Anda di halaman 1dari 15

TUGAS OLEOKIMIA

PELUMAS

Disusun oleh:
Nadia Hilmiati (03031181320046)
Yosua Aristides (03031281419090)

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

1.

Bahan Dasar Minyak Pelumas


Setiap produk pelumas dibuat dengan bahan dasar tertentu. Bahan dasar

ini disebut base oil, diantaranya adalah:


1.1.

Mineral oil
Mineral oil merupakan pelumas cair yang berbahan dasar dari minyak

bumi hasil tambang (mining). Mineral oil dapat diklasifikasikan menjadi tiga
macam yaitu Paraffinic, Naphtenic, dan Aromatic. Pengklasifikasian tersebut
dilakukan berdasarkan sifat kimiawi serta fisika dari berbagai jenis oli mineral.

Gambar 1.1. Rumus Struktur beberapa Mineral Oil

1.1.1.

Oli Paraffinic (parafin)

diproduksi melalui proses pemecahan molekul hidrokarbon minyak bumi


atau biasa dikenal dengan hydrocracking. Sebagian besar molekul oli parafin
memiliki struktur molekul rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercincin. Oli
parafin memiliki kestabilan viskositas dan tahan terhadap oksidasi. Oli ini
memiliki titik temperatur bakar tinggi serta titik temperatur alir (pour point)
tinggi. Pour point (titik alir) adalah titik temperatur dimana sebuah cairan
memadat dan kehilangan kemampuannya untuk mengalir. Oli parafin sangat baik
digunakan pada mesin manufaktur, untuk pelumas mesin industri, serta pada
proses produksi industri karet, tekstil, dan kertas.
1.1.2.

Oli Naphtenic

diproduksi dari minyak bumi melalui proses distilasi atau penyulingan.


Sebagian besar molekul oli naphtenic memiliki struktur cincin hidrokarbon jenuh.

Dengan struktur kimia semacam itu, oli tipe ini memiliki tingkat viskositas
rendah, titik bakar rendah (mudah terbakar), titik alir rendah, serta ketahanan
terhadap oksidasi yang relatif rendah. Karena sifatnya yang mudah terbakar, maka
oli naphtenic lebih cocok digunakan pada kondisi temperatur kerja rendah,
terutama untuk pendingin trafo industri, serta pendingin pada proses permesinan.
1.1.3.

Aromatic oil

Aromatic oil merupakan hasil dari proses pemurnian lebih lanjut dari oli
parafin. Melalui proses pemurnian tersebut didapatkan oli dengan struktur
hidrokarbon cincin-tak-jenuh. Cincin hidrokarbon tersebut bersifat jauh lebih
stabil dan tidak mudah putus, sehingga oli aromatik memiliki titik bakar lebih
tinggi. Pelumas oli aromatik berwarna hitam dan sangat lazim digunakan sebagai
bahan seal manufaktur, serta sebagai perekat dan pengencer produksi aspal.
Pelumas oli mineral memiliki keterbatasan paling besar yakni kurangnya
ketahanan terhadap temperatur kerja tinggi. Aromatic oil memang memiliki
ketahanan terhadap temperatur tinggi, akan tetapi tingkat kekentalannya terlalu
besar sehingga tidak mudah digunakan sebagai pelumas mesin
1.2.

Synthetic Oil (Minyak Sintesis)


Synthetic oil merupakan hasil proses dari hydrocarbon synthetic senyawa

komplek dari hydro carbon (misalnya poly alpha olefin), esther atau alkylated
naphtalene atau full synthetic oil murni dan campuran antara minyak mineral
dan hydro carbon synthetic disebut semi synthetic oil. oli tipe ini tidak berasal dari
minyak bumi melainkan dari bahan organik maupun anorganik yang melewati
proses-proses khusus sehingga didapatkan spesifikasi yang dibutuhkan terutama
ketahanan terhadap temperatur tinggi.

Gambar 1.2. Perbandingan Molekul Mineral Oil dan Synthetic Oil

Pelumas oli sintetis memiliki beberapa tipe yang diklasifikasikan


berdasarkan perbedaan karakteristiknya, yakni:
1.2.1.

Poly-alpha-olefin (PAO)
Oli sintetis yang paling populer digunakan. Struktur kimia dan

karakteristik PAO identik dengan oli mineral. Oli sintetis hidrokarbon jenis ini
diproduksi melalui proses polimerisasi molekul hidrokarbon dari gas etilen
dengan menggunakan katalisator logam.
1.2.2.

Poly-glycols (PAG).
PAG diproduksi dari proses oksidasi etilena dan propilena. Hasil oksidan

selanjutnya dipolimerisasi unti membentuk polyglycol. Oli jenis ini bersifat larut
di dalam air, memiliki koefisien gesekan rendah, serta tahan terhadap tekanan
kerja tinggi sekalipun tidak ditambahkan aditif tekanan tinggi.
1.2.3.

Ester.

Tipe oli sintetis berikut diproduksi dengan mereaksikan asam dan


alkohol dengan air. Karakter oli ester adalah ketahannya terhadap temperatur
tinggi dan rendah.
1.2.4.

Silikon.

Silikon termasuk ke dalam polimer inorganik yang memiliki struktur


molekul rantai berbentuk seperti tulang belakang dengan gugusan Si=O. Oli
sintetis tipe ini yang paling populer adalah polydimethylsiloxane (PDMS) dengan
monomer (CH3)2SiO. PDMS diproduksi dari silikon dan metilklorida. Contoh lain
oli sintetis tipe ini adalah polymethylphenylsiloxane dan polydiphenylsiloxane.
Viskositas oli silikon tergantung dari panjang molekul polimer serta derajat
sambungan silang (cross-link) molekulnya. Sambungan pendek tidak silang
molekul menghasilkan oli yang encer, sedangkan sambungan panjang silang
molekul akan menghasilkan oli silikon elastis. Pelumas silikon mampu bekerja
pada kisaran temperatur -73C hingga 300C.
Perpaduan antara oli mineral dengan oli sintetis biasa disebut dengan
oli semi-sintetis. Dengan campuran maksimal sebanyak 30% oli sintetis,
diharapkan akan didapatkan pelumas dengan kualitas tidak jauh berbeda dengan
oli murni sintetis, namun dengan harga yang lebih terjangkau. Oli sintetis memang

dikenal mahal karena proses pembuatannya yang lebih rumit dibandingkan


dengan biaya mengolah oli mineral.
1.3.Pelumas Nabati dan Hewani
Yaitu yang terbuat dari bahan lemak binatang atau tumbuh-tumbuhan.
Sifat penting yang dipunyai pelumas nabati ini ialah bebas sulfur atau belerang,
tetapi tidak tahan suhu tinggi, sehingga untuk mendapatkan sifat gabungan yang
baik biasanya sering dicampur dengan bahan pelumas yang berasal dari bahan
minyak mineral, biasa disebut juga compound oil.

Gambar 1.3. Bahan Dasar Pelumas

Pelumas nabati biasanya di gunakan untuk melumasi mesin-mesin yang


di pakai pabrik pengolahan makanan (food grade lubricant). The National
Sanitation Foundation (NSF) di negara Paman Sam telah membuat dan
mengembangkan suatu sistim klasifikasi untuk pelumas yang aman digunakan
dalam industri makanan karena tidak mungkin pelumas mineral atau sintetik
digunakan di industri makanan.
2.

Karakteristik Minyak Pelumas


Beberapa karakteristik dari minyak pelumas yang utama adalah sebagai

berikut :
2.1.

Viskositas ( viscocity ) dan Index Viskositas


Viskositas adalah sifat kekentalan yang dimiliki oleh minyak pelumas

yang berguna untuk menahan laju alirannya atau antara minyak dan permukaan,

makin kental minyak maka laju aliran dekat permukaan akan makin lambat atau
gaya geser antara minyak dan permukaan makin besar. Ukuran kekentalan minyak
pelumas digunakan satuan Redwood seconds, derajat Engler, Saybolt Universal
Seconds, dan centi Stokes ( cSt ). Biasanya viskositas minyak pelumas dihitung
tiap 100 0C dan 40 0C. Klasifikasi viskositas dibagi dalam 2 sistem, yaitu :
Untuk industri dengan istilah Oil Viscosity Grade
Untuk automotive dengan istilah SAE (Society of Automobile Engineers)
Tabel 2.1. Viskositas menurut Grade SAE

Index viskositas adalah angka yang menunjukan kemampuan minyak


untuk bertahan/ mempertahankan kekentalannya terhadap perubahan temperatur
yang diderita oleh minyak pelumas. Makin tinggi nilai index viskositas minyak,
makin stabil tingkat kekentalannya terhadap perubahan temperature dan juga
sebaliknya.
1) HVI (High Viscosity Index) di atas 80.
2) MVI (Medium Viscosity Index) 40 80.
3) LVI (Low Viscosity Index) di bawah 40.
2.2.

Berat Jenis / Density


Diukur pada temperature 15 0C dengan satuan kg/l . Makin kental
minyak pelumas makin tinggi berat jenisnya . Besarnya berat jenis pelumas < 1,0
kg/l.

2.3.

Flash point dan pour point


Diukur

dalam 0C, flash point (titik siap terbakar) rata-rata diatas

2000C, pour point untuk kondisi rata-rata Indonesia kurang diperhatikan karena
temperatur udara cukup tinggi. Kalau flash point terlalu rendah dapat jadi
masalah dengan banyaknya pelumas yang ikut terbakar (terbuang) dan adanya
bahaya kebakaran. Batasan nilai flash point minyak pelumas pada pemeriksaan
laboratorium/test dibawah 1800C, maka minyak disarankan untuk diganti.
2.4.

Total Base Number ( TBN )


Merupakan angka kadar basa yang dinyatakan dalam mgr KOH/gram.
Angka TBN merupakan ukuran kemampuan minyak pelumas untuk menetralisir
asam kuat (sulfat) yang terjadi dari proses pembakaran dalam silinder. Bahan
aditif

yang

biasa

digunakan

untuk

memperbaiki

TBN

antara

lain

senyawa Calsium (Ca),Barium (Ba) atau Magnesium (Mg). Selain itu pelumas
harus memiliki angka TBN yang baik agar tidak terjadi kehilangan angka TBN
awal. Untuk mesin bensin atau diesel, penurunan TBN ini tidak boleh sedemikian
rupa hingga kurang dari 1, lebih baik diganti dengan minyak pelumas baru, karena
ketahanan dari minyak pelumas tersebut sudah tidak ada.
2.5.

Total Acid Number ( TAN )


Parameter ini menunjukan tingkat keasaman organic yang dimiliki
minyak pelumas tersebut. Besaran ini dapat dipakai sebagai ukuran tingkat
oksidasi dari minyak pelumas. TAN untuk minyak pelumas mesin diesel dipilih
yang sekecil kecilnya.

2.6.

Detergency dan Dispersancy


Detergency dimaksud adalah kemampuan minyak pelumas untuk
membersihkan dinding dari kotoran yang timbul dari hasil pembakaran .
Sedangkan dispersan adalah kemampuan minyak pelumas untuk mengurai atau
memisahkan kotoran hasil pembakaran menjadi butiran bebas, dengan maksud
agar tidak terjadi pengumpalan (jelaga) yang dapat merusak mesin. Dispersan
umumnya digunakan untuk minyak pelumas diesel putaran tinggi.

2.7.

Demulsibility
Yaitu kemampuan minyak pelumas untuk memisahkan diri dari air.
Batasan kandungan air dalam minyak pelumas maksimal adalah 0,2 % volume.
Umumnya digunakan pada minyak pelumas diesel putaran sedang atau atas dasar
permintaan dari pabrikan mesin.

2.8.

Oxidation Stability
Yaitu kemampuan minyak pelumas untuk melindungi diri dari proses
kerusakannya dini akibat terjadinya reaksi kimia antara oksigen dan komponen
minyak yang menimbulkan kotoran dan asam.

2.9.

Wear Control
Yaitu kemampuan minyak pelumas untuk mempertahankan komposisi
kimianya jika digunakan dalam jangka waktu yang panjang dan pada temperatur
yang tinggi agar tidak berubah menjadi sludge atau polimer yang dapat
mengurangi kemampuan minyak itu sendiri

2.10.

Anti Foaming
Yaitu kemampuan minyak pelumas untuk tidak membentuk busa dan
sekaligus dapat memisahkan diri dari udara atau mengurangi tingkat oksidasi
minyak. Karena dengan timbulnya busa dalam minyak sangat mempengaruhi
kualitas pelumasan dan dapat membahayakan bagian mesin khususnya bearing.

2.11.

Spreadability
Yaitu kemampuan minyak pelumas untuk menyebar kedaerah-daerah
yang sering terjadi gesekan atau butuh pelumasan. Kemampuan minyak pelumas
ini penting terutama untuk pelumasan silinder.

3.

Cara Pembuatan Pelumas


Teknologi proses pembuatan pelumas atau yang lebih sering dikenal

dengan oli sebenarnya bisa disebut teknik pencampuran antara fluida liquid
dengan solid hingga membentuk emulsi. Pelumas juga bisa didapat dari berbagai
bahan baku tergantung jenisnya seperti minyak bumi (crude oil), minyak nabati
(contoh: minyak jarak pagar), dan bahan kimia (oli sintetik).

Gambar 3.1. Blok diagram pembuatan oli dari crude oil

3.1.

Bahan Baku
Ada dua komponen penting yang digunakan sebagai bahan baku

pembuatan pelumas yakni base oil dan additive. Berdasarkan katanya, base oil
berarti merupakan bahan dasar pelumas dan additive berarti bahan tambahan.
Base oil bisa dibedakan menjadi dua yakni mineral oil dan synthetic oil. Mineral
oil merupakan salah satu dari fraksi minyak bumi golongan medium-berat, dengan
specific gravity 0.86 0.89 pada suhu 30C, sedangkan synthetic oil adalah base
oil yang bisa jadi berasal mineral oil yg diolah lebih lanjut, miyak nabati
(vegetables oils), atau bisa juga merupak hasil sintesa dari gugus Poly Alpha
Olefin.
Additive adalah bahan tambahan yang bisa berasal dari campuran base
oil dengan beberapa tambahan bahan kimia, bisa juga berupa 100% bahan kimia.
Additive dapat di golongkan dalam beberapa fungsi :
1) Additive pelumas itu sendiri. Additive ini disebut primary additive, yang
memang perannya untuk membentuk pelumas tsb. Semisal untuk menaikkan
kinematic viscosity, menaikkan density, atau memang merupakan formula

kimia untuk pembuat pelumas tersebut seperti pencegah gesekan antar logam
pada mesin, mencegah timbulnya kotoran pada mesin, menetralisir asam, dsb.
2) Pewarna pelumas. Termasuk secondary additive. Berfungsi memberi warna
pelumas. Biasanya hanya digunakan dalam jumlah kecil dalam tiap takaran
batch produksi.
3) Pengharum pelumas. Sama dengan pewarna, hanya digunakan sejumlah kecil.
3.2.

Proses Produksi
Bahan baku dipompa dengan gear pumps dari tangki storage menuju

blender melalui steam/electric traced pipes agar memudahkan proses transfer,


juga supaya tidak terjadi penyumbatan di dalam pipa yang digunakan. Satupersatu base oil dipompa menuju blender untuk ditakar dan ditimbang beratnya di
dalam blender sesuai urutan dalam recipe dimana recipe merupakan formula yang
merupakan perbandingan antara base oil dan additive. Kemudian additive
selanjutnya dimasak sesuai dengan recipe pelumas tersebut.
Di dalam blender, semua bahan baku tersebut ditakar, diaduk hingga
homogen dan terkadang juga dipanasi untuk mempercepat homogenitasnya
hingga menjadi pelumas. Setelah proses memasak dan pengadukan cukup,
selanjutnya pelumas ditransfer menuju tanki produk dan siap untuk disampling
oleh QC (Quality Control) pabrik pelumas.
3.3.

Quality Control
Seperti pada kebanyakan industri, peran QC sangat penting untuk

memuaskan customer. Jaminan produk yang bermutu dan berkualitas adalah


tuntutan. Tim QC bertanggung-jawab atas semua kualitas produk, bahan baku,
dan packaging. Analisa viscosity (kinematic), density, metal contents, sulfur
content, water content, dsb. Bahan baku, dan produk disampling oleh team QC
untuk dianalisa di laboratorium yang selanjutnya akan diberikan sertifikasi
kualitas. Apakah produk tsb direlease, di re-blend atau perlu di hold karena out of
specs.
3.4.

Macam-macam Blending
Operasi blending berbeda-beda tergantung dari proses kerjanya seperti

otomatis atau manual.

3.4.1.

Conventional Blending
Operasi secara manual dimana komponen ditimbang dan kemudian baru

dimasukan ke dalam blender. Blender yang digunakan diberikan panas dan


pengadukan dilakukan dengan bantuan agitator. Hasil pelumas akhir kemudian
difiltrasi dan dimasukan kemasan secara langsung setelah dari kettle.

Gambar 3.2. Conventional blender

3.4.2.

Automatic Batch Blending


Automatic Batch Blender adalah alat yang didesain untuk proses

pembuatan dengan formula yang kompleks secara batch dengan batch size 1025
MT. Desain yang dibuat pada alat ini didasarkan pada pengukuran otomatis pada
berat kedua bahan baku (base oil dan additive). Blender yang digunakan
dilengkapi dengan closing header line, electro pneumatic valve, dan mass flow
meters. Additive yang digunakan sudah di pre-blender dan ditakar secara tepat.
Dalam proses pengadukan, dibantu dengan heater dan agitator hingga mencapai
homogenitas yang diinginkan. Keseluruhan proses dikontrol dengan PLC
(Programmable Logic Controller) dan dilengkapi dengan sistem manajemen
recipe.

Gambar 3.3. Automatic Batch Blender

4.

Manfaat Pelumas
Pelumas biasanya digunakan pada mesin yang bergerak secara mekanik

baik pada kendaraan bermotor, turbin yang berputar, dan lain sebagainya. Berikut
merupakan manfaat pelumas pada mesin :
4.1.

Mengendalikan Gesekan
Gesekan pada komponen-komponen yang bekerja pada sistem

pelumasan akan menimbulkan panas, sehingga dapat memicu timbulnya keausan


yang berlebih. Seperti diketahui, pelumas dapat bekerja dalam tiga daerah
pelumasan, yaitu pelumasan batas, pelumasan selaput fluida, dan pelumasan
hidrodinamika. Dimana viskositas merupakan sifat yang langsung memberi
pengaruh pada gesekan. Semua bentuk panas yang timbul pada bantalan hasil
gesekan harus dihilangkan pada saat sistem itu telah mencapai suhu operasi yang
stabil.
4.2.

Mengendalikan Suhu
Dalam mengendalikan suhu, sistem temperatur pelumas secara langsung

menyesuaikan dan bereaksi pada suhu komponen yang memanas akibat bekerja
satu sama lain. Ketika terjadi hubungan antara logam dengan logam, banyak panas
yang diserap, sehingga pelumas berperan sangat penting membantu proses
penyerapan panas dengan cara mentransfer permukaan yang mempunyai suhu
tinggi dan memindahkannya ke media lain yang suhunya lebih rendah. Tugas ini
memerlukan sirkulasi pelumas dalam jumlah banyak dan konstan.
4.3.

Mengendalikan Korosi
Tingkat perlindungan korosi yang diberikan tergantung pada lingkungan

di tempat permukaan logam yang dilumasi itu bekerja. Jika mesin itu bekerja di
dalam ruangan dengan kondisi kelembaban yang rendah dan tidak ada
kontaminasi dari bahan yang korosif, kemungkinan tidak terjadi korosi. Adanya
kontaminasi yang korosif pada operasi mesin, membuat upaya mengendalikan
korosi menjadi lebih sulit. Sehubungan dengan itu, pelumas yang digunakan
dalam mesin harus memberi kemampuan perlindungan korosi dalam tingkat yang
sangat tinggi. Yang perlu dipertimbangkan dalam mengatasi korosi pada mesin

yang bekerja pada lingkungan yang korosif di udara terbuka adalah pengaruh
kontaminasi terhadap sifat pelumas itu sendiri. Kemampuan pelumas untuk
mengendalikan korosi adalah langsung berhubungan dengan ketebalan selaput
pelumas yang tetap ada pada permukaan logam dan komposisi kimia pelumas.
Bahan yang biasanya digunakan untuk aditif penghindar korosi adalah surfaktan.
4.4.

Mengendalikan Keausan
Keausan yang terjadi pada sistem pelumasan disebabkan oleh 3 (tiga)

hal, yaitu abrasi, korosi, dan kontak antara logam dengan logam. Keausan abrasi
biasanya disebabkan oleh partikel padat yang masuk ke lokasi pelumas itu berada.
Bentuk keauasan abrasi adalah torehan (scoring) dan garukan (starching).
Keausan yang diakibatkan karena korosi umumnya disebabkan oleh produk
oksidasi pelumas. Pemrosesan yang lebih sempurna dengan menambahkan aditif
penghindar oksidasi dapat mengurangi terjadinya kerusakan pelumas. Keausan
juga disebabkan oleh terjadinya kontak antara logam dan logam yang merupakan
hasil rusaknya selaput pelumas. Singkatnya, sesuatu yang menyebabkan
permukaan logam yang dilumasi saling mendekat sehingga terjadi kontak antara
satu permukaan dengan permukaan lainnya menyebabkan timbulnya keausan.
4.5.

Mengisolasi Listrik
Pada beberapa penggunaan khusus, pelumas dituntut untuk bersifat

sebagai isolator listrik. Untuk tetap mendapatkan nilai isolasi maksimal, pelumas
harus dijaga tetap bersih dan bebas air. Pelumas harus tidak mengandung aditif
yang menimbulkan proses elektrolisis jika terkena sejumlah air.
4.6.

Meredam Kejutan
Fungsi dari pelumas sebagai fluida peredam kejutan dilakukan dengan 2

(dua) cara. Pertama, yang sangat dikenal adalah memindahkan tenaga mekanik ke
tenaga fluida seperti dalam peredam kejut otomotif (shock absorbser). Dalam hal
ini, vibrasi atau osilasi tubuh kendaraan menyebabkan piston yang berada di
dalam silinder fluida yang tetutup bergerak naik turun. Fluida bergerak mengalir
dari sisi piston ke sisi yang melewati suatu celah dengan menghilangkan tenaga
mekanik melalui gesekan fluida. Untuk itu, biasanya digunakan pelumas dengan

indeks viskositas yang tinggi. Mekanisme kedua yang berperan dalam meredam
kejutan fungsi pelumas adalah perubahan viskositas terhadap tekanan.
4.7.

Pembersih Kotoran
Pelumas disebut sebagai pembersih atau pembilas kotoran yang masuk

di dalam sistem karena adanya partikel padat yang terperangkap diantara


permukaan logam yang dilumasi. Hal ini benar-benar terjadi pada jenis mesin
internal-combution,

dimana

aditif

detergen-dispersan

digunakan

untuk

melumatkan lumpur dan membawanya dari karter ke saringan yang dirancang


untuk menepis partikel padat yang dapat menimbulkan keausan.
4.8.

Memindahkan Tenaga
Salah satu peningkatan fungsi pelumas modern adalah media hidrolik.

Peralatan otomatis pada kendaraan merupakan salah satu contoh meningkatnya


kompleksitas

persyaratan

pelayanan

pelumas.

Pelumas

ini

menunjukan

penggunaan terbesar fluida pemindah tenaga (power-transmission fluids), menjadi


suatu kebutuhan yang utama untuk menggunakan pelumas yang baik, dan sifatsifat hidrolik merupakan hal yang juga harus dipertimbangkan.
4.9.

Membentuk Sekat
Minyak Pelumas sendiri bersifat sebagai sekat, yaitu pelumas yang

tinggi viskositasnya akan berfungsi sebagai sekat dari celah yang lebih lebar. Oleh
karena itu, dianjurkan untuk mesin yang sudah tua menggunakan pelumas mesin
yang memiliki viskositas lebih tinggi dari normalnya. Hal ini disebabkan jarak
bebas atau clearance mesin tua lebih lebar dari mesin yang baru.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim

.2011.

Karakteristik

Pelumas.

(Online):

http://oli-

industri.blogspot.co.id/2011/03/karakteristik-pelumas.html. (Diakses pada


31 Oktober 2016).
Akrom, Hanifa. 2009. Pengetahuan Umum tentang Minyak Pelumas. (Online):
https://eyesbeam.wordpress.com/2009/03/11/pengetahuan-umum-tentanglubricating-oil-minyak-pelumas/. (Diakses pada 31 Oktober 2016).
Arif, M. 2009. Pelumas. (Online): https://itemberry.wordpress.com/2009/04/13/
pelumas/. (Diakses pada 30 Oktober 2016).
Anggara, P. N. 2013. Fungsi Utama Pelumasan. (Online): http://polman-tab1.blog
spot.co.id/2013/07/fungsi-utama-pelumasan.html.

(Diakses

pada

30

Oktober 2016).
Endrianto.

2013.

Minyak

Pelumas

(Online):

http://marinepowerplant.blogspot.co.id/2013/10/minyak-pelumas.html.
(Diakses pada 31 Oktober 2016).
Frigiride. 2008. Lube Oil Blending Plants. (Online): http://www.lubeoil.co.in/lube
-oil-blending-plant.html. (Diakses pada 30 Oktober 2016).
Handa, Apriya. 2011. Macam-macam Pelumas Mesin. (Online): http://artikelteknologi.com/macam-macam-pelumas-mesin/. (Diakses pada 31 Oktober
2016).
Jumain, A. 2012. Pelumas Sintetik. (Online): http://anangjumain.blogspot.co.id /
2012/10/pelumas-sintetik.html. (Diakses pada 30 Oktober 2016).
Kiswanto, Eko. 2012. Pengetahuan Umum tentang Pelumas Nabati. (Online):
http://ekokiswantoblog.blogspot.co.id/2012/07/pengetahuan-mengenaipelumas-nabati.html. (Diakses pada 31 Oktober 2016).

Anda mungkin juga menyukai