Anda di halaman 1dari 9

BAHAN DEMO KONTRA MENGENAI WAJIB MILITER

Agung Kurniawan

Menurut anggota Komisi I, Hayono Isman, Undang-Undang yang


mewajibkan warga negara untuk ikut wajib militer memang diperlukan.
Menurutnya, setiap warga negara wajib siaga jika suatu saat terjadi
perang."Kalau terjadi perang masa kita diam? Berlaku untuk siapa saja.
Contoh Singapura, sopir taksi tahu harus berbuat apa saat perang. Itu
negara kebangsaan yang baik. Komcad atur itu," kata Hayono.
Bahkan Orang Nomor 1 di jakarta juga buka suara atas dukungannya.
Seperti dikutip dari Kompas.com, Minggu (2/6/2013), Gubernur DKI Jakarta
Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi mengaku setuju jika PNS dan
warga sipil ikut wajib militer. Menurut Jokowi, hal itu bisa bermanfaat
untuk meningkatkan pertahanan negara."Setuju, dalam rangka
pertahanan negara, bagus itu," kata Jokowi dalam acara pembukaan HUT
ke-486 DKI Jakarta di Jakarta Timur.
"Saya setuju dengan RUU Komcad dalam rangka pertahanan negara,
bagus itu"
Joko Widodo-Gubernur DKI
Ada Juga Yang Menolak
Ada yang mendukung tentu saja ada yang menolak. Penolakan wajib
militer ini di dasari banyak alasan oleh sebagian pihak.
Alasan pertama, karena adanya diskriminasi yang dipandang sebagian
pihak pada RUU ini. RUU ini hanya berlaku untuk PNS dan Buruh serta
warga negara Indonesia usia 18. Lantas kenapa para pejabat, artis dan
pemerintah lainnya tidak dikenakan aturan ini?
Apalagi hukuman jika menolak wajib militer, sanksi bagi masyarakat yang
menolak direkrut, dan mereka yang berupaya mencari-cari alasan agar
tidak memenuhi syarat menjadi anggota komponen cadangan militer
adalah dipenjara. Lantas dimana hak asasi manusia itu? Kenapa harus
dipaksa? Bukannya tanpa wajib militer pun jika negara ini diserang semua
manusia sudah dibekali kemampuan untuk bertahan hidup jika keadaan
genting.

Lain lagi penolakan yang disampaikan Wakil Ketua Dewan Perwakilan


Daerah (DPD) La Ode Ida. Menurut La Ode, Jumat 31 Mei 2013, RUU
Komponen Cadangan tidak relevan dengan kondisi saat ini."Wajib militer
itu diperlukan bagi negara yang memiliki ancaman yang besar. Indonesia
tidak memiliki ancaman berarti. Kita tidak sedang berperang," tuturnya.

Ketua Komisi IX, Ribka Tjiptaning, Jumat 31 Mei 2013, dengan tegas
menolak RUU ini. Kata Ribka, RUU Komponen Cadangan adalah upaya
militerisasi masyarakat."Itu ide konyol. Saya menolak. Ini upaya
militerisasi di semua lini. Kita punya pengalaman itu pada masa lalu," kata
Ribka politisi PDIP. Jelas, kita harus belajar dari sejarah yang pernah kita
lalui saat Bung Karno menjabat sebagai presiden ketika itu petani
dipersenjatai dan akhirnya memberontak menjadi PKI yang pernah
menggemparkan dunia.
Alasan Kedua ini tentang anggaran negara. Rencana DPR untuk
menggodok wajib militer dinilai hanya akal - akalan. Rancangan itu hanya
bersifat menguras anggaran negara yang sudah terseok-seok. DPR
mempunyai misi politis di balik agenda wajib militer buat masyarakat sipil.
Apa ada rencana propaganda terselubung di balik semua ini?
Gandi mengatakan, Rancangan Undang - undang (RUU) yang digodok oleh
DPR, sulit diterima dengan logika. Upaya wajib militerian yang digodok
DPR ini hampir sama dengan pembahasan masalah santet bisa dijerat
pidana. Ini bisa berdampak buruk buat bangsa.Masyarakat sudah pintar
dalam menganalisa kinerja DPR, termasuk memahami agenda
terselubung di balik rancangan yang sedang digodok itu. Kepentingan
pemilu diduga lebih mendominasi dalam memuluskan RUU wajib militer
tersebut," katanya.
Menurutnya, wajib militer buat masyarakat sipil itu, tidak boleh
dipaksakan. Apalagi, saat ini kondisi pertahanan dalam negara, masih
dapat dikendalikan oleh TNI. Baik itu pertahanan di darat, laut maupun
udara, masih sangat kuat."Bangsa ini tidak pernah terlibat permusuhan
dengan bangsa lain. Bahkan, bangsa ini disenangi negara lain, yang
kemudian mengajak kerjasama dalam berbagai hubungan bilateral,
ekonomis maupun bidang lainnya. Lucu jika DPR memaksakan
kehendaknya memuluskan proyek wajib militer," sebutnya.
Dan alasan terakhir adalah adanya ikut-ikutan trend saja tentang wajib
militer. Ini cuma pendapat saja, kebanyakan para fans K-Pop berasal dari
Indonesia, bukan tidak mungkin yang di DPR sana mau mencontoh yang

sedang tren saat ini. Padahal ya wajar mereka wajib militer karena
memang kondisi negara mereka yang lagi bersitegang dengan
saudaranya sesama Korea. hasil pantauan saya di facebook, kebanyakan
mereka tidak setuju dengan Wajib Militer ini dengan alasan alasan diatas.
terlepas dari pro dan Kontra,saya dapat simpulkan kita harus matangmatang memberikan pendapat dan opini tentang Wajib militer ini. Wajib
Militer ini ada manfaatnya bagi pertahanan negara kita, tapi jika gegabah
dalam prosedur dan agendanya, bisa jadi bumerang dan terulangnya
masa kelam Indonesia disaat pra-kemerdekaan itu. Bukan tidak mungkin
gara-gara WaMil ini, para teroris lebih nyaman berlatih dan
mengembangkan bakat militer mereka karena dalih Wajib Militer tadi.
Nah, bagaimana dengan para pembaca? Apakah mendukung atau tidak
adanya agenda WAMIL ini? Berikan opini anda dengan Bijak.
Terima Kasih.

NEGATIF

Banyak dana tambahan untuk memulai wajib militer, karena kan


perlu beli senjata ato perlengkapan perang lainnya, Gak kebayang
banyaknya tuh sebanyak para pemuda se-Indonesia.. waw

Nah, bisa jadi sarana korupsi baru tuh.. Alqura'n aja bisa di korupsi
apalagi senjata.

Kalo persiapan nya gagal, ya hasil dari wajib militer juga bakalan
gagal. Setidaknya pemerintah bakalan sibuk mempersiapkan
semuanya..

Kontra Terhadap wajib Militer di Indonesia


Setelah dua contoh menyatakan Pro kita pindah ke pernyataan Kontra,
penyataan
a. Kontra atau Negatif yang pertama dating dari web :
http://hankam.kompasiana.com/2013/06/05/positif-negatifnyapemberlakuan-wajib-militer-di-indonesia-562372.html, yang menyatakan
bahwa
1. Secara psikologis dan sosiologis bangsa Indonesia adalah
bangsa yang suka berperang, mencintai kekerasan dibalik
keramahannya. Ini dibuktikan dengan pasti adanya tari perang di setiap
suku di Indonesia dan beragamnya senjata-senjata tradisional di hampir
semua kebudayaan lokal di Indonesia. Juga masih banyak ditemukannya
peristiwa-peristiwa bentrokan di berbagai daerah dengan berbagai latar
belakangnya. Bahkan siswa yang katanya sudah maha saja lebih senang
baku hantam daripada diskusi keilmuan. Dengan kondisi seperti ini
rasanya tidak mustahil bila nantinya latihan militer yang didapat justru
digunakan sebagai ajang unjuk kekuatan. Merasa hebat karena pernah
dididik militer lalu segala sesuatu diselesaikan dengan kekuatan fisik.
2. Pembengkakan anggaran untuk sektor pertahanan dan
keamanan. Pendidikan dan latihan militer selama beberapa bulan saja
menghabiskan biaya yang besar, apalagi jika dilaksanakan sepanjang 24
bulan seperti di Korea Selatan, pasti akan terjadi pembengkakan
anggaran. Belum lagi celah korupsi yang dapat dimanfaatkan dalam
pelaksanaannya. Mark up pengadaan seragam, suap dari anak-anak
manja yang tidak mau ikut wajib militer, dan celah-celah lain.
3. Kekhawatiran akan adanya angkatan kesekian setelah TNI AD,
AL, dan AU. Dulu sekitar tahun 60-an pernah muncul wacana dari PKI

tentang pembentukan Angkatan Kelima (setelah AD, AL, AU, dan Polisi),
yaitu mempersenjatai buruh dan petani. Wacana ini ditentang keras oleh
pihak militer. Nah, dengan banyaknya partai politik, organisasi
masyarakat, LSM, organisasi keagamaan, dan organisasi-organisasi lain di
Indonesia sekarang ini, dikhawatirkan anggota organisasi yang telah
mengecap wajib militer akan menggunakan kepandaiannya untuk
membentuk sayap militer bagi masing-masing organisasinya. Bisa
dibayangkan bila separuh saja organisasi di Indonesia memiliki sayap
militer, tidak mustahil mereka akan menggunakannya untuk mendukung
tindakan atau kebjakan organisasi. Yang ada Indonesia akan makin
terpecah belah. Dan bila salah satu partai politik saja memiliki sayap
militer macam Waffen SS dalam tubuh Nazi, maka ini juga akan sangat
berbahaya.
b. Pendapat Kontra yang ke dua adalah :
http://garudamiliter.blogspot.com/2013/06/pro-dan-kontra-wajibmiliter.html mengatakah bahwa: PNS & buruh wajib militer adalah ide
konyol
Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning menolak Pasal 8 Ayat 3 dalam draf
Rancangan Undang-undang (RUU) Komponen Cadangan (Komcad), yang
mewajibkan pegawai negeri sipil (PNS) dan buruh untuk ikut serta dalam
program wajib militer.
"Sedangkan dahulu Menwa (Resimen Mahasiswa) saja aku menolak, itu
kan militerisasi sipil, terus jadi intervensi militer juga di dalam
perusahaan, sedangkan dahulu saja rektor tentara dari tentara militer
dalam kampus kita tolak," kata Ribka di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta
Selatan, Jumat (31/5/2013).
Ribka pun menilai draf RUU itu hanya pengalihan isu, karena kata dia,
buruh hanya membutuhkan kesejahteraan ketimbang untuk ikut wajib
militer. "Buruh mah sudah saja kesejahteraan, itu sih pengalihan isu saja,
buruh bukan itu dan tidak boleh dipaksakan. Nanti, membuat konflik dan
pengalihan isu lah, ide konyol,"terangnya
Sebelumnya, anggota Komisi IX DPR RI, Poempida Hidayatullah tak
mempersoalkan jika PNS dan buruh diikutsertakan dalam wajib militer,
sebagaimana tercantum di Pasal 8 ayat 3 draf RUU Komcad
"Tapi satu hal harus diingat, kalau itu jadi satu kewajiban, ini jadi
disalahgunakan oleh penguasa, intinya kan pertama dalam konteks
memilih sesuatu, kan memilih sesuatu, kebebasan memilih sesuatu, kalau

mau berkarier dalam militer boleh saja tapi jadi ditawarkan saja. Atau
jadikan stimulus untuk karier, tetapi berdasarkan pilihan bukan
kewajiban," kata Poempida saat dihubungi wartawan.
Sekedar informasi, dalam draf RUU Komcad khususnya Pasal 8 ayat 3
disebutkan, PNS, pekerja, atau buruh yang telah memenuhi persyaratan,
wajib menjadi anggota komponen cadangan.(maf)
PNS & buruh belum saatnya wajib militer
Wakil Ketua DPD La Ode Ida menilai belum saatnya pegawai negeri sipil
(PNS) dan buruh ikut serta dalam kegiatan wajib militer sebagaimana
tercantum dalam draf RUU Komponen Cadangan (Komcad).
Kata dia, saat ini Indonesia tidak dalam kondisi ancaman perang sehingga
hal itu tidak diperlukan. Tak hanya itu, dirinya berpendapat akan sulit bagi
buruh untuk ikut wajib militer.
"Tidak terlalu relevan untuk Indonesia, tidak dalam perang maupun
ancaman. Menurut saya kalau buruh agak sulit. Kalau PNS masih akan
masuk akal, terikat pemerintah jangka waktu mengabdi," kata La Ode di
Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (31/5/2013).
"Buruh terikat kerja dengan perusaahan jangka pendek dan jangka
panjang. Tidak terlalu kepastian karena rentan posisi," sambungnya.
La Ode melanjutkan, dalam kegiatan wajib militer juga tidak diperlukan
seluruh masyarakat untuk mengikuti. Terlebih dengan situasi keamanan di
Indonesia saat ini.
"Tidak seluruh warga negara wajib militer. Kalau hanya separuh saya kira
masuk akal terbatas. Urgensi sekarang waijib militer apa? Sistem
pertahanan dunia tidak lagi mengarah perang," tuntasnya.
Sekadar informasi, bahwa dalam draf RUU Komcad khususnya Pasal 8 ayat
3 disebutkan bahwa pegawai negeri sipil, pekerja dan atau buruh yang
telah memenuhi persyaratan, wajib menjadi anggota komponen
cadangan.
Jika kita lihat saat ini rencana Wajib Militer masih kontroversial diperbincangkan di kalangan
masyarakat Indonesia meskipun wacana adanya Wamil sudah sejak tahun 2002 di DPR dan
dibahas kembali awal tahun ini, namun belum menjadi prioritas dalam pembahasan RUU di

DPR dan RUU Komcad (komponen cadangan) ini masih ditunda hingga RUU Keamanan
Nasional (Kamnas) selesai. Meskipun demikian, banyak yang setuju dan banyak juga yang
menentang rencana tersebut. Tentunya dengan alasan dan argumen yang berbeda-beda pula.
Dalam hal ini kami menolak adanya Wamil di Indonesia, dengan alasan:
Benar bahwasanya setiap warga negara adalah wajib untuk ikut serta dalam membela,
memajukan dan mempertahankan keutuhan dari NKRI sebagai wujud warga negara yang
cinta terhadap tanah airnya, akan tetapi apakah hanya dengan ikut Wajib Militer seseorang
warga negara dapat menunjukkan sikap cinta terhadap tanah airnya? Sebenarnya banyak jalan
yang dapat dilakukan untuk menunjukkan rasa nasionalisme/ kecintaan kita untuk tanah air.
Cara itu antaralain dengan menekuni dan melakukan dengan sebaik mungkin hal yang kita
kuasai melalui keahlian/profesi kita dan dengan niat memajukan dan mengabdi bagi bangsa
kita, bersikap jujur, kooperatif, menghindari KKN, taat hukum dan menjadi warga negara
yang baik kami rasa sudah dapat menunjukkan bahwa kita mencintai tanah air kita. Untuk
persoalan Perlukah Wamil dilaksanakan saat ini bagi Indonesia, kami rasa masih belum
diperlukan. Kita juga harus realistis melihat keadaan terkini di Indonesia, kami kira Indonesia
tidak sedang berada dalam ancaman perang oleh bangsa lain. Zaman Modernitas seperti saat
ini, perang yang harus diwaspadai bukanlah senjata melainkan perang pengaruh dari negaranegara luar seperti budaya luar yang merusak dan tidak sesuai dengan ideologi kita, gaya
hidup hedonis yang mementingkan keduniawian, penyelundupan barang haram ke Indonesia
seperti narkoba dsb. Kami kira hal yang demikian tidak begitu mementingkan adanya
kemampuan militerisasi, bukankah akan jauh lebih baik masyarakat diberikan pendidikan
karakter dan kepribadian bangsa terlebih dahulu untuk mengantisipasi adanya pengaruh
negatif
dari
luar
yang
merusak
kepribadian
bangsa
ini.
Sesuai dengan Resolusi yang dikeluarkan PBB pada 1998 yaitu resolusi ke-88 atau yang
secara tidak langsung penolakan terhadap adanya Wajib Militer, istilah yang diberikan PBB
yaitu Conscientious Objectors, dalam hal ini PBB mencoba untuk menghargai hak asasi
manusia dan menyatakan bahwa penyelesaian konflik tidak harus dengan senjata. Saat ini
konflik biasa di selesaikan melalui meja perundingan dan diplomasi, karena dunia juga telah
memiliki organisasi yang menjembatani yaitu PBB. Pemeliharaan perdamaian merupakan
amanat dari Pembukaan UUD 1945, yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Indonesia sendiri mencintai dan mengutamakan perdamaian.
RUU Komcad ini juga dirasa diskriminatif di mana pasal 8 ayat 1 dan 2 yang mengatur siapa
saja yang wajib untuk mengikuti pelatihan militer hanyalah PNS dan pekerja/ buruh saja, hal
ini dianggap sebagai suatu diskriminasi mengapa hanya kaum PNS dan Buruh saja mengapa
para pengusaha, artis dan warga masyarakat dengan profesi lainnya juga tidak diwajibkan, hal
ini
dapat
menimbulkan
kecemburuan
sosial
di
kalangan
masyarakat.
Selain itu bila RUU ini benar-benar terealisasi tentunya akan menguras kas negara karena
adanya anggaran baru yang harus ditambahkan karena setiap orang yang ikut Wamil akan
diberikan uang saku dan asuransi jiwa, hal ini juga merugikan instansi terkait/ tempat bekerja
dari peserta yang ikut Wamil (PNS dan Buruh) karena berdasarkan ketentuan salah satu pasal
bahwa setiap pekerja/ PNS yang mengikuti Wamil tidak diperkenankan untuk di pecat dengan
demikian hal ini mengurangi efektifitas instansi dalam bekerja. Bukankah akan lebih
maksimal jika setiap orang fokus dalam bidang masing-masing, apalagi jika kita lihat

kemiliteran Indonesia sendiri juga belum berkembang maksimal, alat-alat dan perlengkapan
militer juga masih kurang terlebih angkatan laut yang nyata-nyata sangat diperlukan
mengingat ancaman yang akhir-akhir ini muncul adalah pelanggaran batas negara dan
perebutan pulau-pulau di Indonesia oleh negara-negara tetangga, sementara hal ini menuntut
peran penting angkatan laut dan udara yang harusnya ditunjang teknologi yang memadai.
Kenapa anggaran tidak digunakan untuk memaksimalkan komponen utama terlebih dahulu,
terlepas dari hal tersebut bukankah saat ini Indonesia sendiri juga masih belum maksimal
dalam hal ekonomi, kemiskinan, pengangguran, kesenjangan soial masih menjadi pekerjaan
rumah yang belum terselesaikan untuk membangun ekonomi yang mampu mensejahterakan
rakyat, kenapa anggaran tidak dimaksimalkan untuk menangani masalah-masalah
perekonomian
terlebih
dahulu.
Alasan lainnya mengapa kami menentang adanya Wamil dikarenakan Wamil sendiri cukup
memaksakan kehendaknya dengan mewajibkan PNS dan Buruh untuk ikut Wamil dan jika
tidak berkenan akan diberikan ancaman pidana, sebagaimana diatur dalam pasal 38. Hal ini
mengesankan adanya pelanggaran HAM dimana masyarakat merasa terkekang dan terpaksa
untuk ikut Wamil karena adanya hukuman pidana, di sisi lain segala sesuatu yang dilandasi
faktor keterpaksaan akhirnya tidak akan menjadi maksimal dan berhasil, bukan bermaksud
untuk menyingkirkan rasa nasionalisme dan kewajiban sebagai warga negara tapi
mewajibkan pelaksanaan Wamil juga dapat berarti kebebasan rakyat menjadi terkekang.
Selain alasan ini alasan lainnya adalah apakah dengan dilaksanakannya Wajib Militer, rakyat
yang dibekali kemampuan kemiliteran, kemampuan bersenjata apakah menjamin bahwa
kemampuan ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh anggota PNS dan Buruh/pekerja setelah
mereka keluar dari Wamil mengingat saat ini saja seringkali terjadi penyalah gunaan
kemampuan dan kekuasaan oleh kalangan militer sendiri, apalagi jika kemampuan yang sama
dimiliki oleh warga sipil, buruh dan pekerja apakah hal ini tidak akan menimbulkan konflik
baru dalam masyarakat sendiri karena kita amati moral bangsa, rasa persaudaraan dan
kesatuan dalam masyarakat masih rendah masih saja terjadi tawuran pelajar, bentrok antar
warga dan berbagai masalah internal lainnya. Apakah tidak terlebih dahulu masyarakat di
majukan dalam bidang pendidikan moral, karakter dan ilmu pengetahuan agar mereka siap
dan memahami arti penting persatuan dan rasa persaudaraan serta menjalankan dan
memahami nilai-nilai Pancasila sebagai identitas dan ideologi bangsa, yang harus ditanamkan
dalam benak masyarakat Indonesia sebelum mereka membela negaranya.
Jika Wamil dikatakan dapat menumbuhkan kedisiplinan, jiwa nasionalisme dan karakter
kebangsaan, hal yang demikian juga dapat diberikan melalui pendidikan kewarganegaraan,
pendidikan pancasila melalui bangku sekolah dan tidak harus melalui Wamil. Kita tahu
ancaman saat ini bukanlah peperangan bersenjata melainkan perkembangan intelektual dan
teknologi, jadi apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat Indonesia saat ini adalah perang
untuk memerangi kebodohan guna memajukan pengetahuan, dan perang untuk memerangi
kemiskinan,
kesenjangan
sosial
dst.
Dari beberapa alasan tersebut kami menganggap belum saatnya di Indonesia untuk diadakan
Wajib Militer, Pengadaan Wamil bukanlah hal yang mudah dan instan tanpa dasar
pertimbangan yang kuat dari berbagai aspek yang ada dalam suatu negara. Diharapkan
pelaksanaan Wamil bukan hanya ikut-ikutan dengan negara-negara luar yang sudah marak
mewajibkan militer bagi warganya. Rencana ini juga harus mempertimbangkan kondisi,

situasi dan dampak yang timbul jika Wamil ini benar-benar dilaksanakan di Indonesia.
Sehingga jika Indonesia telah mapan, maju dalam perekonomian, teknologi dan pengetahuan
dan Wamil kelak dapat dilaksanakan hal ini tidak menimbulkan masalah baru melainkan
bermanfaat dan benar-benar berguna bagi masyarakat, bangsa dan Negara
Namun penolakan akan RUU ini juga muncul, disampaikan Wakil Ketua Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) La Ode Ida. Menurut La Ode, Jumat 31 Mei 2013, RUU Komponen Cadangan
tidak relevan dengan kondisi saat ini. "Urgensi wajib militer itu apa sebetulnya. Dunia kan
tidak mengarah ke perang, tapi dialog bilatetal atau multilateral," kata La Ode.
Begitu juga dengan Ketua Komisi IX, Ribka Tjiptaning, Jumat (31/5), dengan tegas menolak
RUU ini. Menurutnya RUU Komponen Cadangan adalah upaya militerisasi masyarakat. "Itu
ide konyol. Saya menolak. Ini upaya militerisasi di semua lini. Kita punya pengalaman itu
pada masa lalu," jelasnya. Kata Ribka, kondisi militer Indonesia saat ini justru sudah
membaik. Militer masih sanggup untuk mempertahankan keamanan negara. Sehingga tidak
dibutuhkan program wajib militer.

Anda mungkin juga menyukai