Dasar Hukum Homoseksual
Dasar Hukum Homoseksual
Mengenai perkawinan yang diakui oleh negara hanyalah perkawinan antara pria dan
wanita juga dapat kita lihat dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan (UUAdminduk) beserta penjelasannya Dan Pasal 45
ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2011 tentang Pendaftaran
Penduduk danPencatatan Sipil (Perda DKI Jakarta No. 2/2011) beserta penjelasannya : 10
Pasal 34 ayat (1) UU Adminduk: Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana
ditempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
perkawinan.
Penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU Adminduk: Yang dimaksud dengan "perkawinan"
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 45 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2/2011: Setiap perkawinan di Daerah yang
sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib dilaporkan oleh yang
bersangkutan kepada Dinas di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari sejak tanggal sahnya perkawinan.
Penjelasan Pasal 45 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2/2011: Yang dimaksud dengan
"perkawinan" adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri sesuai denganketentuan perundang-undangan.
Kemudian, dari sisi agama Islam, perkawinan antara sesama jenis secarategas
dilarang. Hal ini dapat dilihat dalamSurah Al-Araaf (7): 80-84, yangartinya sebagai berikut:
"Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata
kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum
pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" Sesungguhnya kamu
mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita,malah
kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnyatidak lain hanya mengatakan:
"Usirlah mereka (Luth dan pengikut- pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia
dan pengikut-pengikutnya (yang beriman) kecuali istrinya (istri Nabi Luth);dia termasuk
orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kamiturunkan kepada mereka hujan (batu);
maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu."
Selain itu,Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga secara tidak langsung hanya
mengakui perkawinan antara pria dan wanita, yang dapat kita lihat dari beberapa pasalpasalnya di bawah ini:12
Pasal 1 huruf a KHI : Peminangan ialah kegiatan upaya ke arah terjadinya
hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita.
Pasal 1 huruf d KHI : Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada
calonmempelai wanita, baik berbentuk barang, uang, atau jasa yang tidak bertentangan
dengan hukum Islam.
Pasal 29 ayat (3) KHI : Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon
mempelai pria diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan.
Pasal 30 KHI :Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon
mempelaiwanita dengan jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.
Selain itu, mengenai perkawinan sejenis ini, beberapa tokoh juga memberikan
pendapatnya. Di dalam artikel Hukum online yang berjudul Menilik Kontroversi Perkawinan
Sejenis, sebagaimana kami sarikan,Ketua KomisiFatwa MUI KH Ma'ruf Amindengan tegas
menyatakan bahwa pernikahan sejenis adalah haram. Lebih lanjut Ma'ruf Amin mengatakan,
Masak laki-laki sama laki-laki atau perempuan sama perempuan. Itu kan kaumnya Nabi
Luth. Perbuatan ini jelas lebih buruk daripada zina. Penolakan serupa juga dikatakan oleh
pengajar hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia, FaridaPrihatini. Dia
mengatakan bahwa perkawinan sejenis itu tidak boleh karenadalam Al Quran jelas
perkawinan itu antara laki-laki dan perempuan.13 Jadi, dapat kiranya disimpulkan bahwa
berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia perkawinan sesama jenis tidak dapat
dilakukan karenamenurut hukum, perkawinan adalah antara seorang pria dan seorang wanita.
Pada sisi lain, hukum agama Islam secara tegas melarang perkawinan sesama jenis.
10. Moelyanto. KUHP (kitab undang- undang hukum pidana). Bina Aksara:Jakarta.
11. Makhfudz, Muhammad., 2010, Berbagai Permasalahan Perkawianan dalam Masyarakat
Ditinjau dari Ilmu Sosial dan Persamaan Kesempatan (EOC) Hukum, Jurnal Hukum UNDIP.
12. Hasan Ali Masail Fiqhiyah al- haditsah pada Masalah-masalah Kontemporer Hukum
Islam.PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta.
13. Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi. Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam. CV. Haji
Masagung. Jakarta.