidung, jari dan kaki, pasien gelisah, dan timbul sianosis di
sekitar mulut.
Untuk kriteria laboratoriumnya adalah trombositopenia (100.000/mm 3 atau
kurang) dan adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas
kapiler, yang ditandai adanya hemokonsentrasi atau peningkatan
hematrokit >20% atau adanya efusi pleura, asites atau hipoalbuminemia
(Kemenkes RI, 2013).
Gejala klinis DBD sendiri terdiri dari beberapa fase, fase demam, fase
kritis dan fase penyembuhan. Fase demam terjadi pada hari pertama dan
kedua yang merupakan awal terjadinya demam mendadak dengan suhu
yang dapat mencapai 400C. Pada fase ini juga dapat disertai keluhan lain
seperti kemerahan, sakit kepala, nyeri otot, dehidrasi, bahkan kejang pada
anak.
Fase kritis terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-6. Pada fase ini demam
cenderung tidak ada, suhu tubuh kembali normal, namun kejadian syok
dapat terjadi di fase ini. Suhu pada penderita sekitar 37,50 380C. Namun
pada fase ini terjadi kebocoran plasma, kenaikan hematokrit dan

penurunan kadar trombosit. Kegagalan organ juga dapat terjadi pada fase
ini karena kebocoran plasma yang terjadi. Jika penanganan pada fase ini
tidak adequat maka dapat terjadi syok (DSS).
Fase penyembuhan adalah fase dimana suhu tubuh kembali normal dan
terjadi reabsorbsi cairan setelah kebocoran plasma di fase kritis. Pada fase
penyembuhan ini dapat terjadi hipervolemia (hanya terjadi jika pemberian
cairan berlebihan). Pada fase ini nafsu makan akan mulai membaik dan
keadaan hemodinamik penderita mulai stabil (WHO, 2009).
c) Dengue Shock Syndrome (DSS)
DSS merupakan keadaan syok pada DBD. Hal ini terjadi pada fase kritis
keadaan penderita memburuk. Manifestasi syok antara lain kulit pucat,
dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung,
sedangkan kuku menjadi biru. Penderita merasa gelisah, nadi menjadi
cepat dan lembut sampai tidak teraba. Tekanan nadi menurun menjadi 20
mmHg atau kurang, tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau
kurang, oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah (WHO,
2009)
Gambar 2. Klasifikasi derajat infeksi dengue (Suhendro, 2009)

2.5 Pemeriksaan penunjang


Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi perubahan
hematologis. Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:
- Leukosit
Dapat normal ataumenurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemukan limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru
(>15% dari jumlah total leukosit) yang pada fase syok meningkat.
-

Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/l) pada
hari ke 3-8.

Hematokrit

Kebocoran

plasma

dibuktikan

dengan

ditemukannya

peningkatan

hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam.
-

Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin
time (aPTT), thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Protein/albumin
Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal
albumin adalah 3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl (Price,
2003).

SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase) dapat meningkat. Nilai


normal alanin aminotransferase adalah 0-40 IU/l. Menurut Kalayanarooj
(1997) anak dengan level enzim hati yang meningkat sepertinya lebih
rentan mengalami dengue yang parah dibandingkan dengan yang memiliki
level enzim hati yang normal saat didiagnosis.

Elektrolit berfungsi sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.


Jumlah kalium normal serum adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium
135-145 mEq/l (Suhendro, 2009).

Diagnosis konfirmatif diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium, yaitu


isolasi virus, deteksi antibodi dan deteksi antigen atau RNA virus.
Imunoglobulin M (Ig M) biasanya dapat terdeteksi dalam darah mulai hari ke5 onset demam, meningkat sampai minggu ke-3 kemudian kadarnya menurun.
Ig M masih dapat terdeteksi hingga hari ke-60 sampai hari ke-90. Pada infeksi
primer, konsentrasiIg M lebih tinggi dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada

infeksi primer, Imunoglobulin G (Ig G) dapat terdeteksi pada hari ke-14


dengan titer yang rendah (<1:640), sementara pada infeksi sekunder Ig G
sudah dapat terdeteksi pada hari ke-2 dengan titer yang tinggi (> 1:2560) dan
dapat bertahan seumur hidup (Suhendro, 2009).
Radiologi
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan.
Tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai
pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian cairan.
Harris et al (2003) mendemonstrasikan bahwa meminum cairan seperti air
atau jus buah dalam 24 jam sebelum pergi ke dokter merupakan faktor
protektif melawan kemungkinan dirawat inap di rumah sakit. Setiap pasien
tersangka demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di tempat terpisah
dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk
(berkelambu).

Protokol penatalaksanaan pada infeksi virus dengue dibagi menjadi 5 kategori,


yaitu :
Protokol 1
Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok

Gambar 3. Penatalaksanaan tersangka DBD


Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Gambar 4. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat


Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

Gambar 5. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

Protokol 4
Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa

Gambar 6. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa


Protokol 5
Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada dewasa

Gambar 7. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada dewasa

2.7 Komplikasi
Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga dapat
terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan
hipoglikemia,

ketidakseimbangan

elektrolit

dan

asam-basa,

infeksi

nosokomial, serta praktik klinis yang buruk (WHO, 2009).


2.8 Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi
yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah
terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif
yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus. Keselamatan secara
langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan intensif. Pada kasus
yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok berkepanjangan
atau perdarahan intrakranial (Halstead, 2007).
2.9 Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat pulang jika syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi:
- Tidak demam selama 24 jam tanpa pemberian antipiretik.

Nafsu makan membaik.


Tampak perbaikan secara klinis.
Hematokrit stabil.
Tiga hari setelah syok teratasi.
Jumlah trombosit >50.000/ml. Perlu diperhatikan, kriteria ini berlaku
bila pada sebelumnya pasien memiliki trombosit yang sangat rendah,
misalnya 12.000/ ml. Tidak dijumpai distres pernapasan.

BAB III
ANALISIS KASUS
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam 2-7 hari, nyeri otot dan atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diatesis hemoragik (Suhendro, 2009).
Insidensi demam berdarah dengue meningkat secara dramatis di seluruh dunia
dalam beberapa dekade ini. Diperkirakan, saat ini di seluruh dunia sekitar 2,5
milyar orang memiliki resiko terkena demam dengue terutama yang tinggal di
daerah perkotaan negara-negara tropis dan subtropis, termasuk Indonesia.
Untuk penegakkan diagnosis DBD diperlukan sekurang-kurangnya kriteria
klinis 1 dan 2 dan dua kriteria laboratorium. Kriteria klinis menurut WHO
adalah :
1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
2) Manifestasi perdarahan minimal uji tourniquet positif dan salah
satu bentuk perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena.
3) Pembesaran hati

4) Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi
menurun (<20 mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik
<80 mmHg) disertai kulit teraba dingin dan lembab trutama pada
ujung hidung, jari dan kaki, pasien gelisah, dan timbul sianosis di
sekitar mulut.
Untuk kriteria laboratoriumnya adalah trombositopenia (100.000/mm 3 atau
kurang) dan adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas
kapiler, yang ditandai adanya hemokonsentrasi atau peningkatan hematrokit
>20% atau adanya efusi pleura, asites atau hipoalbuminemia (Kemenkes RI,
2013).
Penegakkan diagnosis pada kasus ini didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan demam yang
terjadi pada pasien sudah terjadi sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
berlangsung terus menerus tanpa adanya penurunan suhu tubuh. Demam yang
terdapat pada pasien akan menurun apabila diberikan obat penurun panas akan
tetapi beberapa jam setelah diberikan obat penurun panas, pasien mengalami
demam yang berulang. Demam yang dialami oleh pasien tidak disertai adanya
keluhan menggigil dan tidak kejang. Pasien juga tidak mengalami adanya
keluhan perdarahan dari hidung atau mimisan serta tidak adanya perdarahan
pada gusi.
Pasien mengalami penurunan nafsu makan. Buang air kecil pada pasien adalah
lancar dan banyak. Tidak adanya buang air besar yang berwarna kehitaman
pada pasien. Pada tanggal 6 September 2015 demam yang dialami oleh pasien
tidak mengalami penurunan dan batuk pada pasien bertambah berat. Batuk
yang semakin memberat tersebut membuat pasien mengalami sesak napas.

Pasien memiliki riwayat hipertensi dan sakit jantung sejak tahun 2005. Selain
itu pasien memiliki sakit hipertiroid sejak tahun 2010. Saat ini pasien selalu
minum obat rutin yaitu propanolol, digoxin, dan PTU.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah yaitu 130/90 mmHg. Pada
saat dilakukan uji bendung, ternyata hasilnya adalah positif. Pada pemeriksaan
bagian leher terdapat pembesaran kelanjar tiroid dan adanya peningkatan JVP
yaitu 5+3 cmH2O. Pada pemeriksaan fisik jantung juga didapatkan batas
jantung kiri yang melebar yaitu linea aksila anterior ICS V. Pada pemeriksaan
paru didapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen
terdapat nyeri tekan epigastrium. Tidak terdapat edema atau sianosis pada
pemeriksaan ekstremitas.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb

: 11,4 g/dl; Ht : 33%;

Leukosit : 2700/uL; Trombosit : 58000/uL; Dengue fever Ig M :

negatif;

Dengue fever Ig G : negatif; tidak terdapat peningkatan titer O sebanyak 4x


pada pemeriksaan widal. Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien ini dalam
batas normal. Pembacaan rontgen didapatkan kesan cardiomegali dan effusi
pleura dextra.
Infeksi virus dengue dibagi menjadi beberapa derajat yaitu :
1) DD. Demam disertai adanya 2 tanda atau lebih yaitu sakit kepala, nyeri
retro-orbita, mialgia dan atralgia. Pada laboratorium ditemukan adanya
leukopenia dan trombositopenia (<100000/uL) tetapi belum ditemukan
adanya kebocoran plasma.
2) DBD I. Gejala diatas ditambah uji bendung positif. Pada laboratorium
didapatkan trombositopenia (<100000/uL) dan terdapat bukti adanya
kebocoran plasma.

3) DBD II. Gejala diatas ditambah dengan perdarahan spontan. Pada


laboratorium didapatkan trombositopenia (<100000/uL) dan terdapat bukti
adanya kebocoran plasma.
4) DBD III. Gejala diatas ditambah dengan kegagalan sirkulasi (kulit dingin
dan lembab serta gelisah). Pada laboratorium didapatkan trombositopenia
(<100000/uL) dan terdapat bukti adanya kebocoran plasma.
5) DBD IV. Gejala diatas ditambah adanya syok berat disertai adanya tekanan
darah dan nadi yang tidak terukur. Pada laboratorium didapatkan
trombositopenia (<100000/uL) dan terdapat bukti adanya kebocoran
plasma (Suhendro, 2009).
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan diagnosis kerja malaria tidak dapat
dipertimbangkan karena demam pada pasien tidak disertai oleh adanya
keluhan menggigil. Malaria didasarkan atas adanya 3 gejala klinis yaitu
demam yang periodik, menggigil dan adanya tanda klinis yaitu hepatomegali
dan anemia. Pada anamnesis juga tidak didapatkan adanya perdarahan spontan
seperti epistaksis, gusi berdarah ataupun BAB yang berwarna hitam.
Salah satu diagnosis banding pada kasus ini adalah ITP. ITP atau Imun
(Idiopatik) Trombositopeni Purpura (Immune Thrombocytopenic Purpura =
Primary Essential Thrombocytopenic Purpura = Purpura Hemmorrhagica =
Werlhofs Diseases) adalah penyakit purpura disertai dengan penurunan
jumlah trombosit. Trombositopenia yang terjadi dalam ITP disebabkan oleh
peningkatan destruksi trombosit karena reaksi autoimun. Sistem imun
mengenali trombosit sebagai benda asing dan dihancurkan di limpa serta di
hepar. Penghancuran trombosit akan menyebabkan trombositopenia karena
pembentukan antibodi IgG antitrombosit.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan terdapat uji bendung yang positif pada
pasien. Uji bendung ini merupakan suatu tanda adanya perdarahan. Pada
pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdapat trombosit yang kurang dari
100.000/uL. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme
supresi sumsum tulang, serta destruksi dan pemendekan masa hidup
trombosit. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Hematokrit pada pasien juga
mengalami adanya peningkatan lebi dari sama dengan 20%. Hematokrit yang
pertama adalah 39,8% dan hematokrit yang kedua adalah 33%. Peningkatan
hematokrit ini mencapai 20,06%.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan, maka dapat ditegakkan pasien mengalami demam berdarah dengue
derajat I. Selain DBD derajat I pasien juga memiliki riwayat sakit jantung
yang ditandai adanya cardiomegali dan adanya atrial fibrilasi pada
pemeriksaan EKG yang dilakukan serta adanya hipertiroid ditandai dengan
pemeriksaan fisik pada leher yaitu terlihat pembesaran pada kelenjar tiroid.
Namun pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien ini adalah normal.
Cardiomegali juga didukung oleh adanya pemeriksaan fisik pada jantung yaitu
terjadi pelebaran pada batas-batas jantung dan peningkatan JVP yaitu 5+3
cmH2O.
Diagnosis konfirmatif harus dilakukan dimana diperoleh melalui pemeriksaan
laboratorium, yaitu isolasi virus, deteksi antibodi dan deteksi antigen atau
RNA virus. Imunoglobulin M (Ig M) biasanya dapat terdeteksi dalam darah

mulai hari ke-5 onset demam, meningkat sampai minggu ke-3 kemudian
kadarnya menurun. Ig M masih dapat terdeteksi hingga hari ke-60 sampai hari
ke-90. Pada infeksi primer, konsentrasiIg M lebih tinggi dibandingkan pada
infeksi sekunder. Pada infeksi primer, Imunoglobulin G (Ig G) dapat terdeteksi
pada hari ke-14 dengan titer yang rendah (<1:640), sementara pada infeksi
sekunder Ig G sudah dapat terdeteksi pada hari ke-2 dengan titer yang tinggi
(> 1:2560) dan dapat bertahan seumur hidup (Suhendro, 2009). Pada
pemeriksaan Ig M dan Ig G pada pasien didapatkan hasil negatif. Hal ini dapat
saja dikarenakan prosedur laboratorium yang kurang tepat.
Penatalaksanaan pada kasus ini adalah sesuai dengan protokol 2 yaitu
observasi pemberian cairan penderita DBD dewasa tanpa perdarahan masif
dan tanpa syok. Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah cairan
Ringer Laktat yang merupakan cairan kristaloid. Untuk mengurangi gejala
nyeri pada ulu hati diberikan ranitidine injeksi/12 jam. Ranitidine merupakan
suatu golongan antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara
kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Selain
ranitidine obat-obatan seperti Propiltiourasil dan propanolol yang dikonsumsi
secara rutin dapat dilanjutkan oleh pasien.
Pasien dapat pulang jika syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi:
- Tidak demam selama 24 jam tanpa pemberian antipiretik.
- Nafsu makan membaik.
- Tampak perbaikan secara klinis.
- Hematokrit stabil.
- Tiga hari setelah syok teratasi.
- Jumlah trombosit >50.000/ml. Perlu diperhatikan, kriteria ini berlaku
bila pada sebelumnya pasien memiliki trombosit yang sangat rendah,
misalnya 12.000/ ml.

Tidak dijumpai distres pernapasan

DAFTAR PUSTAKA

Delliana, J., 2008. Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia. Dengue Report:


Asia-Pacific Dengue Program Managers Meeting. World Health Organization,
Geneva.
Dinkes Provinsi Lampung. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun
2012. Hlm. 62-5.
Halstead, S.B., 2007. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In:
Kliegman, Robert M., Behrman, Richard E., Jenson, Hal B., and Stanton,
Bonita F., eds. Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed.. Philadelphia: Saunders
Elsevier, 1412-1414.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Pengendalian Demam Berdarah
Dengeu di Indonesia. Jakarta:Kementerian Kesehatan RI. Ditjen PP dan PL.
Soedarmo S, Garna H, Rezeki S, Irawan S, penyunting. 2012. Buku Ajar Infeksi
dan Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta:Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Hlm.155-9, 160-8
Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. 2009. Demam Berdarah Dengue.
Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, AlwiI, Simadribata M, Setiati S. 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. Hlm.
2773-5.

WHO. 2009.Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and


Control.
World Health Organization, 2010. Trend of Dengue Case and CFR in SEAR
Countries.
Available
from:
http://www.searo.who.int/EN/Section10/Section332/Section2277_11960.html.
(Accesed 10 September 2015).

Anda mungkin juga menyukai