Anda di halaman 1dari 11

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Ketidakbermaknaan Konsumsi Pangan Keluarga Petani


Bagi

keluarga petani Kelurahan Sumber Mulyo, makan dapat

dikatakan sebagai tindakkan untuk memenuhi kebutuhan fisik ialah ketika


keluarga petani mengkonsumsi beras. Namun tanpa disadari oleh keluarga
petani, gandum yang terkandung dalam tepung terigu, mi instan dan biskut
telah menjadi salah satu bahan pangan yang sering dikonsumsi.
Ketidakbermaknaan konsumsi pangan keluarga petani paling nampak
dari ketidakpedulian keluarga petani terhadap sumber dan kualitas beras yang
keluarga petani konsumsi. Bagi keluarga petani beras yang diproduksi
utamanya dialokasikan untuk dijual, sedangkan untuk beras yang dikonsumsi
berasal dari campuran antara beras miskin subsidi pemerintah dengan beras
hasil produksi sendiri ataupun beras yang dibeli dari hasil penjualan beras
sendiri. Yang mana baik raskin maupuan beras yang dibeli, tidak diketahui
asal usulnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam mengkonsumsi bahan
pangan keluarga petani didorong oleh naluri ekonomi terendahnya. Hal ini
terjadi dikarenakan minimnya jumlah dana yang dimiliki.

125

Jika ditelusuri lebih mendalam ketidakbermaknaan konsumsi pangan


keluarga petani disebabkan oleh buruknya sistem pertanian dalam produksi
dan distribusi harga pangan. Keluarga petani tidak memiliki kesempatan
untuk merefleksikan diri-personal terkait dengan konsumsi pangannya. Naluri
ekonomi terendah, yang disebabkan ongkos produksi lebih tinggi daripada
pendapatannyalah, yang membimbing keluarga petani pada pemandulan
pemaknaan konsumsi pangan . Naluri ekonomi terendah ini menunjukkan
bahwa keluarga petani Kelurahan Sumber Mulyo terjangkit penyakit laten,
kemiskinan structural. Kemiskinan struktrural yang melanda petani bukanlah
berasal dari kemalasan keluarga petani untuk memanfaatkan alam dunia
pertaniannya, namun lebih karena pemiskinan kemampuan dan nilai
kemanusiaan keluarga petani dalam memanfaatkan alam dunia pertanian yang
nampak dari sistem pertanian yang dikonstuksi selama ini. Model produksi
dan distribusi hasil pertanian keluarga petani selama ini tidak mencerminkan
adanya keberpihakan dan dukungan pemerintah pada eksistensi dan esesnsi
adanya keluarga petani.

126

5.1.2 Ketidakbermaknaan Konsumsi Pangan Keluarga Petani dalam Perspektif


Kedaulatan Pangan
Dari sisi sistem kedaulatan pangan, ketidakbermaknaan konsumsi
pangan keluarga petani, ditinjau dari ketiga aspek ini, yaitu :
a. Aspek Ketersediaan Pangan :
Advokasi produksi pertanian untuk menopang ketersediaan pangan masih
didominasi oleh penanaman beras. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada
keseriusan pemerintah dalam meningkatkan diversifikasi jenis tanaman
pangan yang disesuaikan dengan potensi alam lokal. Selama ini
produktivitas pertanian lokal, Kelurahan Sumber Mulyo, selalu terfokus
pada penanaman padi, sebagai komoditas utama. Program Stock
Opnamedan pemberian sportan pertanian yang dijalankan pemerintah
hanya berkutat pada produktivitas padi .
b. Aspek Distribusi Pangan :
Selama ini hasil pertanian keluarga petani Kelurahan Sumber Mulyo tidak
tertampung dalam pintu yang sama. Kurangnya keefektivan Gapoktan
Sumber Harapan, akibat keterbatasan Gapoktan baik dalam sistem
keanggotaan maupun akses untuk menjual hasil pertanian keluarga petani
ke Bulog, yang menyebabkan hasil pertanian keluarga petani Kelurahan
Sumber Mulyo tidak bisa tertampung dalam satu pintu. Ketidaksatuan
dalam menjual hasil pertanian inilah yang menyebabkan pemerintah tidak

127

keakuratan jumlah ketersedian beras untuk memenuhi kebutuhan


masyarakat. Oleh karena itu pemerintah akhirnya memilih untuk
mengimpor bahan pangan, yang sebenarnya semakin memiskinkan
keluarga petani.
c. Aspek Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan keluarga petani lebih didasarkan atas naluri ekonomi
terendahnya. Karena pendapatan yang diterimanya rendah, mengakibatkan
keluarga petani tidak lagi memikirkan kualitas bahan pangannya. Dalam
aspek konsumsi pangan nampak jelas keterasingan keluarga petani
terhadap hasil pertaniannya, sehingga menyebabkan ketidakbermaknaan
konsumsi pangan keluarga petani.
Dengan demikian maka dari ketiga aspek kedaulatan pangan, konsumsi
pangan kelurga petani pun tidak memiliki makna. Hal ini mengindikasikan
bahwa sistem kedaulatan pangan yang dicanangkan pemerintah belum
berjalan dengan semestinya.

128

5.2 Rekomendasi
Dengan kondisi seperti ini makan peneliti memberikan beberapa saran
seperti berikut :
1. Keterbukaan Gapoktan dan Poktan dalam Penerimaan Anggota
Gapoktan dan Poktan yang selama ini hanya beranggotakan keluarga petani
pemilik penggarap, sebaiknya mulai membuka diri terhadap keluarga petani
lainnya. Gapoktan sebagai roda utama penggerak produktifitas pertanian harus
mampu merangkul semua petani didaerah administrasinya masing masing.
Dengan demikian saprotan pertanian dapat dinikmati oleh semua keluarga
petani.
2. Diversifikasi Saprotan Pertanian
Selama ini pemberikan saprotan pertanian dan program Stock Opname hanya
terfokus pada pemberian bibit dan pupuk padi. Pemerintah harus mendukung
dengan memberikan kesempatan bagi gapoktan dan poktan untuk mengajukan
proposal peermohonan subsidi untuk bibit dan pupuk jenis tanaman lain yang
sesuai dengan potensi alam dan tetap mendukung keseimbangan alam.

129

3. Perbaikan Pola Perhitungan Hasil Pertanian


Selama ini impor hasil pertanian dilakukan karena ketisdakakuratan dalam
perhitungan hasil produksi pertanian. Ketidakakuratan tersebut, dalam skripsi ini,
dimulai dari model pembelian gabah atau beras yang dilakukan oleh Gapoktan di
Kelurahan Sumber Mulyo. Tidak semua hasil pertanian keluarga petani dibeli oleh
Gapopktan. Beras yang dibeli oleh Gapoktan pun tidak secara mulus dapat
didistribusikan ke Bulog, perusahaan yang ditunjuk pemerintah untuk menjaga
stabilitas ketersediaan pangan, namun harus melalui pihak ketiga, beras tersebut baru
didistribusikan ke Bulog. Dan ada pula beras yang oleh Gapopktan di jual ke pihak
lainnya. Kondisi ini menunjukan bahwa perhitungan hasil pertanian yang biasanya
dijadikan landasan pemerintah untuk melakukan impor beras, tidaklah akurat.
Ketidaksatuan wadah yang menampung dan kesulitan akses menjadi salah satu faktor
yang mampu dilihat dalam penelitian ini. Dalam konsep kedaulatan pangan sendiri
tidak hanya terkait mengenai ketersediaan bahan pangan, tetapi juga terkait dengan
sumber bahan pangan. Jika ketersediaan bahan pangan tidak bersumber dari produksi
dalam negri sudah dipastikan bukanlah suatu kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan
hanya akan terjadi apabila dari produksi hingga konsumsi bahan pangan diperoleh
dari kemandirian suatu bangsa. Untuk itu diperlukan perbaikan dalam penghitungan
hasil produksi pertanian, agar tidak tergantung pada kegiatan impor bahan pangan.

130

DAFTAR PUSTAKA

(http://www.prioritasnews.com/2012/08/06/peringkat-rendah-negeri-agraris/): 4
Maret 2013, 07.52
(http://food.detik.com/read/2011/08/18/125254/1705897/294/inilah-40-makananterenak-di-indonesia): 4 Maret 2013, 07.52
(http://www.spi.or.id/?page_id=282): 4 Maret 2012, 07.52
UU No. 10 tahun 1992 tentang Keluarga
Pembukaan UUD 1945
Peraturan Mentri Pertanian Nomor: 273/ Kpts/OT.160/ 4/2007
UU No. 18 tahun 2012 tentang Pangan
UU No.7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) Bulog
Peraturan Mentri Pertanian No 43 tahun 2009
Deklarasi Final Forum Dunia Kedaulatan Pangan
Basrowi dan Suwandi. 2008: Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta
Birowo. 1979. Teknologi Pangan untuk Pembangunan Desa. Jakarta: Majalah Prisma

131

Dixon, John. 1980. Sitem Makanan Pokok di Indonesia, Jakarta: Majalah Prisma
Garjito, Murdjati. 2011. Manifest Boga. Yogjakarta: Pusat Studi Pangan dan Gizi
UGM
Harianto, Ignasius. 2011. Martabat Manusia dan Keterasiangan dalam Pekerjaan.
Jakarta: Jurnal Filsafat Driyakara
Herdiawan, Didit. 2012. Ketahanan Pangan dan Radikalisme. Jakarta: RepubliKa
Hidayat. 1979. Model Pembangunan berdasarkan Pendekatan Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Majalah Prisma
Juliawan, Benny. 2012. Jurnal Ilmu Humaniora: Metodelogi Penelitian dengan
Pendekatan Marx. Yogjakarta: Retorika
Muchtadi. Tien. 2001. Peran Teknologi Pangan dalam Peningkatan Nilai Tambah
Produk Minyak Sawit Indonesia. Bogor: Sagung Seto
Nainggolan, Kaman. 2011. The Dancing Leader: Kepemimpinan dan Persoalan
Ketahanan Pangan Bangsa. Jakarta: Gramedia.
Nugroho-Prjana, Ito. 2013. Fenomenologi Politik: Membongkar Politik Menyelami
Manusia. Purworejo: Sanggar Pembasisan Pancasila
Purnama, Chandra. 2013. Jan Patocka: Melawan Pragmatisme dan Apatisme Politik.
Yogjakarta: Majalah Basis
132

Puspitosari, Hesti. 2009. Jurnal Transisi: Ancaman Kedaulatan Pangan, Politik


Pangan Menuju Kedaulatan Pangan yang Berbasis Kearifan Lokal. Malang: Intrans
Instute
Riyanto, Armada dan Mistrianto. 2011. Gereja Kegembiraan dan Harapan:
Merayakan 45th Gaudium et Spes. Yogjakarta: Kanisius
Sayogjo. 1979. Masalah Kecukupan Pangan dalam Jalur Jalur Pemerataan. Jakarta:
Majalah Prisma
Snijders, Adelbert. 2004. Antropologi Filsafat: Manusia Paradoks dan Seruan.
Yogjakarta: Kanisius
Suseno, Franz. 2005. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utophis ke Perselisihan
Revisionisme. Jakarta: Gramedia
Wibowo, Edi. 2008. Konsep Makna dalam Sistem Sosial Luhman. Jakarta: Jurnal
Filsafat Driyakara
Wirakartakusumah, Moehamad. 2001. Rekayasa Porses Menghadapi Tantangan Masa
Depaan Industri Pangan Indonesia. Bogor: Sagung Seto
Wahono, Francis. 1999. Pangan untuk yang Kelaparan. Yogjakarta: Majalah Rohani

133

DAFTAR REFRENSI

Arifin, Bustanul. 2007. Diagnosis Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Hardiman, F Budi. 2008. Jurnal Filsafat: Teori Sistem Niklas Luhman. Jakarta:
Driyakara
Sitorus, Fitzgerald K. 2008. Jurnal Filsafat: Masyarakat sebagai Sistem sistem
autopoeisis: Tentang Teori Sistem Sosial Niklas Luhman. Jakarta: Driyakara
Muniroh, Sayyidati. 2008. Jurnal Filsafat: Kesalingan dalam Pengandaian dan
Kesalingan dalam Keintiman. Jakarta: Driyakara
Paat, Yustinus Patris. 2011. Jurnal Filsafat: Marx dan Materialisme Historis. Jakarta:
Driyakara
Nugraha, L Kristianto. Jurnal Filsafat: Refleksi Modern Times melalui Perspektif
Marxisme, Narasi Keterasingan dalam Relasi Manusia, Pekerjaan dan Teknologi.
Jakarta: Driyakara
Martiar, N Arya Dwingga. Jurnal Filsafat: Mengapa Kerja? Pandangan KKodrat
Manusia dalam Marxisme. Jakarta: Driyakara

134

Yustika dan Listiiyanto. 2009. Jurnal Transisi: Ekonomi Politik Pertanian dan
Kedaulatan Pangan. Malang: Intrans Institue
Ricouer, Paul. Disadur oleh Ito Nugraha-Prajna. 2013. Filsuf Pembangkang Jan
Patocka. Yogjakarta: Majalah Basis
Nugroho-Prajna, Ito. 2012. Jurnal Fisafat: Intensionalitas dan Intersubjektifitas dalam
Fenomenologi Husserl. Jakarta: Driyakara
Jhamtani, Hira. 2005. WTO dan Penajahan Kembali Dunia Ketiiga. Yogjakarta: Insist
Pers
George, Susan. 2007. Pangan: Dari Penindasan Sampai ke Ketahanan Pangan.
Yogjakarta: Insist Pers
Tambunan, Tulus. 2010. Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan. Jakarta:
Universitas Indonesia Pers
Khudori. 2008. Ironi Negri Beras. Yogjakarta: Insist Pers

135

Anda mungkin juga menyukai