Anda di halaman 1dari 3

Vie Hadmi Maharani_16811152_Tutorial A

SKENARIO 1. PENYUSUNAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN


LEARNING OUTCOMES :
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Urgensi dari Promosi Kesehatan
2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Determinasi Kesehatan
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Tahapan dari Promosi Kesehatan
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Teori Perubahan Perilaku
5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Jenis-Jenis Data dalam Promosi Kesehatan
Sebagaimana tercantum dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang
Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di daerah, promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan konsisi sosial
budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Tujuan dilakukannya promosi
kesehatan adalah meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran akan kesehatan, meningkatkan pengetahuan tentang
kesehatan, pemberdayaan pribadi/ diri sendiri, meningkatkan kewaspadaan diri, harga diri dan pengambilan
keputusan, mengubah sikap dan perilaku, mempengaruhi perubahan sosietal/environment(1). Dasar hokum promosi
kesehatan yaitu UU No 36 tahun 2009 pasal 46 dan 47 tentang Kesehatan yang berbunyi tenaga kesehatan berperan
aktif dalam meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya dengan cara promotif, preventif, kuratif atau
rehabilitative(2). Apoteker merupakan bagian dari tenaga kesehatan, sesuai dengan Standar Kompetensi Apoteker
Indonesia (SKAI) dari IAI tahun 2011, Apoteker harus dapat berkontribusi dalam upaya preventif dan promotif
kesehatan masyarakat(3). Oleh karena itu, Apoteker dilirik sebagai Agent of Change (CoA) melalui aksi promosi
kesehatan.
Determinan kesehatan merupakan factor yang menjadi penentu kesehatan, terdiri dari pendapatan dan status
social, pendidikan, budaya, genetic, perilaku dan keterampilan, pelayanan kesehatan dan gender. Teori tahapan
perubahan perilaku terdiri dari : 1) Prekontemplasi, yaitu belum atau ingin berubah/sadar. Pendekatan intervensinya
Informasi terkini, komunikasi persuasif, pengalaman; 2) Kontemplasi, yaitu sudah sadar/ingin/berpikir tapi belum
beraksi. Pendekatan intervensinya Informasi, komunikasi persuasif, pengalaman; 3) Persiapan yaitu langkah awal
untuk bertindak. Pendekatan intervensinya Cara untuk melakukan perubahan, pengembangan keterampilan,
perubahan sikap; 4) Tindakan, Pendekatan intervensinya Keterampilan untuk mempertahankan perilaku yang sudah
diubah, penguatan, dukungan, manajemen diri, perubahan sikap; 5) Pemeliharaan, Pendekatan intervensinya
Keterampilan pencegahan kekambuhan, manajemen diri, dukungan social dan lingkungan (4).
Langkah-langkah promosi kesehatan di masyarakat terdiri dari 5 tahap, yaitu tahap ke-1 merupakan Pengenalan
kondisi wilayah atau analisis komunitas. Tahap ini dilakukan fasilitator atau petugas dengan mengkaji data profil
Desa atau Kelurahan dan hasil analisis situasi perkembangan Desa/Kelurahan. Data yang perlu dikaji meliputi data
demografi dan geografi, data kesehatan terdiri dari jumlah fasilitas kesehatan, jumlah ibu hamil, orang sakit, orang
mati, dll(1). Tahap ke-2 yaitu melakukan Need Assessment, merupakan metode sistematis untuk meninjau ulang
masalah kesehatan masyarakat untuk memperbaiki kesehatan dan kualitas hidup serta mengurangi ketidaksamaan
kesehatan. Adapun tipe need assessment meliputi : a) Discrepancy model/ kesenjangan (berdasar pada pendapat
ahli); b) Marketing model (berdasar pada trend yang sedang terjadi); c) Decision making model (berdasar pada
keputusan yang diambil oleh orang yang berperan di daerah tersebut); d) Participatory action model (melibatkan
partisipan dalam menentukan kebutuhan)(5). Target Need Assesment yaitu sasaran primer (yang mempunyai masalah,
yang diharapkan mau berperilaku sesuai harapan dan memperoleh manfaat paling besar dari perubahan perilaku
tersebut), sasaran sekunder (para pemuka masyarakat pemuka informal (pemuka adat, pemuka agama), pemuka
formal (petugas kesehatan, pejabat pemerintahan), organisasi kemasyarakatan, media massa yang diharapkan dapat
turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS melaui penyebaran informasi atau memberikan contoh), sasaran tersier
(para pembuat kebijakan publik) melalui peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang lain (1).
Sedangkan need merupakan situasi, keadaan, kondisi dalam masyarakat yang menunjukkan ada atau tidak adanya
kekurangan, keterbatasan atau tercegah dari fungsi normatif. Tipe need yaitu normative need (opini ahli tentang
kebutuhan), expressed need (kebutuhan berdasarkan observasi), comparative need (perbandingan pelayanan pada
populasi tertentu dengan populasi lainnya), felt need (apa yang dikatakan dan diinginkan oleh masyarakat)(5). Data
berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi 2 yaitu data primer (data diperoleh dari sumber utama, seperti observasi,

wawancara, quisioner) dan data sekunder (data diperoleh dari dokumen yang sudah ada, seperti data demografi,
prevalensi penyakit di daerah tertentu, populasi warga, dll).
Tahap ke-3 yaitu Pengembangan perencanaan program dapat dilakukan dengan metode yang terdiri dari 6
tahap yaitu tahap 1 (mengidentifikasi kebutuhan dan prioritas), tahap 2 (menentukan tujuan dan target), tahap 3:
(mengidentifikasi metode yang tepat dalam pencapaian tujuan), tahap 4 (mengidentifikasi sumber yang terkait), tahap
5 (menyusun metode rencana evaluasi), tahap 6 (menyusun rencana pelaksanaan) dan tahap 7 (pelaksanaan/
implementasi dari perencanaan)(12). Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti FGD,
maupun wawancara dan observasi. Sumber data dapat diperoleh dari dokumen, langsung dari masyarakat, petugas
lapangan, serta tokoh masyarakat baik formal maupun informal(6). Tahap ke-4 yaitu Implementasi intervensi dan
aktivitas program yang didasarkan pada teori kesehatan, mengeliminasi kesenjangan, dan berakar pada need
assessment. Strategi promosi kesehatan dapat dilakukan dengan cara : a) Pemberdayaan, proses pemberian
informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar
(aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang
diperkenalkan (aspek practice). Pemberdayaan dapat dilakukan kepada individu, keluarga atau kelompok/masyarakat;
b) Bina suasana, upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau
melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan
sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, organisasi siswa/mahasiswa, serikat pekerja/karyawan, orang-orang
yang menjadi panutan/idola, kelompok arisan, majelis agama dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui
atau mendukung perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam
upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana. Bina suasana dapat
dilakukan oleh individu, kelompok atau masyarakat public; c) Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan
terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang
terkait ini berupa tokoh-tokoh masyarakat (formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai narasumber (opinion
leader), atau penentu kebijakan (norma) atau penyandang dana. Juga berupa kelompok-kelompok dalam masyarakat
dan media massa yang dapat berperan dalam menciptakan suasana kondusif, opini publik dan dorongan (pressure)
bagi terciptanya PHBS masyarakat; d) Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina
suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu
digalang antar individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas
sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa dan lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip
dasar, yaitu kesetaraan (tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis), keterbukaan (adanya kejujuran dari
masing-masing pihak.) dan saling menguntungkan (menguntungkan antara kedua belah pihak baik langsung maupun
tidak langsung)(1). Metode promosi kesehatan dapat berupa audiovisual (audio berupa CD rekaman, kaset; visual
berupa buku teks, poster, pamphlet, leaflet; audiovisual berupa film, DVD, VCD), perubahan perilaku (modifikasi
perilaku berdasar teori belajar), pengembangan komunitas, televise pendidikan, konseling dan edukasi pasien, diskusi
dan ceramah, media massa, FGB, simulasi dan permainan, pengembangan keterampilan dan kegiatan social. Media
promosi kesehatan dapat berupa media non projektif, seperti handout, buku panduan, leaflet, brosur, papan tulis,
lembar balik atau media projektif, seperti slide, LCD atau media lainnya, seperti kesenian tradisional, dll. Sasaran
promosi kesehatan dapat berupa sasaran primer, sekunder atau tersier (sama dengan target need assessment).
Tahap ke-5 yaitu melakukan evaluasi kegiatan yang merupakan proses mengumpulkan informasi tentang
program promosi kesehatan secara sistematis, menganalisisnya, dan menginterpretasikannya untuk menjawab
pertanyaan, menilai dan membuat keputusan tentang program tersebut (7). Tujuan dilakukannya evaluasi dalam sebuah
program promosi kesehatan adalah mengetahui apakah program yang telah dilakukan berjalan sesuai rencana,
apakah semua masukan yang diperkirakan sesuai dengan kebutuhan dana, serta apakah kegiatan yang dilakukan
memberikan hasil dan dampak seperti yang diharapkan.Tahapan evaluasi yaitu penetapan tujuan evaluasi, penetapan
waktu melakukan evaluasi, penetapan instrumen yang digunakan untuk evaluasi, menetapkan cara menarik
kesimpulan dari hasil yang dicapai, penetapan ruang lingkup yang akan dinilai, penetapan ukuran yang dicapai dalam
menetapkan hasil program dan memberikan feedback (berupa saran tindak lanjut) terkait hasil evaluasi(7). Metode
evaluasi antara lain: a) Evaluasi formatif, suatu bentuk evaluasi yang yang dilaksanakan pada tahap pengembangan
program dan sebelum program dimulai. Evaluasi formatif ini menghasilkan informasi yang akan dipergunakan untuk
mengembangkan program, agar program bisa lebih sesuai dengan situasi dan kondisi sasaran; b) Evaluasi proses,
suatu proses yang memberikan gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan
memastikan ada dan terjangkaunya elemen-elemen fisik dan struktural daripada program; c) Evaluasi sumatif, suatu

evaluasi yang memberikan pernyataan efektifitas suatu program selama kurun waktu tertentu dan evaluasi ini menilai
sesudah program tersebut berjalan; d) Evaluasi dampak, suatu evaluasi yang menilai keseluruhan efektifitas program
dalam menghasilkan target; e) Evaluasi hasil, suatu evaluasi yang menilai perubahan-perubahan atau perbaikan
dalam hal morbiditas, mortalitas atau indikator status kesehatan lainnya untuk sekelompok penduduk tertentu atau
sasaran. Pelaksana evaluasi kesehatan adalah Kepala Desa atau Lurah dan perangkat desa atau kelurahan dengan
dukungan dari berbagai pihak, utamanya pemerintah daerah dan pemerintah pusat, supervisor dari Puskesmas
kecamatan setempat(8). Monitoring merupakan kegiatan untuk mengontrol setiap langkah-langkah promosi kesehatan
dari tahap analisis komunitas hingga evaluasi untuk menjamin kegiatan sesuai dengan yang direncanakan. Monitoring
kegiatan dapat dilakukan menggunakan checklist yang diisi oleh setiap petugas promosi kesehatan atau bagian yang
memonitoring.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2011, Promosi
2.

3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan: panduan bagi petugas kesehatan


di Puskesmas, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2009, UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Keputusan Presiden Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2011, Standar Kompetensi Apoteker Indonesia (SKAI), Ikatan Apoteker Indonesia, Jakarta.
Robert, T., Croyle, 2005. Theory at a Glance : a Guide for Health Promotion Practice. Second Edition.
National Cancer Institute, USA.
Dignan B, Mark and Carr A, Patricia, 1992, Program Planning for Health Educational and Promotion
2nd edition. USA : by Lea & Febiger.
Supranto, J., 2000, Statistik: Teori dan Aplikasi, Edisi 6, Erlangga, Jakarta.
Depkes RI, 2008, Modul Pelatihan Bagi Tenaga Promosi Kesehatan Di Puskesmas, Pelatihan Bagi Tenaga
Promosi Kesehatan di Puskesmas, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Hawe, P., Degeling, D., and Hall, J., 1999, Evaluating Health Promotion, McLennan and Petty, Sydney.

Anda mungkin juga menyukai