Anda di halaman 1dari 139

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN
TENTANG
RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN
KENDAL, DEMAK, UNGARAN, SALATIGA, SEMARANG, DAN
PURWODADI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1)


Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dan Pasal 123 ayat (4) Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, perlu menetapkan Peraturan Presiden
tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal,
Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, dan Purwodadi;

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara

~ 2 ~

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan


Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5160);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG


RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN KENDAL,
DEMAK, UNGARAN, SALATIGA, SEMARANG, DAN
PURWODADI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1.

2.
3.
4.
5.

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan
dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan
sebagai
warisan dunia.

~ 3 ~

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan


utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas
sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan
perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling
memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem
jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah
penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu
juta) jiwa.
Kawasan Perkotaan Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang,
dan Purwodadi yang selanjutnya disebut Kawasan Perkotaan
Kedung Sepur adalah satu kesatuan kawasan perkotaan yang terdiri
atas Kota Semarang sebagai kawasan perkotaan inti, Kawasan
Perkotaan Kota Kendal, Kaliwungu, Weleri, Boja, Sukorejo di
Kabupaten Kendal, Kawasan Perkotaan Kota Demak, Sayung,
Mranggen di Kabupaten Demak, Kawasan Perkotaan Kota Ungaran,
Bawen, Ambarawa di Kabupaten Semarang, Kawasan Perkotaan
Salatiga di Kota Salatiga, Kawasan Perkotaan Kota Purwodadi,
Gubug di Kabupaten Grobogan, sebagai kawasan perkotaan di
sekitarnya, yang membentuk kawasan metropolitan.
Kawasan perkotaan inti adalah kawasan perkotaan yang merupakan
bagian dari kawasan metropolitan dengan fungsi sebagai pusat
kegiatan-kegiatan utama dan pendorong pengembangan kawasan
perkotaan di sekitarnya.
Kawasan perkotaan sekitarnya merupakan bagian dari kawasan
metropolitan dengan fungsi sebagai pusat kegiatan-kegiatan yang
menjadi penyeimbang (counter magnet) perkembangan kawasan
perkotaan inti.
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Kawasan hutan adalah suatu wilayah tertentu ditetapkan oleh
Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
tetap.
Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
Wilayah Sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan
wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah

~ 4 ~

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari


atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi).
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan,
dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan.
Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Zona lindung adalah zona yang ditetapkan karakteristik
pemanfaatan ruangnya berdasarkan dominasi fungsi kegiatan
masing-masing zona pada kawasan lindung.
Zona budi daya adalah zona yang ditetapkan karakteristik
pemanfaatan ruangnya berdasarkan dominasi fungsi kegiatan
masing-masing zona pada kawasan budi daya.
Koefisien Wilayah Terbangun yang selanjutnya disebut KWT adalah
angka persentase luas kawasan atau blok peruntukan yang
terbangun terhadap luas kawasan atau luas kawasan blok
peruntukan seluruhnya di dalam suatu kawasan atau blok
peruntukan yang direncanakan.
Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disebut KDB adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana
tata bangunan dan lingkungan.
Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disebut KLB adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai
bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan
yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata
bangunan dan lingkungan.
Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disebut KDH adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar
bangunan
gedung
yang
diperuntukan
bagi
pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana
tata bangunan dan lingkungan.
Koefisien Tapak Basemen yang selanjutnya disebut KTB adalah
penetapan besar maksimum tapak basemen didasarkan pada batas
KDH minimum yang ditetapkan.
Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disebut GSB adalah
garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah
garis sempadan jalan.

~ 5 ~

26.

27.

28.

29.

30.

31.

32.

33.

34.

35.

36.

37.
38.

39.

Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah


kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
Jaringan jalan arteri primer adalah jaringan jalan yang
menghubungkan secara berdayaguna antar-PKN, antara PKN dan
PKW, dan/atau PKN dan/atau PKW dengan bandar udara pusat
penyebaran
skala
pelayanan
primer/sekunder/tersier
dan
pelabuhan internasional/nasional.
Jaringan jalan kolektor primer adalah jaringan jalan yang
menghubungkan secara berdayaguna antar-PKWdan antara PKW
dengan PKL.
Jaringan jalan arteri sekunder adalah jaringan jalan yang
menghubungkan antara pusat kegiatan di kawasan perkotaan inti
dan pusat kegiatan di kawasan perkotaan di sekitarnya.
Jalan bebas hambatan adalah jalan yang ditetapkan dalam rangka
memperlancar arus lalu lintas dengan cara mengendalikan jalan
masuk secara penuh dan tanpa adanya persimpangan sebidang
serta dilengkapi dengan pagar ruang jalan.
Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat
hukum
adat,
korporasi,
dan/atau
pemangku
kepentingan nonpemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan
ruang.
Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah.
Bupati atau Walikota adalah Bupati Kendal, Bupati Demak,
BupatiSemarang, Bupati Grobogan, Walikota Semarang, dan
Walikota Salatiga.
Menteri
adalah
menteri
yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan dalam bidang penataan ruang.

~ 6 ~

Bagian Kedua
Ruang Lingkup Pengaturan
Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan Peraturan Presiden ini meliputi:
b. peran dan fungsi rencana tata ruang serta cakupan Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur;
c.

tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang Kawasan Perkotaan


Kedung Sepur;

d. rencana struktur ruang, rencana pola ruang, arahan pemanfaatan


ruang, dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur;
e. pengelolaan Kawasan Perkotaan Kedung Sepur; dan
f.

peran masyarakat dalam penataan ruang di Kawasan Perkotaan


Kedung Sepur.
Bagian Ketiga

Peran dan Fungsi Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
Pasal 1
Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur berperan sebagai
alat operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan sebagai
alat koordinasi pelaksanaan pembangunan di Kawasan Perkotaan Kedung
Sepur.

Pasal 2
Rencana Tata RuangKawasan Perkotaan Kedung Sepurberfungsi sebagai
pedomanuntuk:
g. penyusunan rencana pembangunan di Kawasan Perkotaan Kedung
Sepur;
h. pemanfaatan ruang dan pengendalian
Kawasan Perkotaan Kedung Sepur;
i.

pemanfaatan

ruang

di

perwujudan
keterpaduan,
keterkaitan,
dan
keseimbangan
perkembangan antarwilayah Kabupaten/Kota, serta keserasian
antarsektor di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur;

~ 7 ~

j.

penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Kawasan


Perkotaan Kedung Sepur;

k. penataan ruang wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Kawasan


Perkotaan Kedung Sepur;
l.

pengelolaan Kawasan Perkotaan Kedung Sepur; dan

m. perwujudan keterpaduan rencana pengembangan Kawasan Perkotaan


Kedung Sepurdengan kawasan sekitarnya.

Bagian Keempat
Cakupan Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
Pasal 1
Kawasan Perkotaan Kedung Sepur mencakup 85 (delapan puluh lima)
kecamatan, yang terdiri atas:
n. seluruh wilayah Kabupaten Kendal yang mencakup 20 (dua puluh)
wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Plantungan, Kecamatan
Sukorejo, Kecamatan Pageruyung, Kecamatan Patean, Kecamatan
Singorojo, Kecamatan Limbangan, Kecamatan Boja, Kecamatan
Kaliwungu, Kecamatan Kaliwungu Selatan, Kecamatan Brangsong,
Kecamatan Pegandon, Kecamatan Ngampel, Kecamatan Gemuh,
Kecamatan Ringinarum, Kecamatan Weleri, Kecamatan Rowosari,
Kecamatan Kangkung, Kecamatan Cepiring, Kecamatan Patebon, dan
Kecamatan Kendal;
o. seluruh wilayah Kabupaten Demakyang mencakup 14 (empat belas)
wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Mranggen, Kecamatan
Karangawen, Kecamatan Guntur, Kecamatan Sayung, Kecamatan
Karangtengah, Kecamatan Bonang, Kecamatan Demak, Kecamatan
Wonosalam, Kecamatan Dempet, Kecamatan Gajah, Kecamatan
Karanganyar, Kecamatan Mijen, Kecamatan Wedung, dan Kecamatan
Kebonagung;
p. seluruh wilayah Kabupaten Semarang yang mencakup 19 (sembilan
belas) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Getasan, Kecamatan
Tengaran, Kecamatan Susukan, Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan
Suruh, Kecamatan Pabelan, Kecamatan Tuntang, Kecamatan
Banyubiru, Kecamatan Jambu, Kecamatan Sumowono, Kecamatan
Ambarawa, Kecamatan Bandungan, Kecamatan Bawen, Kecamatan
Bringin, Kecamatan Bancak, Kecamatan Pringapus, Kecamatan
Bergas, Kecamatan Ungaran Barat, dan Kecamatan Ungaran Timur;
q. seluruh wilayah Kota Salatiga yang mencakup 4 (empat) wilayah
kecamatan, meliputi Kecamatan Argomulyo, Kecamatan Tingkir,
Kecamatan Sidomukti, dan Kecamatan Sidorejo;

~ 8 ~

r.

seluruh wilayah Kota Semarang yang mencakup 16 (enam belas)


wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Mijen, Kecamatan
Gunungpati, Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Gajah Mungkur,
Kecamatan Semarang Selatan, Kecamatan Candisari, Kecamatan
Tembalang, Kecamatan Pedurungan, Kecamatan Genuk, Kecamatan
Gayamsari, Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Semarang
Utara, Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Semarang Barat,
Kecamatan Tugu, dan Kecamatan Ngaliyan; dan

s.

sebagian wilayah Kabupaten Grobogan yang mencakup 12 (dua


belas) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Kedungjati,
Kecamatan Penawangan, Kecamatan Purwodadi, Kecamatan Godong,
Kecamatan
Gubug,
Kecamatan
Tegonawu,
Kecamatan
Tanggungharjo, Kecamatan Toroh, Kecamatan Karangrayung,
Kecamatan Brati, Kecamatan Klambu, dan Kecamatan Grobogan.
BAB II
TUJUAN,KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
KAWASAN PERKOTAAN KEDUNG SEPUR

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
Pasal 1
Penataan ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur bertujuan untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat dengan mewujudkan kawasan
perkotaan yang aman, nyaman, produktif, berkelanjutan, sebagai pusat
kegiatan ekonomi berskala internasional, berbasis perdagangan dan jasa,
industri, agroindustri, dan pariwisata, dengan tetap memperhatikan lahan
pertanian pangan berkelanjutan.
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
Pasal 2
Kebijakan penataan ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur meliputi:
t.

pengembangan dan pemantapan system kota-kota secara hierarkis


dan terintegrasi dalam bentuk perkotaan inti dan perkotaan
disekitarnya sesuai dengan fungsinya dan perannya;

u. pengembangan sistem prasarana untuk meningkatkan keterkaitan


antara kawasan perkotaan inti dan kawasan perkotaan disekitarnya

~ 9 ~

sertapemantapan sistem prasarana transportasi


antisipasi pengembangan koridor ekonomi Jawa;
v.

dalam

rangka

penetapan dan peningkatan fungsi, kuantitas, dan kualitas kawasan


lindung dan ruang terbuka hijau untuk mendukung pembangunan
berkelanjutan;

w. penetapan dan pemantapan kawasan budi daya dan lahan pertanian


pangan berkelanjutan;
x. pengembangan kawasan budi daya sesuai dengan kapasitas daya
dukung
lingkungan
dan
kesesuaian
lahan,
dengan
mempertimbangkan kearifan lokal;
y.

pengembangan ekonomi berskala internasional dan nasional berbasis


perdagangan dan jasa, industri, agroindustri, dan pariwisatadi
Kawasan Perkotaan Kedung Sepur; dan

z.

peningkatan koordinasi, sinkronisasi dan keterpaduan pembangunan


melalui kerjasama antar daerah, kemitraan pemangku kepentingan,
dan penguatan peran masyarakat.
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
Pasal 1

Strategi untuk pengembangan dan pemantapan system kota-kota


secara hierarkis dan terintegrasi dalam bentuk perkotaan inti dan
perkotaan disekitarnya sesuai dengan fungsinya dan perannya terdiri
atas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a terdiri atas:
aa. mengembangkan Kota Semarang sebagai pusat perdagangan dan
jasa, industri, agroindustri, dan pariwisata, berskala internasional,
nasional dan regional, serta mendorong perkotaan sekitarnya yang
berada dalam Kawasan Perkotaan Kedung Sepur untuk mendukung
kegiatan perkotaan inti; dan
ab. meningkatkan keterkaitan kawasan perkotaan inti dan perkotaan
disekitarnya dengan kawasan perdesaan untuk mendorong
berkembangnya potensi sektor pertanian.

Pasal 1
Strategi untuk pengembangan sistem prasarana untuk meningkatkan
keterkaitan antara kawasan perkotaan inti dan kawasan perkotaan
disekitarnya serta pemantapan sistem prasarana transportasi dalam
rangka antisipasi pengembangan koridor ekonomi Jawa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf b terdiri atas:

~ 10 ~

ac. meningkatkan keterpaduan dalam penyediaan sistem prasarana dan


meningkatkan aksesibilitas antara perkotaan inti dan perkotaan
disekitarnya untuk mendukung terwujudnya struktur ruang yang
efektif dan efisien;
ad. mengembangkan dan meningkatkan sistem prasarana pendukung
agroindustri untuk menjamin aksesibilitas kegiatan produksi,
pengolahan, dan distribusi hasil kegiatan dari hulu ke hilir;
ae. mengembangkan keterpaduan sistem jaringan transportasi darat,
perkeretaapian, transportasi laut dan transportasi udara untuk
menjamin aksesibilitas yang tinggi baik ke dalam maupun ke luar
Kawasan Perkotaan Kedung Sepur di koridor ekonomi Jawa;
af. Mengembangkan sistem transportasi angkutan umum massal melalui
penetapan jalur bus komuter maupun jalur kereta api komuter;
ag. meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan sistem jaringan
energi, sumber daya air, telekomunikasi, dan prasarana perkotaan
untuk memenuhi kebutuhan pengembangan kegiatan permukiman,
industri, perdagangan dan jasa, pariwisata, agroindustri serta
kebutuhan masyarakat;
ah. meningkatkan keterpaduan pelayanan sistem prasarana perkotaan
melalui kerjasama pengelolaan antara kabupaten/kota di kawasan
perkotaan Kedung Sepur;
ai. mengembangkan sistem pelayanan prasarana air bersih melalui
sistem pengolahan air minum regional di Kawasan Perkotaan Kedung
Sepur;
aj. mengembangkan sistem pelayanan prasarana air limbah melalui
pelayanan instalasi pengolahan air limbah terpadu dengan
menetapkan pusat pengolahan limbah di bagian utara dan selatan
Kawasan Perkotaan Kedung Sepur;
ak. mengembangkan sistem pelayanan prasarana persampahan melalui
penetapan tempat pembuangan akhir sampah terpadu di bagian
utara dan selatan Kawasan Perkotaan Kedung Sepur; dan
al. mengembangkan sistem jaringan drainase melalui normalisasi sungai
yang terpadu dengan sistem pengamanan pantai di kawasan
perkotaan Kedung Sepur.

Pasal 1
Strategi untuk penetapan dan peningkatan fungsi, kuantitas, dan
kualitas kawasan lindung dan ruang terbuka hijau untuk mendukung
pembangunan berkelanjutansebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
cterdiri atas:
am. menetapkan dan memantapkan
Perkotaan Kedung Sepur;

kawasan

lindung

di

Kawasan

~ 11 ~

an. mengembalikan fungsi kawasan lindung bagi kawasan-kawasan


lindung yang telah beralih fungsi menjadi kawasan budi daya dan
merehabilitasi kawasan lindung dari kerusakan fungsi lindung;
ao. mengendalikan secara ketat kegiatan pembangunan di kawasan budi
daya yang berbatasan dengan kawasan yang telah ditetapkan
sebagai kawasan lindung;
ap. mencegah terjadinya alih fungsi lahan kawasan lindung dengan tetap
mempertahankan fungsi lindungnya;
aq. merehabilitasi dan merevitalisasi kerusakan lahan di kawasan lindung
untuk menjaga keseimbangan fungsi daya dukung lingkungan;
ar. merehabilitasi serta menyelenggarakan upaya terpadu untuk
mengatasi permasalahan pemanfaatan ruang yang berpotensi
mengganggu sumber daya air di wilayah sungai dan daerah aliran
sungai;
as. mencegah dampak negatif setiap pembanguan yang dilaksanakan
yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dengan menerapkan
persyaratan
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan
lingkungan hidup;
at. menetapkan dan memantapkan ruang terbuka hijau paling sedikit
30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan Perkotaan Kedung Sepur;
au. Melaksanakansuatu kajian komprehensif untuk pencegahan dan
penanggulangan bencana rob yang berada di pantai utara Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur; dan
av. Melaksanakan rekomendasi hasil kajian komprehensif melalui
pembangunan konstruksi yang dapat mencegah dan menanggulangi
bencana rob yang berada di pantai utara Kawasan Perkotaan Kedung
Sepur.

Pasal 1
Strategi untuk penetapan dan pemantapan kawasan budi daya dan lahan
pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf d terdiri atas:
aw. menetapkan, mempertahankan, dan merehabilitasi lahan pertanian
pangan berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan fungsi daya
dukung lingkungan;
ax. mencegah kegiatan-kegiatan pemanfaatan lahan yang cenderung
dapat mengganggu kegiatan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
dan
ay. mendorong pemerintah kabupaten/kota di Kawasan Perkotaan Kedung
Sepur untuk menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

~ 12 ~

Pasal 1
Strategi untuk pengembangan kawasan budi daya sesuai dengan
kapasitas daya dukung lingkungan dan kesesuaian lahan, dengan
mempertimbangkan kearifan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf eterdiri atas:
az. menetapkan lokasi dan kegiatan budi daya: pertanian, industri,
perdagangan dan jasa serta pariwisata dan didukung kegiatan budi
daya lainnya sesuai kriteria teknis dengan mempertimbangkan faktor
fisik lingkungan, ekonomi dan sosial-budaya;
ba. mengembangkan kegiatan permukiman, industri, perdagangan dan
jasa serta pariwisata di kawasan perkotaan inti dan kawasan
perkotaan sekitarnya secara terpadu, serasi, dan selaras sesuai
dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan;
bb. mengembangkan kegiatan agroindustri yang memiliki keterkaitan
dengan sumber bahan baku di kawasan sekitarnya dan keterkaitan
dengan pasar di dalam dan diluar Kawasan Perkotaan Kedung Sepur;
dan
bc. mempertahankan kawasan budi daya hutan produksi yang ada untuk
menjaga fungsi hidro-orologis dan hidrogeologis daerah tangkapan
air.

Pasal 1
Strategi untuk pengembangan ekonomi berskala internasional dan
nasional berbasis perdagangan dan jasa, industri, agroindustri, dan
pariwisata di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf f terdiri atas:
bd. mendorong pengembangan sektor perdagangan dan jasa, industri,
agroindustri, serta pariwisata, di kawasan perkotaan inti yang
mendukung perkembangan kawasan perkotaan sekitarnya;
be. mengembangkan sektor industri dan agroindustri, serta proses
distribusinya baik di dalam maupun di luar Kawasan Perkotaan
Kedung Sepur;
bf. memanfaatkan wilayah pesisir serta perairan pantai untuk
pemanfaatan kegiatan transportasi, pariwisata, dan perikanansecara
terpadu serta memperhatikan ancaman adanya bahaya rob yang
terjadi di pantai utara Kawasan Perkotaan Kedung Sepur;
bg. mengembangkan kegiatan budi daya darat dan laut yang berbasis
mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim global; dan
bh. rehabilitasi dan revitalisasi kawasan budi daya yang telah mengalami
kerusakan dalam rangka optimalisasi fungsi kawasan budi daya.

~ 13 ~

Pasal 1
Strategi
untuk
peningkatan
koordinasi,
sinkronisasi
dan
keterpaduan pembangunan melalui kerjasama antar daerah, kemitraan
pemangku kepentingan, dan penguatan peran masyarakat sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 huruf g terdiri atas:
bi. mengembangkan lembaga kerjasama antardaerah yang berfungsi
untuk melakukan koordinasi, fasilitasi kerjasama, dan kemitraan
dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian pembangunan Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur;
bj. meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi pembangunan antara
pemerintah
pusat,
pemerintah
provinsi,
dan
pemerintah
kabupaten/kota; dan
bk. mendorong penguatan peran masyarakat dalam proses perencanaan,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang
perkotaan.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG KAWASAN PERKOTAAN KEDUNG SEPUR
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 1
(1) Rencana struktur ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur ditetapkan
dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan pusat kegiatan,
meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana, serta meningkatkan fungsi kawasan perkotaan inti
dan kawasan perkotaan di sekitarnya.
(2) Rencana struktur ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur berfungsi
sebagai penunjang dan penggerak kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional.
(3) Rencana struktur ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepurterdiri atas
rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan
prasarana.
Bagian Kedua
Rencana Sistem Pusat Permukiman

~ 14 ~

Pasal 2
Rencana sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (3) di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur terdiri atas pusat
kegiatan di kawasan perkotaan inti dan pusat kegiatan di kawasan
perkotaan di sekitarnya.

Pasal 3
(1) Pusat kegiatan di kawasan perkotaan inti sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ditetapkan sebagai pusat kegiatan-kegiatan
utama dan pendorong pengembangan kawasan perkotaan di
sekitarnya.
(2) Pusat kegiatan di kawasan perkotaan inti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) di Kota Semarang, meliputi:

a.

pusat
provinsi;

b.

pusat perdagangan dan


jasa skala internasional,
nasional, dan regional;

c.

pusat
pelayanan
pendidikan tinggi;

d.

pusat
pelayanan
olahraga
skala
internasional, nasional,
dan regional;

e.

pusat
pelayanan
kesehatan
skala
internasional, nasional,
dan regional;

f.

pusat pelayanan sistem


angkutan
umum
penumpang
dan
angkutan
barang
regional;

g.

pusat
transportasi
nasional;

h.

pusat
pelayanan
transportasi
udara
internasional
dan
nasional;

pemerintahan

pelayanan
laut

~ 15 ~

i.

pusat
kegiatan
pertahanan
dan
keamanan negara;

j.

pusat
kegiatan
pariwisata; dan

k.

pusat
kegiatan
pertemuan,
pameran,
dan sosial budaya.

Pasal 4
(3) Pusat kegiatan di kawasan perkotaan di sekitarnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ditetapkan sebagai penyeimbang
(counter magnet) perkembangan kawasan perkotaan inti.
(4) Pusat kegiatan di kawasan perkotaan di sekitarnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a.

di Kawasan Perkotaan
Kota
Kendal
di
Kabupaten
Kendal,
terdiri atas:

1.

pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang


regional;

2.

pusat kegiatan industri;

3.

pusat kegiatan pariwisata religi;

4.

pusat kegiatan pertanian; dan

5.

pusat kegiatan perdagangan dan jasa.

b.

1.

di Kawasan Perkotaan
Kaliwungu di Kabupaten
Kendal, terdiri atas:

pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang


regional;

2.

pusat kegiatan industri;

3.

pusat kegiatan perdagangan dan jasa;

4.

pusat kegiatan pertanian; dan

5.

pusat kegiatan agroindustri.

c.

1.
2.

di Kawasan Perkotaan
Weleri di Kabupaten
Kendal, terdiri atas:

pusat pertahanan dan keamanan negara;


pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang regional

~ 16 ~

3.
4.

Pusat kegiatan perikanan; dan


pusat kegiatan pertanian.

d.

1.

pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang


regional;

2.

pusat kegiatan pertanian; dan

3.

pusat kegiatan agroindustri.

e.

1.
2.

pusat kegiatan pertanian.

pusat perdagangan dan jasa;

3.

Pusat kegiatan perikanan;


pusat kegiatan pertanian;

5.

pusat kegiatan industri; dan

6.

pusat kegiatan pariwisata religi.

g.

1.
2.

di Kawasan Perkotaan
Mranggen di Kabupaten
Demak, terdiri atas:

pusat kegiatan industri; dan


pusat kegiatan pertanian.

h.

1.

di Kawasan Perkotaan
Kota
Demak
di
Kabupaten
Demak,
terdiri atas:

pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang


regional;

2.
4.

di Kawasan Perkotaan
Sukorejo di Kabupaten
Kendal, terdiri atas:

pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang


regional; dan

f.

1.

di Kawasan Perkotaan
Boja
di
Kabupaten
Kendal, terdiri atas:

di Kawasan Perkotaan
Sayung di Kabupaten
Demak, terdiri atas:

pusat kegiatan industri;

2.

pusat kegiatan pertanian; dan

3.

pusat kegiatan agroindustri.

i.

di Kawasan Perkotaan
Kota
Ungaran
di

~ 17 ~

Kabupaten
terdiri atas:
1.

pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang


dan angkutan barang regional;

2.

pusat kegiatan industri;

3.

pusat kegiatan pertanian;

4.

Semarang,

pusat kegiatan agroindustri;

5.

pusat kegiatan perdagangan dan jasa regional; dan

6.

pusat kegiatan pariwisata.

j.

1.

di Kawasan Perkotaan
Ambarawa di Kabupaten
Semarang, terdiri atas:

pusat
pelayanan
sistem
angkutan
penumpang dan angkutan barang regional;

2.

pusat perdagangan skala regional;

3.

pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;

4.

pusat kegiatan pertanian;

5.
6.

pusat perikanan; dan


pusat kegiatan pariwisata sejarah.

k.

1.

pusat pelayanan
regional;

sistem

di Kawasan Perkotaan
Bawen di Kabupaten
Semarang, terdiri atas:

angkutan

2.

pusat kegiatan perdagangan dan jasa;

3.

pusat kegiatan industri;

4.

pusat kegiatan pertanian;

5.
6.

umum

pusat kegiatan agroindustri; dan


pusat kegiatan pariwisata.

umum

penumpang

~ 18 ~

l.

1.

di Kawasan Perkotaan
Kota Salatiga, terdiri
atas:

pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang dan


angkutan barang regional;

2.

pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;

3.

pusat kegiatan perdagangan dan jasa

4.
5.

Pusat kegiatan kesehatan; dan


pusat pelayanan pendidikan tinggi.

m.

1.

pusat pelayanan
regional;

sistem

di Kawasan Perkotaan
Kota
Purwodadi
di
Kabupaten
Grobogan,
terdiri atas:

angkutan

2.

pusat kegiatan perdagangan dan jasa;

3.

pusat kegiatan industri; dan

4.

pusat kegiatan pertanian.

n.

1.

pusat kegiatan industri;

2.

pusat kegiatan pertanian; dan

3.

pusat kegiatan agroindustri.

umum

penumpang

di Kawasan Perkotaan
Gubug di Kabupaten
Grobogan, terdiri atas:

Bagian Ketiga
Rencana Sistem Jaringan Prasarana
Pasal 5
Rencana sistem jaringan prasarana Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) meliputi sistem jaringan:
transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air, dan prasarana
perkotaan.

Pasal 6
(1) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ditetapkan dalam rangka meningkatkan kualitas dan jangkauan

~ 19 ~

pelayanan pergerakan orang dan barang serta memfungsikannya


sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.
(2) Penyediaan sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan menyediakan sarana transportasi
massal antarwilayah.
(3) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)terdiri atas:

a.

sistem
jaringan
transportasi darat;

b.

sistem
jaringan
perkeretaapian.

c.

sistem
jaringan
transportasi laut; dan

d.

sistem
jaringan
transportasi udara.

(4) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat


(3) huruf a di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur terdiri atas:

a.

sistem
dan

b.

sistem
jaringan
transportasi
angkutan
sungai
dan
penyeberangan.

jaringan

jalan;

(5) Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur terdiri atas:

a.

jaringan jalan; dan

b.

lalu lintas dan angkutan


jalan.

(6) Sistem jaringan transportasi sungaidan penyeberangan sebagaimana


dimaksud pada ayat (4) huruf b di Kawasan Perkotaan Kedung
Sepur terdiri atas:

a.

jaringan
transportasi
sungai; dan

b.

jaringan
transportasi
penyeberangan.

(7) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat


(3) huruf b di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur terdiri atas:

a.

jaringan jalur kereta api;

b.

stasiun kereta api; dan

c.

fasilitas operasi kereta


api.

~ 20 ~

(8) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat


(3) huruf c di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur terdiri atas:

a.

tatanan kepelabuhanan;
dan

b.

alur pelayaran.

(9) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) huruf d di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur terdiri atas:

a.

tatanan
kebandarudaraan; dan

b.

ruang
udara
penerbangan.

untuk

Pasal 7
Sistem jaringan jalan di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) huruf a terdiri atas:
bl. jaringan jalan arteri primer;
bm. jaringan jalan kolektor primer;
bn. jaringan jalan arteri sekunder; dan
bo. jaringan jalan bebas hambatan.

Pasal 1
Jaringan jalan arteri primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf
a meliputi:
bp. Bts. Kab. Batang Kota Kendal-Bts. Kota Semarang;
bq. Jln. Lingkar Weleri;
br. Jln. Lingkar Kaliwungu;
bs. Jl. Arteri Utara;
bt. Bts. Kota Semarang-Bts. Kota Demak;
bu. Jln. By Pass Demak
(Lingkar Demak); (mengusulkan agar
mendekati kegiatan perikanan)
bv. Bts.Kota Semarang-Demak-Bts.Kab Jepara;
bw. Lingkar Kedung Sepur;
bx. Bts. Kota Semarang/Ungaran Bawen;
by. Bawen-Kota Salatiga-Bts.Kab Boyolali;
bz. Jln Lingkar Ambarawa

~ 21 ~

ca. Jln.Lingkar Salatiga; dan


cb. Bawen-Bts.Kab Temanggung.

Pasal 1
Jaringan jalan kolektor primer di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b meliputi:
cc. Magelang (perbatasan KDS) Ngablak-Salatiga;
cd. Jati (perbatasan KDS)-Purwodadi;
ce. Surakarta (perbatasan
(perbatasan KDS);

KDS)

cf. Bawang (perbatasan


Ungaran;

KDS)

Geyer-Purwodadi-Grobogan-Bts.

Pati

Bts.Batang-Sukorejo-Boja-Cangkiran-

cg. Weleri-Sukorejo;
ch. Godong-Gubug-Kedungjati-Salatiga;
ci. Godong-Demak;
cj. Trengguli-Bts.Jepara
ck. Semarang-Tegewanu-Gubug-Godong-Purwodadi-Wirosari-Blora
(perbatasan KDS)

Pasal 1
Jaringan jalan arteri sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
huruf c ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.

Pasal 2
Jaringan jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
huruf d meliputi:
cl. Jaringan jalan bebas hambatan antarkota ditetapkan di:
1.

Jalan bebas hambatan Semarang-Batang (perbatasan KDS)

2.

Jalan bebas hambatan Semarang-Solo (perbatasan KDS);

3.

Jalan bebas hambatan Semarang-Demak-Kudus (perbatasan KDS);

4.

Jalan bebas hambatan Yogyakarta-Bawen

5.

Jalan bebas hambatan Demak - Tuban.

cm.Jaringan jalan bebas hambatan dalam kota ditetapkan di jalan tol


Semarang Seksi A, Seksi B dan Seksi C.

~ 22 ~

Pasal 1
(10) Lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (5) huruf b ditetapkan dalam rangka mewujudkan
pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat,
tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk
mendorong
perekonomian
nasional
dan
kesejahteraan
masyarakat.
(11) Lalu lintas dan angkutan jalansebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:

a.

lajur, jalur, atau jalan


khusus
angkutan
massal;

b.

terminal; dan

c.

fasilitas pendukunglalu
lintas
dan
angkutan
jalan.

Pasal 2
(12) Lajur, jalur, atau jalan khusus angkutan massal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a ditetapkan dalam
rangka
mengembangkan
potensi
dan
perannya
untuk
mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran
berlalu lintas, dan mendukung kebutuhan angkutan massal.
(13) Lajur, jalur, atau jalan khusus angkutan massal di kawasan
perkotaan inti terdiri atas:

a.

Koridor
1
menghubungkan Weleri
Kendal Kaliwungu
Semarang (simpul)
Ungaran (simpul);

b.

Koridor
2
menghubungkan Weleri
(simpul) Sukorejo
Boja Ungaran (simpul);

c.

Koridor
3
menghubungkan
Semarang

Demak
(simpul) Godong
Purwodadi Gubug
Brumbung Semarang;
dan

~ 23 ~

d.

Koridor
menghubungkan
Ungaran
(simpul)
Bawen Tuntang
Salatiga.

(14) Lajur, jalur, atau jalan khusus angkutan massal selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(15) Lajur, jalur, atau jalan khusus angkutan massal di kawasan
perkotaan di sekitarnya terintegrasi dengan kawasan perkotaan
inti.

Pasal 3
(16) Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26ayat (2) huruf b
ditetapkan dalam rangka menunjang kelancaran perpindahan
orang dan/atau barang serta keterpaduan intramoda dan
antarmoda.
(17) Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi terminal
penumpang.
(18) Terminal penumpang berfungsi melayani keterpaduan terminal
dengan pusat-pusat kegiatan dan moda transportasi lainnya.
(19) Terminal penumpangsebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri
atas:

a.

terminal
penumpang
tipe A yang berfungsi
melayani
kendaraan
umum untuk angkutan
antarkota antarprovinsi
dan/atau
angkutan
lintas
batas
negara,
angkutan
antarkota
dalam
provinsi,
angkutan
kota,
dan
angkutan
perdesaan
meliputi Terminal Tipe A
di Terminal Mangkang
Kota
Semarang,
Terminal
Demak
Kabupaten
Demak,
Terminal
Purwodadi
Kabupaten
Grobogan,
dan Terminal Tingkir
Kota Salatiga;

~ 24 ~

b.

terminal
penumpang
tipe B yang berfungsi
melayani
kendaraan
umum untuk angkutan
antarkota
dalam
provinsi, angkutan kota,
dan/atau
angkutan
perdesaan
meliputi
Terminal
Tipe
B di
Terminal Terboyo dan
Terminal Penggaron Kota
Semarang,
Terminal
Bawen
(diusulkan/
direncanakan
menjadi
terminal
tipe
A),
Terminal Ungaran, dan
Terminal
Ambarawa
Kabupaten
Semarang,
dan Terminal Bahurekso
Kabupaten Kendal.

Pasal 4
Fasilitas pendukung lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26ayat (2) huruf c ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 5
(20) Jaringan transportasi sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (6) huruf a di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
dikembangkan untuk kegiatan transportasi air dan pariwisata air
yang menghubungkan kawasan tepian sungai dengan pesisir.
(21) Jaringan transportasi sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:

a.

pelabuhan sungai; dan

b.

alur pelayaran untuk


kegiatan
angkutan
sungai.

(22) Pelabuhan sungai di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) huruf a diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(23) Alur pelayaran untuk kegiatan angkutan sungai di Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b ditetapkan di Sungai Kaligarang Semarang.

~ 25 ~

Pasal 6
(24) Jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (6) huruf b dikembangkan untuk melayani
pergerakan keluar masuk arus penumpang dan kendaraan antara
Kawasan Perkotaan Kedung Sepur dengan Pulau Kalimantan,
serta dengan Negara Tetangga Malaysia.
(25) Jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:

a.

pelabuhan
penyeberangan; dan

b.

lintas
angkutan
penyeberangan.

(26) Pelabuhan
penyeberangan
di
Kawasan
Perkotaan
Kedung
Sepursebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan di:

a.

Pelabuhan
Tanjung
Emas di Kota Semarang;

b.

Pelabuhan di Kabupaten
Kendal;

(27) Lintas angkutan penyeberangan di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. lintas angkutan penyeberangan dari Pelabuhan Tanjung Emas ke
luar Kawasan Perkotaan Kedung Sepur;
b. lintas angkutan penyeberangan dari Pelabuhan di Kabupaten
Kendal ke luar Kawasan Perkotaan Kedung Sepur.
Pasal 7
(28) Jaringan jalur kereta api di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7) huruf a
ditetapkan dalam rangka mengembangkan interkoneksi dengan
sistem jaringan jalur wilayah nasional.
(29) Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas jaringan jalur kereta api umum dan jaringan jalur kereta api
khusus.
(30) Jaringan jalur kereta api umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:

a.

jaringan jalur kereta api


antarkota; dan

b.

jaringan jalur kereta api


perkotaan.

~ 26 ~

(31) Jaringan jalur kereta api antarkota di Kawasan Perkotaan Kedung


Sepur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:

a.

Jalur
Utara
menghubungkan
Semarang-Jakarta,
Semarang-Surabaya,
Semarang-Bandung;

b.

Jalur
Utara-Selatan
menghubungkan
Semarang-Solo; dan

c.

Jalur
Tengah
menghubungkan
Semarang-Solo.

(32) Jaringan jalur kereta api perkotaan dalam bentuk kereta api komuter
di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf bterdiri atas:

a.

jalur
kereta
Semarang-Kendal;

api

b.

jalur
kereta
Semarang-Demak;

api

c.

jalur
kereta
api
Kedungjati-TuntangAmbarawa-Jambu; dan

d.

jalur kereta api DemakGodong-Purwodadi.

e.

Brumbung
Ngrombo

Gubug

(33) Koridor Kereta Api Komuter terdiri atas:

a.

Koridor
1
menghubungkan Weleri
Kendal Kaliwungu
Semarang (simpul)
Brumbung (simpul)
Gubug Gambringan;

b.

Koridor
2
menghubungkan
Semarang

Demak
(simpul) Godong
Purwodadi

Gambringan; dan

c.

Koridor
menghubungkan
Brumbung (simpul)

~ 27 ~

Kedungjati Tuntang
Ambarawa.
(34) Jaringan jalur kereta api khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 8
(35) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7)
huruf b ditetapkan dalam rangka memberikan pelayanan kepada
pengguna transportasi kereta api melalui persambungan
pelayanan dengan moda transportasi lain.
(36) Stasiun kereta api berfungsi melayani keterpaduan stasiun dengan
pusat-pusat kegiatan, pusat permukiman, dan moda transportasi
lainnya.
(37) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.

Stasiun Weleri, Stasiun


Kalibodri,
Stasiun
Kaliwungu, dan Stasiun
Kendal di Kabupaten
Kendal;

b.

Stasiun Sayung, Stasiun


Buyaran, dan Stasiun
Demak di Kabupaten
Demak;

c.

Stasiun Ambarawa dan


stasiun
Jambu
di
Kabupaten Semarang

d.

Stasiun
Mangkang,
Stasiun Jerakah, Stasiun
Semarang
Poncol,
Stasiun
Semarang
Tawang,
Stasiun
Semarang
Gudang,
Stasiun Alastuwa, dan
Stasiun Genuk di Kota
Semarang; dan

e.

Stasiun Godong,
Brumbung,
Karangawen,
Gubug,
Karangjati,
Ngrombo,
Gambringan,
Tanggung,

Stasiun
Stasiun
Stasiun
Stasiun
Stasiun
Stasiun
Stasiun
Stasiun

~ 28 ~

Kedungjati,
Stasiun
Kradenan, dan Stasiun
Purwodadi di Kabupaten
Grobogan
(38) Rencana pengembangan kereta api cepat (Mass Rapid Transit/MRT)
yang menghubungkan Semarang-Jakarta dan SemarangSurabaya, dengan mengintegrasikannya ke dalam rencana
sistem jaringan kereta api yang ada di Kawasan Perkotaan
Kedung Sepur, akan diatur lebih lanjut sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
Fasilitas operasi kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(7) huruf c diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 10
(39) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(8) huruf a berfungsi sebagai tempat alih muat penumpang,
tempat alih muat barang, pelayanan angkutan untuk menunjang
kegiatan perikanan, industri perkapalan, dan pangkalan angkatan
laut (LANAL) beserta zona penyangganya.
(40) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:

a.

pelabuhan umum:

1.

pelabuhan utama yaitu Pelabuhan Tanjung Emas di Kota


Semarang; dan

2.

pelabuhan pengumpul di Kabupaten Kendal;

b.

terminal khusus diatur


sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.

Pasal 11
(41) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (8) huruf
b ditetapkan dalam rangka mewujudkan perairan yang aman dan
selamat untuk dilayari.
(42) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alur
pelayaran laut yang terdiri atas:

~ 29 ~

a.

alur pelayaran nasional,


yaitu
alur
yang
menghubungkan
Pelabuhan
Utama
Tanjung Emas dengan
pelabuhan
nasional
lainnya; dan

b.

alur
pelayaran
internasional, yaitu alur
yang menghubungkan
Pelabuhan
Utama
Tanjung Emas dan alur
pelayaran internasional
melalui
Alur
Laut
Kepulauan
Indonesia
(ALKI).

(43) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimanfaatkan


bersama untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.
(44) Ketentuan lebih lanjut mengenai alur pelayaran diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12
(45) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (9) huruf a ditetapkan dalam rangka melaksanakan fungsi
bandar udara untuk menunjang kelancaran, keamanan dan
ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo
dan/atau pos, keselamatan penerbangan, tempat perpindahan
intra dan/atau antarmoda, serta mendorong perekonomian
nasional dan daerah.
(46) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:

a.

bandar udara umum


yaitu
Bandar
Udara
Internasional
Ahmad
Yani
di
Kecamatan
Semarang Barat Kota
Semarang
yang
berfungsi
sebagai
bandar
udara
pengumpul
dengan
skala
pelayanan
sekunder
untuk
pelayanan
pesawat
udara
dengan
rute
penerbangan
dalam

~ 30 ~

negeri dan luar negeri,


serta berfungsi sebagai
pangkalan
angkatan
darat; dan

b.

bandar udara khusus


diatur sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.

Pasal 13
(47) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (9) huruf b digunakan untuk kegiatan operasi
penerbangan
dalam
rangka
menjamin
keselamatan
penerbangan.
(48) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:

a.

ruang
udara
yang
dipergunakan langsung
untuk kegiatan bandar
udara;

b.

ruang udara di sekitar


bandar
udara
yang
dipergunakan
untuk
operasi
penerbangan;
dan

c.

ruang
udara
yang
ditetapkan sebagai jalur
penerbangan.

(49) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) dimanfaatkan bersama untuk kepentingan pertahanan dan
keamanan negara.
(50) Ruang udara untuk penerbangan diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(51) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19ditetapkan dalam rangka memenuhi kebutuhan energi dalam
jumlah cukup dan menyediakan akses berbagai jenis energi bagi
masyarakat untuk kebutuhan sekarang dan masa datang.
(52) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bagian dari sistem jaringan energi pada sistem
interkoneksi Pulau Jawa Bali meliputi:

~ 31 ~

a.

jaringan pipa
dan gas bumi;

minyak

b.

pembangkit
listrik; dan

tenaga

c.

jaringan
transmisi
tenaga listrik.

(53) Jaringan pipa minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a meliputi:
a.

Jaringan pipa transmisi


dan distribusi minyak
dan gas bumi yang
mengintegrasikan
fasilitas
produksi,
pengolahan,
dan/atau
penyimpanan,
hingga
akses menuju kawasan
perkotaan
nasional
dalam
mendukung
sistem pasokan energi
nasional terdiri atas:

1.

Jaringan pipa transmisi minyak dan gas bumi SemarangCirebon

2.

Jaringan pipa transmisi minyak dan gas bumi SemarangGresik

3.

Jaringan pipa transmisi minyak dan gas bumi Kalimantan


Timur-Semarang

b.

fasilitas
penyimpanan
berupa depo minyak
bumi terdiri atas Depo
Bahan Bakar Minyak
Darat Pengapondi Kota
Semarang dan Depo
Bahan Bakar Minyak
Darat Merak Rejo; dan

c.

jaringan pipa gas bumi


terdiri atas:

1.

Cepu-Rembang-Pengapon Semarang;

2.

Cirebon-Semarang-Bangkalan, Semarang-Kalimantan Timur,


Semarang-Kepodang,
Kepodang-Rembang-Pati-KeparaSemarang;

3.

Semarang-Kendal;

4.

Blora-Grobogan-Demak-Semarang; dan

~ 32 ~

5.

jaringan pipa gas bumi Kawasan Perkotaan Kedung Sepur


ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(54) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


huruf bmeliputi:

a.

Pembangkit
Listrik
Tenaga Air (PLTA) Jelok
di Kabupaten Semarang;

b.

Pembangkit
Listrik
Tenaga Gas Uap (PLTGU)
Tambak
Lorok
Kota
Semarang;

c.

Pembangkit
Listrik
Tenaga
Panas
Bumi
(PLTPB) di Kecamatan
Sumowono
Kabupaten
Semarang; dan

d.

Pembangkit
Listrik
Tenaga Surya (PLTS) dan
Pembangkit
Listrik
Tenaga
Mikro
Hidro
(PLTMH)
di
Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur
ditetapkan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan.

(55) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksudpada ayat


(2) huruf cterdiri atas:

a.

Saluran Udara Tegangan


Ekstra Tinggi (SUTET)

b.

Saluran Udara Tegangan


Tinggi (SUTT); dan

c.

Gardu Induk (GI)

(56) Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) sebagaimana


dimaksud pada ayat (5) huruf a ditetapkan dengan kapasitas 500
kV di:

a.

Jalur
utara
yang
menghubungkan
Batang-Kendal
(Kecamatan Kaliwungu,
Kaliwungu
Selatan,
Ngampel,
Pegandon,
Gemuh,
Ringinarum,

~ 33 ~

Weleri)
-UngaranPurwodadi-Cepu,
Ungaran
(Jambu,
Ambarawa,
Bawen,
Tuntang,
Pabelan,
Tengaran,
Kaliwungu,
Ungaran Barat, Ungaran
Timur,
Bergas
Dan
Pringapus)Demak
(kecamatan
Karangawen)
PurwodadiKudus; dan

b.

(57)

Jalur
selatan
yang
menghubungkan Gardu
Induk
500/150
kV
Pedan-Ungaran

Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) sebagaimana dimaksud


pada ayat (5) huruf b ditetapkan dengan kapasitas 150 kVA
membentang antar kabupaten di Kawasan Perkotaan Kedung
Sepur.

(58) Gardu Induk (GI) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c
meliputi :

a.

Gardu Induk dengan


kapasitas 500 / 150kV
yang ditetapkan di Kec.
Ungaran Barat, Kab.
Semarang

b.

Gardu Induk dengan


kapasitas 150 kV yang
ditetapkan tersebar di
Kota Semarang (Kec.
Srondol, Kec. Tugu, Kec.
Banyumanik,
Kec.
Semarang Selatan, Kec.
Ngaliyan,
Kec.
Semarang Barat); Kab.
Kendal (Kec. Weleri, Kec.
Kaliwungu),
Kab.
Semarang
(Kec.
Ungaran
Barat,
Kec.
Bawen, Kec. Tuntang);
Kota
Salatiga
(Kec.
Sidorejo); Kab. Demak
(Kec. Mranggen, Kec.
Sayung)
dan
Kab.
Grobogan
(Kec.
Purwodadi)

~ 34 ~

Pasal 15
(59) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal19 ditetapkan dalam rangka meningkatkan aksesibilitas
masyarakat dan dunia usaha terhadap layanan telekomunikasi.
(60) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:

a.

jaringan teresterial; dan

b.

jaringan satelit.

(61) Jaringan teresterial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a


ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(62) Jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b yang
meliputi satelit dan transponden diselenggarakan melalui
pelayanan stasiun bumi ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(63) Selain jaringan terestrial dan satelit sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), sistem jaringan telekomunikasi juga meliputi jaringan
bergerak seluler berupa menara Base Transceiver Station
telekomunikasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(64) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilayani oleh Sentral Telepon Otomat (STO), meliputi:

a.

STO
di
Kendal;

Kabupaten

b.

STO
di
Demak,

Kabupaten

c.

STO
di
Semarang;

Kabupaten

d.

STO di Kota Salatiga;

e.

STO di Kota Semarang;


dan

f.

STO
di
Grobogan.

Kabupaten

Pasal 16
(65) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ditetapkan dalam rangka pengelolaan sumber daya air yang

~ 35 ~

terdiri atas konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber


daya air, dan pengendalian daya rusak air.
(66) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas sumber air dan prasarana sumber daya air.
(67) Sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas air
permukaan pada sungai, waduk, sumber air permukaan
lainnya,dan air tanah pada Cekungan Air Tanah (CAT).
(68) Sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:

a.

sumber air berupa air


permukaan pada sungai
terdiri atas:

1.

WS Strategis Nasional Jratun Seluna meliputi DAS K. Plumbon,


DAS K. Bringin, DAS K. Aranganyar, DAS K. Garang, DAS Babon,
DAS K. Dolok, DAS Jragung, dan DAS Tuntang; dan

2.

WSBodri-Kuto meliputi DAS Bodri dan DAS Blorong; dan

3.

Kali Aji/Slembang, Kali Waridin, Kali Glodog, Kali Blorong, Kali


Kendal, Kali Buntu, Kali Bodri, Kali Blukar, Kali Bulawan/Pening,
Kali Kuto di Kabupaten Kendal.

1.

Waduk Kedungombo;

2.

Waduk Rawapening; dan

3.

Waduk lainnya

b.

sumber air berupa air


permukaan pada waduk
terdiri atas:

c.

sumber air berupa air


tanah pada CAT di CAT
Subah, CAT Kendal, CAT
Semarang-Demak, CAT
Ungaran,
CAT
Sumowono,
CAT
Rawapening, dan CAT
Salatiga.

(69) Prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas sistem pengendalian banjir, sistem jaringan irigasi,
sistem jaringan rawa, dan sistem pengamanan pantai.
(70) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
terdiri atas:

a.

1.

Waduk Kedungombo;

2.

Waduk Rawapening; dan

sistem
pengendalian
banjir berupa waduk
ditetapkan di:

~ 36 ~

3.

Waduk lainnya

b.

sistem
pengendalian
banjir
berupa
kanal
ditetapkan
diBanjir
Kanal Barat dan Banjir
Kanal Timur di Kota
Semarang.; dan

(71) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi
jaringan irigasi primer, jaringan irigasi sekunder, dan jaringan
irigasi tersier yang melayani:

a.

DIkewenangan
pusat
lintas
kabupaten/kota
meliputi:

1.

DI Klambu, DI Glapan, dan DI Sedadi di Kabupaten Grobogan


dan Kabupaten Demak; dan

2.

DI Kedung Asemdi Kabupaten Kendal;

b.

DI kewenangan pusat
utuh
kabupaten
meliputi:

1.

DI Jragung di Kabupaten Demak;

2.

DI Bodri Trompo di Kabupaten Kendal; dan

3.

DI Sidorejo dan DI Bd. Dumpil di Kabupaten Grobogan

c.

DI kewenangan provinsi
lintas
kabupaten/kota
meliputi:

1.

D.I. Penggaron, D.I. Dolok, DI Kota Semarang dan Kabupaten


Demak

2.

D.I. Sidopangus di Kota Semarang dan Kabupaten Semarang;

3.

D.I. Bd. Kedungwaru di Kabupaten Grobogan;

4.

D.I. Plumbon di Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang;

5.

D.I. Garat, D.I. Padas Klorot, D.I. Parean, D.I. Rejoso, D.I.
Wonotoro di Kota Salatiga; (tidak ada di kota Salatiga)

6.

D.I. Senjoyo, D.I. Sinongko, D.I. Sucen di Kabupaten Semarang


dan Kota Semarang; dan (ada di kota salatiga dan kabupaten
Semarang)

7.

D.I. Aji Getas, D.I. Isep Isep di kota Salatiga (kabupaten


Semarang dan Kota Salatiga)

d.

1.

DI kewenangan provinsi
utuh
kabupaten/kota
meliputi:

D.I. Guntur, D.I. Pelayaran Batu Sayung di Kabupaten Demak;

~ 37 ~

2.

D.I. Bd. Kali lanang di Kabupaten Grobogan; dan

3.

D.I. Sojomerto dan D.I. Kd.Pengilon di Kabupaten Kendal.

(72) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (5)


dilaksanakan dalam rangka mengurangi abrasi pantai melalui
pengurangan energi gelombang yang mengenai pantai, dan/atau
penguatan tebing pantai.
(73) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat
(5)dilakukandi seluruh pantai rawan abrasi di Kawasan Perkotaan
Kedung Sepur.

Pasal 17
(74) Sistem jaringan prasarana perkotaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19ditetapkan dalam rangka meningkatkan kualitas dan
jangkauan pelayanan perkotaan yang dikembangkan secara
terintegrasi
dan
disesuaikan
dengan
kebutuhan
untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi Kawasan Perkotaan Kedung
Sepur.
(75) Sistem jaringan prasarana perkotaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:

a.

Sistem Penyediaan Air


Minum(SPAM);

b.

sistem
drainase;

c.

sistem
jaringan
limbah; dan

d.

sistem
pengelolaan
persampahan.

jaringan
air

Pasal 18
(76) SPAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a
ditetapkan dalam rangka menjamin kuantitas, kualitas, dan
kontinuitas penyediaan air minum bagi pendudukdan kegiatan
ekonomi serta meningkatkan efisiensi dan cakupan pelayanan.
(77) SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jaringan
perpipaan dan bukan jaringan perpipaan.
(78) SPAM jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit
pelayanan, dan unit pengelolaan dengan kapasitas produksi
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan Kawasan Perkotaan
Kedung Sepur.

~ 38 ~

(79) SPAM bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak
penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi
air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(80) SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Kawasan Perkotaan
Kedung Sepur dipadukan dengan sistem jaringan sumber daya
air untuk menjamin ketersediaan air baku.
(81) SPAM jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:

a.

unit produksi air minum


meliputi:

1.

SPAM Regional Semarsalat di IPA Lemah Ireng, Asinan, dan


Rowosari;

2.

SPAM Dadi Muria di IPA Godong

b.

unit distribusi air minum


ditetapkan
di
Kota
Semarang,
Kota
Salatiga,
Kabupaten
Demak,
Kabupaten
Kendal,
Kabupaten
Semarang,
dan
Kabupaten Grobogan.

(82) Pengelolaan SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 19
(83) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal42 ayat
(2)huruf b yaitu saluran drainase primerditetapkan dalam
rangkamengurangi genangan air dan mendukung pengendalian
banjir, terutama di kawasan permukiman, kawasan industri,
kawasan
perdagangan,
kawasan
perkantoran,
kawasan
pertanian, dan kawasan pariwisata.
(84) Saluran drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan melalui saluran pembuangan utama, meliputi:

a.

Kali Kuto;

b.

Kali Blukar;

c.

Kali Bodri;

d.

Kali Puru;

e.

Kali Kreo;

~ 39 ~

f.

Kali Bringin;

g.

Kali Garang;

h.

Kali Dolok;

i.

Kali Sanjoyo;

j.

Kali Bercak;

k.

Kali Bakalrejo;

l.

Kali Tuntang;

m.

Kali Serang;

n.

Kanal Brajang;dan

o.

Kali Lohbener

(85) Saluran drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilaksanakan secara terpadu dengan sistem pengendalian banjir.

Pasal 20
(86) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2) huruf c ditetapkan dalam rangka pengurangan,
pemanfaatan kembali, dan pengolahan air limbah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(87) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi sistem pembuangan air limbah setempat dan sistem
pembuangan air limbah terpusat.
(88) Sistem pembuangan air limbah setempat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan secara individual melalui pengolahan dan
pembuangan air limbah setempat serta dikembangkan pada
kawasan yang belum memiliki sistem pembuangan air limbah
terpusat.
(89) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan secara kolektif melalui jaringan
pengumpulan air limbah, pengolahan, serta pembuangan air
limbah secara terpusat, terutama pada kawasan permukiman
padat dan kawasan industri.
(90) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud
padaayat (4) mencakup Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
beserta jaringan pengumpul air limbah.
(91) Sistem pembuangan air limbah terpusat untuk
industrisebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:

a.

kawasan

IPAL
Terboyo
Kulon
dengan
wilayah
pelayanan:
BWK
Semarang
Selatan,

~ 40 ~

Semarang
Timur,
Semarang
Tengah,
Semarang Utara, Genuk;

b.

IPAL
Kalibanteng
dengan
wilayah
pelayanan: BWK Tugu
dan Ngaliyan, Semarang
Barat;

c.

IPAL industri meliputi di


Kecamatan
Sayung,
Karang
Tengah,
Mranggen,
dan
Kecamatan Karangawen
- Kab. Demak; dan

d.

IPAL
industri
rumah
tangga di Kecamatan
Kaliwungu
di
Kabupaten Kendal.

(92) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud


pada ayat (4) dilaksanakan dengan memperhatikan aspek teknis,
lingkungan, dan sosial-budaya masyarakat setempat, serta
dilengkapi dengan zona penyangga.
(93) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 21
(94) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42ayat (2) huruf d ditetapkan dalam rangka mengurangi,
menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah guna
meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan
serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
(95) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas Tempat Penampungan Sementara (TPS) sampah,
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), dan Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) sampah.
(96) Lokasi TPS sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur direncanakan pada unit lingkungan
permukiman dan pusat-pusat kegiatan ditetapkan dalam rencana
tata ruang wilayah kabupaten/kota.
(97) Lokasi TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur berada di:

~ 41 ~

a.

TPA
Jatibarang
di
Kecamatan Mijen, Kota
Semarang;

b.

TPA Gunung Kalijero


di Kecamatan Ungaran
Barat,
Kabupaten
Semarang;

c.

TPA
Ngronggo
di
Kecamatan Argomulyo,
Kota Salatiga;

d.

TPA Pager Gunung di


Kecamatan Pageruyung,
Kabupaten Kendal;

e.

TPA
Jatirejo
di
Kecamatan
Ngampel,
Kabupaten
Kendal;
(diganti dengan TPA
pager gunung)

f.

TPA Kaligondang di
Kecamatan
Dempet,
Kabupaten Demak;

g.

TPA
Candisari
di
Kecamatan Mranggen,
Kabupaten Demak;dan

h.

TPA Purwodadi di
Kecamatan Purwodadi,
Kabupaten
Grobogan
(TPA Ngembak)

(98) Pengembangan TPST dan TPA Regional di Kabupaten Semarang


dengan sistem incinerator dengan daerah pelayanan yang
mencakup kota Semarang, Kabupaten Kendal, sebagian
kabupaten Demak, sebagian Kabupaten Grobogan, Kabupaten
Semarang dan Kota Salatiga.
(99) Lokasi TPST dan TPA sampah regional yang melayani Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur ditetapkan di:

a.

Wilayah utara di Kota


Semarang
melayani
Kota Semarang, Kab.
Kendal, Kab. Demak,
dan
Kab
Grobogan
(diusulkan
dihapus
karena kapasitas tidak
mencukupi
dan
TPA
bukan regional); dan

~ 42 ~

b.

(100)

Wilayah selatan di TPA


Blondo,
Kabupaten
Semarang
melayani
Kab. Semarang dan Kota
Salatiga.

Pengelolaan persampahan di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur


diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 22
Rencana struktur ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur sebagaimana
dimaksud dalam Bab III digambarkan dalam Peta Rencana Struktur Ruang
Kawasan Perkotaan Kedung Sepur dengan skala 1:50.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Presiden ini.

~ 43 ~

BAB IV
RENCANA POLA RUANG KAWASAN PERKOTAAN KEDUNG SEPUR
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 23
(1) Rencana pola ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur ditetapkan
dengan tujuan mengoptimalkan pemanfaatan ruang sesuai
dengan peruntukannya sebagai kawasan lindung dan kawasan
budi daya berdasarkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
(2) Rencana pola ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepursebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas rencana peruntukan kawasan
lindung dan kawasan budi daya.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 24
Kawasan lindung yang dikelompokkan ke dalam zona lindung (Zona L),
yang terdiri atas:
cn. Zona Lindung 1 (Zona L1) yang merupakan kawasan
memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;

yang

co. Zona Lindung 2 (Zona L2) yang merupakan kawasan perlindungan


setempat;
cp. Zona Lindung 3 (Zona L3) yang merupakan kawasan suaka alam,
pelestarian alam, dan cagar budaya;
Pasal 1
(1) Zona L1 yang merupakan kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 huruf a ditetapkan dengan tujuan:

a.

mencegah
terjadinya
erosi dan sedimentasi;

b.

menjaga
fungsi
hidrologis tanah untuk
menjamin ketersediaan
unsur hara tanah, air
tanah,
dan
air
permukaan; dan

~ 44 ~

c.

memberikan ruang yang


cukup bagi peresapan
air hujan pada daerah
tertentu
untuk
keperluan
penyediaan
kebutuhan air tanah dan
penanggulangan banjir,
baik
untuk
kawasan
bawahannya
maupun
kawasan
yang
bersangkutan.

(2) Zona L1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.

Zona
L1
yang
merupakan
kawasan
hutan lindung; dan

b.

Zona
L1
merupakan
resapan air.

yang
kawasan

Pasal 2
(3) Zona L1 yang merupakan kawasan hutan lindung sebagaimana
dimaksud dalam pasal 50 ayat (2) huruf a meliputi:

a.

kawasan hutan dengan


faktor
kemiringan
lereng, jenis tanah, dan
intensitas hujan yang
jumlah hasil perkalian
bobotnya sama dengan
175 (seratus tujuh puluh
lima) atau lebih;

b.

kawasan hutan yang


mempunyai kemiringan
lereng paling sedikit
40%
(empat
puluh
persen); atau

c.

kawasan hutan yang


mempunyai ketinggian
paling
sedikit
2.000
(dua ribu) meter di atas
permukaan laut.

(4) Zona L1 yang merupakan kawasan hutan lindung sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:

a.

Sebagian
Kecamatan

wilayah
Boja,

~ 45 ~

sebagian
wilayah
Kecamatan Limbangan,
sebagian
wilayah
Kecamatan Plantungan,
dan sebagian wilayah
Kecamatan Sukorejo di
Kabupaten Kendal;

b.

Sebagian
wilayah
Kecamatan Bandungan,
sebagian
wilayah
Kecamatan Banyubiru,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Bergas,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Getasan,
sebagian
wilayah
Sumowono
dan
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ungaran
Barat
di
Kabupaten
Semarang.

Pasal 3
(5) Zona L1 yang merupakan kawasan resapan air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b ditetapkan dengan
kriteria kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air
permukaan.
(6) Zona L1 yang merupakan kawasan resapan air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:

a.

sebagian
wilayah
Kecamatan Limbangan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Boja,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Singorojo,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Patean,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Sukorejo,
sebagian
wilayah
Kecamatan Plantungan,
dan sebagian wilayah
Kecamatan Pageruyung
di Kabupaten Kendal.

b.

sebagian
Kecamatan

wilayah
Getasan,

~ 46 ~

sebagian
wilayah
Kecamatan Banyubiru,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Jambu,
sebagian
wilayah
Kecamatan Sumowono,
sebagian
wilayah
Kecamatan Bandungan,
sebagian
wilayah
Kecamatan Bergas, dan
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ungaran
Barat
di
Kabupaten
Semarang;

c.

sebagian
wilayah
Kecamatan Tembalang,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Banyumanik, sebagian
wilayah
Kecamatan
Gunungpati,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Mijen, sebagian wilayah
Kecamatan
Ngaliyan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Gajahmungkur,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Semarang
Selatan, dan sebagian
wilayah
Kecamatan
Candisari
di
Kota
Semarang; dan

d.

sebagian
wilayah
Kecamatan Kedungjati,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Tanggungharjo,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Toroh,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangrayung, sebagian
wilayah
Kecamatan
Brati, sebagian wilayah
Kecamatan Klambu, dan
sebagian
wilayah
Kecamatan Grobogan di
Kabupaten Grobogan.

~ 47 ~

Pasal 4
(7) Zona L2 yang merupakan kawasan perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b ditetapkan
dengan tujuan melindungi pantai, sungai, waduk, dan RTH kota
dari kegiatan budi daya yang dapat mengganggu kelestarian
fungsinya.
(8) Zona L2 yang merupakan kawasan perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

setempat

a.

Zona
merupakan
pantai;

L2yang
sempadan

b.

Zona
merupakan
sungai;

L2yang
sempadan

c.

Zona
L2yang
merupakan
kawasan
sekitar waduk; dan

d.

Zona
L2yang
merupakan RTH kota.

Pasal 5
(9) Zona L2 yang merupakan sempadan pantai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a meliputi:

a.

daratan
sepanjang
tepian laut dengan jarak
paling
sedikit
100
(seratus)
meter
pertimbangan
200
meter
(berdasarkan
hasil perhitungan) dari
titik pasang air laut
tertinggi ke arah darat;
atau

b.

daratan
sepanjang
tepian laut yang bentuk
dan
kondisi
fisik
pantainya curam atau
terjal
dengan
jarak
proporsional
terhadap
bentuk dan kondisi fisik
pantai.

~ 48 ~

(10) Zona L2 yang merupakan sempadan pantai sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) ditetapkan di:

a.

sebagian
wilayah
Kecamatan
Rowosari,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Kangkung,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Cepiring,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Patebon,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Kendal,
sebagian
wilayah
Kecamatan Brangsong,
dan sebagian wilayah
Kecamatan Kaliwungu di
Kabupaten Kendal;

b.

sebagian
wilayah
Kecamatan
Sayung,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangtengah, sebagian
wilayah
Kecamatan
Bonang, dan sebagian
wilayah
Kecamatan
Wedung di Kabupaten
Demak; dan

c.

sebagian
wilayah
Kecamatan
Tugu,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Semarang
Barat, sebagian wilayah
Kecamatan
Semarang
Utara, dan sebagian
wilayah
Kecamatan
Genuk
di
Kota
Semarang.

Pasal 6
(11) Zona L2 yang merupakan sempadan sungai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b ditentukan pada:

a.

Sungai tidak bertanggul


di
dalam
kawasan
perkotaan;

~ 49 ~

b.

Sungai tidak bertanggul


di
luar
kawasan
perkotaan;

c.

Sungai bertanggul di
dalam
kawasan
perkotaan; dan

d.

Sungai
bertanggul di
luar kawasan perkotaan;

(12) Zona L2 yang merupakan sempadan sungai tidak bertanggul di


dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf a ditentukan:

a.

paling sedikit berjarak


10 (sepuluh) meter dari
tepi kiri dan kanan
palung
sungai
sepanjang alur sungai,
dalam hal kedalaman
kurang dari atau sama
dengan 3 (tiga) meter;

b.

paling sedikit berjarak


15 (lima belas) meter
dari tepi kiri tepi kiri dan
kanan palung sungai
sepanjang alur sungai,
dalam hal kedalaman
lebih dari 3 (tiga) meter
sampai dengan 20 (dua
puluh) meter; dan

c.

paling sedikit berjarak


30 (tiga puluh) meter
dari tepi kiri dan kanan
palung
sungai
sepanjang alur sungai,
dalam hal kedalaman
lebih dari 20 (dua puluh)
meter.

(13) Zona L2 yang merupakan sempadan sungai tidak bertanggul di luar


kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
b ditentukan:

a.

paling sedikit berjarak


100 (seratus) meter dari
tepi kiri dan kanan
palung
sungai
sepanjang alur sungai
pada
sungai
besar
dengan luas DAS lebih

~ 50 ~

besar dari 500 (lima


ratus) kilometer persegi;
dan

b.

paling sedikit berjarak


50 (lima puluh) meter
dari tepi kiri dan kanan
palung
sungai
sepanjang alur sungai
pada
sungai
kecil
dengan luas DAS kurang
dari atau sama dengan
500
(lima
ratus)
kilometer persegi.

(14) Zona L2 yang merupakan sempadan sungai bertanggul di dalam


kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
c ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi luar
kaki tanggul sepanjang alur sungai.
(15) Zona L2 yang merupakan sempadan sungai bertanggul di luar
kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
d ditentukan paling sedikit berjarak 5 (lima) meter dari tepi luar
kaki tanggul sepanjang alur sungai.
(16) Zona L2 yang merupakan sempadan sungai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan di:

a.

Kali Kuto

b.

Kali Blukar

c.

Kali Bodri

d.

Kali Puru

e.

Kali Kreo

f.

Kali Bringin

g.

Kali Garang

h.

Kali Dolok

i.

Kali Sanjoyo

j.

Kali Bercak

k.

Kali Bakalrejo

l.

Kali Tuntang

m.

Kali Serang

n.

Kanal Brajang

o.

Kali Lohbener

~ 51 ~

Pasal 7
(17) Zona L2 yang merupakan kawasan sekitar waduk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf c meliputi:

a.

daratan dengan jarak 50


(lima
puluh)
meter
sampai
dengan
100
(seratus) meter dari titik
pasang
air
waduk
tertinggi; atau

b.

daratan
sepanjang
tepian
waduk
yang
lebarnya
proporsional
terhadap bentuk dan
kondisi fisik waduk.

(18) Zona L2 yang merupakan kawasan sekitar waduk sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:

a.

Waduk
Jatibarang
di
Kelurahan Kedungpane,
Kelurahan Kandri dan
Kelurahan Jatirejo;

b.

Waduk Rawa Pening di


Kabupaten Semarang;

c.

Waduk
Kripik
di
Kelurahan
Sadeng,
Kelurahan
Sukorejo,
Kelurahan
Sekaran,
Kelurahan
Kalisegoro
dan
Kelurahan
Pongangan;

d.

Waduk Mundingan di
Kelurahan
Jatibarang,
Kelurahan
Purwosari,
Kelurahan Mijen dan
Kelurahan Cepoko; dan

e.

Waduk
Garang
di
Kelurahan
Pakintelan
dan
Kelurahan
Pudakpayung.

f.

Waduk
Sanggeh
Kecamatan Toroh;

g.

Waduk
Simo
di
Kecamatan Kradenan;

di

~ 52 ~

h.

Waduk Gambrengan di
Kecamatan Toroh;

i.

Waduk
Nglangon
di
Kecamatan Kradenan;

j.

Waduk
Butak
di
Kecamatan
Kradenan;
dan

k.

Waduk
Kenteng
Kecamatan Toroh.

di

Pasal 8
(19) Zona L2 yang merupakan RTH kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 53 ayat (2) huruf d terdiri atas:

a.

RTH
publik
yang
meliputi lahan dengan
luas paling sedikit 2.500
(dua ribu lima ratus)
meter
persegi,
berbentuk
satu
hamparan,
berbentuk
jalur, atau kombinasi
dari
bentuk
satu
hamparan dan jalur, dan
didominasi
komunitas
tumbuhan; dan

b.

RTH privat.

(20) Zona L2 yang merupakan RTH kota sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) ditetapkan menyebar dan seimbang dengan
memperhatikan fungsi ekologis, sosial-budaya, estetika, dan
ekonomi dengan ketentuan RTH publik paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dan RTH privat paling sedikit 10% (sepuluh persen)
dari luas kota yang berada di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur.

Pasal 9
(21) Zona L3 yang merupakan kawasan suaka alam, pelestarian alam,
dan cagar budayasebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf c
ditetapkan dalam rangka:

a.

melindungi
keanekaragaman biota,
tipe ekosistem, gejala
dan keunikan alam bagi
kepentingan

~ 53 ~

perlindungan
nutfah,
pengetahuan
pembangunan
umumnya;

b.

plasma
ilmu
dan
pada

melindungi
kekayaan
budaya bangsa berupa
peninggalan
sejarah,
bangunan
arkeologi,
monumen,
dan
keragaman
bentuk
geologi, yang berguna
untuk
pengembangan
ilmu pengetahuan dari
ancaman
kepunahan
yang disebabkan oleh
kegiatan alam maupun
manusia.

(22) Zona L3 yang merupakan kawasan suaka alam, pelestarian alam,


dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:

a.

Zona
L3
yang
merupakan cagar alam;

b.

Zona
L3
yang
merupakan
kawasan
pantai berhutan bakau;

c.

Zona
L3
merupakan
nasional; dan

d.

Zona
L3yang
merupakan
kawasan
cagar budaya dan ilmu
pengetahuan.

yang
taman

Pasal 10
(23) Zona L3 yang merupakan cagar alam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (2) huruf a meliputi:

a.

memiliki
keanekaragaman jenis
tumbuhan
dan/atau
satwa
liar
yang
tergabung dalam suatu
tipe ekosistem;

~ 54 ~

b.

mempunyai
kondisi
alam, baik tumbuhan
dan/atau satwa liar yang
secara fisik masih asli
dan belum terganggu;

c.

terdapat
komunitas
tumbuhan
dan/atau
satwa
beserta
ekosistemnya
yang
langka
dan/atau
keberadaannya
terancam punah;

d.

memiliki formasi biota


tertentu dan/atau unitunit penyusunnya;

e.

mempunyai luas yang


cukup
dan
bentuk
tertentu yang dapat
menunjang pengelolaan
secara
efektif
dan
menjamin
berlangsungnya proses
ekologis secara alami;
dan/atau

f.

mempunyai ciri khas


potensi
dan
dapat
merupakan
contoh
ekosistem
yang
keberadaannya
memerlukan
upaya
konservasi.

(24) Zona L3 yang merupakan suaka margasatwa sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) ditetapkan di

a.

Kawasan Suaka Alam


Pagerwunung Darupono
di Kecamatan Kaliwungu
dengan
luas
kurang
lebih 33 (tiga puluh tiga)
hektar di Kabupaten
Kendal; dan

b.

Cagar Alam Gebugan di


Kecamatan
Bergas
dengan
luas
kurang
lebih 2 (dua) hektar)
dan
Cagar
Alam
Sepakung di Kecamatan

~ 55 ~

Banyubiru dengan luas


kurang
lebih
10
(sepuluh)
hektar
di
Kabupaten Semarang.
Pasal 11
(25) Zona L3 yang merupakan kawasan pantai berhutan bakau
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) huruf b meliputi
koridor di sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit 130
(seratus tiga puluh) kali nilai rata-rata perbedaan air pasang
tertinggi dan terendah tahunan, diukur dari garis air surut
terendah ke arah darat.
(26) Zona L3 yang merupakan kawasan pantai berhutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:

bakau

a.

sebagian
wilayah
Kecamatan
Rowosari,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Kangkung,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Cepiring,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Patebon,
sebagian
wilayah
Kecamatan Kota Kendal,
sebagian
wilayah
Kecamatan Brangsang,
dan sebagian wilayah
Kecamatan Kaliwungu di
Kabupaten Kendal;

b.

sebagian
wilayah
Kecamatan
Sayung,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangtengah, sebagian
wilayah
Kecamatan
Bonang, dan sebagian
wilayah
Kecamatan
Wedung di Kabupaten
Demak; dan

c.

sebagian
wilayah
Kecamatan Tugu dan
sebagian
wilayah
Kecamatan Genuk di
Kota Semarang.

~ 56 ~

Pasal 12
(27) Zona L3 yang merupakan taman nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58 ayat (2) huruf c meliputi:

a.

memiliki sumber daya


alam
hayati
dan
ekosistem yang khas
dan unik yang masih
utuh dan alami serta
gejala alam yang unik;

b.

memiliki
satu
atau
beberapa
ekosistem
yang masih utuh

c.

mempunyai luas yang


cukup untuk menjamin
kelangsungan
proses
ekologis secara alami;
dan

d.

merupakan
wilayah
yang
dapat
dibagi
kedalam zona inti, zona
pemanfaatan,
zona
rimba, dan/atau zona
lainnya sesuai dengan
keperluan

(28) Zona L3 yang merupakan taman nasional sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) ditetapkan pada Taman Nasional Gunung Merbabu
di sebagian wilayah Kecamatan Getasan di Kabupaten Semarang.
Pasal 13
(29) Zona L3 yang merupakan kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2)
huruf d ditetapkan dengan kriteria sebagai hasil budaya manusia
yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan berupa benda, bangunan, struktur, dan situs.
(30) Zona L3 yang merupakan kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
di:

a.

Masjid Agung Demak


dan
Masjid
Sunan
Kalijaga Kadilangu di
Kabupaten Demak;

b.

Museum
Kereta
Api
Ambarawa
dan
Candi Gedongsongo,

~ 57 ~

Candi Ngempon, dan


Situs
Klero
di
Kecamatan Tengaran di
Kabupaten Semarang;

c.

Lawang Sewu, Stasiun


Tawang, Pasar Johar,
dan Masjid Kauman di
Kota Semarang; dan

d.

benda,
bangunan,
struktur,
atau
situs
lainnya yang ditetapkan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Kawasan Budi Daya
Pasal 14
Zona budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Zona
budi daya 1 (Zona B1), Zona budi daya 2 (Zona B2), Zona budi daya 3
(Zona B3), Zona budi daya 4 (Zona B4), Zona budi daya 5 (Zona B5),Zona
budi daya 6 (Zona B6), dan Zona budi daya 7 (Zona B7).

Pasal 15
(1) Zona B1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 merupakan zona
dengan karakteristik sebagai kawasan yang memiliki kualitas
daya dukung lingkungan sangat tinggi dan tinggi, kualitas
pelayanan prasarana dan sarana tinggi, dan bangunan gedung
dengan intensitas tinggi, baik vertikal maupun horizontal.
(2) Zona B1sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.

kawasan
peruntukan
perumahan kepadatan
tinggi;

b.

kawasan peruntukan
perdagangan dan jasa
skala
nasional
dan
regional;

~ 58 ~

c.

kawasan
peruntukan
pemerintahan
skala
regional;

d.

kawasan peruntukan
pelayanan
prasarana
skala
nasional
dan
regional

e.

kawasan
peruntukan
pelayanan
kesehatan
dan pendidikan skala
nasional dan regional;

f.

kawasan
peruntukan
perindustrian
skala
nasional; dan

g.

kawasan peruntukan
pariwisata
skala
regional.

(3) Zona B1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:

a.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangawen, sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangtengah, sebagian
wilayah
Kecamatan
Mranggen, dan sebagian
wilayah
Kecamatan
Sayung di Kabupaten
Demak;

b.

Sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
Selatan,
wilayah
Kangkung,
wilayah
Kendal,
wilayah
Ngampel,
wilayah

wilayah
Brangsong,
wilayah
Cepiring,
wilayah
Gemuh,
wilayah
Kaliwungu,
wilayah
Kaliwungu
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan

~ 59 ~

Patebon,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Pegandon,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ringinarum,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Rowosari, dan sebagian
wilayah
Kecamatan
Weleri di Kabupaten
Kendal;

c.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Ungaran
Timur
di
Kabupaten
Semarang; dan

d.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Banyumanik, sebagian
wilayah
Kecamatan
Candisari,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Gajahmungkur sebagian
wilayah
Kecamatan
Gayamsari,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Genuk,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ngaliyan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Pedurungan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Semarang
Barat,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Semarang
Selatan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Semarang
Tengah,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Semarang
Timur, sebagian wilayah
Kecamatan
Semarang
Utara, sebagian wilayah
Kecamatan Tembalang
dan sebagian wilayah
Kecamatan Tugu di Kota
Semarang.

~ 60 ~

Pasal 16
(4) Zona B2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 merupakan zona
dengan karakteristik sebagai kawasan yang mempunyai kualitas
daya dukung lingkungan tinggi dan kualitas pelayanan prasarana
dan sarana tinggi.
(5) Zona B2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.

kawasan peruntukan
perumahan kepadatan
sedang sampai tinggi;

b.

kawasan
peruntukan
pusat
pemerintahan
kabupaten
dan/atau
kecamatan;

c.

kawasan
peruntukan
kegiatan
pertahanan
dan keamanan negara;

d.

kawasan
peruntukan
kegiatan perdagangan
dan jasa regional;

e.

kawasan
peruntukan
kegiatan industri;

f.

kawasan
peruntukan
kegiatan agroindustri;

g.

kawasan
kegiatan
tinggi;

h.

kawasan
peruntukan
kegiatan pariwisata;

i.

kawasan
peruntukan
kegiatan
pariwisata
sejarah; dan

j.

kawasan
kegiatan
religi.

peruntukan
pendidikan

peruntukan
pariwisata

(6) Zona B2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkandi:

a.

Sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian

wilayah
Bonang,
wilayah
Demak,
wilayah
Dempet,
wilayah

~ 61 ~

Kecamatan
Gajah,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Karanganyar, sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangawen, sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangtengah, sebagian
wilayah
Kecamatan
Kebonagung, sebagian
wilayah
Kecamatan
Mijen, sebagian wilayah
Kecamatan Sayung, dan
sebagian
wilayah
Kecamatan Wonosalam
di Kabupaten Demak;

b.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Brati,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Godong,
sebagian
wilayah
Kecamatan Grobogan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Gubug,
sebagian
wilayah
Kedungjati, sebagian
wilayah
Kecamatan
Klambu,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Penawangan,
sebagian
wilayah
Kecamatan Purwodadi,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Tanggungharjo,
sebagian
wilayah
Kecamatan Tegowanu
dan sebagian wilayah
Kecamatan Toroh di
Kabupaten Grobogan;

c.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Brangsong, sebagian
wilayah
Kecamatan
Gemuh,
sebagian
wilayah
Kecamatan

~ 62 ~

Kaliwungu, sebagian
wilayah
Kecamatan
Kaliwungu
Selatan,
sebagian
wilayah
Kecamatan Ngampel,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Pageruyung, sebagian
wilayah
Kecamatan
Pegandon,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ringinarum, sebagian
wilayah
Kecamatan
Singorojo
dan
sebagian
wilayah
Kecamatan Weleri di
Kabupaten Kendal;
d.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Bawen,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Bergas,
sebagian
wilayah
Kecamatan Getasan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Pabelan,
sebagian
wilayah
Kecamatan Pringapus,
sebagian
wilayah
Kecamatan Tengaran,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Tuntang,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ungaran
Barat, dan sebagian
wilayah
Kecamatan
Ungaran
Timur
di
Kabupaten Semarang;

e.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Argomulyo, sebagian
wilayah
Kecamatan
Sidomukti,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Sidorejo, dan sebagian
wilayah
Kecamatan

~ 63 ~

Tingkir
di
Salatiga; dan
f.

Kota

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Banyumanik, sebagian
wilayah
Kecamatan
Candisari,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Gajahmungkur,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Gayamsari, sebagian
wilayah
kecamatan
Gunungpati, sebagian
wilayah
Kecamatan
Mijen,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ngaliyan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Pedurungan, sebagian
wilayah
Kecamatan
Semarang
Barat,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Tembalang, sebagian
wilayah
Kecamatan
Tugu
di
Kota
Semarang.

Pasal 17
(7) Zona B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 merupakan zona
dengan karakteristik sebagai kawasan yang mempunyai kualitas
daya dukung lingkungan sedang dan kualitas pelayanan
prasarana dan sarana tinggi.
(8) Zona B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.

kawasan
peruntukan
perumahan kepadatan
sedang sampai rendah;
dan

b.

kawasan
permukiman
perdesaan

(9) Zona B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:

~ 64 ~

a.

Sebagian
wilayah
Kecamatan Ambarawa,
sebagian
wilayah
Kecamatan Bandungan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Bawen,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Jambu,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ungaran
Barat, dan sebagian
wilayah
Kecamatan
Ungaran
Timur
di
Kabupaten
Semarang;
dan

b.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Banyumanik, sebagian
wilayah
Kecamatan
Gunungpati,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Mijen,
dan
sebagian
wilayah
Kecamatan
Tembalang
di
Kota
Semarang

Pasal 18
(10) Zona B4 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 merupakan zona
dengan karakteristik sebagai kawasan yang memiliki kualitas
daya dukung lingkungan sedang serta kualitas pelayanan
prasarana dan sarana sedang.
(11) Zona B4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.

kawasan
peruntukan
perumahan kepadatan
rendah;

b.

kawasan
peruntukan
kegiatan pariwisata;

c.

kawasan
peruntukan
kegiatan
pertanian
tanaman pangan;

d.

kawasan
peruntukan
kegiatan hortikultura;

~ 65 ~

e.

kawasan
kegiatan
dan

f.

kawasan
peruntukan
kegiatan peternakan.

peruntukan
perkebunan;

(12) Zona B4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:

a.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Bonang,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangawen, sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangtengah, sebagian
wilayah
Kecamatan
Mranggen,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Sayung, dan sebagian
wilayah
Kecamatan
Wedung di Kabupaten
Demak

b.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Brati,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Grobogan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Gubug,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangrayung, sebagian
wilayah
Kecamatan
Kedungjati,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Klambu,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Penawangan, sebagian
wilayah
Kecamatan
Tanggungharjo,
dan
sebagian
wilayah
Kecamatan
Toroh
di
Kabupaten Grobogan;

c.

Sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian

wilayah
Boja,
wilayah
Boja,
wilayah
Brangsong,
wilayah

~ 66 ~

Kecamatan
Cepiring,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Gemuh,
sebagian
wilayah
Kecamatan Kaliwungu,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Kaliwungu
Selatan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Kangkung,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Kendal,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Limbangan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ngampel,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Pageruyung,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Patean,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Patebon,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Pegandon,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Plantungan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ringinarum,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Rowosari,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Singorojo,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Sukorejo, dan sebagian
wilayah
Kecamatan
Weleri di Kabupaten
Kendal;

d.

Sebagian
wilayah
Kecamatan Ambarawa,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Bancak,
sebagian
wilayah
Kecamatan Bandungan,
sebagian
wilayah
Kecamatan Banyubiru,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Bawen,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Bergas,

~ 67 ~

sebagian
wilayah
Kecamatan
Bringin,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Getasan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Jambu,
sebagian
wilayah
Kecamatan Kaliwungu,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Pabelan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Pringapus,
sebagian
wilayah
Kecamatan Sumowono,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Suruh,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Susukan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Tengaran,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Tuntang,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ungaran
Barat
dan
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ungaran
Timur
di
Kabupaten Semarang;

e.

Sebagian
wilayah
Kecamatan Argomulyo,
sebagian
wilayah
Kecamatan Sidomukti,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Sidorejo,
dan sebagian wilayah
Kecamatan Tingkir di
Kota Salatiga; dan

f.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Banyumanik, sebagian
wilayah
Kecamatan
Genuk,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Gunungpati,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Mijen, sebagian wilayah
Kecamatan Tembalang
dan sebagian wilayah

~ 68 ~

Kecamatan Tugu di Kota


Semarang.
Pasal 19
(13) Zona B5 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 merupakan zona
dengan karakteristik sebagai kawasan yang memiliki kualitas
daya dukung lingkungan sedang.
(14) Zona B5 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan
peruntukan pertanian dengan irigasi.
(15) Zona B5 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:

a.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Bonang,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Demak,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Dempet,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Gajah,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Guntur,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Karanganyar, sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangawen, sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangtengah, sebagian
wilayah
Kecamatan
Kebonagung, sebagian
wilayah
Kecamatan
Mijen, sebagian wilayah
Kecamatan Mranggen,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Sayung,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Wedung,
dan sebagian wilayah
Kecamatan Wonosalam
di Kabupaten Demak;

b.

Sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan

wilayah
Brati,
wilayah
Godong,
wilayah
Grobogan,
wilayah
Gubug,

~ 69 ~

sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangrayung, sebagian
wilayah
Kecamatan
Kedungjati,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Klambu,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Penawangan, sebagian
wilayah
Kecamatan
Purwodadi,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Tanggungharjo,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Tegowanu,
dan sebagian wilayah
Kecamatan
Toroh
di
Kabupaten Grobogan;

c.

Sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamtan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
Selatan,
wilayah
Kangkung,
wilayah
Kendal,
wilayah
Limbangan,
wilayah
Ngampel,
wilayah
Pageruyung,
wilayah
Patean,
wilayah
Patebon,
wilayah
Pegandon,
wilayah
Plantungan,

wilayah
Boja,
wilayah
Brangsong,
wilayah
Cepiring,
wilayah
Gemuh,
wilayah
Kaliwungu,
wilayah
Kaliwungu
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian
Kecamatan
sebagian

~ 70 ~

wilayah
Kecamatan
Ringinarum,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Rowosari,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Singorojo,
sebagian
wilayah
kecamatan
Sukorejo dan sebagian
wilayah
Kecamatan
Weleri di Kabupaten
Kendal;

d.

Sebagian
wilayah
Kecamatan Sumowono,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Susukan,
dan sebagian wilayah
Kecamatan
Ungaran
Barat
di
Kabupaten
Semarang; dan

e.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Mijen,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ngaliyan,
dan sebagian wilayah
Kecamatan Pedurungan
di Kota Semarang.

Pasal 20
(16) Zona B6 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 merupakan zona
dengan karakteristik sebagai kawasan yang memiliki kualitas
daya dukung lingkungan sedang dan rendah.
(17) Zona B6 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.

kawasan
peruntukan
hutan produksi terbatas;
dan

b.

kawasan
peruntukan
hutan produksi tetap.

(18) Zona B6 yang merupakan kawasan peruntukan hutan produksi


terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:

a.

Sebagian
wilayah
Kecamatan Karangawen
di Kabupaten Demak;

b.

Sebagian
Kecamatan

wilayah
Grobogan,

~ 71 ~

sebagian
wilayah
Kecamatan
Gubug,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangayung
dan
sebagian
wilayah
Kecamatan
Kedungjati
di Kabupaten Grobogan;

c.

Sebagian
wilayah
Kecamatan Limbangan,
sebagian
wilayah
Kecamatan Plantungan,
sebagian
wilayah
Kecamataan Singorojo,
dan sebagian wilayah
Kecamatan Sukorejo di
Kabupaten Kendal;

d.

Sebagian
wilayah
Kecamatan Bandungan,
sebagian
wilayah
Kecamatan Banyubiru,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Bergas,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Getasan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Jambu,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Pringapus,
sebagian
wilayah
Kecamatan Sumowono,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ungaran
Barat
dan
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ungaran
Timur
di
Kabupaten Semarang;

e.

Sebagian
wilayah
Kecamatan Banyumanik
di Kota Semarang

(19) Zona B6 yang merupakan kawasan peruntukan hutan produksi tetap


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:

a.

Sebagian
wilayah
Kecamatan Karangawen
dan sebagian wilayah
Kecamatan Mranggen di
Kabupaten Demak;

~ 72 ~

b.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Brati,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Grobogan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Gubug,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Karangayung, sebagian
wilayah
Kecamatan
Kedungjati,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Klambu,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Penawangan, sebagian
wilayah
Kecamatan
Tanggungharjo,
dan
sebagian
wilayah
Kecamatan
Toroh
di
Kabupaten Grobogan;

c.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Boja,
sebagian
wilayah
Kecamatan Brangsong,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Gemuh,
sebagian
wilayah
Kecamatan Kaliwungu,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Kaliwungu
Selatan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Limbangan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ngampel,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Pageruyung,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Patean,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Pegandon,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Plantungan,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ringinarum,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Singorojo,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Sukorejo, dan sebagian

~ 73 ~

wilayah
Weleri di
Kendal;

Kecamatan
Kabupaten

d.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Bancak,
sebagian
wilayah
Kecamatan Banyubiru,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Bergas,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Bringin,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Pringapus,
sebagian
wilayah
Kecamatan Sumowono,
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ungaran
Barat
dan
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ungaran
Timur
di
Kabupaten Semarang;

e.

Sebagian
wilayah
Kecamatan
Banyumanik, sebagian
wilayah
Kecamatan
Mijen
dan
sebagian
wilayah
Kecamatan
Ngaliyan
di
Kota
Semarang.

Pasal 21
(20) Zona B7 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 merupakan zona
perairan laut dengan karakteristik sebagai kawasan yang
potensial untuk kegiatan kelautan serta kegiatan pariwisata
kelautan.
(21) Zona B7 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.

kawasan
peruntukan
kegiatan
budi
daya
perikanan;

b.

kawasan
kegiatan
laut; dan

c.

kawasan
peruntukan
kegiatan pariwisata.

peruntukan
transportasi

~ 74 ~

(22) Zona B7 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di seluruh


perairan laut di Kawasan Perkotaan Kedung Sepur.

Pasal 22
Rencana pola ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur sebagaimana
dimaksud dalam Bab IV digambarkan dalam Peta Rencana Pola Ruang
Kawasan Perkotaan Kedung Sepur dengan skala 1:50.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Presiden ini.
Bagian Keempat
Mitigasi Bencana Pada Kawasan Lindung dan Kawasan Budi Daya
Pasal 23
(1) Mitigasi bencana ditetapkan pada kawasan lindung dan kawasan
budi daya yang merupakan kawasan rawan bencana alam dan
kawasan rawan bencana alam geologi, dengan tujuan untuk
memberikan
perlindungan
semaksimal
mungkin
atas
kemungkinan bencana terhadap fungsi lingkungan hidup dan
kegiatan lainnya.
(2) Zona L1, zona L2, zona L3, zona B1, zona B2, zona B3 zona B4, zona
B5, zona B6, dan zona B7 yang berada pada kawasan sekitar
pantai yang rawan terhadap gelombang pasang dengan
kecepatan antara 10 (sepuluh) sampai dengan 100 (seratus)
kilometer per jam yang timbul akibat angin kencang atau
gravitasi bulan atau matahari, merupakan kawasan rawan
bencana alam gelombang pasang
(3) Zona L1, zona L2, zona L3, zona B1, zona B2, zona B4, zona B5, dan
zona B6 yang berada pada pantai yang berpotensi dan/ atau
pernah mengalami abrasi merupakan kawasan rawan bencana
alam abrasi
(4) Zona L1, zona L3, zona B2, zona B4, zona B5 dan zona B6 yang
berada pada lokasi batuan kapur yang berpotensi dan/atau
pernah mengalami bencana alam geologi merupakan kawasan
rawan bencana alam geologi karst.

BAB V
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN PERKOTAAN KEDUNG SEPUR

~ 75 ~

Bagian Kesatu

Umum
Pasal 24
(1) Arahan pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
merupakan acuan dalam mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Kedung Sepur.
(2) Arahan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:

a.

indikasi program utama;

b.

indikasi
sumberpendanaan;

c.

indikasi
instansi
pelaksana; dan

d.

indikasi
pelaksanaan.

waktu

(3) Program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a


meliputi:

a.

program
perwujudan
ruang; dan

b.

program
utama
perwujudan pola ruang.

utama
struktur

(4) Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b


berasaldari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan/atau
sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(5) Instansi pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
terdiri atasPemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota, dan/ataumasyarakat.
(6) Waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
terdiri atas 4 (empat) tahapan, sebagai dasar bagi instansi
pelaksana, baik pusat maupun daerah, dalam menetapkan
prioritas pembangunan pada Kawasan Perkotaan Kedung Sepur,
yang meliputi:

a.

tahap pertama pada


periode tahun 20132014;

~ 76 ~

b.

tahap
periode
2019;

kedua
tahun

pada
2015-

c.

tahap
periode
2024;

ketiga
tahun

pada
2020-

d.

tahap keempat pada


periode tahun 20252027

(7) Rincian indikasi program utama, indikasi sumber pendanaan, indikasi


instansi pelaksana, dan indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

Bagian Kedua
Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Ruang
Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
Pasal 25
(1) Indikasi program utama perwujudan struktur ruang Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
ayat (3) huruf a, pada tahap pertama dan tahap kedua
diprioritaskan pada:

a.

pengembangan
dan
peningkatan
fungsi
kawasan perkotaan inti
sebagai
pusat
pemerintahan provinsi,
pusat
pemerintahan
kota
dan/atau
kecamatan,
pusat
perdagangan dan jasa
skala
internasional,
nasional, dan regional,
pusat
pelayanan
pendidikan tinggi, pusat
pelayanan
olahraga
skala
internasional,
nasional, dan regional,
pusat
pelayanan
kesehatan
skala

~ 77 ~

internasional, nasional,
dan
regional,
pusat
kegiatan industri kreatif,
pusat kegiatan industri
manufaktur,
pusat
kegiatan industri hilir
pengolahan hasil sektor
unggulan perkebunan,
perikanan,dan
kehutanan kehutanan,
pusat
kegiatan
pertahanan
dan
keamanan
negara,
pusat
kegiatan
pariwisata,
sertapusat
kegiatan
pertemuan,
pameran, dan sosial
budaya;

b.

pengembangan
dan
peningkatan
fungsi
kawasan perkotaan di
sekitarnya
sebagai
pusat
pemerintahan
kabupaten,
kota,
dan/atau
kecamatan,
pusat perdagangan dan
jasa skala internasional,
nasional, regional, dan
lokal, pusat pelayanan
pendidikan tinggi,pusat
pelayanan
olahraga
skala
internasional,
nasional,
dan
lokal,
pusat
pelayanan
kesehatan
skala
nasional, regional, dan
lokal, pusat kegiatan
industri
manufaktur,
pusat kegiatan industri
hilir pengolahan hasil
sektor
unggulan
perkebunan, perikanan,
dan kehutanan, pusat
kegiatan
pertanian,pusat
kegiatan
pertahanan
dan keamanan negara,
pusat
kegiatan
pariwisata,
sertapusat

~ 78 ~

kegiatan
pameran,
budaya;

pertemuan,
dan sosial

c.

pengembangan
dan
peningkatan
kualitas
sistem
jaringan
transportasi
yang
meliputi sistem jaringan
jalan,sistem
jaringan
transportasi sungai dan
penyeberangan, sistem
jaringan perkeretaapian,
sistem
jaringan
transportasi laut, dan
sistem
jaringan
transportasi udara;

d.

pengembangan,
peningkatan
dan
pemantapan
sistem
jaringan energi yang
meliputi jaringan pipa
minyak dan gas bumi,
pembangkit
tenaga
listrik,
dan
jaringan
transmisi tenaga listrik;

e.

pengembangan
dan
peningkatan
sistem
jaringan telekomunikasi
yang meliputi jaringan
teresterial dan jaringan
satelit;

f.

pengembangan
dan
peningkatan
sistem
jaringan sumber daya
air
yang
meliputi
sungai, waduk, CAT,
sistem
pengendalian
banjir, sistem jaringan
irigasi,dan
sistem
pengamanan pantai;

g.

pengembangan
dan
peningkatan
sistem
jaringan
prasarana
perkotaan yang meliputi
SPAM, sistem jaringan
drainase,
sistem
jaringan air limbah, dan

~ 79 ~

sistem
pengelolaan
persampahan; dan

h.

pengembangan
dan
peningkatan lokasi dan
jalur evakuasi untuk
kawasan
rawan
bencana.

(2) Indikasi program utama perwujudan struktur ruang Kawasan


Perkotaan Kedung Sepur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
ayat (3) huruf a pada tahap ketiga dan tahap keempat
diprioritaskan pada:

a.

pengembangan,
peningkatan,
dan
pemantapan
fungsi
kawasan perkotaan inti
sebagai
pusat
pemerintahan provinsi,
pusat
pemerintahan
kota
dan/atau
kecamatan,
pusat
perdagangan dan jasa
skala
internasional,
nasional,dan
regional,
pusat
pelayanan
pendidikan tinggi, pusat
pelayanan
olahraga
skala
internasional,
nasional, dan regional,
pusat

b.

pelayanan
kesehatan
skala
internasional,
nasional, dan regional,
pusat kegiatan industri
kreatif,pusat
kegiatan
industri
manufaktur,
pusat kegiatan industri
hilir pengolahan hasil
sektor
unggulan
perkebunan, perikanan,
dan kehutanan, pusat
kegiatan
pertahanan
dan keamanan negara,
pusat
kegiatan
pariwisata,
sertapusat
kegiatan
pertemuan,
pameran, dan sosial
budaya;

~ 80 ~

c.

pengembangan,
peningkatan,
dan
pemantapan
fungsi
kawasan perkotaan di
sekitarnya
sebagai
pusat
pemerintahan
kabupaten,
kota,
dan/atau
kecamatan,
pusat perdagangan dan
jasa skala internasional,
nasional, regional, dan
lokal, pusat pelayanan
pendidikan tinggi, pusat
pelayanan
olahraga
skala
internasional,
nasional,
dan
lokal,
pusat
pelayanankesehatan
skala nasional, regional,
dan
lokal,
pusat
kegiatanindustri
manufaktur,
pusat
kegiatan industri hilir
pengolahan hasil sektor
unggulan perkebunan,
perikanan,
dan
kehutanan,
pusat
kegiatan
pertanian,
pusat
kegiatan
pertahanan
dan
keamanan
negara,
pusat
kegiatan
pariwisata, serta pusat
kegiatan
pertemuan,
pameran, dan sosial
budaya;

d.

pengembangan,
peningkatan,
dan
pemantapan
kualitas
sistem
jaringan
transportasi
yang
meliputi sistem jaringan
jalan, sistem jaringan
transportasi sungai dan
penyeberangan,sistem
jaringan perkeretaapian,
sistem
jaringan
transportasi
laut,dan

~ 81 ~

sistem
jaringan
transportasi udara;

e.

pengembangan,
peningkatan,
dan
pemantapansistem
jaringan energi yang
meliputi jaringan pipa
minyak dan gas bumi,
pembangkit
tenaga
listrik,
dan
jaringan
transmisi tenaga listrik;

f.

pengembangan,
peningkatan,
dan
pemantapan
sistem
jaringan telekomunikasi
yang meliputi jaringan
teresterial dan jaringan
satelit;

g.

pengembangan,
peningkatan,
dan
pemantapan
sistem
jaringan sumber daya
air
yang
meliputi
sungai, waduk, CAT,
sistem
pengendalian
banjir, sistem jaringan
irigasi,
dan
sistem
pengamanan pantai;

h.

pengembangan,
peningkatan,
dan
pemantapan
sistem
jaringan
prasarana
perkotaan yang meliputi
SPAM, sistem jaringan
drainase,
sistem
jaringan air limbah, dan
sistem
pengelolaan
persampahan; dan

i.

pengembangan,
peningkatan,
dan
pemantapan lokasi dan
jalur evakuasi untuk
kawasan
rawan
bencana.

~ 82 ~

Bagian Ketiga
Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang
Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
Pasal 26
(1) Indikasi program utama perwujudan pola ruang Kawasan Perkotaan
Kedung Sepur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (3)
huruf b, pada tahap pertama dan tahap kedua diprioritaskan
pada:

a.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasifungsi-fungsi
lindung pada kawasan
yang
memberikan
perlindungan terhadap
kawasan bawahannya,
kawasan perlindungan
setempat,
kawasan
suaka alam, pelestarian
alam, dancagar budaya,
kawasan rawan bencana
alam, kawasan lindung
geologi, dan kawasan
lindung lainnya;

b.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
perumahan kepadatan
tinggi,
kepadatan
sedang, dan kepadatan
rendah;

c.

rehabilitasidan
revitalisasifungsi
kawasan
peruntukan
pemerintahan provinsi;

d.

rehabilitasidan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
pemerintahan
kabupaten,
kota,
dan/atau kecamatan;

e.

pengembangan,
rehabilitasi,

dan

~ 83 ~

revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
perdagangan dan jasa
skala
internasional,
nasional, dan regional;

f.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
pelayanan
pendidikan
tinggi;

g.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
pelayanan
olahraga
skala
internasional,
nasional, regional, dan
lokal;

h.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
pelayanan
kesehatan
skala
internasional,
nasional, regional, dan
lokal;

i.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
industri kreatif;

j.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
industri mikro, kecil, dan
menengah;

k.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
industri manufaktur;

l.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
kawasan

~ 84 ~

peruntukan pelayanan
sistemangkutan umum
penumpang
dan
angkutan
barang
regional;

m.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
pelayanan transportasi
laut
internasional,
nasional, dan regional;

n.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
pelayanan transportasi
udara
internasional,
nasional, dan regional;

o.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
kegiatan
pertahanan
dan keamanan negara;

p.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
kegiatan pariwisata;

q.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan perlindunganfungsi
kawasan
peruntukan
kegiatan pertanian;

r.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
kegiatan perikanan;

s.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
industri hilir pengolahan
hasil sektor unggulan

~ 85 ~

perkebunan, perikanan,
dan kehutanan;

t.

rehabilitasi
fungsi
kawasan
peruntukan
kegiatan pertambangan;

u.

rehabilitasidan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
kegiatan
hutan
produksi;

v.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
kegiatan
pertemuan,
pameran, dan sosial
budaya; dan

w.

pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi fungsi lokasi
dan jalur evakuasi untuk
kawasan
rawan
bencana.

(2) Indikasi program utama perwujudan pola ruang kawasan Perkotaan


Kedung Sepur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (3)
huruf b, pada tahap ketiga dan tahap keempat diprioritaskan
pada:

a.

rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
lindung pada kawasan
yang
memberikan
perlindungan terhadap
kawasan bawahannya,
kawasan perlindungan
setempat,
kawasan
suaka alam, pelestarian
alam,
dan
cagar
budaya, kawasan rawan
bencana alam, kawasan
lindung geologi, dan
kawasan
lindung
lainnya;

b.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan

~ 86 ~

perumahan kepadatan
tinggi,
kepadatan
sedang, dan kepadatan
rendah;

c.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
pemerintahan provinsi;

d.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
pemerintahan
kabupaten,
kota,
dan/atau kecamatan;

e.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
perdagangan dan jasa
skala
internasional,nasional,
dan regional;

f.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
pelayanan
pendidikan
tinggi;

g.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
pelayanan
olahraga
skala
internasional,
nasional, regional, dan
lokal;

h.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
pelayanan
kesehatanskala
internasional,nasional,
regional, dan lokal;

~ 87 ~

i.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
industri kreatif;

j.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
industri mikro, kecil, dan
menengah;

k.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
industri manufaktur;

l.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan
peningkatan
kawasan
peruntukan
pelayanan
sistemangkutan umum
penumpang
dan
angkutan
barang
regional;

m.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
pelayanan transportasi
laut
internasional,
nasional, dan regional;

n.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
pelayanan transportasi
udara
internasional,
nasional, dan regional;

o.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
kegiatan
pertahanan
dan keamanan negara;

~ 88 ~

p.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
kegiatan pariwisata;

q.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
perlindungan,
dan
peningkatan
fungsi
kawasan
peruntukan
kegiatan pertanian;

r.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
kegiatan perikanan;

s.

pengembangan,
pengembangan,
rehabilitasi,
dan
revitalisasi
fungsi
kawasan
peruntukan
industri hilir pengolahan
hasil sektor unggulan
perkebunan, perikanan,
dan kehutanan;

t.

rehabilitasi
dan
peningkatan
fungsi
kawasan
peruntukan
kegiatan pertambangan;

u.

rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
kegiatan
peruntukan
hutan
produksi;

v.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
kawasan
peruntukan
kegiatan
pertemuan,
pameran, dan sosial
budaya; dan

w.

pengembangan,
rehabilitasi, revitalisasi,
dan peningkatan fungsi
lokasi dan jalur evakuasi

~ 89 ~

untuk kawasan
bencana.

rawan

BAB VI
ARAHANPENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN PERKOTAAN KEDUNG SEPUR
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 27
(1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan
Kedung Sepur digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan
pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan Kedung
Sepur.
(2) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan
Kedung Sepursebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.

arahan
zonasi;

b.

arahanperizinan;

c.

arahan
insentif
disinsentif; dan

d.

arahan sanksi.

peraturan

dan

Bagian Kedua
Arahan Peraturan Zonasi
Pasal 28
(1) Arahan peraturan zonasi Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf a
digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah kabupaten/kota
dalam menyusun ketentuan umum peraturan zonasi dan
peraturan zonasi.
(2) Arahan
peraturan
zonasi
Kawasan
Perkotaan
Sepursebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.

Kedung

arahan peraturan zonasi


untuk struktur ruang;
dan

~ 90 ~

b.

arahan peraturan zonasi


untuk pola ruang.

(3) Muatan arahan peraturan zonasi untuk struktur ruang dan pola
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a.

jenis
kegiatan
yang
diperbolehkan, kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat,
dan
kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan;

b.

intensitas pemanfaatan
ruang;

c.

prasarana dan sarana


minimum; dan/atau

d.

ketentuan
lain
dibutuhkan.

yang

Pasal 29
Arahan peraturan zonasi untuk struktur ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 ayat (2) huruf a terdiri atas:
cq. arahan peraturan zonasi untuk sistem pusat permukiman;
cr. arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi;
cs. arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi;
ct. arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi;
cu. arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air; dan
cv. arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana perkotaan.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk sistem pusat permukiman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 huruf a terdiri atas:
cw. arahan peraturan zonasi untuk kawasan perkotaan inti; dan
cx. arahan peraturan zonasi untuk kawasan perkotaan di sekitarnya.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk kawasan perkotaan inti sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 huruf a terdiri atas:

~ 91 ~

cy. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemerintahan


provinsi, kegiatan pusat pemerintahan kota dan/ataukecamatan,
kegiatan perdagangan dan jasa skala internasional, nasional,dan
regional, kegiatan pelayanan pendidikan tinggi, kegiatan pelayanan
olahraga skala internasional, nasional, dan regional, kegiatan
pelayanankesehatan skala internasional, nasional, dan regional,
kegiatanindustri manufaktur, kegiatan industri hilir pengolahan hasil
sektor unggulanperkebunan, perikanan, dan kehutanan, kegiatan
pelayanan sistem angkutan umum penumpang dan angkutan barang
regional, kegiatan pelayanan transportasi laut internasional dan
nasional, kegiatan pelayanan transportasi udara internasional dan
nasional,kegiatan pertahanan dan keamanan negara, kegiatan
pariwisata, sertakegiatan pertemuan, pameran, dan sosial budaya;
cz. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud huruf a yang memenuhi persyaratan teknis
dan tidak mengganggu fungsi kawasan perkotaan inti;
da. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pertambangan,
kegiatan industri yang menimbulkan polusi, dan kegiatan lainnya
yang tidak sesuai dengan peruntukan kawasan perkotaan inti;
db. pengembangan kawasan perkotaan inti diarahkan sebagai kawasan
yang memiliki kualitas daya dukung lingkungan sangat tinggi,
tinggi,dan sedang serta kualitas pelayanan prasarana dan sarana
tinggi; dan
dc. penyediaan RTH kota paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas
kawasan perkotaan inti.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk kawasan perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 huruf b meliputi:

di

sekitarnya

dd. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pusat pemerintahan


kabupaten, kota, dan/ataukecamatan,kegiatan perdagangan dan jasa
skala internasional, nasional,regional, dan lokal, kegiatan pelayanan
pendidikan tinggi, pelayanan olahragaskala internasional, nasional,
dan lokal, kegiatan pelayanankesehatan skala nasional, regional, dan
lokal, kegiatanindustri manufaktur, kegiatan pertanian kegiatan
industri hilir pengolahan hasil sektor unggulan perkebunan,
perikanan, dan kehutanan, kegiatan pelayanan sistem angkutan
umum penumpang dan angkutan barang regional, kegiatan
pelayanan transportasi udara internasional dan nasional, kegiatan
pertahanan dan keamanan negara, kegiatan pariwisata, serta
kegiatan pertemuan, pameran, dan sosial budaya;
de. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud huruf a yang memenuhi persyaratan teknis
dan tidak mengganggu fungsi kawasan perkotaan di sekitarnya;

~ 92 ~

df. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan industri yang


menimbulkan polusi dan kegiatan lainnya yang tidak sesuai dengan
peruntukan kawasan perkotaan di sekitarnya;
dg. pengembangan kawasan perkotaan di sekitarnya diarahkan sebagai
kawasan yang memiliki kualitas daya dukung lingkungan sangat
tinggi, tinggi, sedang, dan rendah serta kualitas pelayanan prasarana
dan sarana tinggi, sedang, dan rendah; dan
dh. penyediaan RTH paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas
kawasan perkotaan di sekitarnya.

Pasal 1
(4) Arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf b terdiri atas:

a.

arahan peraturan zonasi


jaringan
jalan
yang
terdiri
atas
arahan
peraturan zonasi untuk
kawasan di sepanjang
sisi jalan arteri primer,
jalan kolektor primer,
jalan arteri sekunder,
dan
jalan
bebas
hambatan;

b.

arahan peraturan zonasi


lalu lintas dan angkutan
jalan yang terdiri atas
arahan peraturan zonasi
untuk
kawasan
peruntukan
terminal
penumpang
tipe
A,
terminal
penumpang
tipe B, dan terminal
barang;

c.

arahan peraturan zonasi


sistem
jaringan
transportasi sungai dan
penyeberangan
yang
terdiri
atas
jaringan
transportasi sungai dan
jaringan
transportasi
penyeberangan;

d.

arahan peraturan zonasi


sistem
jaringan
transportasi
perkeretaapian
yang

~ 93 ~

terdiri
atas
arahan
peraturan zonasi untuk
kawasan di sepanjang
sisi jalur kereta api dan
untuk
kawasan
peruntukan
stasiun
kereta api;

e.

arahan peraturan zonasi


sistem
jaringan
transportasi laut yang
terdiri
atas
arahan
peraturan zonasi untuk
kawasan
peruntukan
pelabuhan utama dan
untuk alur pelayaran;
dan

f.

arahan peraturan zonasi


sistem
jaringan
transportasi udara yang
terdiri
atas
arahan
peraturan zonasi untuk
kawasan
peruntukan
bandar udara umum
dan ruang udara untuk
penerbangan.

(5) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan di sepanjang sisi jalan


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a meliputi:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan
mengikuti
ketentuan
ruang milik jalan, ruang
manfaat
jalan,
dan
ruang pengawasan jalan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat
meliputi
pembangunanutilitas
kota
termasuk
kelengkapan
jalan
(street
furniture),
penanaman pohon, dan
pembangunan fasilitas
pendukung jalan lainnya
yang tidak mengganggu

~ 94 ~

kelancaran lalu lintas


dan
keselamatan
pengguna jalan;

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
pemanfaatan
ruang
milik
jalan,
ruang
manfaat
jalan,
dan
ruang pengawasan jalan
yang
mengakibatkan
terganggunya
kelancaran lalu lintas
dan
keselamatan
pengguna jalan;

d.

pemanfaatan
ruang
pengawasan
jalan
dengan
KDH
paling
rendah 30% (tiga puluh
persen); dan

e.

pemanfaatan ruang sisi


jalan bebas hambatan
untuk ruang terbuka
harus bebas pandang
bagi pengemudi dan
memiliki
pengamanan
fungsi jalan.

(6) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan terminal


penumpang tipe A dan terminal penumpang tipe B sebagaimana
dimaksud padaayat (1) huruf bmeliputi:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan
operasional,
penunjang operasional,
dan
pengembangan
terminal
penumpang
tipe A dan terminal
penumpang tipe B;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
selain
sebagaimana
dimaksud pada huruf a
yang tidak mengganggu
keamanan
dan
keselamatan lalu lintas
dan
angkutan
jalan
serta fungsi terminal

~ 95 ~

penumpang tipe A dan


terminal
penumpang
tipe B;

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
yang
mengganggu keamanan
dan keselamatan lalu
lintas
dan
angkutan
jalan
serta
fungsi
terminal
penumpang
tipe A dan terminal
penumpang tipe B;

d.

terminal
penumpang
tipe A dan terminal
penumpang
tipe
B
dilengkapi dengan RTH
yang
penyediaannya
diserasikan
dengan
luasan terminal; dan

e.

penyediaan
prasarana
dan sarana minimum
untuk terminal tipe A
dan terminal tipe B
meliputi:

1.

fasilitas utama meliputi jalur pemberangkatan kendaraan


umum, jalur kedatangan kendaraan umum, tempat parkir
kendaraan umum, bangunan kantor terminal, tempat tunggu
penumpang dan/atau pengantar, menara pengawas, loket
penjualan karcis, rambu-rambu dan papan informasi, dan
pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi; dan

2.

fasilitas penunjang meliputi fasilitas penyandang cacat, kamar


kecil/toilet, musholla, kios/kantin, ruang pengobatan, ruang
informasi dan pengaduan, telepon umum, tempat penitipan
barang, alat pemadaman kebakaran, dan taman.

(7) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan terminal barang


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan
operasional,
penunjang operasional,
dan
pengembangan
terminal barang;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan

~ 96 ~

selainsebagaimana
dimaksud pada huruf a
yang tidak mengganggu
keamanan
dan
keselamatan lalu lintas
dan angkutan jalanserta
fungsi terminal barang;

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
yang
mengganggu keamanan
dan keselamatan lalu
lintas
dan
angkutan
jalanserta
fungsi
terminal barang; dan

d.

terminal
barang
dilengkapi dengan RTH
yang
penyediaannya
diserasikandengan
luasan terminal.

(8) Arahan peraturan zonasi untuk jaringan transportasi sungai dan


jaringan transportasi penyeberangansebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(9) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan di sepanjang sisi jalur kereta
api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf dmeliputi:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan
mengikuti
ketentuan
ruang
manfaat
jalur
kereta api, ruang milik
jalur kereta api, dan
ruang pengawasan jalur
kereta
api
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
selain
sebagaimana
dimaksud pada huruf a
yang
tidak
mengganggukonstruksi
jalan rel dan fasilitas
operasi kereta api, serta

~ 97 ~

keselamatan pengguna
kereta api;

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
pemanfaatan
ruang
manfaat jalur kereta
api,ruang
milik
jalur
kereta api, dan ruang
pengawasan jalur kereta
api yang mengakibatkan
terganggunya
kelancaran
operasi
kereta
api
dan
keselamatan pengguna
kereta api;

d.

pemanfaatan
ruang
pengawasan jalur kereta
api dengan KDH paling
rendah 30% (tiga puluh
persen); dan

e.

pemanfaatan ruang sisi


jalur kereta api untuk
ruang terbuka harus
memenuhi
aspek
keamanan
dan
keselamatan
bagi
pengguna kereta api.

(10) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan stasiun kereta


api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf dmeliputi:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan
operasional
stasiun
kereta
api,
kegiatan
penunjang
operasional
stasiun
kereta api, dan kegiatan
pengembangan stasiun
kereta api, antara lain
kegiatan
naik
turun
penumpang
dan
kegiatan bongkar muat
barang;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
selain
sebagaimana
dimaksud pada huruf a

~ 98 ~

yang tidak mengganggu


keamanan
dan
keselamatan
operasi
kereta api,serta fungsi
stasiun kereta api;

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
yang
mengganggu keamanan
dan
keselamatan
operasi kereta api, serta
fungsi stasiun kereta
api; dan

d.

kawasan
di
sekitar
stasiun
kereta
api
dilengkapi dengan RTH
yang
penyediaannya
diserasikan
dengan
luasan stasiun kereta
api.

(11) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pelabuhan


utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf emeliputi:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan
operasional
pelabuhan
utama,
kegiatan
penunjang
operasional pelabuhan
utama,
kegiatan
pengembangan
kawasan
peruntukan
pelabuhan
utama,
dankegiatan pertahanan
dan keamanan negara
secara terbatas;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
selain
sebagaimana
dimaksud pada huruf a
yang berada di dalam
Daerah
Lingkungan
Kerja Pelabuhan (DLKP)
dan Daerah Lingkungan
Kepentingan Pelabuhan
(DLKP),
danjalur
transportasi laut dengan

~ 99 ~

mendapat izin sesuai


dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan; dan

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
yang
mengganggu kegiatan
di
DLKP,DLKP,
jalur
transportasi laut, dan
kegiatan
lain
yang
mengganggu
fungsi
kawasan
peruntukan
pelabuhan utama.

(12) Arahan peraturan zonasi untuk alur pelayaran sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf ediatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(13) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan bandar udara
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan
operasional
kebandarudaraan,
kegiatan
penunjang
pelayanan
jasa
kebandarudaraan,
kegiatan
penunjang
pelayanan keselamatan
operasi
penerbangan,
dan
kegiatan
pertahanan
dan
keamanan
negara
secara terbatas;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat
meliputi
pemanfaatan
tanah
dan/atau perairan serta
ruang udara di sekitar
bandar udara umum
serta kegiatan lain yang
tidak
mengganggu
keselamatan
operasi
penerbangan dan fungsi
bandar udara umum;
dan

~ 100 ~

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
yang
membahayakan
keamanan
dan
keselamatan
operasional
penerbangan, membuat
halangan
(obstacle),
dan/atau kegiatan lain
yang
mengganggu
fungsi bandar udara
umum.

(14) Arahan peraturan zonasi untuk ruang udara untuk penerbangan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan.

Pasal 2
(15) Arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 huruf c terdiri atas:

a.

arahan peraturan zonasi


untuk
jaringan
pipa
minyak dan gas bumi;

b.

arahan peraturan zonasi


untuk
pembangkit
tenaga listrik; dan

c.

arahan peraturan zonasi


untuk jaringan transmisi
tenaga listrik.

(16) Arahan peraturan zonasi untuk jaringan pipa minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan
operasional
dan kegiatan penunjang
jaringan pipa minyak
dan gas bumi;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
selain
sebagaimana
dimaksud pada huruf a
yang
aman
bagi
instalasi jaringan pipa

~ 101 ~

minyak dan gas bumi


serta tidak mengganggu
fungsi
jaringan
pipa
minyak dan gas bumi;
dan

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
yang
membahayakan
instalasi jaringan pipa
minyak dan gas bumi
serta
mengganggu
fungsi
jaringan
pipa
minyak dan gas bumi.

(17) Arahan peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disesuaikan
dengan karakter masing-masing pembangkit tenaga listrik yang
meliputi PLTG, PLTD, PLTGU, PLTP, dan PLTU sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(18) Arahan peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkanmeliputi
kegiatan pembangunan
prasarana
jaringan
transmisi
tenaga
listrikdan
kegiatan
pembangunan
prasarana
penunjang
jaringan
transmisi
tenaga listrik;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
penghijauan,
pemakaman, pertanian,
perparkiran,
serta
kegiatan
lain
yang
bersifat sementara dan
tidak
mengganggu
fungsi jaringan transmisi
tenaga listrik; dan

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
yang
menimbulkan
bahaya
kebakaran
dan

~ 102 ~

mengganggu
fungsi
jaringan
transmisi
tenaga listrik.

Pasal 3
Arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf d meliputi:

telekomunikasi

di. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional dan


kegiatan penunjang sistem jaringan telekomunikasi;
dj. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang aman bagi sistem
jaringan telekomunikasi dan tidak mengganggu fungsi sistem
jaringan telekomunikasi; dan
dk. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
membahayakan sistem jaringan telekomunikasi dan mengganggu
fungsi sistem jaringan telekomunikasi.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf e meliputi:
dl. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
prasarana lalu lintas air, kegiatan pembangunan prasarana
pengambilan dan pembuangan air, serta kegiatan pengamanan
sungai dan sempadan pantai;
dm. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air,
pengendalian daya rusak air, dan fungsi sistem jaringan sumber
daya air; dan
dn. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu fungsi sungai, waduk, dan CAT sebagai sumber air,
jaringan irigasi, sistem pengendalian banjir, sistem jaringan rawa,
dan sistem pengamanan pantai sebagai prasarana sumber daya air.

Pasal 1
(19) Arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf f terdiri atas:

a.

arahan peraturan zonasi


untuk SPAM;

~ 103 ~

b.

arahan peraturan zonasi


untuk sistem jaringan
drainase;

c.

arahan peraturan zonasi


untuk sistem jaringan
air limbah; dan

d.

arahan peraturan zonasi


untuk
sistem
pengelolaan
persampahan.

(20) Arahan peraturan zonasi untuk SPAM sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf ameliputi:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan pembangunan
prasarana SPAM dan
kegiatan pembangunan
prasarana
penunjang
SPAM;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
selain
sebagaimana
dimaksud pada huruf a
yang tidak mengganggu
SPAM; dan

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
yang
mengganggu
keberlanjutan
fungsi
penyediaan air minum,
mengakibatkan
pencemaran air baku
dari air limbah dan
sampah
serta
mengakibatkan
kerusakan
prasarana
dan sarana penyediaan
air minum.

(21) Arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan drainase


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bterdiri atas:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan pembangunan
prasarana
sistem

~ 104 ~

jaringan drainase dalam


rangka
mengurangi
genangan
air,
mendukung
pengendalian
banjir,
dan
pembangunan
prasarana
penunjangnya;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
selain
sebagaimana
dimaksud pada huruf a
yang tidak mengganggu
fungsi sistem jaringan
drainase;

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan pembuangan
sampah,
pembuangan
limbah, dan kegiatan
lain yang mengganggu
fungsi sistem jaringan
drainase; dan

d.

pemeliharaan
dan
pengembangan jaringan
drainase
dilakukan
selaras
dengan
pemeliharaan
dan
pengembangan
ruang
milik jalan.

(22) Arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan air limbah


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan pembangunan
prasarana dan sarana
air limbah dalam rangka
mengurangi,
memanfaatkan kembali,
dan
mengolah
air
limbah
serta
pembangunan
prasarana
penunjangnya;

b.

kegiatan
diperbolehkan

yang
dengan

~ 105 ~

syarat meliputi kegiatan


selain
sebagaimana
dimaksud pada huruf a
yang tidak mengganggu
fungsi sistem jaringan
air limbah; dan

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan pembuangan
sampah,
pembuangan
Bahan Berbahaya dan
Beracun
(B3),
pembuangan limbah B3,
dan kegiatan lain yang
mengganggu
fungsi
sistem
jaringan
air
limbah.

(23) Arahan peraturan zonasi untuk sistem pengelolaan persampahan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa arahan
peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan TPA sampah terdiri
atas:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan pengoperasian
TPA
sampah
berupa
pemilahan,
pengumpulan,
pengolahan,
dan
pemrosesan
akhir
sampah,
pengurugan
berlapis bersih (sanitary
landfill), pemeliharaan
TPA
sampah,
dan
industri
terkait
pengolahan
sampah,
serta
kegiatan
penunjang operasional
TPA sampah;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
pertanian non pangan,
kegiatan
penghijauan,
kegiatan
permukiman
dalam jarak yang aman
dari
dampak
pengelolaan
persampahan,
dan

~ 106 ~

kegiatan lain yang tidak


mengganggu
fungsi
kawasan TPA sampah;
dan

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan sosial ekonomi
yang
mengganggu
fungsi
kawasan
TPA
sampah.

Pasal 2
(24) Arahan peraturan zonasi untuk pola ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 77 ayat (2) huruf b terdiri atas:

a.

arahan peraturan zonasi


untuk kawasan lindung;
dan

b.

arahan peraturan zonasi


untuk
kawasan
budi
daya.

(25) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a.

arahan peraturan zonasi


untuk Zona L1;

b.

arahan peraturan zonasi


untuk Zona L2;dan

c.

arahan peraturan zonasi


untuk Zona L3.

d.

arahan peraturan zonasi


untuk kawasan lindung
lainnya meliputi:

1.

arahan peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana alam;


dan

2.

arahan peraturan zonasi untuk kawasan lindung geologi.

(26) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan budi daya sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

a.

arahan peraturan zonasi


untuk Zona B1;

b.

arahan peraturan zonasi


untuk Zona B2;

~ 107 ~

c.

arahan peraturan zonasi


untuk Zona B3;

d.

arahan peraturan zonasi


untuk Zona B4;

e.

arahan peraturan zonasi


untuk Zona B5;

f.

arahan peraturan zonasi


untuk Zona B6; dan

g.

arahan peraturan zonasi


untuk Zona B7.

Pasal 3
(27) Arahan peraturan zonasi untuk Zona L1 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 87 ayat (2) huruf a terdiri atas:

a.

arahan peraturan zonasi


untuk kawasan hutan
lindung; dan

b.

arahan peraturan zonasi


untuk kawasan resapan
air.

(28) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(29) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan resapan air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan
pemeliharaan,pelestaria
n, dan perlindungan
kawasan resapan air;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
budi daya terbangun
secara terbatas yang
memiliki
kemampuan
tinggi dalam menahan
limpasan air hujan dan
kegiatan
selain
sebagaimana dimaksud
pada huruf ayang tidak

~ 108 ~

mengganggu
fungsi
resapan
air
sebagai
kawasan lindung;

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
yang
mengurangi daya serap
tanah terhadap air dan
kegiatan
yang
mengganggu
fungsi
resapan
air
sebagai
kawasan lindung; dan

d.

penyediaan
prasarana
dan sarana minimum
meliputi:

1.

penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan


terbangun yang sudah ada; dan

2.

penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan


budi daya terbangun yang diajukan izinnya.

Pasal 4
Arahan peraturan zonasi untuk Zona L2 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (2) huruf b terdiri atas:
do. arahan peraturan zonasi untuk sempadan pantai;
dp. arahan peraturan zonasi untuk sempadan sungai;
dq. arahan peraturan zonasi untuk kawasan sekitar waduk; dan
dr. arahan peraturan zonasi untuk RTH Kota.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk sempadan pantai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89 huruf a meliputi:
ds. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan rekreasi pantai,
pengamanan pesisir, kegiatan nelayan, kegiatan pelabuhan,
landingpoint kabel dan/atau pipa bawah laut, kegiatan pengendalian
kualitas perairan, konservasi lingkungan pesisir, pengembangan
struktur alami dan struktur buatan pencegah abrasi pada sempadan
pantai, pengamanan sempadan pantai sebagai ruang publik,
kegiatan pengamatan cuaca dan iklim, kepentingan pertahanan dan
keamanan negara, kegiatan penentuan lokasi dan jalur evakuasi
bencana, serta pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan
ancaman bencana banjir dan bencana rob;

~ 109 ~

dt. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain


sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
sempadan pantai sebagai kawasan perlindungan setempat;
du. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
menghalangi dan/atau menutup ruang dan jalur evakuasi bencana
dan kegiatan yang mengganggu fungsi sempadan pantai sebagai
kawasan perlindungan setempat; dan
dv. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1.

perlindungan dan pembuatan struktur alami serta pembuatan


struktur buatan untuk mencegah abrasi; dan

2.

penyediaan jalur evakuasi bencana.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk sempadan sungai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89 huruf b meliputi:
dw. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan
sempadan sungai untuk RTH, pemasangan bentangan jaringan
transmisi tenaga listrik, kabel telepon, pipa air minum, pembangunan
prasarana lalu lintas air, bangunan pengambilan dan pembuangan
air, bangunan penunjang sistem prasarana kota, kegiatan
penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta pendirian
bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana;
dx. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan budi
daya pertanian dengan jenis tanaman yang tidak mengurangi
kekuatan struktur tanah dan kegiatan selain sebagaimana dimaksud
pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi sempadan sungai
sebagai kawasan perlindungan setempat antara lain kegiatan
pemasangan reklame dan papan pengumuman, pendirian bangunan
yang dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan
transportasi sungai, kegiatan rekreasi air, serta jalan inspeksi dan
bangunan pengawas ketinggian air sungai;
dy. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengubah
bentang alam, kegiatan yang mengganggu kesuburan dan keawetan
tanah, fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian flora dan fauna,
kelestarian fungsi lingkungan hidup, kegiatan pemanfaatan hasil
tegakan, kegiatan yang menghalangi dan/atau menutup ruang dan
jalur evakuasi bencana, kegiatan pembuangan sampah, dan kegiatan
lain yang mengganggu fungsi sempadan sungai sebagai kawasan
perlindungan setempat; dan
dz. penyediaan prasarana dan sarana minimum berupa jalan inspeksi dan
bangunan pengawas ketinggian air sungai.

~ 110 ~

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk kawasan sekitar waduk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 huruf c meliputi:
ea. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pengelolaan badan air
dan/atau pemanfaatan air, taman rekreasi beserta kegiatan
penunjangnya, RTH, dan kegiatan sosial budaya;
eb. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
kawasan sekitar waduk sebagai kawasan perlindungan setempat
antara lain kegiatan pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk
bangunan penunjang kegiatan rekreasi air, jalan inspeksi, bangunan
pengawas ketinggian air waduk, dan bangunan pengolahan air baku;
ec. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengubah
bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi
hidrologi, kelestarian flora dan fauna, kelestarian fungsi lingkungan
hidup, dan kegiatan pemanfaatan hasil tegakan, serta kegiatan yang
mengganggu dan/atau merusak kelestarian fungsi kawasan sekitar
waduk sebagai kawasan perlindungan setempat; dan
ed. penyediaan prasarana dan sarana minimum berupa jalan inspeksi dan
akses publik.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk RTH kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 89 huruf d meliputi:
ee. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk fungsi resapan air, pemakaman, olahraga di ruang terbuka,
dan evakuasi bencana;
ef. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
rekreasi, pembibitan tanaman, pendirian bangunan fasilitas umum,
dan selain kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak
mengganggu fungsi RTH kota sebagai kawasan perlindungan
setempat;
eg. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pendirian stasiun
pengisian bahan bakar umum dan kegiatan sosial dan ekonomi
lainnya yang mengganggu fungsi RTH kota sebagai kawasan
perlindungan setempat; dan
eh. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi:
3.

tempat sampah dan toilet umum; dan

4.

sarana perawatan dan pemeliharaan RTH kota.

~ 111 ~

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk Zona L3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (2) huruf c meliputi:
ei. arahan peraturan zonasi untuk cagar alam;
ej. arahan peraturan zonasi untuk kawasan pantai berhutan bakau;
ek. arahan peraturan zonasi untuk taman nasional; dan
el. arahan peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk cagar alam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 94 huruf ameliputi:
em. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan peningkatan
kesadartahuan konservasi alam, penyimpanan dan/atau penyerapan
karbon, pemanfaatan air, energi air, panas, dan angin, serta
pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budi daya;
en. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pariwisata alam dan pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk
menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak
mengganggu fungsi kawasan cagar alam; dan
eo. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan penanaman
tumbuhan dan pelepasan satwa yang bukan merupakan tumbuhan
dan satwa endemik kawasan, perburuan terhadap satwa yang
berada di dalam kawasan, dan kegiatan lain yang mengganggu
fungsi kawasan cagar alam.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk kawasan pantai berhutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf b meliputi:

bakau

ep. kegiatan
yang
diperbolehkan
meliputi
penelitian,
kegiatan
pengembangan ilmu pengetahuan, kegiatan pendidikan, kegiatan
konservasi,
pengamanan
abrasi
pantai,
pariwisata
alam,
penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, serta pemanfaatan air,
energi air, panas, dan angin;
eq. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
kawasan pantai berhutan bakau sebagai pelindung pantai dari
pengikisan air laut;

~ 112 ~

er. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang dapat


mengubah atau mengurangi luas dan/atau mencemari ekosistem
hutan bakau, perusakan hutan bakau, dan kegiatan lain yang
mengganggu fungsi kawasan berhutan bakau; dan
es. penyediaan prasarana dan sarana minimum berupa sarana
pembibitan dan perawatan untuk perlindungan dan pelestarian hutan
bakau.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk taman nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 94 huruf c meliputi:
et. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan peningkatan
kesadartahuan konservasi alam, penyimpanan dan/atau penyerapan
karbon, pemanfaatan air, energi air, panas, dan angin, pemanfaatan
tumbuhan dan satwa liar, serta pemanfaatan sumber plasma nutfah
untuk penunjang budi daya;
eu. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
tradisional oleh masyarakat setempat yang dapat berupa kegiatan
pemungutan hasil hutan bukan kayu, budi daya tradisional, dan
perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi; dan
ev. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengubah
dan/atau merusak ekosistem asli kawasan taman nasional.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf dmeliputi:
ew. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pelestarian,
penyelamatan, pengamanan, serta penelitian cagar budaya dan ilmu
pengetahuan;
ex. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pariwisata, sosial budaya, keagamaan, dan kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
ey. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pendirian
bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan, kegiatan yang
merusak kekayaan budaya bangsa yang berupa benda, bangunan,
struktur, dan situs peninggalan sejarah,wilayah dengan bentukan
geologi tertentu, serta kegiatan yang mengganggu upaya pelestarian
budaya masyarakat setempat; dan

~ 113 ~

ez. penyediaan prasarana dan sarana minimum berupa sarana


perlindungan benda, bangunan, struktur, dan situs peninggalan
sejarah untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Pasal 1
(30) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana alam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) huruf d angka 1
terdiri atas:

a.

arahan peraturan zonasi


untuk kawasan rawan
tanah longsor;

b.

arahan peraturan zonasi


untuk kawasan rawan
bencana
rob

gelombang pasang; dan

c.

arahan peraturan zonasi


untuk kawasan rawan
banjir.

(31) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a.

kegiatan
diperbolehkan
kegiatan:

yang
meliputi

1.

kegiatan dalam rangka memperkecil kerugian akibat bencana


tanah longsor antara lain membuat terasering, talud atau
turap, rehabilitasi, dan reboisasi;

2.

kegiatan dengan potensi kerugian kecil akibat bencana tanah


longsor dengan mempertimbangkan kondisi, jenis, dan
ancaman bencana;

3.

penentuan dan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana;


dan

4.

pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman


bencana.

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
selain
kegiatan
sebagaimana dimaksud
pada
huruf
a
dan
kegiatan yang dapat
mencegah
terjadinya
bencana alam tanah
longsor;

~ 114 ~

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
penebangan
pohon dan pendirian
bangunan permukiman,
kegiatan
yang
menghalangi dan/atau
menutup lokasi dan jalur
evakuasi bencana, serta
kegiatan
yang
berpotensi
menyebabkan
terjadinya
bencana
tanah longsor; dan

d.

penyediaan
prasarana
dan sarana minimum
meliputi:

1.

penyediaan terasering, turap, dan talud; dan

2.

penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana tanah longsor.

(32) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana rob


gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri atas:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan
penanaman
mangrove dan terumbu
karang,
pembuatan
pemecah
gelombang
dan pelindung pantai,
pembuatan
tanggul
pelindung atau sistem
polder yang dilengkapi
dengan
pintu
dan
pompa sesuai dengan
elevasi lahan terhadap
pasang
surut,
dan
kegiatan
pendirian
bangunan
untuk
kepentingan
pemantauan ancaman
bencana
gelombang
pasang;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
pariwisata,
olahraga,
dan
kegiatan
selain

~ 115 ~

sebagaimana dimaksud
pada huruf a dengan
potensi kerugian kecil
akibat
bencana
gelombang pasang;

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
pengambilan
terumbu
karang,
pengrusakan mangrove,
dan
kegiatan
yang
dapat mengubah pola
arus laut; dan

d.

penyediaan
prasarana
dan sarana minimum
meliputi
penyediaan
jalur evakuasi bencana
gelombang
pasang
serta
pemasangan
sistem peringatan dini.

(33) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan rawan banjir sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan
penghijauan,
reboisasi,
pendirian
bangunan
tanggul,
drainase,
pintu
air,
sumur
resapan
dan
lubang biopori, serta
penentuan lokasi dan
jalur evakuasi bencana;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
selain
sebagaimana
dimaksud pada huruf a
yang tidak berpotensi
menyebabkan
terjadinya
bencana
banjir;

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
mengubah
aliran sungai antara lain
memindahkan,
mempersempit,
dan

~ 116 ~

menutup aliran sungai,


kegiatan
menghalangi
dan/atau
menutup
lokasi dan jalur evakuasi
bencana serta kegiatan
yang
berpotensi
menyebabkan
terjadinya
bencana
alam; dan

d.

penyediaan
prasarana
dan sarana minimum
meliputi:

1.

penyediaan saluran drainase yang memperhatikan kemiringan


dasar saluran dan sistem/sub sistem daerah pengaliran;

2.

penanganan sedimentasi di muara saluran/sungai


bermuara di laut melalui proses pengerukan; dan

3.

penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana banjir.

yang

Pasal 2
(34) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan lindung geologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) huruf d angka 1
terdiri atas:

a.

Arahan peraturan zonasi


kawasan rawan bencana
geologi meliputi:

1.

arahan peraturan zonasi untuk kawasan rawan letusan gunung


berapi;

2.

arahan peraturan zonasi untuk kawasan rawan gempa bumi;

3.

arahan peraturan zonasi untuk kawasan yang terletak di zona


patahan aktif; dan

4.

arahan peraturan zonasi untuk kawasan rawan abrasi; dan

b.

arahan peraturan zonasi


kawasan
yang
memberikan
perlindungan air tanah
terdiri atas:

1.

arahan peraturan zonasi kawasan imbuhan air tanah; dan

2.

arahan peraturan zonasi kawasan sempadan mata air.

(35) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan rawan letusan gunung


berapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1
terdiri atas:

~ 117 ~

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan
kehutanan,
pertanian, perkebunan
dan pariwisata, serta
penentuan lokasi dan
jalur evakuasi bencana
letusan gunung berapi;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat
meliputi
pendirian
bangunan
untuk
kepentingan
pemantauan ancaman
bencana letusan gunung
berapi;

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan hunian dan
bangunan
untuk
kegiatan wisata alam
pada kawasan rawan
letusan gunung berapi
yang
dikategorikan
sebagai kawasan rawan
bencana
III
yang
merupakan
kawasan
yang sering terlanda
bahaya
langsung,
menghalangi dan/atau
menutup jalur evakuasi,
dan
merusak
atau
menganggu
sistem
peringatan dini; dan

d.

penyediaan
prasarana
dan sarana minimum
meliputi
penentuan
lokasi dan jalur evakuasi
bencana letusan gunung
api serta pemasangan
sistem peringatan dini
pada setiap zona rawan
letusan gunung berapi.

(36) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan rawan gempa bumi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 meliputi:

a.

kegiatan
diperbolehkan

yang
meliputi

~ 118 ~

kegiatan
pertanian,
perkebunan,
dan
pariwisata, penyediaan
lokasi dan jalur evakuasi
bencana, dan kegiatan
pendirian
bangunan
untuk
kepentingan
pemantauan ancaman
bencana.

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi:

1.

pendirian bangunan menggunakan bahan, jenis, dan tipe


bangunan tahan gempa; dan/atau

2.

pendirian bangunan dilakukan pada lokasi yang mempunyai


potensi gempa bumi rendah.

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
pendirian
bangunan yang tidak
menggunakan
bahan,
jenis, dan tipe bangunan
tahan
gempa,
menghalangi dan/atau
menutup jalur evakuasi,
dan
merusak
atau
menganggu
sistem
peringatan dini; dan

d.

penyediaan
prasarana
dan sarana minimum
meliputi penentuan dan
penyediaan lokasi dan
jalur evakuasi bencana
serta
pemasangan
sistem peringatan dini
pada setiap zona rawan
gempa bumi.

(37) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan yang terletak di zona


patahan aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
angka 3 terdiri atas:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan
pertanian,
perkebunan
dan
pariwisata,
penentuan
lokasi dan jalur evakuasi

~ 119 ~

bencana, dan kegiatan


pendirian
bangunan
untuk
kepentingan
pemantauan ancaman
bencana zona patahan
aktif

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi:

1.

pendirian bangunan menggunakan bahan, jenis, dan tipe


bangunan tahan gempa; dan/atau

2.

kegiatan budi daya yang sesuai dengan kondisi fisik kawasan


dan membatasi kegiatan budi daya intensif pada sekitar zona
patahan aktif.

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
budi
daya
intensif yang berada
pada
lokasi
zona
patahan
aktif,
menghalangi dan/atau
menutup jalur evakuasi,
dan
merusak
atau
menganggu
sistem
peringatan dini; dan

d.

penyediaan
prasarana
dan sarana minimum
meliputi penentuan dan
penyediaan lokasi dan
jalur evakuasi bencana
patahan
aktif
serta
pemasangan
sistem
peringatan dini pada
setiap zona patahan
aktif.

(38) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan rawan abrasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4 meliputi:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan
pendirian
bangunan pengamanan
pantai,
penanaman
tanaman pantai seperti
kelapa,
nipah,
dan
bakau,
kegiatan
pencegahan
abrasi

~ 120 ~

pantai, penentuan lokasi


dan
jalur
evakuasi
bencana abrasi, serta
kegiatan
pendirian
bangunan
untuk
kepentingan
pemantauan ancaman
bencana abrasi;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
selain
sebagaimana
dimaksud pada huruf a
yang tidak berpotensi
menyebabkan
terjadinya abrasi;

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
yang
menimbulkan kerusakan
hutan bakau dan/atau
terumbu karang dan
kegiatan
yang
berpotensi
dan/atau
menimbulkan terjadinya
abrasi; dan

d.

penyediaan
prasarana
dan sarana minimum
berupa
sarana
perlindungan
dan
pembuatan
struktur
alami serta pembuatan
struktur buatan untuk
mencegah abrasi.

(39) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan imbuhan air tanah


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b angka 1 terdiri
atas:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan pemeliharaan,
pelestarian,
dan
perlindungan kawasan
imbuhan air tanah;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
budi daya terbangun

~ 121 ~

secara terbatas yang


memiliki
kemampuan
tinggi dalam menahan
limpasan air hujan dan
kegiatan
selain
sebagaimana dimaksud
pada huruf a yang tidak
mengganggu
fungsi
imbuhan
air
tanah
sebagai
kawasan
lindung;

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
yang
mengurangi daya serap
tanah terhadap air dan
kegiatan
yang
mengganggu
fungsi
imbuhan
air
tanah
sebagai
kawasan
lindung; dan

d.

penyediaan
prasarana
dan sarana minimum
meliputi:

1.

penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan


terbangun yang sudah ada; dan

2.

penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan


budi daya terbangun yang diajukan izinnya.

(40) Arahan peraturan zonasi untuk kawasan sempadan mata air


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 terdiri
atas:

a.

kegiatan
yang
diperbolehkan meliputi
kegiatan pemanfaatan
kawasan sekitar mata
air untuk RTH dan
kegiatan
mempertahankan fungsi
kawasan mata air;

b.

kegiatan
yang
diperbolehkan
dengan
syarat meliputi kegiatan
pariwisata,
pertanian
dengan jenis tanaman
yang tidak mengurangi
kekuatan struktur tanah,

~ 122 ~

dan
kegiatan
selain
sebagaimana dimaksud
pada huruf a yang tidak
mengganggu
fungsi
kawasan mata air;

c.

kegiatan
yang
tidak
diperbolehkan meliputi
kegiatan
yang
menimbulkan
pencemaran mata air
serta
kegiatan
yang
dapat
mengganggu
dan/atau
merusak
kelestarian
fungsi
kawasan mata air; dan

d.

penyediaan
prasarana
dan sarana minimum
berupa
sarana
perlindungan
dan
pelestarian air tanah.

Pasal 3
Arahan peraturan zonasi untuk Zona B1 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (3) huruf a terdiri atas:
fa. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kawasan peruntukan
perumahan kepadatan tinggi, kegiatan
pemerintahan
provinsi,
kegiatan pemerintahan kota dan/atau kecamatan, kegiatan
perdagangan dan jasa skala internasional, nasional, dan regional,
kegiatan pelayanan pendidikan tinggi, kegiatan pelayanan olahraga
skala internasional, nasional, dan regional, kegiatan pelayanan
kesehatan skala internasional, nasional, dan regional, kegiatan
pelayanan sistem angkutan umum penumpang dan angkutan barang
nasional dan regional, kegiatan pelayanan transportasi laut
internasional dan nasional, kegiatan pelayanan transportasi udara
internasional dan nasional, kegiatan pertahanan dan keamanan
Negara, kegiatan pariwisata dan penunjang kegiatan pariwisata,
kegiatan pengembangan sosial budaya dan kesenian, kegiatan
pertanian, kegiatan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana,
serta pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana;
fb. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat berupa pemanfaatan
ruang untuk industri manufaktur diarahkan pada kawasan industri
yang sudah ada;
fc. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan industri yang
menimbulkan polutan, dan kegiatan yang menghalangi dan/atau

~ 123 ~

menutup lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta kegiatan yang


mengganggu fungsi kawasan pada Zona B1;
fd. penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1.

penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang


meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, serta ketinggian
bangunan dan GSB terhadap jalan;

2.

penerapan ketentuan tata bangunan


berbasis mitigasi bencana; dan

3.

penerapan rekayasa teknik dengan KWT paling tinggi 70% (tujuh


puluh persen);

dan

lingkungan

yang

fe. penyediaan RTH kota paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas
kawasan perkotaan; dan
ff. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi:
4.

fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi bertaraf


internasional;

5.

prasarana dan sarana pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan


sektor informal, serta ruang dan jalur evakuasi bencana;

6.

penyediaan sumur resapan air hujan; dan

7.

tempat parkir untuk pengembangan zona dengan fungsi


perdagangan dan jasa, pariwisata, kesehatan, pendidikan,
serta perkantoran pemerintah dan swasta.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk Zona B2 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (3) huruf b terdiri atas:
fg. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kawasan peruntukan
perumahan kepadatan sedang sampai tinggi, kawasan peruntukan
pusat pemerintahan kabupaten dan/atau kecamatan, kawasan
peruntukan kegiatan pertahanan dan keamanan Negara, kawasan
peruntukan kegiatan perdagangan dan jasa regional, kawasan
peruntukan kegiatan industry, kawasan peruntukan kegiatan
agroindustri, kawasan peruntukan kegiatan pendidikan tinggi;
kawasan peruntukan kegiatan pariwisata, kawasan peruntukan
kegiatan pariwisata sejarah, kawasan peruntukan kegiatan pariwisata
religi, kegiatan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta
pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana;
fh. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
kawasan pada Zona B2;

~ 124 ~

fi. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang


menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur evakuasi bencana
serta kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan pada Zona B2;
fj. penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
8.

penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang


meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, ketinggian
bangunan, dan GSB terhadap jalan;

9.

penerapan ketentuan tata bangunan


berbasis mitigasi bencana; dan

10.

penerapan rekayasa teknik dengan KWT paling tinggi 60% (enam


puluh persen);

dan

lingkungan

yang

fk. penyediaan RTH perkotaan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari
luas kawasan perkotaan; dan
fl. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi:
11.

fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi;

12.

prasarana dan sarana pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan


sektor informal, serta ruang dan jalur evakuasi bencana;

13.

penyediaan sumur resapan air hujan; dan

14.

tempat parkir untuk pengembangan zona dengan fungsi


perdagangan dan jasa, pariwisata, kesehatan, pendidikan,
serta perkantoran pemerintah dan swasta.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk Zona B3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (3) huruf c terdiri atas:
fm. kegiatan
yang
diperbolehkan
meliputikawasan
peruntukan
perumahan kepadatan sedang sampai rendah, kawasan permukiman
perdesaan, kegiatan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana,
serta pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana;
fn. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pertanian yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
kawasan pada Zona B3;
fo. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi:
15.

pengambilan
air
tanah
untuk
kegiatan
industri
mengakibatkan intrusi air laut bawah tanah; dan

yang

16.

kegiatan yang menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur


evakuasi bencana serta kegiatan yang mengganggu fungsi
kawasan pada Zona B3;

~ 125 ~

fp. penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi:


17.

penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang


meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, ketinggian
bangunan, dan GSB terhadap jalan;

18.

penerapan ketentuan tata bangunan


berbasis mitigasi bencana; dan

19.

penerapan rekayasa teknik dengan KWT paling tinggi 50% (lima


puluh persen);

dan

lingkungan

yang

fq. penyediaan RTH paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas
kawasan; dan
fr. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi:
20.

prasarana dan sarana pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan


sektor informal, serta ruang dan jalur evakuasi bencana;

21.

jalan akses yang baik dari dan ke semua kawasan yang


dikembangkan terutama akses ke zona perdagangan dan
jasa serta pelabuhan;

22.

penyediaan sumurresapan air hujan; dan

23.

tempat parkir untuk pengembangan zona dengan fungsi


perdagangan dan jasa, pariwisata, kesehatan, pendidikan,
serta perkantoran pemerintah dan swasta.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk Zona B4 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (3) huruf d terdiri atas:
fs. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan perumahan kepadatan
rendah,
kegiatan
pariwisata,
kegiatan
pertanian
tanaman
pangan,hortikultura,perkebunan.
ft. perkebunan, peternakan, kegiatan penyediaan lokasi dan jalur
evakuasi bencana, serta pendirian bangunan untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana;
fu. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengubah fungsi
lahan pertanian dan tidak mengganggu fungsi kawasan pada Zona
B4;
fv. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi
mengganggu fungsi kawasan pada Zona B4;

kegiatan

yang

fw. penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi:


24.

penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang


meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, ketinggian
bangunan, dan GSB terhadap jalan;dan

~ 126 ~

25.

penerapan rekayasa teknik dengan KWT paling tinggi 40% (empat


puluh persen);

fx. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi:


26.

fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan pertanian;

27.

prasarana dan sarana pelayanan umum;

28.

ruang dan jalur evakuasi bencana; dan

29.

fasilitas parkir bagi setiap bangunan untuk kegiatan usaha.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk Zona B5 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (3) huruf e terdiri atas:
fy. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan lahan pertanian
pangan berkelanjutan;
fz. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan industri
pengolahan hasil pertanian secara terbatas dan kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengubah fungsi
lahan pertanian pangan berkelanjutan;
ga. pangan beririgasi teknis dan tidak mengganggu fungsi kawasan pada
Zona B5;
gb. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi
mengganggu fungsi kawasan pada Zona B5;

kegiatan

yang

gc. penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi:


30.

penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang


meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, ketinggian
bangunan, dan GSB terhadap jalan; dan

31.

penerapan rekayasa teknik dengan KWT paling tinggi 10%


(sepuluh persen);

gd. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi:


32.

fasilitas dan infrastruktur pendukung pertanian;

33.

prasarana dan sarana pelayanan umum; dan

34.

ruang dan jalur evakuasi bencana.

Pasal 1
Arahan peraturan zonasi untuk Zona B6 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (3) huruf f terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pengelolaan hutan
produksi;

~ 127 ~

b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain


sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
kawasan pada Zona B6;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi
mengganggu fungsi kawasan pada Zona B6; dan

kegiatan

yang

d. penyediaan prasarana dan sarana minimum berupa penyediaan


fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan hutan produksi serta
ruang dan jalur evakuasi bencana.
Pasal 2
Arahan peraturan zonasi untuk Zona B7 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (3) hurufgterdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan budi daya perikanan,
kegiatan transportasi laut, kegiatan pariwisata, dan pendirian
fasilitas untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
kawasan pada Zona B7, kegiatan adaptasi-mitigasi-reklamasi
sebagai bentuk adaptasi perubahan iklim;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pembuangan
limbah padat dan cair, limbah bahan berbahaya dan beracun, dan
kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, serta kegiatan
lain yang mengganggu fungsi kawasan pada Zona B7; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum berupa fasilitas
keselamatan pelayaran dan fasilitas untuk kepentingan pemantauan
ancaman bencana.
Pasal 3
Arahan peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam rencana rinci
tata ruang yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bagian Ketiga
Arahan Perizinan
Pasal 4
(1) Arahan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2)
huruf b merupakan acuan dalam pemberian izin pemanfaatan
ruang.
(2) Setiap pemanfaatan ruang harus mendapatkan izin pemanfaatan
ruang
dari
Pemerintah,
pemerintah
provinsi,
dan/atau
pemerintah kabupaten/kota sesuai peraturan daerah tentang
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota beserta rencana rinci

~ 128 ~

dan peraturan zonasinya yang didasarkan pada rencana tata


ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur sebagaimana diatur
dalam Peraturan Presiden ini.
(3) Setiap pemanfaatan ruang harus mendapatkan izin sesuai dengan
ketentuan masing-masing sektor atau bidang yang mengatur
jenis kegiatan pemanfaatan ruang yang bersangkutan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sektor atau
bidang terkait.

Bagian Keempat
Arahan Insentif dan Disinsentif
Pasal 5
Arahan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
ayat (2) huruf c merupakan acuan bagi Pemerintah dan pemerintah
daerah sebagai upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka
mewujudkan rencana tata ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur.

Pasal 6
Pemberian insentif dan disinsentif diberikan oleh:
ge. Pemerintah kepada pemerintah daerah;
gf. pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan
gg. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada masyarakat.

Pasal 1
(1) Pemberian insentif dari Pemerintah kepada pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 huruf a dapat berupa:

a.

subsidi silang;

b.

kemudahan
perizinan
bagi
kegiatan
pemanfaatan
ruang
yang
diberikan
oleh
Pemerintah;

c.

penyediaan
prasarana
dan sarana di daerah;

d.

pemberian kompensasi;

~ 129 ~

e.

penghargaan
fasilitasi; dan/atau

f.

publikasi atau promosi


daerah.

dan

(2) Pemberian insentif dari pemerintah daerah kepada pemerintah


daerah lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 huruf b
dapat berupa:

a.

pemberian kompensasi
dari pemerintah daerah
penerima
manfaat
kepada
pemerintah
daerah
pemberi
manfaat atas manfaat
yang
diterima
oleh
daerah
penerima
manfaat;

b.

kompensasi
penyediaan
dan sarana;

c.

kemudahan
perizinan
bagi
kegiatan
pemanfaatan
ruang
yang
diberikan
oleh
pemerintah
daerah
penerima
manfaat
kepada investor yang
berasal
dari
daerah
pemberi
manfaat;
dan/atau

d.

publikasi atau promosi


daerah.

pemberian
prasarana

(3) Insentif dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada


masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 huruf c
dapat berupa:

a.

pemberian
pajak;

b.

pemberian kompensasi;

c.

pengurangan retribusi;

d.

imbalan;

e.

sewa ruang;

f.

urun saham;

g.

penyediaan
prasarana
dan sarana; dan/atau

keringanan

~ 130 ~

h.

kemudahan perizinan.

Pasal 2
(4) Disinsentif dari Pemerintah kepada pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111 huruf a dapat diberikan dalam bentuk:

a.

pensyaratan
khusus
dalam perizinan bagi
kegiatan pemanfaatan
ruang yang diberikan
oleh Pemerintah;

b.

pembatasan penyediaan
prasarana dan sarana di
daerah; dan/atau

c.

pemberian
tertentu
Pemerintah.

status
dari

(5) Disinsentif dari pemerintah daerah kepada pemerintah daerah


lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 huruf b dapat
berupa:

a.

pengajuan
pemberian
kompensasi
dari
pemerintah
daerah
pemberi
manfaat
kepada
daerah
penerima manfaat;

b.

pembatasan penyediaan
prasarana dan sarana;
dan/atau

c.

pensyaratan
khusus
dalam perizinan bagi
kegiatan pemanfaatan
ruang yang diberikan
oleh pemerintah daerah
pemberi
manfaat
kepada investor yang
berasal
dari
daerah
penerima manfaat.

(6) Disinsentif dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada


masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 huruf c
dapat berupa:

a.

pengenaan kompensasi;

~ 131 ~

b.

pensyaratan
khusus
dalam perizinan bagi
kegiatan pemanfaatan
ruang yang diberikan
oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah;

c.

kewajiban
imbalan;

d.

pembatasan penyediaan
prasarana dan sarana;
dan/atau

e.

pensyaratan
khusus
dalam perizinan.

memberi

Pasal 3
(7) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 diberikan untuk
kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang dibatasi
pengembangannya.
(8) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan
tetap menghormati hak orang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 4
Bentuk serta tata cara pemberian insentif dan disinsentif dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 5
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf
d diberikan dalam bentuk sanksi administratif dan/atau sanksi
pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
bidang penataan ruang.
(2) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota beserta rencana rinci tata ruang dan peraturan

~ 132 ~

zonasinya yang didasarkan pada Rencana Tata Ruang Kawasan


Perkotaan Kedung Sepur.

BAB VII
PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN KEDUNG SEPUR
Pasal 6
(3) Dalam rangka mewujudkan rencana tata ruang Kawasan Perkotaan
Kedung Sepur dilakukan pengelolaan Kawasan Perkotaan Kedung
Sepur.
(4) Pengelolaan Kawasan Perkotaan Kedung Sepur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri, Gubernur,
dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
(5) Pengelolaan Kawasan Perkotaan Kedung Sepur oleh Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh
Gubernur melalui dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan.

Pasal 7
(6) Dalam rangka pengelolaan Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117, Gubernur dapat
membentuk suatu badan dan/atau lembaga pengelola, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Badan dan/atau lembaga pengelola sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berbentuk:

a.

badan pengelola yang


merupakan satuan kerja
perangkat
daerah
Provinsi Jawa Tengah;

b.

badan
pengelola
berdasarkan
kesepakatan
dalam
kerja
sama
pembangunan
antardaerah
kabupaten/kota;
dan/atau

c.

badan
lembaga
lain,sesuai
peraturan
undangan.

dan/atau
pengelola
ketentuan
perundang-

~ 133 ~

(8) Pembentukan, tugas, susunan organisasi, dan tata kerja, serta


pembiayaan badan pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur oleh Gubernur.
(9) Pembentukan
badan
dan/atau
lembaga
badan
pengelola
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
setelah mendapat persetujuan dari Menteri.
BAB VIII
PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG
KAWASAN PERKOTAAN KEDUNG SEPUR
Pasal 8
Peran masyarakat dalam penataan ruang Kawasan Perkotaan Kedung
Sepur dilakukan pada tahap:
gh. perencanaan tata ruang;
gi. pemanfaatan ruang; dan
gj. pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 1
Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 119 huruf a berupa:
gk. masukan mengenai:
1.

persiapan penyusunan rencana tata ruang;

2.

penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;

3.

pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah


atau kawasan;

4.

perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau

5.

penetapan rencana tata ruang.

gl. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama


unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.

Pasal 1
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 119 huruf b dapat berupa:
gm. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;

~ 134 ~

gn. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama


unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
go. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
gp. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan
ruang darat, ruang laut,ruang udara, dan ruang di dalam bumi
dengan memperhatikan kearifan lokal, serta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
gq. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan negara,
serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan
hidup dan sumber daya alam; dan
gr. kegiatan investasi dalam pemanfaatan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

ruang

sesuai

dengan

Pasal 1
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf c dapat berupa:
gs. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi;
gt. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
gu. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam
hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; dan
gv. pengajuan keberatanatas keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.

Pasal 1
(10) Peran Masyarakat dalam penataan ruang Kawasan Perkotaan Kedung
Sepur dapat disampaikan secara lisan dan/atau tertulis secara
individu
dan/atau
berkelompok
dan/atau
organisasi
kemasyarakatan lokal lainnya.
(11) Peran Masyarakat dapat disampaikan kepada:

a.

Menteri/pimpinan
lembaga
pemerintah
non kementerian terkait
dengan penataan ruang;

b.

gubernur; dan/atau

~ 135 ~

c.

bupati/walikota.

(12) Peran Masyarakat juga dapat disampaikan kepada atau melalui unit
kerja yang berada pada kementerian/lembaga pemerintah non
kementerian terkait dengan penataan ruang, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

Pasal 2
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 3
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah di
Kawasan Perkotaan Kedung Sepur membangun sistem informasi dan
dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 4
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, maka:
gw. ketentuan dalam peraturan daerah tentang rencana tata ruang
wilayah provinsi, peraturan daerah tentang rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota, dan peraturan daerah tentang rencana rinci
tata ruang beserta peraturan zonasi yang telah ada dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Presiden ini;
dan
gx. peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah provinsi,
peraturan
daerah
tentang
rencana
tata
ruang
wilayah
kabupaten/kota, dan peraturan daerah tentang rencana rinci tata
ruang beserta peraturan zonasi yang bertentangan dengan Peraturan
Presiden ini harus disesuaikan paling lambat dalam waktu 5 (lima)
tahun terhitung sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan.

Pasal 1
(13) Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, maka:

~ 136 ~

a.

izin pemanfaatan ruang


pada
masing-masing
daerah
yang
telah
dikeluarkan, dan telah
sesuai
dengan
ketentuan
Peraturan
Presiden
ini,
tetap
berlaku sesuai dengan
masa berlakunya;

b.

izin pemanfaatan ruang


yang telah dikeluarkan
tetapi
tidak
sesuai
dengan
ketentuan
Peraturan Presiden ini:

1.

untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin terkait


disesuaikan dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang
yang

2.

ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan Peraturan


Presiden ini;

3.

untuk
yang
sudah
dilaksanakan
pembangunannya,
pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa
berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan menerapkan
rekayasa teknis sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana
tata ruang dan peraturan zonasi yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Presiden ini; dan

4.

untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dan tidak


memungkinkan untuk menerapkan rekayasa teknis sesuai
dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang dan
peraturan zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah
berdasarkan Peraturan Presiden ini, atas izin yang telah
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang
timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

c.

pemanfaatan
ruang
yang
izinnya
sudah
habis dan tidak sesuai
dengan
Peraturan
Presiden ini dilakukan
penyesuaian
dengan
fungsi kawasan dalam
rencana tata ruang dan
peraturan zonasi yang
ditetapkan
oleh
pemerintah
daerah
berdasarkan Peraturan
Presiden ini;

~ 137 ~

d.

pemanfaatan ruang di
Kawasan
Perkotaan
Kedung
Sepur
yang
diselenggarakan tanpa
izin ditentukan sebagai
berikut:

1.

yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden ini,


pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan
disesuaikan dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang
dan peraturan zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah
berdasarkan Peraturan Presiden ini; dan

2.

yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden


dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan;

e.

ini,

masyarakat
yang
menguasai
tanahnya
berdasarkan hak adat
dan/atau hak-hak atas
tanah sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang- undangan,
yang karena Rencana
Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur
ini
pemanfaatannya
tidak sesuai lagi, maka
penyelesaiannya diatur
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.

(14) Sepanjang rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana rinci tata
ruang berikut peraturan zonasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Kawasan Perkotaan Kedung Sepur belum disesuaikan dengan
Peraturan Presiden ini, digunakan Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur sebagai acuan pemberian izin
pemanfaatan ruang.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 2
(15) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kedung Sepur
adalah sejak ditetapkannya Peraturan Presiden ini sampai
dengan berakhirnya jangka waktu rencana tata ruang wilayah
nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

~ 138 ~

(16) Peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kedung


Sepur dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(17) Peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kedung
Sepur dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun:

a.

dalam
kondisi
lingkungan
strategis
tertentu yang berkaitan
dengan bencana alam
skala
besar
yang
ditetapkan
dengan
peraturan
perundangundangan;

b.

dalam
kondisi
lingkungan
strategis
tertentu yang berkaitan
dengan batas wilayah
daerah yang termasuk
dalam
Kawasan
Perkotaan Kedung Sepur
yang ditetapkan dengan
peraturan
perundangundangan; atau

c.

apabila
terjadi
perubahan rencana tata
ruang wilayah nasional
yang terkait dengan
Rencana Tata Ruang
Kawasan
Perkotaan
Kedung Sepur.

Pasal 3
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal (bulan)(tahun)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.

~ 139 ~

DR.

H.

YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya


SEKRETARIAT KABINET RI
Deputi Bidang Perekonomian,

Retno Pudji Budi Astuti

SUSILO

BAMBANG

Anda mungkin juga menyukai