Anda di halaman 1dari 5

EXPANDED ENVIRONMENT

SYNANTRHOPIC SPACE
PENELITIAN ARSITEKTUR
RA 141363

Disusun Oleh :
Sapta Sunusae

3213100013

SEMESTER 6
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2016
PENGANTAR

We are united with all life that is in nature. Man can no longer live his life for
himself alone
- Albert Schweitzer, French-German Philosopher
Sudah menjadi ranah arsitektur bahwa selalu melakukan pembangunan pada sebuah
lingkungan, baik berupa mendesain ulang lingkungan terbangun maupun di lingkungan yang
masih baru. Kondisi tersebut tidak lain juga merupakan imbas dari naiknya populasi manusia
jika dibandingkan makhluk hidup lain yang ada di bumi.

Hal tersebut tampaknya merupakan media bagi Arsitektur untuk tumbuh subur dalam
menyelesaikan persoalan manusia dan lingkungan yang akan ditinggalinya. Dari sinilah
muncul gagasan bahwa bagaimana jika Arsitektur terus mengekspansi diri hingga
menjangkau ke daerah terpencil bahkan alam liar. Sebagai contoh, sudah banyak rencana
reklamasi yang mengatasnamakan kepentingan publik dan demi mencapai lingkungan baru
yang lebih harmonis. Namun bagaimana dengan nasib biota laut yang sudah mendiami
kawasan tersebut sebelumnya. Dalam hal ini adalah mengembangnya ranah arsitektur, dan
habitat manusia mendesak lingkup dari biota lain.
The most important quality of architecture is the way it relates to, and dignifies a
place on earth. This is why architecture we most admire, be it the product of individulas, or
civilizations, is that which has been built with a sense of allegiance to the landscape
-WG Clark Dari uraian tersebut ruang lingkup dari bahasan ini adalah mengetahui sejauh mana
hubungan atara manusia dan bioma lain dari segi habitat serta ekspansi dari keduanya, dan
mengetahui intervensi arsitektur dalam hubungan tersebut.

SYNANTRHOPIC SPACE

Diagram tersebut menjelaskan bahwa jika masing-masing pihak, dalam hal ini adalah
manusia dan bioma lain bertemu. Maka akan ada sebuah ruang yang terbentuk diantaranya
keduanya akibat aktivitas ekspansi masing-masing. Interaksi bioma dengan manusia secara
intrinsik dipengaruhi oleh faktor-faktor kontrol dan persepsi. Persepsi individu dari spesies
menginformasikan tingkat kontrol mereka. Sebaliknya, kontrol mempengaruhi hubungan
yang terjadi antara manusia dan bioma serta persepsi yang terbentuk.

Diagram diatas menunjukkan contoh terdapat empat skenario mengenai hubungan


manusia dan ekspansi bioma lain (burung) yang diungkapkan oleh Sarah Gunawan.
1. Neighbour
Persepsi-Kontrol : Burung memiliki kandang diluar rumah manusia. Batas bangunan sebagai
batas arsitektural yang membagi interior dari eksterior dan menyediakan kontrol bagi
manusia dalam area domestiknya begitu pula dengan burung. Persepsi terhadap burung dalam
hal ini adalah sebagai hiburan.
(Manusia megontrol daerahnya, burung mengontrol daerahnya)
2. Intruder
Persepsi-Kontrol : Burung yang sama memasuki rumah dan dianggap sebagai ancaman,
kontrol manusia atas area domestiknya hilang.
( Burung mengambil kontrol, manusia tidak memiliki kontrol )
3. Pet
Persepsi-Kontrol : Setelah burung yang masuk rumah terkandang dalam sangkar, sebaliknya
status penyusup berubah menjadi hewan peliharaan kesayangan. Hal ini karena kontrol dari
manusia terhadap hewan terbentuk.
( Burung tidak memiliki kontrol, manusia memiliki kontrol )
4. Synanthropic
Persepsi-Kontrol : Kohabitasi yang terbentuk antara manusia dan burung terjadi karena
ketebalan dari batas bangunan. Batas fisik dari bangunan menyediakan habitat bagi burung
dan memudarkan tingkat kontrol manusia pada burung.
( Kontrol antara manusia dan burung memudar, tidak jelas )
Secara geografis, ruang ketegangan terbesar antara manusia dan hewan adalah
wilayah domestik rumah di kawasan suburbia yang notabene belum jelas antara lansekap
alami dan terbangun. Daerah tersebut banyak memunculkan hubungan yang bersifat
synanthropic.

ARCHITECTURAL ISSUE SCOPE


Ruang lingkup dari isu ini adalah transformasi dari ekologi suburb dan terikat
dengan ruang yang terjadi ketegangan antara manusia, hewan serta teritorial domestik dari
bangunan. Dengan tujuan mengeksplorasi potensi arsitektur untuk bekerjasama dengan
habitat mendukung sistem dari lansekap yang ada. Mempertanyakan hubungan antara skala
dari sebuah desain dan pengaruhnya terhadap lingkungan ekologi. Serta bagaimana
penggandaan dari produk arsitektur ini dapat menjadi sebuah sistem yang menyatu dan
mempengaruhi sistem dan pola yang berskala teritori besar.
Dalam sebuah konteks dari urbanisasi global dan perubahan sosio-ekologi,
Synantropic Suburbia mengambil kesempatan untuk menyusun kembali hubungan manusia
dan hewan secara budaya dan keterkaitannya secara ekologi. Binatang dalam hal ini
dipandang setara dengan agen yang berkontribusi untuk produksi, konsumsi dan pembentuk
habitat.
Synanthropic Suburbia memudarkan definisi spasial antara manusia dan hewan untuk
memaksimalkan hubungan saling menguntungkan dalam bentuk kohabitasi. Pada akhirnya
persepsi dapat terarah dan kondisi lingkungan hidup yang lebih dinamis antara manusiahewan dapat terbentuk. Namun pertanyaan masih muncul tentang seberapa dekat hubungan
antara keduanya dikatakan terlalu dekat?.

Anda mungkin juga menyukai