Anda di halaman 1dari 2

Klebsiella merupakan suatu bakteri yang menimbulkan penyakit infeksi saluran

pernapasan atas (hidung) yang kronis dan endemik di berbagai negara, termasuk
Indonesia. Bakteri ini diberi nama berdasarkan penemunya, yaitu Edwin Klebs,
seorang ahli mikrobiologi Jerman di abad ke-19. Bakteri genus Klebsiella termasuk
ke dalam suku Klebsiellae, anggota famili Enterobacteriaceae.
Epidemiologi dan jenis-jenis Klebsiella
Bakteri Klebsiella terdapat di mana-mana. Koloninya bisa ditemukan di kulit,
kerongkongan, ataupun saluran pencernaan. Bahkan, bakteri ini juga bisa ada pada
luka steril dan air kencing (urin). Sebenarnya, bakteri golongan ini mungkin saja ada
sebagai flora alami "penghuni" usus besar dan kecil. Adapun pergerakan bakteri ini
ke organ lain dikaitkan dengan lemahnya daya tahan penderita.
Klebsiella pneumoniae merupakan jenis bakteri golongan Klebsiellae yang banyak
menginfeksi manusia. Ia adalah kuman oportunis yang ditemukan pada lapisan
mukosa mamalia, terutama paru-paru. Penyebarannya sangat cepat, terutama di
antara orang-orang yang sedang terinfeksi bakteri-bakteri ini. Gejalanya berupa
pendarahan dan penebalan lapisan mukosa organ. Bakteri ini juga merupakan salah
satu bakteri yang menyebabkan penyakit bronkhitis.
Klebsiella
rhinoscleromatis dan Klebsiella
ozena adalah
dua
bakteri Klebsiella penyebab penyakit langka. Rhinoschleroma sendiri adalah
penyakit peradangan seius yang terjadi pada rongga hidung. Sedangkan, ozaena
adalah sejenis penyakit rhinitis atrofi yang dicirikan dengan pembekuan mukosa
rongga hidung yang disertai nanah.
Klebsiella oxytoca dapat berimplikasi pada bayi di dalam kandungan jika ibu yang
sedang hamil terinfeksi bakteri ini. Akibatnya, biasanya berupa kelahiran prematur.
Untuk itu, perlu ada penanganan serius bagi penderita yang sedang
hamil. Koxytoca menduduki urutan ke-4 sebagai bakteri patogen penyebab infeksi
pada bayi yang baru lahir, dan urutan kedua sebagai bakteri gram negatif yang juga
menginfeksi bayi yang baru lahir.
Daerah penyebaran
Jika bakteri Klebsiella pneumoniae dan Klebsiella oxytoca beserta penyakitnya
tersebar luas di seluruh penjuru dunia, lain halnya dengan Klebsiella
rhinoscleromatis.Bakteri penyebab penyakit rhinoschleroma ini tidak ada di Amerika
Serikat. Ia hanya ada di Eropa timur, Asia selatan, Afrika tengah, dan Amerika latin.
Hal ini terjadi karena bakteri Klebsiella pneumoniae dan Klebsiella oxytoca banyak
terdapat di negara-negara miskin yang mempunyai lingkungan jelek.
Gejala-gejala penyakit

Pada umumnya, gejala-gejala penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri golongan


Klebsiellae adalah sama. Akan tetapi, setiap penyakit berdasarkan jenis
spesies Klebsiella-nya masing-masing punya ciri khas.
Klebsiella pneumoniae yang menyebabkan penyakit paru-paru memberikan
penampakan berupa pembengkakan paru-paru sehingga lobus kiri dan kanan paruparu menjadi tidak sama; demam (panas-dingin); batuk-batuk (bronkhitis);
penebalan dinding mukosa; dan dahak berdarah. Sedangkan, Klebsiella
rhinoscleromatis dan Klebsiella ozaenae yang menyebabkan rinoschleroma dan
ozaena memberikan gejala pembentukan granul (bintik-bintik), gangguan hidung,
benjolan-benjolan di rongga pernapasan(terutama hidung), sakit kepala, serta ingus
hijau dan berbau.
Patologi rhinoskleroma
Rinoskleroma terbagi menjadi tiga stadium, yaitu stadium I, II, dan III. Pada stadium
I, gejala-gelaja yang dirasakan penderita tidak khas, seperti rinitis biasa. Dimulai
dengan keluarnya cairan hidung encer, sakit kepala, sumbatan hidung yang
berkepanjangan, kemudian diikuti dengan pengeluaran cairan mukopurulen berbau
busuk yang dapat mengakibatkan gangguan penciuman.
Stadium II ditandai dengan hilangnya gejala rinitis. Pada stadium ini terjadi
pertumbuhan yang disebut nodular submucous infiltration di mukosa hidung yang
tampak sebagai bintil di permukaan hidung. Lama-lama, bintil ini bergabung
menjadi satu massa bintil yang sangat besar, mudah berdarah, kemerahan, tertutup
mukosa dengan konsistensi padat seperti tulang rawan. Kemudian membesar ke
arah posterior (belakang) maupun ke depan (anterior).
Sedangkan pada stadium III, massa secara perlahan-lahan membentuk struktur
jaringan lunak. Jaringan ini bisa menyempitkan jalan napas. Proses yang sama
seperti di hidung dapat juga terjadi pada mulut, tenggorokan, dan paru-paru.

Anda mungkin juga menyukai