Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of
Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang
dapat cegah dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel. Penyakit ini bersifat progresif dan berhubungan
dengan respon inflamasi kronik pada saluran pernapasan dan paru
terhadap partikel atau gas beracun. Eksaserbasi dan penyakit penyerta
berperan dalam keparahan penyakit pada pasien PPOK (GOLD, 2015).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) diperkirakan 64
juta orang menderita PPOK dan memprediksi PPOK akan menjadi
penyebab kematian ketiga terbesar pada tahun 2030 (WHO, 2015). Pada
tahun 2006, jumlah penderita PPOK derajat sedang hingga berat di Asia
Pasifik memiliki angka prevalensi 6,3%. Di Indonesia, prevalensi PPOK
sebesar 3,7% dari seluruh populasi dengan daerah terbanyak yaitu di Nusa
Tenggara Timur (10,0%), (DepKes, 2013). Angka ini bisa meningkat
dengan semakin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK
adalah perokok atau mantan perokok (PDPI, 2011). Salah satu
karakteristik dari penyakit PPOK adalah terjadinya perburukan gejala
respirasi atau eksaserbasi. Eksaserbasi akut yaitu terjadi suatu perburukan
gejala pernapasan pasien yang bersifat akut diluar variasi harian normal
sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan (Riyanto dan Hisyam,
2014).
Perburukan gejala pernapasan ditandai dengan sesak meningkat,
produksi sputum meningkat, dan perubahan warna sputum. Semakin
sering terjadi eksaserbasi akut akan semakin memperberat kerusakan dan
memperburuk fungsi paru (GOLD, 2015).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
bisa dicegah dan diobati. PPOK ditandai dengan adanya hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel
parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas
yang berbahaya (GOLD, 2015).
Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh
gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan
kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu.
PPOK sering mengenai individu pada usia pertengahan yang memiliki
riwayat merokok jangka panjang. Bronkitis kronik dan emfisema tidak
dimasukkan definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan diagnosis
klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi (PDPI, 2011).
2.2

Faktor Risiko
Tabel 1. Faktor risiko PPOK
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Faktor Risiko
Asap rokok
Polusi udara Dalam ruangan Diluar ruangan
Stres oksidatif
Gen
Tumbuh kembang paru
Sosial ekonomi

1. Asap rokok
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Asap
rokok mempunyai prevalensi yang tinggi sebagai penyebab gejala
respirasi dan gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1.
Angka kematian pada perokok mempunyai nilai yang bermakna
dibandingkan dengan bukan perokok. Perokok dengan pipa dan cerutu
mempunyai morbiditi dan mortaliti lebih tinggi dibandingkan bukan
perokok, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan perokok

sigaret. Tipe lain dari jenis rokok yang populer di berbagai negara
tidak dilaporkan. Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis
rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok
pertahun dan lamanya merokok ( Indeks Brinkman ) Tidak semua
perokok berkembang menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi
oleh faktor risiko genetik setiap individu.
Perokok pasif (atau dikenal sebagai environmental tobacco smokeETS) dapat juga memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi dan
PPOK, dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah inhalasi pertikel
dan gas. Merokok selama kehamilan dapat berisiko terhadap janin,
mempengaruhi tumbuh kembang paru di uterus dan dapat menurunkan
sistem imun awal.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a) Riwayat merokok

Perokok aktif

Perokok pasif

Bekas perokok

b) Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu


perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari
dikalikan lama merokok dalam tahun :

Ringan : 0-200

Sedang : 200-600

Berat : > 600

Identifikasi merokok sebagai faktor risiko yang paling biasa ditemui


untuk PPOK telah menyebabkan penggabungan program berhenti
merokok sebagai elemen kunci dari pencegahan PPOK, serta
intervensi penting bagi pasien yang sudah memiliki penyakit.
2. Polusi udara
Berbagai macam partike dan gas yang terdapat di udara sekitar dapat
menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam
partikel akan memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan

beratnya PPOK. Agar lebih mudah mengidentifikasi partikel


penyebab, polusi udara terbagi menjadi :
a) Polusi di dalam ruangan
Asap rokok
Asap kompor
Polusi di luar ruangan
Gas buang kendaraan bermotor
Debu jalanan
b) Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
Polusi di dalam ruangan
Kayu, serbuk gergaji, batu bara dan minyak tanah yang
merupakan bahan bakar kompor menjadi penyebab
tertinggi polusi di dalam ruangan. Kejadian polusi di
dalam ruangan dari asap kompor dan pemanas ruangan
dengan ventilasi kurang baik merupakan faktor risiko
terpenting timbulnya PPOK, terutama pada perempuan
di negara berkembang (Case control studies). Hampir 3
milyar penduduk dunia memakai biomass dan batubara
sebagai sumber utama energi untuk memasak, pemanas
ruangan, dan keperluan rumah tangga lainnya, sehingga
populasi yang berisiko menjadi sangat banyak. Polusi di
dalam

ruangan

memberikan

risiko

lebih

besar

terjadinya. PPOK dibandingkan dengan polusi sulfat


atau gas buang kendaraan. Bahan bakar biomass yang
digunakan oleh perempuan untuk memasak sehingga
meningkatkan prevalensi PPOK pada perempuan bukan
perokok di Asia dan Afrika. Polusi di dalam ruangan
diperkirakan akan membunuh 2 juta perempuan dan

anak-anak setiap tahunnya (GOLD, 2010)


Polusi di luar ruangan
Tingginya polusi udara dapat menyebabkan gangguan
jantung dan paru. Mekanisme polusi di luar ruangan
seperti polutan di atmosfer dalam waktu lama sebagai
penyebab PPOK belum jelas, tetapi lebih kecil
prevalensinya jika dibandingkan dengan pajanan asap
rokok. Efek relatif jangka pendek, puncak pajanan

tertinggi dalam waktu lama dan pajanan tingkat rendah


adalah pertanyaan yang harus dicari solusinya.
c) Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen.
Oksidan endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya
sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan asap rokok.
Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivat elektron
mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme seluler
signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh oxydative chalenge
yang berkembag secara sistem enzimatik atau non enzimatik.
Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah
bentuk, misalnya ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan
akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya
menimbulkan

efek

kerusakan

pada

paru

tetapi

juga

menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.


Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan
memegang peranan penting pada patogenesi PPOK.
d) Infeksi saluran napas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan
progresifitas PPOK. Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi
jalan

napas,

berperan

secara

bermakna

menimbulkan

eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan


menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala
respirasi pada saat dewasa.
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan
penyebab keadaaan ini, karena seringnya kejadian infeksi berat
pada anak sebagai penyebab dasar timbulnya hiperesponsif
jalan napas yang merupakan faktor risiko pada PPOK.
Pengaruh berat badan lahir rendah akan meningkatkan infeksi
viral yang juga merupakan faktor risiko PPOK. Kebiasaan
merokok berhubungan dengan kejadian emfisema. Riwayat
infeksi tuberkulosis berhubungan dengan obstruksi jalan napas
pada usia lebih dari 40 tahun.
e) Sosial ekonomi

Sosial ekonomi sebagai faktor risiko terjadinya PPOK belum


dapat dijelaskan secara pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar
ruangan, pemukinan yang padat, nutrisi yang jelek, dan faktor
lain

yang

berhibungan

dengan

status

sosial

ekonomi

kemungkinan dapat menjelaskan hal ini. Peranan nutrisi


sebagai faktor risiko tersendiri penyebab berkembangnya
PPOK belum jelas. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat
menurunkan kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena
penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot. Kelaparan dan
status anabolik/katabolik berkembang menjadi empisema pada
percobaan binatang. CT scan paru perempuan dengan
kekurangan nutrisi akibat anoreksia nervosa menunjukkan
seperti empisema.
f) Tumbuh kembang paru
Pertumbuhan paru ini berhubungan dengan proses selama
kehamilan, kelahiran, dan pajanan waktu kecil. Kecepatan
maksimal penurunan fungsi paru seseorang adalah risiko untuk
terjadinya PPOK. Studi metaanalias menyatakan bahwa berat
lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
g) Asma
Asma kemungkinan sebagai faktor risiko terjadinya PPOK,
walaupun belum dapat disimpulkan. Pada laporan The Tucson
Epidemiological Study didapatkan bahwa orang dengan asma
12 kali lebih tinggi risiko terkena PPOK daripada bukan asma
meskipun telah berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari
asma akan berkembang menjadi PPOK dengan ditemukannya
obstruksi jalan napas ireversibel.
h) Gen
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari
interaksi gen-lingkungan. Faktor risiko genetik yang paling
sering terjadi adalah kekurangan alpha-1 antitrypsin sebagai
inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling
sering dijumpai pada individu origin Eropa Utara. Ditemukan
pada usia muda dengan kelainan emphysema panlobular

dengan penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok


atau bukan perokok dengan kekurangan alpha-1 antitripsin
yang berat. Banyak variasi individu dalam hal beratnya
emfisema dan penurunan fungsi paru. Meskipun kekurangan 1 antitrypsin yang hanya sebagian kecil dari populasi di dunia,
hal ini menggambarkan adanya interaksi antara gen dan
pajanan lingkungan yang menyebabkan PPOK. Gambaran
diatas

menjelaskan

bagaimana

faktor

risiko

genetik

berkontribusi terhadap timbulnya PPOK. Risiko obstruksi


aliran udara yang di turunkan secara genetik telah diteliti pada
perokok yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat.
Hasil penelitian menunjukkan keterkaitan bahwa faktor genetik
mempengaruhi

kerentanan

timbulnya

PPOK.

Telah

diidentifikasi kromosom 2q7 terlibat dalam patogenesis PPOK,


termasuk TGF-1, mEPHX1dan TNF.
Gen-gen di atas banyak yang belum pasti kecuali kekurangan
2.3

alpha-1 antitrypsin.
Patogenesis dan Patofisiologi
a) Patogenesis
Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi
dari respon inflamasi normal akibat iritasi kronis seperti asap
rokok. Mekanisme untuk amplifikasi ini belum dimengerti,
kemungkinan disebabkan faktor genetik. Beberapa pasien
menderita PPOK tanpa merokok, respon inflamasi pada pasien
ini belum diketahui. Inflamasi paru diperberat oleh stres
oksidatif dan kelebihan proteinase. Semua mekanisme ini
mengarah pada karakteristik perubahan patologis PPOK.
Gambar 1. Patogenesis PPOK

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi


yaitu pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan
pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan
perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara
dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah
distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi
terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan
paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara
di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat
gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan
untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume
ekspirasi paksa detik pertama (FEV1), dan rasio volume
ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa
(FEV1/FVC) (Sherwood, 2011).
Pada PPOK, hambatan aliran udara merupakan perubahan
fisiologi utama yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang
khas pada saluran napas bagian proksimal, perifer, parenkim
dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu
inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru.
Terjadinya penebalan pada saluran napas kecil dengan

peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen


dalam dinding luar saluran napas mengakibatkan restriksi
pembukaan jalan napas. Lumen saluran napas kecil berkurang
akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi,
yang meningkat sesuai berat sakit.
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan
berada dalam keadaan seimbang. Apabila terjadi gangguan
keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal
bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel
dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru.
Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan,
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid.
Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel
dan inflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel
makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan menyebabkan
dilepaskannya faktor kemotaktik neutrofil seperti interleukin 8
dan leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF), monocyte
chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen species
(ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil
melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat
parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar dan
hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan
dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan
seperti proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapat
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH
yang

ada

dipermukaan

makrofag

dan

neutrofil

akan

mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion


superoksida dengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat
hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akan diubah menjadi
OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero,
ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida
(HOCl). Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok.

Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada


sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris
dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah
besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus
berfungsi

sebagai

tempat

persemaian

mikroorganisme

penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul


peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia
akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan
akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.
Komponen-komponen

asap

rokok

juga

merangsang

terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator


peradangan

secara

progresif

merusak

struktur-struktur

penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara


dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Parenkim
paru kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal
terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif,
maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps , sehingga dapat terjadi sesak nafas (GOLD, 2015).
2.4

Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan
gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan
kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi
paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan
gejala yang secara rinci diterangkan pada tabel 5 berikut:
Tabel 2. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK

Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri, jika salah satu


indikator ini ada pada individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini
bukan merupakan diagnostik pasti, tetapi keberadaan beberapa
indikator kunci meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK.
Spirometri diperlukan untuk memastikan diagnosis PPOK.
a) Gambaran Klinis
1) Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau

tanpa gejala pernapasan


Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat

kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis
berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas

berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara


Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2) Pemeriksaan Fisis
Inspeksi

Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup /

mencucu)
Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding)

Penggunaan otot bantu napas


Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut

vena jugularis di leher dan edema tungkai


Penampilan pink puffer atau blue bloater

Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,


letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi

Suara napas vesikuler normal, atau melemah


Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas

biasa atau pada ekspirasi paksa


Ekspirasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer merupakan gambaran yang khas pada


emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan
pursed-lips breathing
Blue bloater merupakan gambaran khas pada bronkitis
kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai
dan rongki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed-lips breathing merupakan sikap seseorang yang
bernapas dengan mulutmencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yangterjadi pada gagal
napas kronik (GOLD, 2015).
2.5

Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri

Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk


mengukur secara obyektif kapasitas/fungsi paru (ventilasi)
pada pasien dengan indikasi medis. Alat yang digunakan
disebut spirometer. Prinsip spirometri adalah mengukur
kecepatan perubahan volume udara di paru-paru selama
pernafasan yang dipaksakan atau disebut forced volume
capacity (FVC). Prosedur yang paling umum digunakan
adalah

subyek

menarik

nafas

secara

maksimal

dan

menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin. Nilai


FVC dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai prediksi
berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis kelamin.

Tabel 3. Klasifikasi PPOK berdasarkan GOLD 2015

Anda mungkin juga menyukai