DENGAN FERMENTASI
MENGGUNAKAN Saccharomyces cereviseae.
I.
TUJUAN PRAKTIKUM
1) Menguraikan karbohidrat kompleks dari biomassa menjadi gula sederhana melalui
reaksi hidrolisis dengan katalis asam kuat.
2) Mengolah hidrolisat dari biomassa menjadi alkohol melalui proses fermentasi.
3) Menghitung densitas bioetanol yang dihasilkan.
dari
minyak
bumi.
Bahan
adalah
bahan
bakar
dikembangkan
bakar
yang
alternatif
bersifat
yang
renewable
layak
atau
nabati.
Salah
satu
jenis
bahan
bakar
nabati
yang
layak
glukosa
mikroorganisme
menggunakan
Saccharomyces
enzim
yang
cereviceae.
dihasilkan
Bioetanol
oleh
tersebut
: C2H5OH
BM
: 46,07 gram/mol
: - 112C
Densitas
Jika digunakan bahan baku berupa pati atau selulosa, maka sebelum
dilakukan tahap fermentasi senyawa kompleks tersebut harus terlebih
dahulu
diuraikan
sehingga
terbentuk
gula
sederhana.
Pemecahan
menggunakan
menghasilkan
enzim
cendawan
alfaamilase
aspergillus
dan
s.p.
glukoamilase
cendawan
yang
itu
berperan
Pemanfaatan sekam padi sebagai media fermentasi yang banyak mengandung selulosa
untuk pertumbuhan mikroorganisme memiliki prospek yang cerah di masa yang akan datang,
karena memberikan alternatif biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan pembuatan
enzim dengan menggunakan bahan-bahan kimia sintetik sebagai media pertumbuhan
mikroorganisme. Produksi enzim selulase dengan menggunakan substrat jerami padi yang
mengandung selulosa ini juga akan menghasilkan produk-produk lain yang berguna bagi
manusia, seperti glukosa, etanol, protein sel tunggal, dll.
Kadar karbon dan kadar oksigen dalam sekam padi juga hampir berimbang
sekitar 35-38%.. Kandungan belerang dalam sekam padi adalah nol. Akibatnya hasil
pembakaran dari sekam padi akan lebih ramah lingkungan dibandingkan hasil pembakaran
batubara. Zat silika yang terdapat dalam sekam padi mencapai 16,98% (Hambali, 2007). Nilai
kalor dari sekam padi adalah sekitar 14,8 MJ/kg dan sedikit dibawah nilai kalor kayu (~ 1720 MJ/kg).
Prospek pemanfaatan Limbah sekam Padi sebagai Bioetanol
Indonesia sebagai negara agraris yang mayoritas penduduknya menjadikan beras
sebagai makanan pokoknya, serta produksi berasnya merata di seluruh tanah air. Berdasarkan
angka ramalan (Aram) III Badan Pusat Statistik (BPS) produksi gabah nasional tahun ini
diperkirakan mencapai 57,05 juta ton gabah kering giling (GKG). Dengan produksi ini terjadi
peningkatan 2,59 juta ton (4,76%) jika dibandingkan dengan angka tetap (Atap) produksi
2006. Kenaikan produksi ini didorong perluasan lahan panen seluas 379,18 ribu Ha (3,22%).
Dengan pertumbuhan produksi sebesar 5%, tahun depan target produksi padi nasional akan
mencapai 59,9 juta ton. Angka ini dicapai dengan peningkatan produksi sebesar 2,85 juta ton
GKG. (Affendi, 2008). Selain itu, Indonesia mempunyai sekitar 60.000 mesin penggiling padi
yang tersebar di seluruh daerah yang menghasilkan limbah berupa sekam padi 15 juta ton per
tahun. Untuk kapasitas besar, beberapa mesin penggiling padi dapat menghasilkan limbah 10.20 ton sekam padi per hari
Limbah sering diartikan sebagai bahan buangan/bahan sisa dari proses pengolahan
hasil pertanian. Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga
limbah tidak saja mengganggu lingkungan sekitarnya tetapi juga mengganggu kesehatan
manusia. Pada setiap penggilingan padi akan selalu kita lihat tumpukan bahkan gunungan
sekam yang semakin lama semakin tinggi. Saat ini pemanfaatan sekam padi tersebut masih
sangat sedikit, sehingga sekam tetap menjadi bahan limbah yang mengganggu lingkungan.
Alternatif pengolahan sekam sangatlah terbatas karena massa jenisnya yang rendah,
dekomposisi secara alami sangat lambat, dapat menimbulkan penyakit pada tanaman padi
maupun tanaman lain, kandungan mineral yang tinggi. Salah satu hal yang paling sering
dilakukan petani terhadap sekam padi adalah dengan pembakaran., akan tetapi aktivitas ini
dapat meningkatkan jumlah polutan dalam udara dan dapat mengganggu kesehatan
.masyarakat
Sekam padi yang selama ini dipandang sebagai limbah yang dianggap sebagai polutan
lingkungan sebenarnya adalah salah satu sumber energi biomasa yang dipandang penting
untuk menanggulangi krisis energi belakangan ini khususnya di daerah pedesaan.
Ketersediaan sekam padi di hampir 75 negara di dunia diperkirakan sekitar 100 juta ton
dengan energi potensial berkisar 1,2 x 10 9 GJ/tahun dan mempunyai nilai kalor rata-rata 15
MJ/kg (Fang, 2004). Tidak seperti sumber bahan bakar fosil, ketersedian energi sekam padi
tidak hanya jumlahnya berlimpah tetapi juga merupakan energi terbaharukan. Beberapa
sumber energi biomasa mempunyai kendala akan besarnya biaya investasi untuk
pengumpulan, transportasi dan penyimpanan. Akan tetapi untuk energi sekam padi, biayabiaya diatas relatif lebih kecil karena lokasinya sudah terkonsentrasi pada pabrik-pabrik
penggilingan padi. Jika suatu teknologi tersedia, bahan bakar sekam padi ini akan bisa
dikonversi menjadi energi thermal untuk kebutuhan tenaga listrik di daerah pedesaan. Energi
terbaharukan yang bersumber dari sekam padi telah lama dilirik penggunaannya dan bahkan
telah dikonversi menjadi listrik di beberapa negara seperti China dan India. Salah satu alasan
kenapa bahan bakar sekam padi masih jarang dipakai sebagai sumber energi yaitu karena
kekurang-cukupan informasi tentang karakteristik dan emisi yang dihasilkannya.
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua
belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras
sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam
dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti
bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi
biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Sekam padi memiliki komponen
utama seperti selulosa (31,4 36,3 %), hemiselulosa (2,9 11,8 %) , dan lignin (9,5 18,4
%) (Champagne, 2004). Selulosa dan hemiselulosa adalah suatu polisakarida yang dapat
dipecah menjadi monosakarida untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk produksi
senyawa-senyawa yang berguna, salah satunya adalah etanol. Produksi etanol dari suatu
sumber daya alam terbarukan (untuk selanjutnya disebut bio-etanol) sejalan dengan program
pemerintah melalui instruksi Presiden No 1 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar alternatif.
Selain itu pemanfaatan sekam padi untuk produksi etanol berkontribusi pada penanganan
limbah pertanian. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%,
dedak antara 8- 12% dan beras giling antara 50-63,5% data bobot awal gabah. Sekam dengan
persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan problem lingkungan.
Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting seperti
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimiawi Sekam Padi
Komponen
1
Kadar air
2
Protein kasar
3
Lemak
4
Serat kasar
5
Abu
6
Karbohidrat kasar
B Menurut DTC-IPB
1
Karbon (zat arang)
2
Hidrogen
3
Oksigen
4
Silika
Sumber : Suharno 1979
Dengan komposisi kandungan kimia seperti tersebut pada tabel 1, sekam dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya: (a) sebagai bahan baku pada industri
kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku
dalam
berbagai
industri
kimia,
(b)
sebagai
bahan
baku
pada
industri
bahan
bangunan,terutama kandungan silika (SiO2 ) yang dapat digunakan untuk campuran pada
pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan campuran pada industry bata
merah, (c) sebagai sumber energy panas pada berbagai keperluan manusia, kadar selulosa
yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil. Sekam memiliki
kerapatan jenis (bulk density) 125 kg/m3, dengan nilai kalori 1 kgsekam sebesar 3300 k.
kalori. Menurut Houston (1972) sekam memiliki bulk density 0,100 g/ ml, nilai kalori antara
3300-3600 k. kalori/kg sekam dengan konduktivitas panas 0,271 BTU.
Dibandingkan bahan bakar fosil, sifat dan karakteristik bahan bakar biomasa lebih
kompleks serta memerlukan persiapan dan pemrosesan yang lebih khusus. Sifat dan
karakteristik meliputi berat jenis yang kecil sekitar 122 kg/m3, jumlah abu hasil pembakaran
yang tinggi dengan temperatur titik lebur abu yang rendah. Abu hasil pembakaran berkisar
antara 16-23% dengan kandungan silika sebesar 95% (Natarajan,1998). Titik lebur yang
rendah disebabkan oleh kandungan alkali dan alkalin yang relatif tinggi. Kandungan uap air
(moisture) pada biomasa umumnya lebih tinggi dibandingkan bahan bakar fosil, akan tetapi
kandungan uap air pada sekam padi relatif sedikit karena sekam padi merupakan kulit padi
yang kering sisa proses penggilingan. Sekam padi mempunyai panjang sekitar 8-10 mm
dengan lebar 2-3 mm dan tebal 0,2 mm.
Karakteristik lain yang dimiliki bahan bakar sekam padi adalah kandungan zat volatil
yang tinggi (high-volatile matter) yaitu zat yang mudah menguap. Kandungan zat volatilnya
berkisar antara 60-80% dimana bahan bakar fosil hanya mempunyai 20-30% untuk jenis batu
bara medium. Energi konversi yang dihasilkan lebih banyak berasal dari zat volatil ini
dibandingkan dengan bara api (solid residue) biomasa (Ogada,1996).
2) Bahan
a. Kulit singkong (200
gram)
c. HCl 37%
(8,06 mL)
( 11 gr)
hidrolisat)
f. Air bersih
e. Ragi Roti
a. Blender
d. Kertas Saring
g. Heater mantel
b. Spatula
e. Timbangan Digital
c. Piknometer
f. Sendok teh
i. Saringan
3) Rangkaian Alat
:Keterangan
1. Heating Mantel
2. Statif Klem
3. Kondensor
4. Labu alas bulat
5. Thermometer
:Keterangan
1. Tutup botol
2. Botol kaca
3. selang
4. Gelas berisi air
HCl 0.5 N
mL 7.94
ampa
Dihidrolisis, T=120oC, t= 35
menit
hidrolis
Gambar VI.2. Hidrolisis pati menjadi glukosa
Hidrolisat 200
Gula 20 g
Hidrolisat
Urea 0,24 g
NaOH
Hidrolisat
Hasil pH Difermentasi dalam
Ragi roti
botol
residu
Hasil
fermentasi
Distilasi pada T=78o85o C
Bioetan
ol
Dikemas dalam
botol
Bioetanol
dalam Bioetanol
Gambar
VI.4. Distilasi
botol