Anda di halaman 1dari 46

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD)
adalah

suatu penyakit

demam

akut

yang

merupakan

manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dengan gejala


demam, nyeri otot, nyeri sendi yang disertai lekopenia,
ruam,

limfadenopati,

hemoragik.

Penyebaran

trombositopenia,
penyakit

ini

dan

diatesis

diperantarai

oleh

nyamuk yang sangat mudah sekali menyebar.

B. Epidemiologi
Kejadian infeksi dengue meningkat 30 kali lipat dengan
ekspansi geografis ke negara baru dan penyebaran dari kota
ke desa. Lebih dari 70% populasi dunia yang berisiko
terkena infeksi dengue tinggal di wilayah Asia Tenggara dan
Pasifik Barat. Sampai dengan saat ini, Indonesia masih

22

masuk kedalam negara dengan angka perawatan rumah


sakit dan kematian akibat DBD yang tinggi, khususnya pada
anak (Gibbson RV,2002) .

Berdasarkan

jumlah

kasus

DBD,

Indonesia

menempati

urutan kedua setelah Thailand (Soedarmo et al.,2010). Sampai


saat ini DBD telah ditemukan di seluruh provinsi di
Indonesia.

Pola

berjangkitnya

infeksi

virus

dengue

dipengaruhi iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang


panas dan kelembaban tinggi (28 32C) nyamuk Aedes
dapat bertahan hidup untuk waktu yang lama. Di pulau Jawa
umumnya infeksi virus dengue dimulai dari bulan Januari
dan meningkat sampai sekitar bulan April Mei tiap tahun
(Depkes, 2005).

Setiap 10 tahun , rata-rata jumlah tahunan kasus kasus DF /


DHF dilaporkan ke WHO terus tumbuh secara eksponensial .
Dari tahun 2000 hingga 2008, rata-rata jumlah tahunan
kasus itu 1 656 870 , atau hampir tiga setengah kali angka
pada tahun 1990-1999 , yang hanya 479 848 kasus (WHOSEARO, 2011)

23

Gambar 1. Negara yang memiliki resiko transimisi DBD


Source: Dengue Net, WHO, 2008.
www.abc.net.au/rn/backgroundbriefing/documents/20100221_map.pdf

C. Etiologi
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disebabkan oleh virus
dengue. Jenis virus golongan arbovirus (Artropod-Borne
Viruses) yang artinya virus yang ditularkan melalui gigitan
artropoda yaitu nyamuk misalnya nyamuk Aedes aegypty
betina. Virus dengue termasuk kedalam genus Flavivirus,
famili flaviviridae dan mempunyai empat serotype yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dapat terinfeksi oleh ke-3 atau 4 serotipe
tersebut.

Serotipe

DEN-3

adalah

yang

paling

banyak

ditemukan dan diketahui menimbulkan manifestasi klinis


yang berat. Nyamuk Aedes dapat mengandung virus dengue
ketika menghisap darah orang dengan viremia, kemudian
berkembang selama 8 10 hari (extrinsic incubation period)
kemudian

dapat

ditularkan

kembali

ketika

menggigit

24

manusia yang lain. Nyamuk akan menjadi infektif sepanjang


hidupnya ketika virus dengue sudah berkembang biak dalam
tubuh nyamuk (Soedarmo et al.,2010).
.

Gambar 2. Struktur Dengue Virus

D. Patogenesis

Dua teori yang paling banyak dianut sampai dengan saat ini
mengenai patogenesis DBD adalah secondary heterologous
infection hypothesis dan

sequential infectious hypothesis

yang menyatakan bahwa seseorang setelah terinfeksi virus


dengue pertama kali, mendapatkan infeksi kedua dengan
virus serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5
tahun (Soedarmo et al.,2010). Hipotesis ini menerangkan bahwa
pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan
serotipe berbeda akan menimbulkan manifestasi klinis yang
lebih berat (immune inhancement). Antibodi heterolog yang
telah ada akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi
25

dan membentuk kompleks antigen antibodi yang berikatan


dengan

Fc

reseptor

membran

sel

makrofag.

Antibodi

heterolog virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga


bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Hipotesis
mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), proses
yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dalam
sel mononuklear, menyebabkan sekresi mediator vasoaktif
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan
syok (Soedarmo et al.,2010).

Akibat infeksi sekunder oleh virus dengue yang berlainan,


respons

antibodi

akan

mengakibatkan

proliferasi

dan

transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi antibodi


IgG anti dengue. Kemudian, replikasi virus terjadi juga dalam
limfosit. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks
antigen-antibodi
komplemen.

virusyang

Pelepasan

akan

mengaktivasi

anafilatoksin

sistem

menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan


perembesanplasma dari intravaskular ke ekstravaskular.
Perembesan

plasma

ini

ditandai

peningkatan

kadar

hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya


cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites) Depkes,
2005).

26

Gambar 3. Patogenesis Demam Berdara Dengue.

27

E. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Sumber: UKK Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Virus Dengue pada Anak

Demam Dengue
Beberapa kriteria diagnosis klinis demam dengue adalah
1. Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terusmenerus, bifasik
2. Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie,
purpura,

ekimosis,

epistaksis,

perdarahan

gusi,

hematemesis dan atau melena; maupun uji torniquet


positif
3. Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retro-orbital
28

4. Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah,


rumah atau disekitar rumah
5. Leukopenia < 4000/mm3
6. Trombositopenia < 100.000/mm3
Diagnosis

demam

dengue

dapat

ditegakkan

jika

ditemukan gejala demam ditambah adanya dua atau lebih


tanda dan gejala lain.
Hal yang perlu diperhatikan adalah demam mendadak
tidak didahului dengan demam ringan. Contohnya anak
pulang sekolah belum demam, kemudian tidur, bangun
tidur anak menderita demam tinggi > 38.5 C. Demam
bersifat terus-menerus (kontinyu) artinya perbedaan suhu
terendah dan tertinggi < 1 C.
Masalahnya, masih jarang orang tua di Indonesia yang
memiliki kesadaran untuk rutin mengukur suhu anak
ketika demam dengan termometer. Jika menemui masalah
tersebut

salah

mengajukan

satu

yang

pertanyaan

bisa

tentang

dilakukan
efek

demam

adalah
pada

pasien. Apakah anak rewel/gelisah, tidak mau bermain,


kulit kemerahan terutama pada wajah (flushing).

29

Pemeriksaan torniquet lazim dilakukan untuk menyelidiki


adanya manifestasi perdarahan. Uji torniquet positif
menguatkan dugaan infeksi virus dengue. Uji torniquet
negatif tidak menyingkirkan diagnosa. (UKK, Infeksi dan
Tropis IDAI, 2014)

Demam berdarah dengue

Tanda dan gejala DBD pada fase awal sangat menyerupai


demam dengue. Tanda dan gejala DBD yang khas adalah
tanda

kebocoran

plasma

tang

baru

timbul

setelah

beberapa hari demam.


Berdasarkan fenomena tersebut, perlu dilakukan follow up
pada pasien yang didiagnosis MRS/rawat jalan apakah
benar demam dengue atau fase awal DBD. Pasien DBD
memiliki resiko mengalami syok sehingga harus menjalani
rawat inap dengan tata laksana yang berbeda dari
demam dengue.
Beberapa kriteria klinis demam berdarah dengue (DBD),
meliputi:

30

1. Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terusmenerus, bifasik


2. Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie,
purpura,

ekimosis,

epistaksis,

perdarahan

gusi,

hematemesis dan atau melena; maupun uji torniquet


positif
3. Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retro-orbital
4. Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah,
rumah atau disekitar rumah
5. Hepatomegali
6. Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan
salah satu tanda/gejala:

Peningkatan

nilai

hematokrit

>

20%

dari

pemeriksaan awal atau dari data populasi menurut


umur

Ditemukan adanya efusi pleura, asites

Hipoalbuminemia, hipoproteinemia

7. Trombositopenia < 100.000/mm3

31

Salah satu tools penting yang bisa digunakan untuk


membantu

triase

pasien

adalah

"warning

signs".

Warning signs adalah sekumpulan gejala yang dapat


dijadikan indikator apakah pasien memiliki resiko untuk
mengalami syok dan manifestasi klinis berat yang lain.
Beberapa warning signs yang perlu diwaspadai adalah
1. Demam turun tetapi keadaan anak memburuk
2. Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
3. Muntah yang menetap
4. Letargi, gelisah
5. Perdarahan mukosa
6. Hepatomegali
7. Akumulasi cairan
8. Oligouria
9. Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan
penurunan cepat jumlah trombosit
10.

Hematokrit awal yang tinggi

(UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI, 2014)

32

Pada

fase

demam

berdarah

dengue,

perjalanan

penyakit akan mengikuti pola tiga fase: fase demam,


fase kritis dan fase penyembuhan.
1. Fase Demam, ditandai dengan dengan demam tinggi
2-7 hari (>38,3 C), kadang dapat disertai kejang
demam. Timbul facial flush, muntah, nyeri kepala,
nyeri otot, nyeri sendi, nyeri tenggorok dengan faring
hiperemis, nyeri hipokondrium kanan dan nyeri perut.

Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan manifestasi


perdarahan: uji torniquet positif, petekiae, epistaksis,
perdarahan
hematuria

gusi,
(jarang)

perdarahan
dan

saluran

cerna,

peningkatan

darah

menstruasi pada anak perempuan. Hepatomegali


sering teraba jelas 2-4 cm dibawah arcus costae
kanan.

Peningkatan

SGOT

dan

SGPT

menandai

gangguan faal hati.


2. Fase Kritis, tanda-tanda kebocoran plasma sudah
mulai jelas. Terjadi penurunan suhu badan (bebas
demam), diikuti peningkatan hematokrit 10-20% di
atas nilai normal. Dapat diusulkan foto X-Ray posis
Right Lateral Decubitus (RLD) untuk melihat adanya
efusi pleura. Dapat dilakukan investigasi adanya

33

asites atau adema pada kantung empedu yang


diperiksa

dengan

teknik

ultrasonografi.

Syok

hipovolemik dapat terjadi pada fase ini.


3. Fase

Penyembuhan,

ditandai

dengan

diuresis

membaik dan nafsu makan kembali. Dua tanda


tersebut adalah indikasi untuk menghentikan infus,
dan

dapat

dipertimbangkan

untuk

KRS.

Kulit

memerah (Confluent petechial rash) dapat terjadi


pada fase ini.
4. Expanded Dengue Syndrome, ditambahkan dalam
pedoman
pasien

terbaru

dengan

untuk

mengakomodasi

manifestasi

klinis

yang

kondisi
berat.

Manifestasi tersebut meliputi kelainan hati, ginjal,


otak dan jantung. Kelainan tersebut dapat terjadi
karena adanya infeksi penyerta atau komplikasi syok
yang berkepanjangan. (UKK infeksi dan Penyakit
Tropis IDAI, 2014)

34

Gambar 4. Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue.

Pemeriksaan Fisis (Pudjiadi dkk, 2009) :


1. Gejala klinis diawali demam mendadak tinggi, facial flush,
muntah

nyeri

tenggorokan

kepala,

dengan

nyeri
faring

otot,

nyeri

hiperemis,

sendi,

nyeri

nyeri

dibawah

lengkung costa kanan. Gejala lebih mencolok pada DD


daripada DBD
2. Hepatomegali

dan

kelainan

fungsi

hati

lebih

sering

ditemukan pada DBD


3. Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi
peningkatan permeabilitas apiler sehingga menyebabkan
perembesan plasma, hipovolemia dan syok. Perembesan
plasma menyebabkan eksttravasasi cairan ke dalam rongga
pleuro dan rongga peritoneal selama 24 48 jam.
4. Fase kritis sekitar hari ke -3 dan ke-5 perjalanan penyakit.
Pada saat ini suhu turun, dan merupakan tanda awal syok
5. Perdarahan dapat berupa ptekia, epistaksis, melena atau
hematuria
Pemeriksaan penunjang Laboratorium
35

1. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit,


hitung jenis, hematokrit, dan trombosit.
2. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam
dan akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari
sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus ini dapat digunakan
untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue,
namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.
3. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue
o Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari
sakit ke 3-5 sakit, mencapai puncaknya pada hari
sakit ke 10-14, dan akan menurun/ menghilang pada
akhir minggu keempat sakit.
o Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat
terdeteksi pada minggu pertama. dan menghilang
setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada
infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi
pada hari sakit ke-2.
o Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi
primer dari infeksi sekunder. Apabila rasio IgM:IgG
>1,2 menunjukkan infeksi primer namun apabila
IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi sekunder.
(WHO,2011)
Tabel 1. Interpretasi uji serologi IgM dan IgG pada infeksi dengue

Diagnosis
Infeksi primer
Infeksi sekunder
Infeksi lampau
Bukan dengue

Antibodi anti dengue


IgM
IgG
positif
negatif
positif
positif
negatif
positif
negatif
negatif

Keterangan

Apabila
mengarah

klinis
ke

infeksi

36

dengue,

pada

fase

penyembuhan:

IgM

dan IgG diulang

Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa


terdapat

kelainan

radiologis

terjadi

apabil

apada

perembesan plasma telah mencapai 20%-40%


Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan
untuk menilai edema paru karena overload pemberian

cairan.
Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh
darah paru terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan
lebih radioopak dibandingkan yang kiri, kubah diafragma

kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura.


Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura,
kelainan

dinding

vesika

felea,

dan

dinding

buli-buli.

(,WHO,2011)
Tabel 2. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011
DD/DBD
DD

Derajat

Tanda dan gejala


Demam
disertai
minimal

dengan

Laboratorium

gejala

Leukopenia
leukosit

Nyeri kepala

Nyeri

retro-

(jumlah
4000

sel/mm3)

Trombositopenia

orbital

(jumlah

Nyeri otot

<100.000 sel/mm3)

Nyeri

sendi/

trombosit

Peningkatan
hematokrit (5%-10%)

tulang

Tidak

ada

bukti

37

Ruam

kulit

perembesan plasma

makulopapular

Manifestasi
perdarahan

Tidak ada tanda


perembesan
plasma

DBD

Demam

dan

manifestasi

Trombositopenia
sel/mm3;

perdarahan

(uji

<100.000
peningkatan

hematokrit 20%

bendung positif) dan

DBD

DBD*

II

III

tanda

perembesan

plasma
Seperti

derajat

ditambah

perdarahan

hematokrit 20%
Trombositopenia

ditambah

sel/mm3;

tekanan

IV

sel/mm3;

spontan
Seperti derajat I atau II
kegagalan

sirkulasi (nadi lemah,

DBD*

Trombositopenia

nadi

hipotensi,

gelisah,

diuresis

menurun
Syok hebat

dengan

nadi

darah
yang

peningkatan
<100.000
peningkatan

hematokrit 20%

20

mmHg,

tekanan

<100.000

dan
tidak

Trombositopenia
sel/mm3;

<100.000
peningkatan

hematokrit 20%

terdeteksi

38

Diagnosis infeksi dengue:


Gejala klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi, dikonfirmasi dengan
deteksi antigen virus dengue (NS-1) atau dan uji serologi anti dengue positif
(IgM anti dengue atau IgM/IgG anti dengue positif)

F. Komplikasi

Demam Dengue
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik,
trombositopenia hebat, dan trauma.

Demam Berdarah Dengue

Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau

tanpa syok.
Kelainan ginjal

mengakibatkan gagal ginjal akut.


Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi
akibat

akibat

overloading

syok

berkepanjangan

pemberian

perembesan plasma
Syok yang berkepanjangan

cairan

pada

mengakibatkan

dapat

masa
asidosis

metabolik & perdarahan hebat (DIC, kegagalan organ

multipel)
Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia
akibat syok berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak
sesuai

39

Tanda tanda syok:


1.
2.
3.
4.
5.

Anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis


Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tak teraba
Tekanan darah turun, tekanan nadi <10 mmHg
Akral dingin, CRT menurun
Diuresis menurun sampai anuria.

(UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI, 2014)

G.

Diagnosis banding

Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD


dari

demam

dengue

dan

penyakit

ditemukan di daerah tropis.


Maka untuk membedakan

dengan

virus

lain

campak,

yang

rubela,

demam chikungunya, leptospirosis, malaria, demam tifoid,


perlu ditanyakan gejala penyerta lainnya yang terjadi
bersama demam. Pemeriksaan laboratorium diperlukan

sesuai indikasi.
Penyakit darah seperti trombositopenia purpura idiopatik
(ITP), leukemia, atau anemia aplastik, dapat dibedakan
dari pemeriksaan laboratorium darah tepi lengkap disertai

pemeriksaan pungsi sumsum tulang apabila diperlukan.


Penyakit infeksi lain seperti sepsis, atau meningitis, perlu
difikirkan apabila anak mengalami demam disertai syok.

Demam Tifoid
Diagnosis

1. Anamnesis

40

Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu


tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam
terus menerus tinggi. Anak sering mengigau (delirium),
malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare
atau konstipasi, muntah, perut kembung. Pada demam tifoid
berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan
ikterus.

2. Pemeriksaan fisis
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat
dengan komplikasi. Kesadaran
menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah
tifoid yaitu di bagian tengah

kotor dan bagian pinggir

hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering dijumpai


daripada

splenomegali.

Kadang-kadang

terdengar

ronki

pada pemeriksaan paru.

3. Pemeriksaan penunjang :
Darah tepi perifer:
- Anemia, pada umumnya terjadi karena karena supresi
sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
-Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/ul
-Limfositosis relatif
-Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat

41

Pemeriksaan serologi:

Serologi Widal: kenaikan titer S. typhi titer O 1:200 atau


kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens
Kadar IgM dan IgG negativ

Pemeriksaan biakan Salmonela:

-Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan


penyakit
-Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4

Pemeriksaan radiologik:

-Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia


-Foto

abdomen,

intraintestinal

apabila

seperti

diduga

perforasi

terjadi

komplikasi

usus-atau

perdarahan

saluran cerna.
Pada perforasi usus tampak:
- distribusi udara tak merata
- airfluid level
- bayangan radiolusen di daerah hepar
- udara bebas pada abdomen

42

43

Chikungunya

Chikungunya adalah suatu penyakit infeksi virus akut yang


ditandai dengan sekumpulan gejala yang mirip dengan
gejala

infeksi virus dengue, yaitu demam mendadak,

artralgia, ruam makulopapular dan leukopenia. Istilah lain


untuk demam ini adalah: knokket, koorts, abu rokab, mal de
genoux, dengue, dyenga, dan demam tiga hari. Penyakit ini
disebabkan

oleh

virus

chikungunya

(CHIKV),

suatu

arthropoda borne virus (arbovirus) dari genus Alphaviruses


famili Togaviridae, yang pada umumnya disebarluaskan
melalui

gigitan

nyamuk

Aedes

aegypti

atau

Aedes

albopictus (Soedarmo et al, 2010).

Manifestasi klinis sangat bervariasi mulai dari penyakit yang


asimptomatik sampai dengan penyakit berat yang dapat
melemahkan. Anak-anak berada di antara kelompok yang
berisiko

maksimal

untuk

mengalami

manifestasi

berat

tersebut dan beberapa gambaran klinis dalam kelompok ini


berbeda dengan apa yang ada pada orang dewasa. Setelah
masa inkubasi, rata-rata antara 2 sampai 4 hari (rentang: 2
sampai 12 hari), penyakit mulai bermanifes tanpa gejala

44

prodroma, dengan gambaran khas demam, ruam dan


artralgia (Soedarmo et al, 2010).

Infeksi virus chikungunya pada anak dapat terjadi tanpa


gejala. Adapun gejala klinis yang sering dijumpai pada anak
umumnya berupa demam tinggi mendadak selama 1-6 hari,
disertai dengan sakit kepala, fotofobia ringan, mialgia dan
artralgia yang melibatkan berbagai sendi, serta dapat pula
disertai anoreksia, mual dan muntah (Soedarmo et al, 2010).

Demam biasanya tinggi dan pada anak bisa mencapai lebih


dari

104o

F.

Pada

pengamatan

yang

dilakukan

oleh

Thiruvengadam et al di Chennai (Madras) selama epidemi


tahun

1964,

terlihat

bahwa

mayoritas

(62,7%) pasien

dengan infeksi chikungunya terbukti ada lonjakan tunggal


demam diikuti dengan kembalinya suhu ke dasar dengan
cepat (32,5%) atau lambat (30,2%). Kurang dari sepertiga
(28,6%) pasien mengalami lonjakan sekunder sesuai dengan
pola demam bifasik pada dengue (Soedarmo et al, 2010).
Nyeri sendi (artralgia dan/atau artritis) merupakan gejala
yang menonjol dan dapat menjadi persisten (pada sebagian
kecil kasus dapat menetap hingga satu tahun). Nyeri sendi
bisa berat dan bahkan dapat mengganggu tidur dalam
beberapa

hari

pertama.

Hampir

85%

pasien

dewasa

45

mengalami

gejala

mengalami

nyeri

persendian
sendi

dan

yang

beberapa

mungkin

melumpuhkan

yang

berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulanbulan. Gangguan persendian bersifat poliartikular, lebih
sering pada tungkai bawah dan persendian-persendian kecil.
Arthralgia dan arthritis jarang terjadi pada anak-anak.
Namun jika ada, mungkin cukup berat (Soedarmo et al,
2010).

Menjelang akhir fase demam (3 sampai 5 hari) kebanyakan


pasien mengalami ruam makulopapular yang difus dan
biasanya pada lengan, punggung dan bahu dan kadangkadang di seluruh tubuh. Ruam ini biasanya berlangsung 48
jam. Pada saat ini sering terjadi limfadenopati hebat.
Demam pada umumnya akan mereda setelah 2 hari, namun
keluhan lain, seperti nyeri sendi, sakit kepala dan insomnia,
pada

sebagian

besar

kasus

akan

menetap

5-7

hari

(Soedarmo et al, 2010).

Fenomena

perdarahan

jarang

terjadi

pada

infeksi

chikungunya. Pada kasus-kasus Chikungunya terdahulu tidak


pernah terpikirkan adanya manifestasi perdarahan. Namun,
pada wabah di Calcutta pada tahun 1963-1964, pada
sejumlah

pasien

dewasa

terlihat

adanya

manifestasi

46

perdarahan. Perdarahan berkisar dari perdarahan gusi dan


epistaksis hingga hematemesis dan melena. Isolasi virus
dan serologi menunjukkan chikungunya menjadi diagnosis
pada beberapa kasus ini. Hal ini menunjukkan bahwa
chikungunya bisa menyebabkan penyakit hemoragik dan
kadang-kadang syok. Dalam upaya untuk menentukan
penyebab

demam

epidemiologis

berdarah

di

dilakukan

dan

telah

Thailand,

penelitian

didapatkan

bahwa

insidensi demam berdarah chikungunya pada anak hampir


7,6%, sedangkan demam berdarah akibat dengue hampir
83% dari kasus. Berbeda dengan ini, di Burma tampak
Chikungunya
seperempat

tercatat
kasus

sebagai

demam

penyebab

berdarah

dari

pada

hampir

anak-anak,

dengan dengue bertanggung jawab untuk sekitar 16%.


Namun,

dari

kedua penelitian

tersebut

diamati

bahwa

manifestasi perdarahan pada Chikungunya kurang berat


dibandingkan dengan demam berdarah dan tidak ada anakanak yang mengalami syok dalam penelitian di Thailand
(Soedarmo et al, 2010).

Pada bayi, secara tipikal penyakit dimulai dengan adanya


demam yang mendadak, diikuti kulit yang merah. Kejang
demam dapat terjadi pada sepertiga pasien. Setelah 3-5 hari
demam,

timbul

ruam

makulopapular

minimal

dan

47

limfadenopati, injeksi konjungtiva, pembengkakan kelopak


mata, faringitis dan gejala-gejala serta tanda-tanda dari
penyakit traktus respiratorius bagian atas umum terjadi,
tidak ada enantema. Beberapa bayi mengalami kurva
demam bifasik. Artralgia mungkin sangat hebat, walaupun
hal tersebut jarang tampak (Soedarmo et al, 2010).

Membedakan

Demam

Dengue

dengan

Demam

Chikungunya
Pada

infeksi

chikungunya,

demam

terjadi

pada

awal

perjalanan penyakit dengan durasi yang lebih singkat


dibandingkan

dengan

demam

konstitusional

seperti

sakit

berdarah. Banyak

kepala,

faringitis,

gejala
rhinitis,

muntah, konstipasi, diare, nyeri perut dan limfadenopati


terjadi

dengan

frekuensi

yang

sama

pada

kedua

penyakit. Ruam makulopapular terminal, injeksi konjungtiva,


myalgia dan arthralgia atau arthritis terlihat lebih sering
pada

Chikungunya. Manifestasi

perdarahan

serius,

hepatomegali dan syok lebih sering terjadi pada demam


berdarah. Ciri

karakteristik

lain

dari

dengue

adalah

perubahan dalam persepsi rasa, bradikardia pasca sakit,


depresi pasca sakit dan asthenia (Soedarmo et al, 2010).
H.

Penatalaksanaan

48

TRIASE PRIMER
Pada saat pasien dengan kecurigaan menderita infeksi
dengue, segera dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
jasmani termasuk tanda vital yang teliti dan dilakukan
pemeriksaan

darah

perifer

lengkap,

minimal

kadar

hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah leukosit dan trombosit

49

Apabila

ditemukan

tanda-tanda

kegawatan,

yaitu

hemodinamika tak stabil dan tanda-tanda syok hipovolemik,


lakukan resusitasi segera. Namun pengambilan darah untuk
pemeriksaan

laboratorium

harus

dilakukan

sebelum

memberikan cairan resusitasi.


Pasien

infeksi

virus

dengue

yang

berobat

ke

sarana

kesehatan dapat bermanifestasi sebagai demam dengue,


demam berdarah dengue dengan atau tanpa syok dan
expanded dengue syndrome. Oleh karena itu pada pasien
tersangka infeksi virus dengue harus diteliti pasien mana
yang bisa dilakukan pengobatan rawat jalan dan pasien
mana yang harus menjalani rawat inap ataupun di rujuk jika
pada tingkat pelayan pertama tidak emmiliki fasilitas rawat
inap. WHO merekomendasikan konsultasi medis secepatnya
bila ditemukan adanya syok maupun warning signs dengan

50

riwayat demam yang berlangsung lebih dari 4 hari tanpa


menunda penanganan resusitasi
Selama di triase dilakukan evaluasi berkala terhadap kondisi
umum pasien, tanda vital, perfusi jaringan dan pemeriksaan
darah perifer, terutama angka trombosit dan hematokrit.

Pengobatan infeksi virus dengue secara umum bersifat


simtomatis dan suportif, terapi suportif berupa pergantian
cairan

dan

terapi

simtomatis

berupa

pemberian obat

penurun panas maupun kompres hangat. (UKK, Infeksi dan


Penyakit Tropis IDAI, 2014)
I. Tatalaksana Pasien Rawat Inap Dan Terapi Cairan
Seperti yang disebutkan diatas, bahwa salah satu terapi
infeksi virus dengue adalah pergantian cairan yang sangat

51

penting

terutama

pada

pasien

DBD

untuk

mencegah

timbulnya syok yang disebabkan oleh kebocoran plasma.


Tatalaksana yang tepat dan segera mengurangi morbiditas
dan mortalitas DBD, namun terapi yang berlebihan seperti
kelebihan cairan (volume overload) akan memperberat .
Kebocoran plasma pada fase kritis terjadi ketika suhu tubuh
menurun

atau

time

of

defervescence.

Kenaikan

nilai

hematokrit diatas 10% merupakan indikator objektif yang


sangat

sensitif

adanya

kebocoran

plasma.

Sehingga,

pergantian cairan melalui cairan intravena perlu segera


diberikan pada pasien dengan intake peroral kurang atau
pasien dengan nilai hematokrit yang terus meningkat dan
pasien dengan warning signs/tanda bahaya.(UKK Infeksi dan
Penyakit Tropis IDAI, 2014)

TERAPI CAIRAN
Prinsip umum pemberian cairan:

Jenis cairan: kristaloid isotonik

52

kecuali pada pasien anak < 6bulan bisa diberikan cairan


hipotonik NaCl 0,45%. Pemberian cairan hiperonkotik seperti
desxtran 40 atau HES walaupun lebih lama bertahan di
dalam ruang intravaskular namun memilik efek samping
seperti alergi, mengganggu fungsi koagulasi dan berpotensi
mengganggu fungsi ginjal. Jenis cairan ini hanya diberikan
pada 1) perembesan plasma masif yang ditunjukkan dengan
nilai hematokrit yang makin meningkay atau tetap tinggi
sekalipn telah diberi cairan kristaloid yang adekuat, atau 2)
pada keadaan syok yang tidak berhasil dengan pemberian
bolus cairan kristaloid yang kedua

Jumlah cairan: disesuaikan dengan berat badan, klinis dan


temuan laboratoris
pasien DBD dengan hemokonsentrasi >20% volume cairan
diberikan sebanyak maintenance+5%. Namun biasanya
banyak

ditemukan

pasien

yang

belum

menunnjukkan

peningkatan berarti namun dikhawatirkan merupakan fase


awal sakit DBD, maka volume cairan diberikan cukup
maintenance/rumatan saja. Pada pasien dengan obesitas,
kalkulasi pemberian cairan berdasarkan berat badan ideal.

53

Durasi : pasien syok 24-48jam, pasien tanpa syok tidak


lebih dari 60-72 jam.

Kecepatan pemberian cairan: kecepatan pemberian cairan


disesuaikan

dengan

kondisi

klinis

pasien.

Indikasi pemberian cairan intravena

Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per


oral ataumuntah

54

Hematokrit

meningkat

10%-20%

meskipun

dengan

rehidrasi oral
Ancaman syok atau dalam keadaan syok
(WHO,2011)

55

Kecepatan

cairan

intravena

harus

disesuaikan

dengan

keadaan klinis.
Transfusi suspensi trombosit pada trombositopenia untuk
profilaksis tidak dianjurkan
Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun
non

syok

saat

tidak

ada

perbaikan

klinis

walaupun

penggantian volume sudah cukup, maka perhatikan ABCS


yang terdiri dari, A Acidosis: gas darah, B Bleeding:
hematokrit, C Calsium: elektrolit, Ca++ dan S Sugar: gula
darah (dekstrostik) (WHO,2011)

J. Penatalaksanan DBD sesuai fase penyakit

Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan
rumatan / atau cairan oral apabila anak masih mau minum,
pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam

Medikamentosa
o

Antipiretik

dapat

diberikan,

dianjurkan

pemberian

parasetamol apabila suhu .38C dengan interval 4-6 jam


bukan aspirin.

56

o Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak


diperlukan

(misalnya

antasid,

anti

emetik)

untuk

mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.


o Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila
terdapat perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak
diberikan.
o Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
Supportif
o Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari
+ 5% defisit
o Diberikan untuk 48 jam atau lebih
o Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan
kehilangan plasma, sesuai keadaan klinis, tanda vital,
diuresis, dan hematokrit .

Fase Kritis

Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu


kebutuhan rumatan + deficit, disertai monitor keadaan klinis
dan laboratorium setiap 4-6 jam.
(WHO, 2011)
Terapi cairan pada DBD Grade III/Syok terkompensasi

57

Syok pada infeksi dengue merupakan syok hipovolemik


dengan fase awal berupa syok terkompensasi dan fase
selanjutnya adalah fase dekompensasi.

58

Terapi

cairan

pada

DBD

Grade

III

Syok

terkompensasi pada dewasa

Terapi cairan pada DBD Grade III / Syok terkompensasi


pada anak

59

Pada kondisi syok tak teratasi setelah pemberian cairan


inisial, periksa analisa gas darah, hematokrit, kalsium dan
gula darah untuk menilai kemungkinan A-B-C-S (A=asidosis,
B=bleeding/perdarahan, C=calcium, S=Sugar/gula darah)
yang memperberat syok hipovolemik. Apabila salah satu
atau beberapa kelainan tersebut ditemukan, segera lakukan
koreksi.
Terapi cairan pada DBD Grade IV/ Syok tak Terkompensasi

60

61

Pemantauan DBD dengan syok


1.

Tanda vital setiap 15-30 menit selama syok, selanjutnya


setiap jam apabila syok sudah teratasi

2.

Hematokrit harus diperiksa setiap sebelum pemberian


cairan resusitasi pertama dan kedua, selanjutnya tiap 4-6
jam

3.

Produksi urin

4.

syok dekompensasi atau prolonged: analisa gas darah, gula


darah, kalsium saat masuk RS

5.

Jika ditemukan gangguan fungsi organ lain, periksa segera.

6.

Pantau tanda-tanda kelebihan cairan yang bermanifestasi


terhadap

edema

paru,

ascites,

efusi

pleura

dan

hepatomegali.

62

Perdarahan hebat
Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera
hentikan. Transfusi darah segera adalah darurat tidak dapat
ditunda sampai hematokrit turun terlalu rendah. Bila darah
yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak
dapat diukur, 10 ml/kg darah segar atau 5 ml/kg PRC harus
diberikan dan dievaluasi.
Pada

perdarahan

saluran

cerna,

H2

antagonis

dan

penghambat pompa proton dapat digunakan.


Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen
darah

seperti

suspense

trombosit,

plasma

darah

segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini dapat


menyebabkan kelebihan cairan. (WHO,2011)

Fase Recovery
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau
cairan oral, serta monitor tiap 12-24 jam.
Tandan tanda penyembuhan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Frekuensi nadi, tekanan darah dan frekuensi nafas stabil


Suhu badan normal
Tidak dijumpai oerdarahn baik eskternal maupun internal
Nafsu makan membaik
Tidak dijumpai muntah maupun nyeri perut
Volume urine cukup
Kadar hematocrit stabik pada kadar basal

63

8. Raum konvalesens, ditemukan 20% - 30% kasus. ( UKK


Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI, 2014)

Indikasi untuk pulang


Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan
klinis sebagai berikut.

Bebas

antipiretik
Nafsu makan telah kembali
Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres

pernafasan, dan nadi teratur


Jumlah urin cuku[
Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada

asites
Trombosit >50.000 /mm3. Apabila masih rendah namun

demam

minimal

24

jam

tanpa

menggunakan

klinis baik,pasien boleh pulang dengan nasihat jangan


melakukan aktivitas yang memudahkan untuk mengalami
trauma

selama

1-2

minggu

atau

penyakit

lain

yang

menyertai, contoh: ITP. Pada kasus DBD tanpa komplikasi


umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal
dalam 3-5 hari. (UKK, Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI, 2014)

64

65

DAFTAR PUSTAKA

Capeding, MR., Chua, MN., Hadinegoro, SR., Hussain.,IIHM.,


Nallusamy,
R., et al. 2013. Dengue an other common causes of cute
febrile illness in Asia; an active surveillance study in
children.Plos Negl Trop Dis 7(7); e2331.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman tatalaksana klinis
infeksi dengue
di sarana pelayanan kesehatan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Gibbons RV, Vaughn DW. 2002. Dengue: an escalating problem.
BMJ
324:1563-6
Hadinegoro SRH, et al. (editor). 2004. Tata laksana demam
berdarah dengue
di Indonesia. Departemen Kesehatan RI dan Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan.
Holiday MA, Segar WE. 1957. Maintenance need for water in
parenteral fluid
therapy. IDAIcs 19:823
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Formularium Spesialistik
Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta :IDAI.
Pudjiadi, Antonius., et al. 2009.Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan
Dokter
Anak Indonesia
66

Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR. 2010. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri
Tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI. 2014. Pedoman Diagnosis
dan
Tatalaksana Virus Dengue Pada Anak. Buku ajar infeksi &
pediatri tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
World Health Organization. 2011. Prevention and control of
dengue and
dengue haemorrhagic fever: comprehensive guidelines. New
Delhi:SEARO.

67

Anda mungkin juga menyukai