Anda di halaman 1dari 11

1.

PASTEURISASI
Pasteurisasi adalah proses pemanasan makanan, biasanya cair, dengan suhu tertentu untuk
jangka waktu tertentu, dan kemudian pendinginan segera. Proses ini memperlambat pertumbuhan
mikroba dalam makanan. Proses pemanasan anggur untuk tujuan pelestarian telah dikenal di
Cina sejak 1117 dan didokumentasikan di Jepang pada tahun 1568 dalam buku harian Tamoninnikki, tapi versi modern diciptakan oleh kimiawan Perancis dan mikrobiologi Louis Pasteur. Tes
pasteurisasi pertama diselesaikan oleh Louis Pasteur dan Claude Bernard pada bulan April 1862.
Proses pada awalnya dipahami sebagai cara untuk mencegah anggur dan bir dari souring.
Tidak seperti sterilisasi, pasteurisasi tidak dimaksudkan untuk membunuh semua mikroorganisme dalam makanan. Sebaliknya pasteurisasi bertujuan untuk mengurangi jumlah patogen
yang layak sehingga mereka tidak menyebabkan penyakit (dengan asumsi produk yang
dipasteurisasi disimpan sebagai ditunjukkan dan dikonsumsi sebelum tanggal kedaluwarsa).
Skala komersial sterilisasi makanan tidak umum karena hal itu merugikan mempengaruhi rasa
dan kualitas produk. Produk makanan tertentu, seperti produk susu, yang dipanaskan untuk
memastikan mikroba patogen dihancurkan.
Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan dengan suhu yang relatif cukup rendah
(dibawah 1000C) dengan tujuan untuk menginaktifasi enzim dan membunuh mikroba pembusuk.
Pemilihan proses ini didasarkan pada sifat produk yang relatif asam sehingga mikroba menjadi
lebih sensitif terhadap panas. Selain itu, penggunaan panas yang tidak terlalu tinggi juga dapat
mengurangi resiko rusaknya beberapa zat gizi seperti vitamin C. Proses pasteurisasi sedikit
memperpanjang umur simpan produk pangan dengan cara membunuh semua mikroorganisme
patogen (penyebab penyakit) dan sebagian besar mikroorganisme pembusuk, melalui proses
pemanasan. Karena tidak semua mikroorganisme pembusuk mati oleh proses pasteurisasi, maka
untuk memperpanjang umur simpannya produk yang telah dipasteurisasi biasanya disimpan di
refrigerasi (suhu rendah). Proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, dengan cara
tidak kontinyu (batch) dan kontinyu. Pasteurisasi secara batch dilakukan dengan memanaskan
bahan pangan pada suhu dan waktu pasteurisasi tertentu, selanjutnya dikemas dalam kemasan
steril dengan teknik pengisian hot filling. Sementara pasteurisasi kontinyu dilakukan dengan
menggunakan pelat pemindah panas (plate heat exchanger). Proses berlangsung tanpa terputus:
bahan yang telah dipasteurisasi langsung dibawa ke tahap pendinginan dan langsung dikemas.
Cara kontinyu menggunakan suhu yang lebih tinggi dengan waktu proses yang lebih singkat
dibandingkan metode batch. Proses sterilisasi menggunakan kombinasi suhu tinggi dan waktu
tertentu untuk membunuh semua mikroorganisme termasuk sporanya didalam bahan pangan,
yang dapat tumbuh pada kondisi normal. Proses ini lebih intens dari proses pasteurisasi,
menggunakan suhu di atas 1000C dengan waktu yang lebih lama sehingga bisa mempengaruhi
penampakan dan rasa produk. Sterilisasi komersial tidak sama dengan sterilisasi absolut. Pada
sterilisasi komersial, proses sterilisasi ditujukan untuk membunuh semua mikroorganisme yang
hidup pada suhu penyimpanan normal (disuhu ruang).
Harus diingat, bahwa beberapa mikroorganisme bisa membentuk spora yang mampu
bertahan pada suhu tinggi. Pada kondisi penyimpanan yang benar, spora ini tidak bergerminasi,
tetapi pada suhu penyimpanan yang salah (suhu penyimpanan diatas suhu penyimpanan normal),
maka spora tersebut dapat bergerminasi dan menyebabkan kerusakan makanan kaleng.
Clostridium botulinum menjadi target utama dari proses sterilisasi komersial untuk pangan yang
pHnya diatas 6.4, atau awnya diatas 85%. Ketidakcukupan proses sterilisasi (suhu tidak tercapai
atau waktu sterilisasi kurang) akan menyebabkan spora C. botulinum bergerminasi dan tumbuh

serta memproduksi toksin botulin yang sangat mematikan didalam makanan kaleng tersebut.
Waktu dan suhu sterilisasi bahan pangan tergantung pada jenis wadah yang digunakan, dan
kondisi (jenis, komposisi dan kekentalan) bahan pangan yang akan disterilisasi. Sebagai contoh,
proses sterilisasi soup memerlukan waktu yang lebih pendek dari proses sterilisasi kornet. Cairan
(kuah) soup akan membantu mempercepat proses pindah panas (heat transfer) secara konveksi.
Pada sterilisasi kornet, proses pindah panas terjadi secara konduksi sehingga proses pemanasan
berjalan lambat. Produk pangan sterilisasi mempunyai umur simpan yang panjang dan dapat
disimpan pada suhu ruang, misalnya kornet dan cocktail buah kalengan. Produk juga harus
dilengkapi dengan keterangan tanggal kadaluarsa pada labelnya.
1.1.Tujuan dan Metode Pasteurisasi
Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang bersifat patogen
dan tidak membentuk spora. Oleh sebab itu, proses ini sering diikuti dengan teknik lain misalnya
pendinginan atau pemberian suhu. Pasteurisasi memiliki tujuan :
a) Untuk membunuh bakteri patogen, yaitu bakteri yang berbahaya karena dapat menimbulkan
penyakit pada manusia. Bakteri pada susu yang bersifat patogen misalnya mycobacterium
tuberculosis dan coxiellabunetti, dan mengurangi populasi bakteri.
b) Untuk memperpanjang daya simpan alat-alat medis.
c) Dapat menimbulkan citarasa yang lebih baik pada produk susu.
d) Pada susu proses ini dapat meng-in active-kan enzim fosfatase dan katalase yaitu enzim yang
membuat susu cepat rusak.
Metode pasteurisasi yang umum digunakan adalah pasteurisasi dengan suhu tinggi dan
waktu singkat (High Temperature Short Time, HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15
16 detik pada suhu 71,7 75 C dengan alat Plate Heat Exchanger. Pasteurisasi dengan suhu
rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time, LTLT), yakni proses pemanasan susu pada
suhu 61 C selama 30 menit.Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High
Temperature) yaitu memnaskan susu pada suhu 1310C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan
dengan tekanan tinggi untuk menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya pembakaran
susu pada alat pemanas.
Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu lama (High Temperature Long Time,
HTLT) dilakukan dengan cara pemanasan alat-alat medis selama 20 menit pada temperatur 85
100 C dengan menggunakan pemanas (heater). Sedangkan pasteurisasi dengan temperatur
rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time, LTLT) dilakukan dengan cara proses
pemanasan alat alat medis pada temperatur kurang dari 85 C selama 10 menit.
1.2.Pasteurisasi susu
Pasteurisasi biasanya terkait dengan susu. Pasteurisasi (yaitu, panas dan tegang) krim
untuk meningkatkan kualitas menjaga mentega dipraktekkan di Inggris sebelum 1773 dan telah
diperkenalkan ke Boston, New England, oleh 1773, meskipun tidak secara luas dipraktekkan di
AS untuk dua puluh tahun ke depan. Masih ditulis sebagai sebuah proses baru di surat kabar
Amerika sebagai sebagai akhir 1802.
Pasteurisasi susu disarankan oleh Franz von Soxhlet pada tahun 1886 . Ini adalah alasan
utama untuk kehidupan rak diperpanjang susu. Suhu Tinggi Waktu Pendek (HTST) pasteurisasi
susu biasanya memiliki kehidupan rak berpendingin dua sampai tiga minggu, sedangkan ultrapasteurisasi susu dapat bertahan lebih lama, kadang-kadang dua sampai tiga bulan. Ketika ultra-

perlakuan panas (UHT) yang dikombinasikan dengan penanganan kontainer steril dan teknologi
(seperti kemasan aseptik), bahkan dapat disimpan selama 6-9 bulan unrefrigerated
Susu pasteurisasi adalah susu segar yang telah mengalami pemanasan pada suhu di
bawah 100oC. Standar pasteurisasi menggunakan suhu 62 oC selama 3 menit atau suhu 71 oC
selama 15 detik. Pemanasan tersebut bertujuan mematikan bakteri bakteri patogen, sehingga
susu pasteurisasi dalam jangka waktu tertentu aman untuk diminum tanpa harus dipanaskan lagi.
Pada penyimpanan dingin 4oC, susu pasteurisasi tidak rusak dalam waktu 7 hari
(Hadiwiyoto, 1994).
2. DISINFEKTAN
Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau
pencemaran olehjasad renik atau obat untuk membasmi kuman penyakit. Pengertian lain dari
disinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki kemampuan
membunuh mikroorganisme yang terpapar secara langsung oleh disinfektan. Disinfektan tidak
memiliki daya penetrasi sehingga tidak mampu membunuh mikroorganisme yang terdapat di
dalam celah atau cemaran mineral. Selain itu disinfektan tidak dapat membunuh spora
bakterisehingga dibutuhkan metode lain seperti sterilisasi dengan autoklaf.
Efektivitas disinfektan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lama paparan, suhu,
konsentrasi disinfektan, pH, dan ada tidaknya bahan pengganggu. pH merupakan faktor penting
dalam menentukan efektivitas disinfektan, misalnya saja senyawa klorin akan kehilangan
aktivitas disinfeksinya pada pH lingkungan lebih dari 10. Contoh senyawa pengganggu yang
dapat menurunkan efektivitas disinfektan adalah senyawa organik.
Syarat ideal suatu disinfektan yaitu :
1.
Bekerja cepat, efektif, broad spektrum (bakteri, virus dan jamur)
2.
Aktivitas tidak dipengaruhi bahan organik, suhu, pH, kesadahan air dan detergen
3.
Punya efek residual yang baik
4.
Tidak toksik pada hewan dan manusia
5.
Non korosif, non staining dan baunya disukai (beraroma)
6.
Stabil dalam penyimpanan setelah dipakai
7.
Terbiodegradasi / ramah lingkungan
8. Mudah diaplikasikan, tersedia dan ekonomis.
2.1.Penggunaan Disinfektan
Desinfektan sangat penting bagi rumah sakit dan klinik. Desinfektan akan membantu
mencegah infeksi terhadap pasien yang berasal dari peralatan maupun dari staf medis yang ada di
rumah sakit dan juga membantu mencegah tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien. Perlu
diperhatikan bahwa desinfektan harus digunakan secara tepat (Imbang, 2009).
a. Desinfektan tingkat rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan :
Golongan pertama
1.
Klorhexidine (Hibitane, Savlon).
2.
Cetrimide (Cetavlon, Savlon).
3.
Fenol-fenol (Dettol).
Desinfektan golongan ini tidak aman untuk digunakan :

1.
2.

Membersihkan cairan tubuh (darah, feses, urin dan dahak).


Membersihkan peralatan yang terkena cairan tubuh misalnya sarung tangan yang terkena

darah.
Klorheksidine dan cetrimide dapat digunakan sebagai desinfekan kulit
fenol-fenol dapat digunakan untuk membersihkan lantai dan perabot seperti meja dan
almari namun penggunaan air dan sabun sudah dianggap memadai.
Golongan kedua
a). Desinfektan yang melepaskan klorin.
Contoh : Natrium hipoklorit (pemutih, eau de javel), Kloramin (Natrium tosilkloramid,
Kloramin T) Natrium Dikloro isosianurat (NaDDC), Kalsium hipoklorit (soda terklorinasi,
bubuk pemutih)
b). Desinfektan yang melepaskan Iodine misalnya : Povidone Iodine (Betadine, Iodine lemah)
1.
Alkohol : Isopropil alkohol, spiritus termetilasi, etanol.
2.
Aldehid : formaldehid (formalin), glutaraldehid (cidex).
3.
Golongan lain misalnya : Virkon dan H2O2. (Imbang, 2009)
3.
4.

2.2.Jenis Jenis Disinfektan


2.2.1. Golongan Aldehyde
Sebagai desinfektan glutaraldehid membutuhkan konsentrasi 1-2%, aktif terhadap bakteri,
virus dan jamur, bila waktu kontak cukup dapat membunuh spora bakteri. Tidak nyaman
digunakan karena uapnya cukup beracun dapat mengiritasi mata, hidung dan tenggorokan, hal ini
dapat menyebabkan gejala asma pada orang yang sensitif.
Cara Kerjanya :
Alkilasi membran dan inti sel memberikan gugus alkil pada senyawa yang diserang sehingga
senyawa tersebut mengalami kerusakan
Pada membran sel glutaraldehid menyerang gugus amin (-NH) & gugus thiol (-SH) sehingga
struktur membran sel rusak
Pada inti sel glutaraldehid merusak atom Nitrogen (N) pada cincin basa purin pembentuk asam
inti.
2.2.2. Formaldehida
Formaldehida atau dikenal juga sebagai formalin, dengan konsentasi efektif sekitar 8%. Formaldehida
merupakan disinfektan yang bersifat karsinogenik pada konsentrasi tinggi namun tidak korosif terhadap metal, dapat
menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan pernapasan . Senyawa ini memiliki daya inaktivasi mikroba dengan
spektrum luas. Formaldehida juga dapat terinaktivasi oleh senyawa organik.

Formaldehida merupakan senyawa organik dengan rumus CH 2O. Ini adalah aldehida yang
paling sederhana, maka nama IUPAC-nya metanal. Formaldehida adalah gas tidak berwarna
dengan bau menyengat yang khas. Ini merupakan prekursor penting bagi banyak senyawa kimia
lainnya, terutama untuk polimer. Pada tahun 2005, produksi tahunan dunia formaldehida
diperkirakan 23 juta ton ( 50000000000) solusi Komersial formaldehida dalam air, biasa disebut
formalin, yang sebelumnya digunakan sebagai disinfektan dan untuk pengawetan spesimen
biologis..
Dalam pandangan luas toksisitas, penggunaan dan volatilitas, paparan formaldehid adalah
pertimbangan signifikan bagi kesehatan manusia. Pada tanggal 10 Juni 2011, Program
Toksikologi Nasional AS telah digambarkan formaldehida sebagai "dikenal sebagai karsinogen
manusia".

2.2.3. Phenol
Phenol murni sebagai antiseptik sudah tidak dipakai lagi, penggunaan sebagai desinfektan
masih dipertahankan. Derivatnya adalah Chlorinated cresols, Phenolmercuric compounds.
Penggunaan sebagai desinfektan mulai dibatasi karena bersifat sitotoksik juga terhadap sel
mamalia. Desinfektan phenol digunakan utk mendekontaminasi permukaan kasar dirumah sakit
dan laboratorium, penetasan dan farm besar. Tidak dianjurkan pada ruangan anak-anak,
penggunaan dikaitkan dengan kasus hiperbilirubinemia
Cara kerja senyawa phenol : dengan cara mengganggu dinding sel, menyebabkan denaturasi
protein pada membran dan sitoplasma, serta menonaktifkan enzim-enzim. Akibatnya proteinprotein sel akan menggumpal dan tidak berfungsi sehingga menyebabkan kematian sel.
Fenol merupakan bahan antibakteri yang cukup kuat dalam konsentrasi 1-2% dalam air,
umumnya dikenal dengan lisol dan kreolin. Fenol dapat diperoleh melalui distilasi produk
minyak bumi tertentu. Fenol bersifat toksik, stabil, tahan lama, berbau tidak sedap, dan dapat
menyebabkan iritasi, Mekanisme kerja senyawa ini adalah dengan penghancuran dinding sel dan
presipitasi (pengendapan) protein sel dari mikroorganisme sehingga terjadi koagulasi dan
kegagalan fungsi pada mikroorganisme tersebut.
2.2.4. Quats

Adanya aktivitas quats struktur membran sel terganggu dan menjadi tidak selektif lagi.
Membran sel tidak dapat menahan masuknya racun-racun dari luar sel, begitu pula komponen
penting dari dalam sel akan keluar, akhirnya sel mengalami kematian.
Keuntungan.
Broad spektrum untuk bakteri dan virus
Tidak berwarna, tidak bau, non korosif, non volatil, punya efek residu yang baik, non toksisitas,
non staining, non bleaching, menghasilkan iritasi minimum.
Terbiodegradasi dengan baik, range pH luas (2-12), aman untuk sanitasi air minum unggas (40100ppm), tidak dipengaruhi oleh suhu, baik digunakan pada air sadah, mudah dicampur dalam
air
Cara Kerjanya : Quats bekerja dengan cara merusak membran sel sehingga terjadi perubahan
permeabilitas membran sel. Pada kondisi normal, membran sel bersifat permeabel (selektif)
terhadap zat-zat kimia tertentu yang dibutuhkan oleh mikroorganisme.

2.2.5. Amonium kuartener


Amonium kuartener merupakan garam ammonium dengan substitusi gugus alkil pada
beberapa atau keseluruhan atom H dari ion NH4+nya. Umumnya yang digunakan adalah en:cetyl
trimetil ammonium bromide(CTAB) atau lauril dimetil benzyl klorida. Amonium kuartener dapat
digunakan untuk mematikan bakteri gram positif, namun kurang efektif terhadap bakteri gram
negatif, kecuali bila ditambahkan dengan sekuenstran (pengikat ion logam). Senyawa ini mudah
berpenetrasi, sehingga cocok diaplikasikan pada permukaan berpori, sifatnya stabil, tidak
korosif, memiliki umur simpan panjang, mudah terdispersi, dan menghilangkan bau tidak sedap.
Kelemahan dari senyawa ini adalah aktivitas disinfeksi lambat, mahal, dan menghasilkan residu.

2.2.6. Kalium permanganat


Kalium permanganat merupakan zat oksidan kuat namun tidak tepat untuk disinfeksi air.
Penggunaan senyawa ini dapat menimbulkan perubahan rasa, warna, dan bau pada air. Meskipun
begitu, senyawa ini cukup efektif terhadap bakteri Vibrio cholerae.
3. ANTISEPTIK
Antiseptik atau germisida adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau
menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang
hidup
seperti
pada
permukaan kulit dan membran mukosa. Antiseptik berbeda dengan antibiotik dan disinfektan,
yaitu antibiotik digunakan untuk membunuhmikroorganisme di dalam tubuh, dan disinfektan
digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati. Hal ini disebabkan antiseptik
lebih aman diaplikasikan pada jaringan hidup, daripada disinfektan. Penggunaan disinfektan
lebih ditujukan pada benda mati, contohnya wastafel atau meja. Namun, antiseptik yang kuat dan
dapat mengiritasi jaringan kemungkinan dapat dialihfungsikan menjadi disinfektan contohnya
adalah fenol yang dapat digunakan baik sebagai antiseptik maupun disinfektan. Penggunaan
antiseptik sangat direkomendasikan ketika terjadi epidemi penyakit karena dapat memperlambat
penyebaran penyakit.
Efektivitas antiseptik dalam membunuh mikroorganisme bergantung pada beberapa
faktor, misalnya konsentrasi dan lama paparan. Konsentrasi memengaruhi adsorpsi atau
penyerapan komponen antiseptik. Pada konsentrasi rendah, beberapa antiseptik menghambat
fungsi biokimia membran bakteri, namun tidak akan membunuh bakteri tersebut. Ketika
konsentrasi antiseptik tersebut tinggi, komponen antiseptik akan berpenetrasi ke dalam sel dan
mengganggu fungsi normal seluler secara luas, termasuk menghambat biosintesis(pembuatan)
makromolekul dan persipitasi protein intraseluler dan asam nukleat (DNA atau RNA}. Lama
paparan antiseptik dengan banyaknya kerusakan pada sel mikroorganisme berbanding lurus.
3.1.Jenis Jenis Antiseptik
Banyak zat kimia yang digolongkan sebagai antiseptik. Berikut antiseptik yang umumnya
digunakan :
1.
Alkohol 60-90% (etil, atau isopropil, atau methylated spirit).
2.
Klorheksidin glukonat 2-4% (Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane).
3.
Klorheksidin glukomat dan setrimide, dalam berbagai konsetrasi (Savlon).
4.
Yodium 3%, yodium dan produk alkohol berisi yodium atau tincture (yodium tinktur).
5.
Iodofor 7,5-10% berbagai konsentrasi (Betadine atau Wescodyne).
6.
Kloroksilenol 0,5-4% (para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi
(Dettol).
7.
Triklosan 0,2-2% . (Syaifudin, 2005).
Dalam pemilihan suatu antiseptik, perlu diperhatikan karakteristik yang diinginkan (misalnya
absorpsi dan daya tahan), keamanan, efektivitas, ketersediaan, penerimaan oleh staf dan yang
terpenting biayanya (Boyce dan Pitter 2002; Larson 1995; Rutala 1996). Larutan antiseptik yang
dianjurkan, aktivitas mikrobiologinya dan potensi penggunaannya. (sistem gradasi yang
digunakan pada kolom adalah sangat baik, baik, cukup dan tidak) (Syaifudin, 2005).
3.1.1. Hidrogen Peroksida (H2O2)

Hidrogen peroksida (H2O2) adalah cairan bening , agak lebih kental daripada air, yang
merupakanoksidator kuat.
Sifat
terakhir
ini
dimanfaatkan
manusia
sebagai
bahan pemutih (bleach), disinfektan, oksidator, dan sebagai bahan bakar roket.
Hidrogen peroksida dijual bebas, dengan berbagai merek dagang dalam konsentrasi
rendah (3-5%) sebagai pembersih luka atau sebagai pemutih gigi (pada konsentrasi terukur).
Dalam konsentrasi agak tinggi (misalnya merek dagang Glyroxyl) dijual sebagai pemutih
pakaian dan disinfektan. Penggunaan hidrogen peroksida dalam kosmetika dan makanan tidak
dibenarkan karena zat ini mudah bereaksi (oksidan kuat) dan korosif.
Sebagai antiseptik untuk membersihkan debris-debris pada luka lama, bisul dan luka
bernanah. Short acting antiseptic artinya kerja antiseptik ini pendek. Dapat diaplikasikan
sebagai : Wound dressing (hidrogen peroksida 3%), tetes telinga 2%, namun punya rentag
efektifitas 3-7%. Sensitif pada bakteri aerob (gram positif dan gram negatif). Kurang sensitif
pada pyogenic cocci dan spora. Efek sampingnya adalah iritasi kulit dan mukosa sifatnya
sementara.
Cara kerjanya : Mengoksidasi komponen-komponen sel mikroorganisme seperti ;
protein, lemak dinding sel dan asam nukleat. Hampir seluruh bagian sel terpengaruh.Komponen
sel yang teroksidasi mengalami perubahan struktur sehingga tidak berfungsi semestinya.

3.1.2. Iodine (Golongan Halogen)


Biasanya digunakan untuk irigasi intraurine dan vaginal ( 0.2% ). Iodine tincture USP
mengandung 2% iodine dan 2,4% sodium iodida dalam alcohol. Antiseptic paling aktif untuk
kulit yang tidak mengalami gangguan, reaksi hipersensitivitas tinggi dan efek staining.
Cara Kerja : Oksidasi, Protein, lemak dan asam nuklet bila teroksidasi akan mengalami
parubahan struktur dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Proses oksidasi menghasilkan
efek yang cepat (< 3 menit) . disarankan lebih baik waktu kontak minimal 10 menit.
3.1.3. Iodophore (Golongan Halogen)
Iodophore adalah persiapan yang mengandung iodine dikomplekskan dengan agen
pelarut, seperti surfaktan atau povidone (membentuk povidone-iodine). Hasilnya adalah bahan
yang larut dalam air yang melepaskan yodium bebasketika dalam larutan. Iodophors disiapkan
oleh pencampuran yodium dengan agen pelarut, panas dapat digunakan untuk mempercepat
reaksi.
Iodophor sering digunakan oleh pembuat bir dan pembuat anggur untuk membersihkan
peralatan dan botol. Keuntungan utamanya atas pembersih lainnya adalah bahwa ketika
digunakan dalam proporsi yang tepat menguap langsung dari solusi ke gas, dan karenanya tidak
meninggalkan residu. Namun, juga dapat meninggalkan noda oranye-coklat pada bagian plastik
dan peralatan yang dibiarkan kontak dengan.
Hal ini sering diberikan dalam konsentrasi yang berbeda dan selanjutnya diencerkan
dengan air sebelum digunakan. Label akan menyarankan rasio pengenceran yang sesuai, 1:1000
atau 1:100 umumnya. Peralatan yang akan dibersihkan harus benar-benar bersih dan kiri dalam
kontak dengan larutan selama minimal 2 menit.

Iodophore bisa dikatakan sebagai senyawa komplek iodine dengan agen aktif permukaan
seperti polivinyl pyrrolidone (PVP;povidone-iodine). Iodine berada dalam bentuk terikat oleh
surfaktan dan akan dilepaskan perlahan-lahan saat penggunaan. Jumlah iodine bebas akan dirilis
ketika larutan diencerkan. Iodophore harus diencerkan sesuai petunjuk produsen untuk
mendapatkan aktivitas penuh Agen ini mampu membunuh bakteri vegetatif, jamur dan virus
yang mengandung lipid. Cara kerjanya adalah sama dengan Iodine.
3.1.4. Clorine
Senyawa klorin yang paling aktif adalah asam hipoklorit. Mekanisme kerjanya adalah
menghambatoksidasi glukosa dalam sel mikroorganisme dengan cara menghambat enzimenzim yang terlibat dalammetabolisme karbohidrat . Kelebihan dari clorine ini adalah mudah
digunakan, dan jenis mikroorganisme yang dapat dibunuh dengan senyawa ini juga cukup luas,
meliputi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Kelemahan dari clorine berbahan dasar
klorin adalah dapat menyebabkan korosi pada pH rendah (suasana asam), meskipun sebenarnya
pH rendah diperlukan untuk mencapai efektivitas optimum antiseptik ini. Klorin juga cepat
terinaktivasi jika terpapar senyawa organik tertentu
Bekerja sebagai agen oksidasi kuat, bekerja cepat dan spektrum luas, digunakan pada
tempat berventilasi.
Tersedia dalam bentuk cair dan granul;
a. Cairan Sodium hipoklorit, 0,5%, 4%, 5-15% klorin (bleach)
b. Kalsium hipoklorit, 65-70% klorin
c. Bentuk cair stabil pada konsentrsi maksimal 7% (pada konsentrasi 8-15% bertahan 2 minggu
setelah pembuatan).
d. Klorin kering lebih stabil pada tempat kering
3.1.5. Alkohol
Dari golongan alkohol yang paling sering digunakan sebagai antiseptik adalah
alkohol ethanol (70%),methanol (70-80%). Aktivitas alkohol meningkat dengan bertambahnya
panjang rantai pada struktur dan bertambahnya bobot molekul. Keuntungannya ; spektrum luas,
bekerja cepat, mudah diperoleh, non staining dan tidak menghasilkan residu. Kerugian :
membutuhkan waktu kontak yang lama, mudah menguap yang dapat mengurangi konsentrasi
dan mudah terbakar.
Cara Kerjanya : melarutkan lipid pada membran sel dan menyebabkan denaturasi protein
mikroorganisme.
Etil dan isopropil alkohol 60-90% merupakan antiseptik yang baik dan mudah diperoleh
serta murah. Sangat efektif dalam mengurangi mikroorganisme di kulit. Juga efektif terhadap
virus hepatitis dan HIV, jangan dipakai untuk selaput lendir (misalnya di vagina), karena alkohol
mengeringkan dan mengiritasi selaput lendir dan kemudian merangsang pertumbuhan
mikroorganisme.
Menurut Larson (1995) alkohol merupakan salah satu antiseptik paling aman. Etil atau
isopropil alkohol 60-70% efektif dan pengeringan kulit kurang pada konsentrasi lebih tinggi,
lebih murah dari yang konsentrasi lebih tinggi. Karena pengeringan pada kulit kurang, etil
alkohol lebih sering digunakan pada kulit.
Keuntungan :
1.
Cepat membunuh jamur dan bakteri termasuk mikrobakteri; isopropil alkohol membunuh
sebagian besar virus, termasuk HBV dan HIV; etil alkohol membunuh semua jenis virus.

Walaupun alkohol tidak mempunyai efek membunuh yang persisten, pengurangan cepat
mikroorganisme di kulit, melindungi organisme tumbuh kembali bahkan di bawah sarung tangan
selama beberapa jam.
3.
Relatif murah dan tersedia di mana-mana.
Kerugian :
1.
Memerlukan emulien (misalnya gliserin dan atau propilen glikol) untuk mencegah
pengeringan kulit.
2.
Mudah pengeringan kulit.
3.
Mudah diinaktivasi oleh bahan-bahan organik.
4.
Mudah terbakar sehingga perlu disimpan di tempat dingin atau berventilasi baik.
5.
Merusak karet atau lateks.
6.
Tidak dapat dipakai sebagai bahan pembersih. (Syaifudin, 2005)
2.

3.1.6. Triclosan
Triclosan adalah antiseptik yang efektif dan populer, bisa ditemui dalam sabun, obat
kumur, deodoran, dan lain-lain. Triclosan mempunyai daya antimikroba dengan spektrum luas
(dapat melawan berbagai macam bakteri) dan mempunyai sifat toksisitas minim. Mekanisme
kerja triclosan adalah dengan menghambat biosintesis lipid sehingga membran mikroba
kehilangan kekuatan dan fungsinya.
Triclosan adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam beberapa produk yang
berfungsi sebagai antikuman. Triclosan sudah digunakan sejak 40 tahun yang lalu. Mula mula,
triclosan digunakan di rumah sakit sebagai bahan antikuman. Penggunaan pada produk rumah
tangga baru dilakukan secara meluas sejak 15 tahun yang lalu.
Badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat atau FDA saat ini sedang meneliti efek
berbahaya dari triclosan. Banyak yang beranggapan bahwa triclosan bertanggung jawab atas
pencemaran air minum di Amerika dan efek resistensi kuman terhadap antibiotika. Meskipun FDA tetap
beranggapan bahwa triclosan aman digunakan pada manusia, tetapi penelitian tentang efek berbahaya
dari triclosan masih terus berlangsung.
Penentang keputusan FDA tentang keamanan triclosan beranggapan bahwa pada penelitian
terhadap binatang percobaan, triclosan menganggu hormon yang berfungsi pada pertumbuhan otak dan
alat reproduksi. Gangguan ini akan menyebabkan seseorang kesulitan dalam belajar dan mandul. Selain
itu, triclosan juga diduga bertanggung jawab atas maraknya resistensi kuman terhadap antibiotika.
Triklosan adalah subtansi tidak berwarna yang terdapat dalam sabun sebagai antimikrobial.
Konsentrasi 0,2-2,0% mempunyai aktivitas antimikrobial sedang terhadap koki gram positif, mikobakteria
dan jamur, tapi tidak terhadap baksil gram negatif, khususnya P aeruginosa (Larson 1995). Meskipun
perhatian ditujukan pada resistensi terhadap bahan ini bisa berkembang lebih siap dari bahan antiseptik
lain, resistensi pada flora kulit tidak ditemukan penelitian klinis sampai saat ini.

Keuntungan :
1.
Aktivitas berspektrum luas.
2.
Persistensi sangat bagus.
3.
Sedikit efeknya oleh bahan organik.
Kerugian :
1.
Tidak ada efeknya terhadap P aeruginosa atau baksil gram negatif lain.
2.
Bakteriostatik (hanya mencegah pertumbuhan). (Syaifudin, 2005)

3.1.7. Asam Borat (Boraks)


Asam Borat merupakan antiseptik lemah, tidak mengiritasi jaringan. Zat ini dapat digunakan
secara optimum saat dilarutkan dalam air dengan perbandingan 1:20.
Boraks merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri nonpangan,
khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Ia tidak berwarna dan gampang larut
dalam air. Gelas pyrex yang terkenal kuat bisa memiliki performa seperti itu karena dibuat dengan
campuran boraks. Kemungkinan besar daya pengawet boraks disebabkan oleh senyawa aktif asam
borat.
Asam borat (H3BO3) merupakan asam organik lemah yang sering digunakan sebagai antiseptik,
dan dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat (H 2SO4) atau asam khlorida (HCl) pada boraks.
Asam borat juga sering digunakan dalam dunia pengobatan dan kosmetika. Misalnya, larutan asam borat
dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata dan dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga
digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung, dan salep luka kecil. Namun, ingat, bahan ini tidak boleh
diminum atau digunakan pada luka luas, karena beracun ketika terserap masuk dalam tubuh.

3.1.8.

3.1.9.

Garam Merkuri
Senyawa ini adalah antiseptik yang paling kuat. Merkuri klorida (HgCl) dapat digunakan untuk
mencuci tangan dengan perbandingan dalam air 1:1000.. Senyawa ini dapat membunuh hampir semua
jenis bakteri dalam beberapa menit.. Kelemahan dari senyawa ini adalah berkemungkinan besar
mengiritasi jaringan karena daya kerja antimikrobanya yang sangat kuat.
Klorheksidin Glukonat (CHG)
Klorheksidin glukonat adalah antiseptik yang sangat baik. Ia tetap aktif terhadap mikroorganisme
di kulit beberapa jam sesudah pemberian dan aman bahkan untuk bayi dan anak. Karena klorheksidin
glukonat diinaktivasi oleh sabun, aktivitas residualnya bergantung pada konsentrasinya. Konsentrasi 24% merupakan yang dianjurkan. Formulasi baru 2% dalam air dan 1% klorheksidin tanpa air, dicampur
alkohol juga efektif.

Keuntungan :
1.
Antimikrobial spektrum luas.
2.
Secara kimiawi aktif paling sedikit 6 jam.
3.
Perlindungan kimiawi (jumlah mikroorganisme terhalang) meningkat dengan penggunaan
ulang.
4.
Pengaruh material organik minimal.
5.
Tersedia produk komersial, yang umum adalah dicampur dengan deterjen dan alkohol.
Kerugian :
1.
Mahal dan tidak selalu tersedia.
2.
Efek dikurangi atau dinetrelisasi oleh sabun, air ledeng, dan beberapa krim tangan.
3.
Tidak efektif terhadap basil TBC, baik dan efektif melawan jamur.
4.
Tidak dapat dipakai pada pH > 8 karena mengalami dekomposisi.
5.
Hindari kontak dengan mata, karena dapat mengakibatkan konjungtivitas. (Syaifudin,
2005)
3.1.10. Kloroheksilenol
Kloroheksilenol (para-kloro-metaksilenol atau PCMX) adalah devisi halogen dari silenol yang luas
tersedia dalam konsentrasi 0,5-4%. Kloroheksilenol memecahkan mikroorganisme dengan memecah
dinding sel. Hal ini merupakan penghapus kuman yang beraktivitas rendah (Fevero, 1985) dibandingkan

dengan alkohol, yodium, iodofor dan kurang efektif dalam menurunkan flora kulit daripada CHG atau
iodofor (Sheen dan Stiles, 1982). Karena ia menembus kulit, dapat beracun jika dioleskan pada beberapa
bagian dari tubuh, dan tidak boleh digunakan pada bayi. Meskipun, produk komersil dengan
kloroheksilenol dengan konsentrasi di atas 4% tidak boleh digunakan.

Keuntungan :
1.
Aktivitas bersepektrum luas.
2.
Hanya sedikit efeknya terhadap materi organik.
3.
Efek residu tahan sampai beberapa jam.
4.
Minimal efek oleh bahan organik.
Kerugian :
1.
Diinaktivasi oleh sabun (surfaktan nonionik), penggunaan untuk persiapan kulit
berkurang.
2.
Tidak boleh digunakan pada bayi baru lahir, karena dapat menyerap dengan cepat dan
potensial meracuni. (Syaifudin, 2005)
4.

PERBEDAAN STERILISASI DAN DISINFEKSI

Sterilisasi
1. Semua mikroba termasuk spora bakteri akan terbunuh.
2.
Dapat dilakukan dengan menggunakan pemanasan uap (autoklav) atau dengan panas
kering.
3.
Dapat juga dilakukan dengan penjenuhan dengan glutaraldehid atau formaldehid selama
10 jam.
Desinfeksi tingkat tinggi
1.
Semua mikroba, sebagian dari spora bakteri terbunuh.
2.
Dapat dilakukan dengan pendidihan selama 20 menit atau dengan penjenuhan dengan
jumlah besar disinfektan selama 30 menit misalnya dengan mengunakan glutaraldehid atau
H2O2
Desinfeksi tingkat rendah
Akan menghilangkan jumlah mikroba sehingga peralatan atau permukaan badan aman
untuk dipegang. Desinfeksi ini dapat dilakukan dengan beberapa macam
disinfektan(Signaterdadie, 2009)

Anda mungkin juga menyukai