Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Suatu organisme atau mahluk hidup memiliki bermacam-macam sistem jaringan atau
organ dalam tubuhnya, dimana sistem tersebut memiliki fungsi dan peranan serta manfaat
tertentu bagi mahluk hidup. Salah satu sistem yang ada pada suatu organisme yakni sistem
pernapasan. Sistem pernapasan ini sendiri memiliki fungsi dan peranan yang sangat struktural
dan terkoordinir.
Asma merupakan penyakit kronik yang sering di jumpai pada anak di Negara maju.
Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan bahwa prevalens asma meningkat pada anak maupun
dewasa. Asma memberikan dampak negative bagi kehidupan pengidapnya, seperti
menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan membatasi kegiatan olahraga serta
aktivitas seluruh keluarga. Karena pentingnya mengenal lebih dekat mengenai asma, penulis
merasa perlu untuk menjabarkan mengenai diagnosa, etiologi, epidemiologi, manifestasi
klinik, komplikasi, pentalaksanaan sampai dengan pecegahannya.1
Tujuan Penulisan
Mengetahui mengenai Penyakit pada Sistem Respiratorius terutama Asma
Hipotesis
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun batuk sejak 3 bulan, terutama malam hari dan
tidak disertai demam, batuk pilek yang dialami anak semakin sering, Pemeriksaan fisik
takipneu (+) dan pada auskultasi paru terdengar mengi (wheezing) ini mengalami Asma.
Skenario
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dibawa ibunya ke poliklinik RS karena sering
batuk sejak 3 bulan yang lalu. Batuk terutama terjadi pada malam hari dan tidak disertai
demam. Anak telah sering dibawa berobat ke puskesmas namun tidak banyak mengalami
perubahan. Seminggu terakhir, batuk-pilek yang dialami anak semakin sering. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan pernafasan takipneu dan pada auskultasi paru terdengar bunyi
mengi (wheezing).
PEMBAHASAN
a. Anamnesis
Anamnesis yaitu pemeriksaan yang pertama kali dilakukan yaitu berupa rekam medik
pasien.2 Dapat dilakukan pada pasiennya sendiri/langsung (auto) dan/atau pada keluarga
terdekat/pengantar (allo). Anamnesis langsung, atau dokter langsung menanyakan pada
pasien yang bersangkutan, atau biasa disebut auto-anamnesis, dan ada juga allo-anamnesis
yaitu bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai misalnya dalam

keadaan gawat darurat, keadaan afasia akibat strok atau bisa juga karena umur pasien
yang belum cukup dewasa, sehingga anamnesis dilakukan pada orang terdekat seperti
keluarga ataupun pengantarnya.2
Rekam medik yang dilakukan meliputi, Identitas: nama, umur, jenis kelamin, pemberi
informasi (misalnya pasien, keluarga, dll), dan keandalan pemberi informasi. Keluhan
Utama: keluhan yang dirasakan pasien tentang permasalahan yang sedang di hadapinya.
Riwayat penyakit sekarang (RPS): menceritakan kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): menanyakan apakah pasien pernah mengalami sakit
sebelumnya/tidak. Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga dan masalah
kesehatan pada anggota keluarga. Riwayat Psychosocial (sosial): stressor (lingkungan
kerja atau sekolah, tempat tinggal), faktor resiko gaya hidup (makan-makanan
sembarangan).2
Dalam kasus diatas maka anamnesis yang dilakukan adalah dengan auto-anamnesis.
Identitas pasien, meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
nama orang tua atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan,
pekerjaan,suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa
pasien yang dihadapi adalah benar pasien yang dimaksud. Selain itu identitas ini juga
perlu untuk data penelitian, asuransi dan sebagainya.2
Keluhan Utama (Presenting Symptom) adalah keluhan yang dirasakan pasien, yang
membawa pasien tersebut pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan
keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien merasakan hal
tersebut.
Riwayat penyakit sekarang, cerita yang kronologis, terinci dan jelas keadaan kesehatan
pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.2
Riwayat penyakit dahulu, untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya
hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Terutama yang
berkaitan dengan kesakitan yang sama.2
Riwayat kesehatan berupa riwayat kehamilan, riwayat kelahiran, riwayat pertumbuhan
( berat badan tinggi badan), riwayat makanan.
Riwayat keluarga dapat ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami
sakit yang sama.2
Riwayat Pribadi dapat meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan.
Pada anak-anak perlu juga dilakukan anamnesis gizi yang seksama, meliputi jenis
2

makanan, kuantitas dan kualitasnya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan
merokok,minum alkohol, termasuk penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba).
Pertan yaan lainnya yang penting pada kasus, Bagaimana keluhannya (sejak kapan,
bagaimana, sudah berapa lama, ada gejala tambahan /konstitusional);; Riwayat keluarga
yang adakah menderita penyakit yang sama; Ada tidak penyakit lain yang menyertai,
ataukah pernah menderita sebelumnya; Ada konsumsi obat sejak timbul penyakit.2
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk dan
mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai sesak nafas dari
ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul bergantung pada derajat
serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien masih
lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah
berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan
sianosis dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.3
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu tahap pemeriksaan awal yang dilakukan oleh dokter
atau petugas medis. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengetahui keadaan fisik pasien
secara umum, guna menegakan diagnosis awal penyakit yang diderita.2
Cara pemeriksaan fisik pada orang yang sudah lanjut usia dan bayi sama seperti pada
orang dewasa pada umumnya yaitu dengan melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Pada inspeksi umum, dilihat apakah ada perubahan secara umum atau tidak
lalu periksa juga keadaan umum pasien. Setelah itu melakukan palpasi dengan melakukan
perabaan dengan telapak tangan dan jari-jari tangan. Langkah selanjutnya adalah perkusi
yaitu dengan mengetuk pada beberapa bagian organ untuk melihat apakah terdapat
perbdeaan suara atau tidak. Yang terakhir adalah pemeriksaan auskultasi yaitu
mendengarkan dengan stetoskop. Selain melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut
diatas, juga dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital untuk mengetahui apakah ada
peningkatan atau penurunan pada tekanan darah pasien.1,2
Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada serangan
ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi baik di sela
iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada serangan
sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi, retraksi,
dan peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. 4
Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk paroksismal,
kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah

supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik bongkok ke
depan, sela iga melebar, diameter anteroposterior toraks bertambah. Pada perkusi
terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak
jantung dan hati mengecil. Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium
lanjut suara napas melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah.
Terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi bronkus
banyak. .4
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Mengi
dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat disertai gejala
sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan obat bantu napas.4
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat menunjang diagnosis asma pada anak antara lain :
1. Uji faal paru
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai :
a. Derajat obstruksi bronkus
b. Menilai hasil provokasi bronkus
c. Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.
Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC, FEV1/FVC.
Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap kunjungan. peak flow meter
adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih
lengkap. Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio
FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu ekspirasi paksa
biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang
berlebihan biasanya terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total
paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut
umumnya akan normal kecuali pada asma yang berat.
2. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masih diragukan. Tujuannya untuk
menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji Provokasi bronkus dapat dilakukan dengan
histamin, metakolin, beban lari, udara dingin, uap air, alergen.
Hiperreaktivitas positif bila PEFR, FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi
dan setelah diberi bronkodilator nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah
rendah dan setelah diberi bronkodilator naik > 15% yang berarti hiperreaktivitas bronkus
positif dan uji provokasi tidak perlu dilakukan.
3.Foto rontgen toraks

Tampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering ditemukan. Hiperinflasi
terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik.
4.Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin
Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang
diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman.
Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis polimormonuklear.
5.Uji kulit alergi dan imunologi
Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau
pengukuran IgE spesifik serum. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status
alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen
yang banyak didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk
diagnosis atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun negative palsu. Sehingga
konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala klinik
harus selalu dilakukan. Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih
tepat, yaitu uji provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi uji kulit alergi
dapat ditekan dengan pemberian antihistamin.
d. Working Diagnosis
Dari gejala yang terlihat pada kasus, diketahui bahwa terdapat seorang anak berusia 6
tahun yang batuk sejak 3 bulan terutama pada malam hari dan tidak disertai demam yang
pada pemeriksaan fisik ditemukan takipneu dan auskultasi paru terdengar mengi diduga
mengalami asma.
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi,
sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari.
Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.3
e. Different Diagnosis
Bronkiolitis
Bronkiolitis akut adalah suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi
atau anak berumur kurang dari 2 tahun, paling sering pada usia 6 bulan. Bronkiolitis akut
sebagian besar disebabkan oleh respiratory syncytial virus (50%). Penyebab lainnya ialah
para influenza virus, mycoplasma pneumonial, adenovirus. Penyebab yang paling banyak

adalah Respiratory Sensitial Virus (RSV), kira-kira 45-80 % dari total kasus bronkiolitis
akut. Parainfluenza Virus (PIV) 3 menyebabkan sekitar 25-50% kasus, sedangkan PIV
tipe 1 dan 2, adenovirus tipe 1,2 dan 5, Rinovirus, virus influenza, enterovirus, herpes
simplex virus, dan Mycoplasma pneumonia masing-masing menyebabkan sedikit kasus (<
25%).
Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas disertai dengan
batuk pilek untuk beberapa hari biasanya tanpa disertai kenaikan suhu atau hanya
subfebris. Anak mulai mengalami sesak nafas, makin lama makin hebat. Pernafasan
dangkal atau cepat disertai dengan serangan batuk. Terlihat juga pernafasan cuping hidung
disertai retraksi interkostal dan suprasternal, anak menjadi gelisah dan cyanosis. Pada
pemeriksaan terdapat suara perlusi hipersonor, ekspirasi memanjang disertai dengan
mengi (wheezing). Ronchi nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akhir ekspirium
atau pada permulaan ekspirium. Pada keadaan yang berat sekali, suara pernafasan hampir
tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hampir total. Selain itu bronkiolus dapat
menyebabkan cyanosis dan tidak dapat makan.
Bronchitis
Bronkitis adalah peradangan pada bronkus disebabkan oleh infeksi saluran nafas yang
ditandai dengan batuk (berdahak maupun tidak berdahak) yang berlangsung hingga 3
minggu.
Sebagian besar bronkitis

disebabkan oleh infeksi virus dan dapat sembuh dengan

sendirinya, sehingga tidak memerlukan antibiotik. Meski ringan, namun adakalanya sangat
mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.
Gejala utama bronkitis akut adalah batuk-batuk yang dapat berlangsung 2-3 minggu. Batuk
bisa atau tanpa disertai dahak. Dahak dapat berwarna jernih, putih, kuning kehijauan, atau
hijau. Selain batuk, bronkitis akut dapat disertai gejala berikut ini :
1. Demam,
2. Sesak napas,
3. Bunyi napas mengi atau ngik
4. Rasa tidak nyaman di dada atau sakit dada

Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya batuk tidak
berdahak, tetapi 1 2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau
kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau.
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam
tinggi selama 3 5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu. Sesak nafas
terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering ditemukan bunyi nafas mengi, terutama setelah
batuk.
f. Etiologi
Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi bronkus, faktor
yang memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor lingkungan meliputi:
alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur), alergen di luar
ruangan (alternaria, tepung sari), makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna
makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur), obat-obatan tertentu (misalnya golongan
aspirin, NSAID, beta-blocker dll), bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household
spray dll), ekspresi emosi berlebih, asap rokok dari perokok aktif dan pasif, polusi udara
di luar dan di dalam ruangan, exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya
ketika melakukan aktivitas tertentu, dan perubahan cuaca.3,4
g. Epidemiologi
Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4
5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial
terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh kasus
timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan = 2 : 1 yang kemudian
menjadi sama pada usia 30 tahun. 1,2
Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu
tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi
di Indonesia.
Kira-kira 220% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada
penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak di Indonesia, namun
diperkirakan berkisar antara 510%.
h. Patofisiologi
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh
serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif.
Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag,

neutrofil, dan sel epitel. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor,
antara lain, alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang
terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe
lambat.5
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen
Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Degranulasi sel mast mengeluarkan
histamin dan berbagai mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi fase lambat pada asma timbul sekitar 6-9
jam setelah fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T,
basofil, netrofil, dan makrofag.5
Pada remodeling saluran pernapasan, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan
deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses
dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Berbagai sel terlibat dalam
proses remodeling seperti sel-sel inflamasi, matriks ekstraseluler, membran retikular basal,
fibrogenic growth factor, pembuluh darah, otot polos dan kelenjar mukus. Perubahan
struktur yang terjadi pada proses remodeling yaitu: hipertrofi dan hiperplasia otot polos
saluran napas, hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran reticular
basal, pembuluh darah meningkat, peningkatan fungsi matriks ekstraselular, perubahan
struktur parenkim, dan peningkatan fibrogenic growth factor. Dengan adanya airway
remodeling, terjadi peningkatan tanda dan gejala asma seperti hipereaktivitas jalan napas,
distensibilitas dan obstruksi jalan napas.5
Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh banyak
faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang dipicu oleh mediator
agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi. Akibatnya terjadi hiperplasia kronik dari otot
polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Selain itu, dapat
pula terjadi hipersekresi mukus dan pengendapan protein plasma yang keluar dari
mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.6
Hiperaktivitas saluran respiratori
Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian
histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8g% didapatkan penurunan Forced
Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat
dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease
(COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin,

ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas
(tidak seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung
serabut dan sel lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.6
Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan ini
disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot
polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma
berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan,
terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel
otot polos dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.6
Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran nafas
pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma
kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu
ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang
persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan
bronkodilator.6

Klasifikasi
Derajat asma dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :
1. Asma episodik jarang ( Asma ringan)
Golongan ini merupakan 7075% dari populasi asma anak. Biasanya terdapat pada
anak umur 36 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran napas atas.
Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama hanya
beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala-gejala yang timbul lebih
menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung sekitar 34 hari dan batuknya dapat
berlangsung 1014 hari. Waktu remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan.
Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak
biasanya baik. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan lain.
2. Asma episodik sering (Asma sedang)

Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga golongan ini
serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan
dengan infeksi saluran pernapasan atas. Pada umur 56 tahun dapat terjadi serangan tanpa
infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya dengan perubahan udara, adanya
alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun dan tiap kali
serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan paling banyak pada
umur 813 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan
asma kronik atau persisten. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada malam hari dengan
batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur.
3. Asma kronik atau persisten (Asma Berat)
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum umur 3
tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan pada 50% sisanya
serangan episodik. Pada umur 56 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas
yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari. Dari waktu ke waktu terjadi
serangan yang berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Obstruksi jalan napas
mencapai puncaknya pada umur 814 tahun. Pada golongan ini dapat terjadi gangguan
pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisiknya sangat berkurang, sering
tidak dapat melakukan kegiatan olahraga dan kegiatan biasa lainnya. Sebagian kecil ada juga
yang mengalami gangguan psikososial.

i. Manifestasi Klinik
Gejala asma terdiri dari trias dispnea, batuk dan mengi. Pada bentuk yang paling khas,
asma merupakan penyakit episodik dan keseluruhan tiga gejala tersebut dapat timbul
bersama-sama. Berhentinya episode asma kerapkali ditandai dengan batuk yang menghasilkan
lendir atu mukus yang lengket seperti benang yang liat.
Parameter klinis,
fungsi paru,
laboratorium

Ringan

Sedang

Berat

Sesak timbul
pada saat
Bicara

Berjalan

Berbicara

istirahat

Kalimat

Penggal kalimat

Kata-kata

Posisi

Bisa berbaring

Lebih suka duduk

Kesadaran

Mungkin iritable

Biasanya iritable

Duduk
bertopang lengan
Biasanya iritable

kebingungan

Sianosis

Tidak ada

Tidak ada

Ada

nyata

10

Ancaman henti
nafas

Mengi

Sesak nafas
Otot bantu nafas
Retraksi

Laju nafas
Laju nadi
PEFR atau FEV1
pra bronkodilator
pascabronkodilator
SaO2
PaO2
PaCO2

Sedang,
sering hanya pada
akhir ekspirasi
Minimal
Biasanya tidak

Nyaring,
sepanjang ekspirasi+
inspirasi
Sedang
Biasanya iya

Sangat nyaring,
terdengar tanpa
stetoskop
Berat
Iya

Sulit/tidak
terdengar

Dangkal,
retraksi intercostal

Sedang,
ditambah retraksi
suprasternal

Dalam,
ditambah nafas
cuping hidung

Gerakan paradok
torako-abdominal

Meningkat
Normal

Meningkat
Takikardi

Meningkat
Takikardi

Menurun
Bradikardi

>60%
>80%

40 60%
60 80%

<40%
<60%, respon <2jam

>95%
Normal
<45 mmHg

91 - 95%
>60 mmHg
<45 mmHg

<90%
<60 mmHg
>45 mmHg

j. Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi
emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke
depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran
jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Bila sekret banyak dan
kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus
segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi
bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus
menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut
status asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal
pernapasan, gagal jantung, bahkan kematian.
k. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempetahankan kualitas
hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma
adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang
menimbulkan hiperresponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga
penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan,
mempunyai manfaat, aman dan terjangkau.
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat
pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala

11

asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala
maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat
pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan
untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan
demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi
gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan pelan yaitu 25 % setip penurunan
setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8 minggu.7
Obat obat Pereda (Reliever)
1. Bronkodilator
a. Short-acting 2 agonist
Dengan pemberian short acting 2 agonist, diharapkan terjadi relaksasi otot polos jalan
napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosilier,
penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast. Obat yang
sering dipakai adalah salbutamol, fenoterol, terbutalin.7
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai
dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi)
memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 4 semprotan tiap 3 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 10 semprotan tiap 1 2 jam.
Serangan berat: MDI 10 semprotan.
Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan ini obat
inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih
sering terjadi.7
b. Methyl xanthine
Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi karena efek
sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan
asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan antikolinergik. Methilxanthine cepat diabsorbsi
setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral. Umumnya adanya makanan dalam lambung
akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya
absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air
susu ibu. Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang
lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1) terapi inisial inhalasi 2
agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama; (2) serangan asma tetap

12

terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler; (3)
serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya. Kortikosteroid sistemik
memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum
dicapai dalan waktu 12 24 jam.
Obat obat Pengontrol
Obat obat asma pengontrol pada anak anak termasuk inhalasi dan sistemik yaitu:
glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, teofilin, kromolin, dan
long acting oral 2-agonist.8
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan
direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi
glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari
eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru
dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan. Efek
samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan
pada gigi dan mulut.8
2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)
LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane. Selain
itu LTRA mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor dan
dapat mencegah early asma reaction dan late asthma reaction. LTRA dapat diberikan per
oral, penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati.
3. Long acting 2 Agonist (LABA)
Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Kombinasi ICS dan
LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol
(Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan
Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan
kepatuhan memakai obat.8
4. Teofilin lepas lambat
Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan
untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid.
Terapi suportif
Bentuk terapi suportif yang dapat diberikan antara lain terapi oksigen dan terapi
cairan. Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui nasal kanul ataupun
masker. 7

13

Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan
cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin. Jumlah cairan
yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan maintenance.7
l. Pencegahan
Untuk pencegahan serangan asma pada anak dapat dilakukan hal-hal berikut :
1. Menghindari faktor pencetus asma, seperti : kelelahan bermain, asap rokok, debu,
makan coklat, makan es krim.
2. Mengajaknya berolah raga secara teratur seperti berenang bila sudah memungkinkan.
3. Menurunkan berat badannya bila mempunyai berat badan berlebihan
4. Mencegah terjangkitnya penyakit saluran pernafasan, seperti : flu, pilek, batuk.
m. Prognosis
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Angka kematian cenderung meningkat di
pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas. Informasi mengenai perjalanan klinis
asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 5080% pasien, khususnya
pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang
masih menderita asma 710 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 2678%
dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang
berat relatif berat (6 19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 7080% asma anak bila
diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.
PENUTUP
Kesimpulan

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan
mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat bolos kerja
atau sekolah dan dapat menimbulkan kecacatan sehingga menambah penurunan

produktivitas serta menurunkan kualitas hidup.


Serangan asma dapat berupa serangan sesak napas ekspiratoir yang paroksismal, berulangulang dengan mengi (wheezing) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi atau spasme

otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan.
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan

14

dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid II. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing; 2009. h.25-30.
2. Abdurrahman N, et al. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Cetakan ke-3. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h. 45
3. OByrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global Initiative
For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ; 2006.
4. Pusponegoro HD, Hadinegoto SRS, Firmanda D, Pujiadi AH,Kosem MS, Rusmil K, dkk,
penyunting. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI;
2005.
5. Nelson Textbook of Pediatrics : Childhood Asthma. Elsevier Science (USA);2003.
6. S Makmuri M. Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,
penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ;
2008. h.98-104.
7. Supriyatno B, S Makmuri M. Serangan Asma Akut. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,
Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI ; 2008. h.120-32.
8. Rahajoe N. Tatalaksana Jangka Panjang Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,
Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI ; 2008. h.134-46.

15

Anda mungkin juga menyukai