Anda di halaman 1dari 95

LAPORAN MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM


PERSEPSI SENSORI AKIBAT KATARAK SINILIS

Dosen pengampu : Ns. Dwiyanti Purbasari, S.Kep., M.Kep


Kelompok B:
Mamat Rohmat

(213.C.0002)

Mafni Yulianingsih

(213.C.0004)

Andriyan Lutfi Arip

(213.C.0006)

Ati Wulandari

(213.C.0008)

Siti Rohimah

(213.C.0013)

Lia Setiawati

(213.C.0015)

Hilman Arif Firmansyah

(213.C.0019)

Dimas Pratama

(213.C.0020)

Siti Nuraina Inayah

(213.C.0022)

Muamar

(213.C.0027)

Nuryadi

(213.C.0028)

Ely Ferdiana

(213.C.0029)

Rina Maryatiana

(213.C.0031)

Agnes Acida

(213.C.0034)

Nelly Sulvassamawati

(213.C.0036)

Wiwid Ariska Larasati

(213.C.0042)

Neng Ledy Lestary

(213.C.0043)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA CIREBON


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2016

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
laporan dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Persepsi Sensori Akibat Katarak. Laporan ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori pada Program Studi S1
Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mahardika
Cirebon.
Selama proses penyusunan laporan ini penyusun tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak yang berupa bimbingan, saran dan petunjuk baik berupa moril,
spiritual maupun materi yang berharga dalam mengatasi hambatan yang
ditemukan. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur dengan kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Ibu Ns. Dwiyanti Purbasari, S.Kep., M.Kep yang telah memberikan
bimbingan dan dorongan dalam penyusunan laporan ini sekaligus sebagai
dosen pengampu Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori.
2. Ibunda dan ayahanda kami yang tercinta serta saudara dan keluarga besar
kami yang telah memberikan motivasi/dorongan dan semangat, baik berupa
moril maupun materi lainnya.
3. Sahabat dan rekan STIKes Mahardika, khususnya Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT. membalas baik budi dari semua pihak yang telah
berpartisipasi membantu penyusun dalam menyusun laporan ini. Penyusun
menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna, untuk itu penyusun mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan penyusunan selanjutnya.

Penyusun berharap, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin
Wassalamualaikum wr.wb.

Cirebon, 21 Maret 2016

Kelompok B

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................


Daftar Isi .....................................................................................................
Daftar Tabel.................................................................................................
Daftar Gambar ............................................................................................

i
iii
iv
v

BAB I Pendahuluan
a. Latar Belakang ................................................................................. 1
b. Rumusan Masalah ............................................................................ 1
c. Tujuan .............................................................................................. 2
d. Manfaat ............................................................................................ 2
BAB II Tinjauan Teori
a. Definisi ............................................................................................. 3
b. Jenis-jenis Katarak ...........................................................................3
c. Stadium Katarak ...............................................................................5
d. Anatomi Fisiologi .............................................................................6
e. Etiologi ............................................................................................. 36
f. Patofisiologi ..................................................................................... 37
g. Manifestasi Klinik ............................................................................ 37
h. Komplikasi ....................................................................................... 38
i. Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 42
j. Penatalaksanaan ............................................................................... 46
k. Konsep Nursing Care Plan .............................................................. 50
BAB III Pembahasan Kasus
a. Pengkajian ........................................................................................ 67
b. Analisa Data ..................................................................................... 69
c. Diagnosa ........................................................................................... 71
d. Nursing Care Plan ........................................................................... 74
e. Analisa kesenjangan teori dan kasus ................................................ 78
BAB IV Penutup
a. Simpulan ........................................................................................... 79
b. Saran ................................................................................................. 79
Daftar Pustaka

iii

DAFTAR TABEL

Nomor

Nama Tabel

Halaman

1
2
3
4
5

Pigmen warna sel pada retina


Pola Aktivitas
Analisa Data Berdasarkan Teori
Rencana ashuna keerawatan berdasarkan teori
Analisa Data Berdasarkan Kasus

25
52
54
59
70

Rencaha Asuha Keperawatan Berdasarkan Kasus

73

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor
1.
2.

Nama Gambar

Halaman

Tampilan mata pada klien katarak


Gambar Otot Mata

3
11

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Katarak merupakan penyebab utama gangguan penglihatan dan
kebutaan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Diperkirakan lebih
dari 50% kebutaan disebabkan oleh katarak. Di Indonesia, diperlukan
operasi katarak sekitar 240.000 orang setiap tahunnya. Rata-rata operasi
katarak dilakukan terhadap 170.000 orang/tahun, itu berarti terdapat
kesenjangan sekitar 70.000 orang yang belum dioperasi dan setiap tahun
akan meningkat.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa,
atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, 2009). Kekeruhan ini dapat
mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa sehingga pandangan
dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Penyebab utama katarak
adalah usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti trauma,
toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter
(Vaughan & Asbury, 2007).
Kesenjangan ini terkait dengan luasnya wilayah dan kondisi
geografis Indonesia, masih terbatasnya jumlah dan distribusi dokter
spesialis mata, dan masih rendahnya pengetahuan masyarakat terutama di
daerah terpencil bahwa kebutaan karena katarak dapat disembuhkan
dengan operasi (Depkes RI. 2015).

B.

Rumusan Masalah
Dalam penyusunan laporan ini akan dibahas mengenai kasus Katarak
yang meliputi tinjauan teori, pembahasan kasus klien dengan katarak dan
analisa kesenjangan teori dan kasus.

C.

Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan yang
diberikan pada Tn.X dengan gangguan sistem sensori persepsi akibat
Katarak.
2. Tujuan khusus
a.

Untuk mengetahui definisi Katarak

b.

Untuk mengetahui etiologi Katarak

c.

Untuk mengetahui manifestasi klinis Katarak

d.

Untuk mengetahui patofisiologi Katarak

e.

Untuk mengetahui analisa data klien dengan Katarak

f.

Untuk mengetahui asuhan keperawatan Katarak)

g.

Untuk mengetahui pengkajian klien Katarak

h.

Untuk mengetahui analisa data klien Katarak

i.

Untuk mengetahui masalah keperawatan pada klien dengan


Katarak

j.

Untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan pada klien dengan


Katarak

k.

Untuk mengetahui kesenjangan antara teori dengan kasus yang di


alami klien

D.

Manfaat
Penyusunan

laporan

ini

memiliki

manfaat

sebagai

modal

pembelajaran dan referensi terkait konsep teori dan proses asuhan


keperawatan pada klien dengan Katarak untuk dapat diimplementasikan
dengan baik sesuai masalah keperawatan dan rencana asuhan keperawatan
yang telah dipelajari.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.

Definisi
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya
jernih dan bening menjadi keruh. Katarak berasal dari bahasa Yunani yang
berarti kattaracheis, Bahasa Inggris Catarract dan bahasa Latin Catarracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular, dimana
penglihatan seperti ditutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
dapat terjadi karena hidrasi, denaturasi protein atau keduanya (Ilyas, S.
2006).
Katarak adalah kekeruhan pada lensa. Beberapa tingkatan banyak
ditemukan pada kebanyakan lansia berusaia di atas 70 tahun. Katarak
merupakan penyebab penurunan penglihatan dan kebutaan di seluruh
dunia (Black and Hawks. 2009).
Katarak merupakan perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih
dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak
bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit
mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina
(Irianto, Koes 2012).

Gambar 1 Tampilan mata pada klien katarak (Khalilullah, Alfin 2010)

B.

Jenis-jenis Katarak
Menurut Vaughan, Dale (2000) terbagi atas :
1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
3

Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering


dijumpai. Satusatunya gejala adalah distorsi penglihatan dan
penglihatan yang semakin kabur (Vaughan, Dale 2000).
2. Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera
sesudahnya. Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui
penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik, yang
lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau
beerkaitan dengan berbagai sindrom (Vaughan, Dale 2000).
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait
dengan

sebab-sebab

spesifik.

Katarak

didapat

terutama

disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun tembus. Penyyebab


lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat
(Vaughan, Dale 2000).
3. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda
asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi
putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul
lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang korpus
vitreum masuk kedalam struktur lensa (Vaughan, Dale 2000).
4. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit
intraokular pada fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah
sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa.
Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma,
retinitis pigmentosa dan pelepasan retina (Vaughan, Dale 2000).
5. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan
sistemik berikut: diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi

miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan syndrome Lowe,


Werner atau Down (Vaughan, Dale 2000).
6. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930an sebagai akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan
untuk menekan nafsu makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam
waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang
dapat menyebabkan kekeruhan lensa (Vaughan, Dale 2000).
7. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior
akibat katarak traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya
ekstraksi katarak ekstrakapsular (Vaughan, Dale 2000).

C.

Stadium Katarak
Katarak ini dibagi ke dalam 4 stadium, yaitu:
1. Katarak insipien, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji
menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal)
a. Katarak subkapsular psoterior, kekeruhan mulai terlihat di
anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat lensa
dan korteks berisi jaringan degeneratif (beda morgagni) pada
katarak insipien (Resnikoff S2008).
b. Katarak intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan
lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Pada keadaan
ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung
dan daya biasnya bertambah, yang akan memberikan miopisasi
(Resnikoff S2008).
2. Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak
yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah
akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif lensa. Pada
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,
sehingga terjadi glaukoma sekunder (Resnikoff S2008).

3. Katarak matur, pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh


lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang
menyeluruh. Bila katarak imatur tidak dikeluarkan, maka cairan lensa
akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal dan terjadi
kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi
lensa pada katarak matur. Bilik mata depan berukuran dengan
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada shadow
test, atau disebut negatif (Resnikoff S2008).
4. Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami proses
degenerasi lanjut, dapat menjadi keras, lembek dan mencair. Massa
lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa
menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat
bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Kadang
pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn
menjadi kendur. Bila proses katarak berlajut (Resnikoff S2008).

D.

Anatomi Fisiologis
1. Anatomi Indra Penglihatan
Menurut buku (Pearce E.C, Anatomy & Physiology for Nurse.
2006). Bentuk mata manusia hampir bulat, berdiameter 2,5 mm bola
mata terletak bantalan mata, pada sebelah depan dilindungi oleh
kelopak mata dan di tempat lain dengan tulang orbita. Bola mata
terdiri atas :
a. Dinding mata
Terdiri dari kornea dan seklera selaput koroid, kopus siliaris, iris
dan pupil.
b. Medium tempat cahaya lewat terdiri dari kornea acqueus
humour, lensa, dan viterus humour.
c. Jaringan nefrosa terdiri dari sel-sel saraf pada retina, serat saraf
yang menjalar melalui sel-sel ini.
Selain itu, anatomi mata manusia terbagi menjadi 2 bagian
yaitu bagian luar dan bagian dalam :

1. Bagian luar
a. Bulu mata
Merupakan rambut-rambut halus yang terdapat di tepi
kelopak mata, bulu mata berfungsi untuk melindungi mata
dari benda-benda asing (Syaifuddin, H., 2006).
b. Alis mata (supersilium)
Yaitu rambut-rambut halus yang terdapat diatas mata
yang berfungsi mnecegh masuknya air atau keringat dari
dahi ke mata (Syaifuddin, H., 2006).
c. Kelopak mata (palpebra)
Merupakan dua buah lipatan atas dan bawah kulit
yang terletak di depan bulbus okuli, berfungsi pelindung
mata sewaktu-waktu kalau ada gangguan mata dapat
menutup dan membuka mata (Syaifuddin, H., 2006).
d. Kelenjar air mata
Berguna untuk selalu membasahi permukaan kornea
agar tetap bening yang berfungsi untuk menghasilkan air
mata yang bertugas untuk menjaga mata agar tetap lembab
(Syaifuddin, H., 2006).
2. Bagian Dalam
a. Konjungtiva
Merupakan tipis bening yang melapisi permukaaan
bagian dalam kelopak mata dan menutupi bagian depan
seklera kecuali kornea, konjungtiva mengandung banyak
sekali pembuluh darah dan berfungsi untuk melindungi
kornea dari gesekan, memberikan perlidungan pada
seclera dan memberi pelumasan pada bola mata (Bruce
James dkk, 2005).
b. Seclera
Seclera merupakan jaringan ikat yang kuat yang
berada pada lapisan terluar mata yang berwarna putih
kemudian berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan

mekanis dan menjadi tempat melekatnya otot mata (Bruce


James dkk, 2005).
c. Kornea
Merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea
kita dapat melihat membran pupil dan iris, berfungsi
sebagai pelindung mata agar tetap bening dan bersih,
kornea ini di basahi oleh air mata yang berasal dari
kelenjar air mata (Bruce James dkk, 2005).
d. Khoroid
Merupakan selaput tipis dan lembab merupakan
bagian belakang tunika vaskulosa (lapisan tengah dan
sangat peka oleh rangsangan). Yang berfungsi memberi
nutrisi ke retina dan badan kaca, dan mencegah refleksi
internal cahaya (Bruce James dkk, 2005).
e. Iris
Merupakan diagfragma yang terletak diantara
kornea dan mata, terdapat pigmen dibelakang iris dan
pigmen ini menentukan warna pada mata seseorang. Dan
iris dapat mengatur jumlah cahaya yang masuk kemata
dan dikendalikan oleh saraf otonom (Bruce James dkk,
2005).
f. Pupil
Dari kornea cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil
menentukan kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata
yang lebih dalam. Pupil mata akan melebar jika kondisi
ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi
ruangan terang, kemudian berfungsi sebagai tempat untuk
mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk kedalam
mata. Pupil merupakan tempat lewatnya cahaya menuju
retina (Bruce James dkk, 2005).
g. Lensa

Organ fokus utama, yang membiaskan berkasberkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang
dilihat, menjadi bayangan yang jelas pada retina. Lensa
berada dalam sebuah kapsul yang elastik yang di kaitkan
pada korpus siliare koroid oleh ligamentum suspensorium.
Lensa

berfungsi

memfokuskan

pandangan

dengan

mengubah bentuk lensa. Lensa berperan penting pada


pembiasan cahaya (Bruce James dkk, 2005).
h. Retina
Retina merupakan lapisan bagian dalam yang sangat
halus dan sangat sensitif terhadap cahaya. Pada retina
terdapat

reseptor

(fotoreseptor).

Berfungsi

untuk

menerima cahaya. Mengubahnya menjadi impuls saraf dan


menghantarkan impuls ke saraf optik (Bruce James dkk,
2005).
i. Aqueous humor atau cairan berair terdapat dibalik kornea
Strukturnya sama dengan cairan sel, mengandng
nutrisi bagi kornea dan dapat melakukan difusi gas dengan
udara luar melalui kornea. Berfungsi menjaga bentuk
kantong depan bola mata (Bruce James dkk, 2005).
j. Vitreus humor (badan bening)
Badan

bening ini

terletak

dibelakang

lensa.

Bentuknya berupa zat transparan seperti jelly 9agar-agar)


yang jernih. Zat ini mengisi pada mata dan membuat bola
mata membulat yang berfungsi menyokong ensa dan
menolong dalam menjaga bentuk bola mata (Bruce James
dkk, 2005)
k. Bintik kuning
Merupakan bagian retina yang paling peka terhadap
cahaya karena merupakan tempat perkumpulan sel-sel
saraf yang berbentuk kerucut dan batang dan berfungsi

untuk menerima cahaya dan meneruskan ke otak (Bruce


James dkk, 2005).
l. Saraf optik
Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam
retina dari retina, untuk menuju ke otak yang berfungsi
untuk meneruskan sebuah rangsang cahaya hingga ke
otak. Semua informasi yang akan dibawa oleh saraf
nantinya diproses oleh otak. Dan dengan demikian kita
bisa melihat suatu benda (Bruce James dkk, 2005).
m. Otot mata
Otot-otot yang melekat pada mata :
1) Muskulus levator palpebralis superior inferior,
fungsinya mengangkat kelopak mata
2) Muskulus orbitakularis okuli otot lingkar mata,
fungsinya untuk menutup mata
3) Muskulus rectus okuli inferir (otot disekitar mata)
Berfungsi untuk menggerakkan bola mata kebawah
dan ke dalam
4) Muskulus rectus okuli medial (otot disekitar mata)
Berfungsi untuk menggerakkan mata dalam (bola
mata)
5) Muskulus

obluques

okuli

superior,

fungsinya

memutar mata keatas, kebawah, dan keluar

10

Gambar 2 Otot Mata (Maksum, 2009)

2. Fisiologi Indra Penglihatan


Agar dapat melihat, mata harus menangkap pola cahaya di
lingkungan sebagai bayangan optik di suatu sel peka sinar yaitu retina.
Citra tersandi di retina disalurkan melalui serangkaian tahap
pemrosesan visual yang semakin rumit hingga akhirnya secara sadar
dipersepsikan sebagai kemiripan visual dari bayangan asli. (Sherwood,
2011)
1. Mekanisme protektif yang membantu mencegah cedera pada
mata
Terdapat beberapa mekanisme yang membantu melindungi mata
dari cedera, kecuali pada bagian anterior bola mata dilindungi oleh
tulang tempat mata berada.
a. Kelopak mata bekerja sebagai penutup untuk melindungi mata
bagian anterior mata dari gangguan lingkungan. Kelopak mata
menutup secara refleks untuk melindungi mata pada keadaan
terancam. Kedipan mata yang berulang membantu menyebarkan
air mata yang berfungsi sebagai pelumas, pembersih dan
bakterisidal (Sherwood, 2011).

11

b. Kelenjar lakrimal, memproduksi air mata secara terus menerus


di bagian sudut lateral atas dibawah kelopak mata. Cairan
pencuci mata ini mengalir diatas permukaan anterior mata dan
keluar melalui saluran-saluran halus di sudut mata untuk
akhirnya sampai ke bagian belakang saluran hidung. Sistem
drainase ini tidak dapat mengatasi produksi air mata yang
berlebihan saat kita menangis sehingga air mata meluap dari
mata (Sherwood, 2011).
c. Bulu mata, bersifat protektif menangkap kotoran halus di udara
misalnya debu, sebelum masuk ke mata (Sherwood, 2011).
2. Tiga lapis jaringan khusus pembungkus mata
Mata adalah struktur bulat berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan dari bagian paling luar ke dalam. Lapisan-lapisan tersebut
adalah:
a. Sklera/ kornea, membentuk bagian putih mata dengan suatu
lapisan kuat jaringan ikat yang menutupi sebagian besar bola
mata. Di sebelah luar terdiri dari kornea transperan, yang dapat
ditembus oleh berkas cahaya untuk masuk ke interior mata
(Sherwood, 2011).
b. Koroid/ badan siliaris/ iris, adalah lapisan tengah dibawah
sklera. Koroid berpigmen banyak dan mengandung banyak
pembuluh darah yang memberi nutrisi bagi retina (Sherwood,
2011).
c. Retina, merupakan lapisan paling dalam yang terdiri dari lapisan
berpigmen disebelah luar dan lapisan jaringan saraf disebelah
dalam (Sherwood, 2011).
Yang terakhir, mengandung sel batang (rods) dan sel
kerucut (cones), fotoreseptor yang mengubah energi cahaya
menjadi impuls saraf. Pigmen di koroid dan retina menyerap
sinar setelah sinar mengenai retina untuk mencegah pantulan
atau pembuyaran sinar di dalam retina.Bagian interior mata
terdiri dari dua rongga berisi cairan yang dipisahkan oleh sebuah

12

lensa elips, yang semuanya transparan agar cahaya dapat


menembus mata dari kornea hingga retina (Sherwood, 2011).
a. Rongga posterior (belakang) yang lebih besar antara lensa dan
retina mengandung bahan setengah cair mirip gel yang disebut
humor vitreus. Humor vitreus penting untuk mempertahankan
bentuk bola mata agar tetap bulat (Sherwood, 2011).
b. Rongga anterior antara kornea dan lensa mengandung cairan
jernih encer yang disebut humor aquous. Humor aquous
membawa nutrien untuk kornea dan lensa yaitu dua struktur
yang tidak memiliki aliran darah. Adanya pembuluh darah di
struktur-struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke
fotoreseptor. Humor aquous dihasilkan dengan kecepatan sekitar
5 ml/hari oleh suatu jaringan kapiler di dalam badan siliar, suatu
turunan khusus lapisan koroid anterior. Cairan ini mengalir ke
suatu kanalis di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika
humor aquous tidak dikeluarkan sebanyak pembentukannya,
maka kelebihan cairan ini dapat menumpuk di rongga anterior.
Menimbulkan peningkatan tekanan di dalam mata, yang dikenal
sebagai glaukoma. Kelebihan aquous humor akan mendorong
lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang selanjutnya
akan menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini
menyebabkan kerusakan retina dan nervus optikus yang dapat
menyebabkan

kebutaan

jika

keadaan

ini

tidak

diatasi.

(Sherwood, 2011)
3. Iris pengontrol jumlah cahaya yang masuk
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai
fotoreseptor peka cahaya, karena adanya iris, suatu otot polos
berpigmen yang membentuk struktur mirip cincin di aqueus
humor. Pigmen di iris memberi warna mata. Berbagai bercak,
garis, atau nuansa lain pada iris bersifat unik bagi setiap orang
sehingga iris menjadi dasar identifikasi bagi tekhnologi terkini
(Sherwood, 2011).

13

Lubang bundar dibagian tengah iris tempat masuknya


cahay ke interior mata adalah pipil. Ukuran lubang ini dapat
disesuaikan oleh kontraksi otot-otot iris untuk menerima sinar lebih
banyak atau lebih sedikit. Iris mengandung dua set anyaman otot
polos:
a. Otot polos sirkular, serat-serat otot berjalan seperti cincin di
dalam iris
b. Otot polos radial, serat mengarah ke luar dari tepi pupil seperti
jari-jari roda sepeda.
Karena serat otot memendek ketika berkontraksi maka
pupil akan lebih kecil ketika otot sirkular (konstriktor)
berkontraksi dan membentuk cincin yang lebih kecil. Konstriksi
pupil refleks ini terjadi pada keadaan sinar terang untuk
mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Jika otot radial
(dilator) berkontraksi maka ukuran pupil bertambah. Dilatasi
pupil ini terjadi pada cahaya temaram agar sinar yang masuk
menjadi lebih banyak. Otot-otot iris dikendalikan oleh sistem
saraf otonom. Serat saraf parasimpatis menyarafi otot silkular
sehingga menyebabkan konstriksi pupil, sementara saraf
simpatis

mensarafi

otot

radial

penyebab

dilatasi

pupil

(Sherwood, 2011).
4. Mata membiaskan cahaya yang masuk untuk memfokuskan
bayangan di retina
Sinar/ cahaya merupakan suatu radiasi elektromagnetik
yang terdiri dari paket-paket energi mirip partikel yang dinamai
foton yang berjalan dalam bentuk gelombang. Jarak antara dua
puncak gelombang dikenal sebagai panjang gelombang. Panjang
gelombang dalam spektrum elektromagnetik berkisar dari 1014 m
(seperkuadriliun meter). Fotoreseptor dimana hanya peka terhadap
panjang gelombang antara 400 dan 700 nanometer (nm;
sepermilyar meter) karena itu, cahaya tampak hanyalah sebagian
kecil dari spektrum elektromagnetik total. Sinar dari berbagai

14

gelombang dalam rentang sinar tampak dipersepsikan sebagai


sensasi warna yang berbeda-beda. Panjang gelombang yang lebih
pendek dilihat sebagai warna ungu dan biru; panjang gelombang
yang lebih panjang diinterpretasikan sebagai oranye dan merah.
Selain

memiliki

intensitasnya,

panjang

yaitu

gelombang

amplitudo

atau

bervariasi
tinggi

dalam

gelombang

menyuramkan suatu cahaya merah yang terang tidak mengubah


warnanya. Hanya menyebabkannya kurang terang atau kurang
intens (Sherwood, 2011).
Gelombang cahaya mengalami divergensi (memancar
keluar) ke semua arah dari setiap titik sumber cahaya. Gerakan
maju suatu gelombang cahaya dalam arah tertentu dikenal sebagai
berkas cahaya. Berkas cahaya divergen yang mencapai mata harus
dibelokan ke dalam agar dapat difokuskan kembali ke suatu titik di
retina peka cahaya agar diperoleh bayangan akurat sumber cahaya
(Sherwood, 2011).
5. Proses Refraksi
Sinar berjalan lebih cepat melalui udara daripada melalui
media transparan lain seperti air atau kaca. Ketika masuk ke suatu
medium dengan densitas tinggi, berkas cahaya melambat (berlaku
sebaliknya). Arah berkas berubah jika cahaya tersebut mengenai
permukaan medium baru dalam sudut yang tudak tegak lurus.
Berbeloknya berkas sinar dikenal sebagai refraksi (pembiasan).
Pada permukaan melengkung seperti lensa, semakin besar
lengkungan semakin besar derajat pembelokan dan semakin kuat
lensa. Ketika suatu berkas cahaya mengenai permukaan lengkung
suatu benda dengan densitas lebih besar maka arah refraksi
bergantung pada sudut kelengkungan. Permukaan konveks
melengkung ke luar (cembung seperti permukaan luar sebuah
bola), sementara permukaan konkaf melengkung ke dalam (cekung
seperti gua) (Sherwood, 2011).
6. Struktur Refraktif Mata

15

Dua struktur yang paling penting dalam refraktif mata


adalah kornea dan lensa. Permukaan konea yang lengkung, struktur
pertama yang dilewati sinar sewaktu sinar tersebut masuk mata,
berperan besar dalam kemampuan refraktif mata total karena
perbedaan dalam densitas pada penemuan udara jauh lebih besar
daripada perbedaan dalam densitas antara lena dan cairan di
sekitarnya. Pada astigmatisme, kelengkungan lensa kornea tidak
rata sehingga berkas sinar mengalami refraksi yang tidak sama.
Kemampuan refraktif kornea seseorang tidak berubah. Sebaliknya,
kemampuan refraktif lensa dapat diubah-ubah dengan mengubah
kelengkungannya sesuai kebutuhan untuk melihat dekat atau jauh.
Jika suatu bayangan sudah terfokus sebelum mencapai retina, maka
bayangan tersebut akan terlihat kabur (Sherwood, 2011).

7. Akomodasi meningkatkan kekuatan lensa untuk melihat dekat


Akomodasi adalah kemampuan menyesuaikan kekuatan
lensa.

Kekuatan

lensa

bergantung

pada

bentuknya,

yang

selanjutnya dikendalikan otot siliaris (Sherwood, 2011).


Otot siliaris adalah bagian dari badan siliar, suatu struktur
khusus lapisan koroid bagian anterior. Badan siliaris memiliki dua
komponen utama, yaitu:
a. Otot siliaris, suatu cincin yang mengikat otot polos dan melekat
ke lensa melalui ligamentum suspensorium.
b. Anyaman yang menghasilkan aqueus humor
Ketika otot siliaris melemah, ligamentum suspensorium
menegang, dan ligamentum ini menarik lensa menjadi bentuk
gepeng dan kurang refraktif. Sewaktu otot ini berkontraksi,
kelilingnya berkurang sehingga tegangan pada ligamentum
suspensorium berkurang. Pada mata normal, otot siliaris melemah
dan lensa menggepeng untuk melihat jauh, tetapi otot ini
berkontraksi agar lensa menjadi lebih konveks dan lebih kuat untuk
melihat dekat. Otot siliaris dikontrol oleh saraf otonom dengan

16

stimulasi

simpatis

menyebabkan

relaksasi

dan

stimulasi

parasimpatis menyebabkannya berkontraksi (Sherwood, 2011).


Lensa dibentuk oleh sekitar 1000 lapisan sel yang
menghancurkan

nukleus

dan

organelnya

sewaktu

dalam

pembentukan sehingga sel-sel tersebut benar-benar transparan.


Karena tidak memiliki DNA dan pembentuk protein maka sel-sel
lensa matur tidak dapat memperbaiki diri atau menghasilkan sel
baru. Tidak saja berusia paling tua, sel-sel ini juga terletak paling
jauh dari aqueus humor yang merupakan sumber nitrisi lensa.
Dengan bertambahnya usia, sel-sel di tengah lensa ini tidak dapat
diperbarui, mati dan menjadi kaku. Dengan berkurangnya
elastisitas, lensa tidak dapat mengambil bentuk sferis yang
dibutuhkan

untuk

mengakomodasi

bayangan

benda

dekat.

Pengurangan akomodasi terkait usia ini disebut prespobia, menai


sebagian besar orang pada usia pertengahan (45-50) sehingga
mereka perlu memakai lensa korektif intuk melihat dekat
(Sherwood, 2011).
Dalam keadaan normal, serat-serat elastik di lensa bersifat
transparan. Serat-serat ini kadang menjadi keruh (opak) sehingga
berkas sinar tidak dapat menembusnya, kondisi ini dikenal sebagai
katarak. Lensa yang cacat ini biasanya dapat dikeluarkan dengan
cara pembedahan dan penglihatan dipulihkan dengan pemasangan
lensa artifisial atau dengan kacamata kompensasi (Sherwood,
2011).
Pada mata normal (emetropia), sumber cahaya jauh
difokuskan ke retina tanpa akomodasi, sementara dengan
akomodasi kekuatan lensa ditingkatkan untuk membawa sumber
cahaya dekat ke fokus. Gangguan lain yang umum dijumpai adalah:
c. Miopia (berpenglihatan dekat), karena bola mata terlalu panjang
atau terlalu kuat, maka sumber cahaya dekat dibawa ke fokus
retina tanpa akomodasi (meskipun akomodasi dalam keadaan
normal digunakan untuk melihat benda dekat), sementara

17

sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak kabur.


Keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan lensa konkav
(Sherwood, 2011).
d. Hiperopia (berpenglihatan jauh), bola mata terlalu pendek atau
lensa terlalu lemah. Benda jauh difokuskan di retina hanya
dengan akomodasi, sedangkan benda dekat difokuskan di
belakang retina bahkan dengan akomodasi sehingga tampak
kabur. Keadaan tersebut dapat dikoreksi dengan lensa konveks.
Kini banyak orang memilih mengompensasi kesalahan refraktif
ini dengan bedah mata laser (LASIK) untuk mengubah bentuk
kornea secara permanen agar tidak lagi menggunakan kaca mata
atau lensa kontak (Sherwood, 2011).
8. Sinar harus melewati beberapa lapisan retina serebelum
mencapai fotoreseptor
Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya dari
lingkungan ke sel batang dan sel kerucut, sel fotoreseptor retina.
Fotoreseptor kemudian mengubah energi cahaya menjadi sinyal
listrik untuk ditransmisikan ke SSP. Bagian retina yang
mengandung fotoreseptor sebenarnya adalah kelanjutan dari SSP
dan bukan suatu organ perifer terpisah (Sherwood, 2011).
Selama perkembangan mudgah, sel retina mundur dari
sistem saraf sehingga lapisan-lapisan retina menghadap ke
belakang. Bagian saraf dari retina terdiri dari tiga lapisan sel peka
rangsang, yaitu:
a. Lapsan paling luar (paling dekat dengan koroid) mengandung
sel batang dan sel kerucut yang ujung-ujungnya peka cahayanya
menghadap ke koroid (menjauhi sinar datang)
b. Lapisan tengah, sel bipolar
c. Lapisan dalam, sel ganglion. Akson-akson sel ganglion menyatu
untuk saraf optik, yang keluar dari retina tidak tepat dari bagian
tengah. Titik di retina tempat saraf optik keluar dan pembuluh
darah berjalan disebutdiskus optikus. Bagian ini sering disebut

18

bintik buta, tidak ada bayangan yang dapat di dteksi di bagian


ini karena teidak adanya sel kerucut dan sel batang (Sherwood,
2011).
Degenerasi makula adalah penyebab kebutaan di dunia .
keadaan ini ditandai hilangnya fotoreseptor di makula lutea seiring
dengan penambahan usia. Penderita mengalami gangguan di bagian
tengah lapang pandang, yang normalnya memiliki ketajaman paling
tinggi, dan hanya memiliki penglihatan perifer yang ketajamannya
kurang (Sherwood, 2011).
9. Fototransduksi oleh sel retina mengubah rangsangan cahaya
menjadi sinyal saraf
Fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) terdiri dari tiga bagian:
a. Segmen linear, yang terletak paling dekat dengan eksterior mata,
menghadap ke koroid. Bagian ini mendeteksi rangsangan cahaya
(Sherwood, 2011).
b. Segmen dalam, yang terletak di bagian tengah fotoreseptor.
Bagian ini mengandung perangkat metabolik sel (Sherwood,
2011).
c. Terminal sinaps, yang terletak paling dekat dengan bagian
interior

mata,

menghadap

ke

sel

bipolar.

Bagian

ini

menyalurkan sinyal yang dihasilkan fotoreseptor karena


stimulasi cahaya ke sel-sel selanjutnya dijalur penglihatan
(Sherwood, 2011).
Segmen luar yang berbentuk batang pada sel kerucut, terdiri
dari tumpukan lempeng-lempeng membranosa gepeng yang
mengandung banyak molekul fotopigmen peka cahaya. Setiap
retina mengandung sekitar 150 juta fotoreseptor dan lebih dari satu
milyar molekul fotopigmen mungkin terlkemas di dalam segmen
luar setiap fotoreseptor (Sherwood, 2011).
Fotopigmen mengalami perubahan kimiawi ketika diaktifkan
oleh sinar. Melalui serangkaian tahap, perubahan yang dipicu oleh
cahaya ini dan pengaktifan fotopigmen yang kemudian terjadi

19

menyebabkan terbentuknya potensial reseptor yang akhirnya


menghasilkan potensial aksi. Potensial aksi menyalurkan informasi
ke otak untuk pemrosesan visual. Fotopigmen terdiri dari dua
komponen:
a. Opsin, suatu protein yang merupakan integral dari membran
diskus
b. Retinen, suatu turunan vitamin A yang terikat dibagian dalam
molekul opsin. Retinen adalah bagian fotopigmen yang
menyerap cahaya. Terdapat empat fotopigmen berbeda, satu di
sel batang dan masing-masing satu di ketiga jenis sel kerucut.
Keempat foto pigmen ini menyerap panjang gelombang sinar
yang berbeda.
c. Rodopsin, fotopigmen sel batang, menyerap semua panjang
gelombang cahaya tampak.
Dengan mengguankan masukan visual dari sel batang otak
tidak dapat membedakan antara berbagai panjang gelombang
dalam spektrum sinar tampak. Karena itu, sel batang hanya
memberi bayangan abu-abu dengan mendeteksi perbedaan
warna. Fotopigmen di ketiga jenis sel kerucut , sel kerucut hijau,
merah dan biru berrespons secara selektif terhadap berbagai
panjang gelombang cahaya menyebabkan kita dapat melihat
warna (Sherwood, 2011).
Fototransduksi pengubahan rangsangan cahaya menjadi
sinyal listrik pada dasarnya sama untuk semua fotoreseptor,
tetapi mekanismenya bertentangan dengan cara biasa reseptor
berespons terhadap stimulus adekuatnya. Reseptor biasanya
mengalami depolarisasi jika dirangsang, tetapi fotoreseptor
mengalami hiperpolarisasi ketika menyerap cahaya (Sherwood,
2011).
Gambar 1 Fototransduksi dan inisiasi potensial aksi di jalur
penglihatan (terlampir)

20

10. Aktifitas Fotoreseptor Dalam Gelap


Membran plasma segmen luar fotoreseptor mengandung
saluran Na+ bergerbang kimia. Saluran ini berespons terhadap
pembawa pesan kedua interna, GMP siklik atau Cgmp (guanosin
monofosfat siklik) pengikatan cGMP ke saluran Na+ ini membuat
saluran ini tetap terbuka. Tanpa ncahaya, konsentrasi cGMP tinggi.
Karena itu, saluran Na+ fotorsesptor, tidak seperti kebanyakan
fotoreseptor, terbuka jika tidak ada rangsangan, yaitu dalam
keadaan gelap. Kebocoran pasif Na+ masuk ke sel menyebabkan
depolarisasi reseptor. Penyebara pasif depolarisasi ini dari segmen
luar (tempat lokasi saluran Na+ ) ke ujung sinaps (tempat
penyimpanan neurotrnasmitter fotoreseptor) membuat saluran Ca+
berpintu voltase ke ujung sinaps tetap terbuka. Masuknya kalsium
memicu pelepasan neurotransmitter dari ujung sinaps selama dalam
keadaan gelap (Sherwood, 2011).
11. Aktifitas Fotoreseptor Pada Keadaan Terang
Pada pajanan ke sinar, konsentrasi cGMP menurun melalui
serangkaian reaksi biokimia yang dipicu oleh pengaktifan
fotopigmen. Retinen berubah bentuk ketika menyerap sinar.
Perubahan konformasi ini mengaktifkan fotopigmen. Sel batang
dan kerucut mengandung suatu protein G yang dinamai transudin.
Fotopigmen yang telah aktif mengaktifkan transudin yang
sebaliknya mengaktifkan enzim intrasel fosfodiesterase. Enzim ini
menguraikan cGMP sehingga konsentrasi pembawa kedua pesan
ini di fotoreseptor berkurang. Selama proses eksitasi cahaya,
penurunan cGMP memungkinkan saluran Na+ berpintu kimiawi
tertutup. Penutupan saluran ini menghentikan kebocoran Na+
penyebab depolarisasi dan menyebabkan hiperpolarisasi membran.
Hiperpolarisasi ini yang merupakan potensial resptor, secara pasif
menyebar dari segmen luar ke ujung sinaps fotoreseptor. Disini
perubahan potensial menyebabkan penutupan saluran Ca+ berpintu
voltase dan karenanya, penurunan pelepasan neurotransmitter dari

21

ujung sinaps. Karena itu, fotoreseptor dihambat oleh stimulus


adekuatnyan

(mengalami

hiperpolarisasi

oleh

cahaya)

dan

tereksitasi jika tidak mendapat stimulasi (mengalami depolarisasi


dalam keadaan gelap). Potensial hiperpolarisasi dan peniurunan
pelepasan neurotransmiter yang ditimbulkannya berbeda-beda
sesuai dengan intensitas cahaya. Semakin besar cahaya, semakin
besar respons hiperpolarisasi dan semakin besar penurunan
pelepasan neurotransmitter (Sherwood, 2011).
12. Pemprosesan lebih lanjut masukan cahaya pada retina
Bagimana retina mengirim sinyal ke otak mengeni
rangsangan cahaya melalui suatu respon inhibitorik. Fotoreseptor
bersinaps dengan sel bipolar. Sel-sel ini, selanjutnya, berakhir di
sel ganglion, yang akson-aksonnya membentuk saraf optik untuk
transmisi sinyal ke otak. Neurotransmiter yang dibebaskan dari
ujung sinaps fotoreseptor memiliki efek inhibitorik pada sel
bipolar. Penurunan pengeluaran neurotransmiter yang menyertai
hiperpolarisasi reseptor yang diinduksi oleh cahaya menurunkan
efek inhibitorik pada sel bipolar. Hilangnya efek inhibitorik
menimbulkan efek yang sama dengan eksitasi langsung sel bipolar.
Semakin besar pencahayaan pada sel reseptor, semakin besar
pengeluaran inhibisi terhadap sel bipolar dan semakin besar efek
eksitasi pada sel-sel berikutnya dalam jalur penglihatan ke otak
(Sherwood, 2011).
Sel bipolar, seperti fotoresptor memperlihatkan potensial
berjenjang. Potensial aksi baru muncul ke sel ganglion neuron
pertama dalam rangkaian yang harus merambatkan pesan visual
melalui jarak yang jauh dari otak.Fotopigmen yang telah
mengalami perubahan pulih ke konfarmasi aslinya dalam keadaan
gelap, oleh mekanisme-mekanisme yang di perantarai oleh enzim.
Kemudian

potensial

membran

dan

kecepatan

pelepasan

neurotransmiter fotoreseptor kembali keadaan sebelumnya eksitasi,

22

dan tidak ada lagi potensial aksi yang disalurkan ke korteks


penglihatan (Sherwood, 2011).
Para

peneliti

kini

sedang

mengembangkan

chip

mikroelektronik yang ambisius dan masih spekulatif yang dapat


berfungsi sebagai pengganti parsial retina. Harapan mereka adalah
bahwa alat ini akan mampu memulihkan paling sedikit sebagai
penglihatan pada orang yang buta akibat lenyapnya sel fotoresptor
tetapi sel ganglion dan jalur optiknya masih utuh. Sebagai contoh,
jika para peneliti ini berhasil, maka chip tersebut akan bermanfaat
bagi orang yang generasi makula. Chip penglihatan ini juga akan
memintas tahap fotoreseptor. Bayangan yang diterima oleh suatu
kamera yang diletakkan dikacamata akan di terjemahkan oleh chip
menjadi sinyal listrik yang dapat dideteksi oleh sel gangglion dan
ditransmisikan untuk pemprosesan visual lebih lanjut. Hal lain
menjanjikan dan sedang dalam penelitian untuk menghentikan
bahkan memulihkan gangguan penglihatan pada penyakit mata
degenaratif adalah melakukan regenerasi retina melalui transplan
sel retina janin (Sherwood, 2011).
13. Sel batang menghasilkan penglihatan abu-abu tak jelas pada
malam hari, sedangkan sel kerucut menghasilkan penglihatan
warna yang tajam pada siang hari.
Retina mengandung sel batang 30 kali lebih banyak dari
pada sel kerucut (100 juta sel batang dibandingkan dengan 3 juta
sel kerucut per mata). Sel kerucut lebih banyak dimakula lutea
dibagian tengah retina. Dari titik-titik ini keluar, konsentrasi
kerucut berkurang dan konsentrasi sel batang meningkat. Sel
batang paling banyak di perifer. Kita telah mengulas kesamaan
cara fototransduksi berlangsung ke sel kerucut dan sel batang. Kini
kita akan berfokus pada perbedaan antara kedua fotoreseptor ini
anda telah mengetahui bahwa sel batang memberi penglihatan
hanya dalam bayangan abu-abu, sementara sel kerucut memberi
penglihatan warna. Kemampuan sel batang dan sel kerucut juga

23

berbeda dalam aspek lain karena perbedaan dalam pola


perkabelan antara tipe-tipe fotoreseptor ini dan lapisan neuron
retina lainnya. Sel kerucut memiliki sensitivitas rendah terhadap
cahaya dinayalakan hanya oleh sinar terang disiang hari, tetapi
sel ini memiliki ketajaman (kemampuan membedakan dua tiitk
yang berdekatan) tinggi. Karena itu, sel kerucut memberi
penglihatan tajam dengan resolusi tinggi untuk detil halus.
Manusia menggunakan sel kerucut untuk penglihatan siang hari,
yang berwarna dan tajam. Sebaliknya, sel batang memiliki
ketajaman rendah tetapi sensitivitasnya tinggi sehingga sel ini
berespon terhadap sinar pada malam hari. Anda dapat melihat pada
malam hari dengan sel batang anda tetapi dengan mengorbankan
warna ketajaman.Setiap sel kerucut biasanya memiliki jalur pribadi
yang menghubungkan dengan sel ganglion tertentu. Sebaliknya,
banyak terjadi konvergensi dijalur sel batang. Masukkan lebih dari
100 sel batang dapat berkonvergensi mellaui sel bipolar ke sebuah
sel ganglion (Sherwood, 2011).
Sebelum sebuah sel ganglion dapat mengalami potensial
aksi, sel harus dibawa ke ambang melalui pengaruh potensial
berjenjang direseptor yang terhubung dengan sel tersebut karena
satu sel ganglion seln kerucut dipengaruhi hanya oleh satu sel
kerucut, maka hanya sinyak terang siang hari yang cukup intens
untuk memicu potensial reseptor yang memadai bisel kerucut
untuk akhirnya membawa sel ganglion ke ambang. Banyaknya
konvergensi dijalur penglihatan sel batang, sebaliknya, memberi
banyak kesempatan bagi penjumlahan proses-proses sub ambang
disel ganglion sel batang. Sementara potensial reseptor kecil yang
ditimbulkan oleh cahaya temaram disebuah sel kerucut tidak akan
menandai untuk membawa sel ganglionnya ke ambang, potensial
reseptor serupa yang di picu oleh sinar temaram yang sama
dibanyak (Sherwood, 2011).

24

Tabel. 1. Pigmen warna sel pada retina


Sel batang

Sel kerucut

100 juta per retina

3 juta per retina

Peglihatan bayangan abu-abu

Penglihatan warna

Sensitivitas tinggi

Sensitivitas rendah

Ketajaman rendah

Ketajaman tinggi

Penglihatan malam

Penglihatan siang

Banyak konvergensi dijalur retina

Sedikit konvergensi dijalur retina

Lebih banyak di tepi

Terkonsentrasi di fovea
(Sherwood, 2011)

Sel batang yang berkonvergensi kesatu sel ganglion akan


memiliki efek aditif untuk membawa sel ganglion tersebut keambang.
Karena sel batang dapat menimbulkan potensial aksisebagai respons
terhadap sedikit sinar maka sel batang jauh lebih sensitif dari pada sel
kerucut. Namun, karena sel kerucut memilik jalur pribadi kesaraf
optikus, maka masing-masing sel kerucut dapat mengirim informasi
sebuah medan reseptif sangat kecl dipermukaan retina. Karena itu sel
kerucut mampu memberi penglihatan terinci dengan mengorbankan
sensitivitas. Pada penglihatan sel batang, ketajaman dikorbankan untuk
sensitvitas Karena banyak sel batang berbagi satu sel ganglion yang
sama maka jika satu potensial aksi telah terbentuk, sulit dibedakan
mana dari sekian banyak masukan sel batang yang teraktifkan yang
menyebabkan sel ganglion mencapai ambang. Benda tampak kabur
jika penglihatan batang yang digunakan, karena penglihatan ini kurang
dapat membedakan dua titik yang berdekatan (Sherwood, 2011).

25

14. Sensitifitas mata dapat sangat bervariasi melalui adaptasi gelap


dan terang
Sensitifitas mata terhadap cahaya bergantung pada jumlah
foto pigmen peka cahaya yang ada disel batang dan sel kerucut.
Ketika anda pergi dari tempat terang benderang ketempat yang
gelap gulita, anda mula-mula tidak melihat apa-apa, tetapi secara
perlahan anda mulai dapat membedahkan benda-bendah berkat
proses adaptasi gelap. Penguraian fotopigmen pada pajanan kesinar
matahari sangat menurunkan sensitifitas fotoreseptor. Sebagai
contoh, penurunan kandungan rodopsin inaktif hanya sebesar 0,6%
dari nilai maksimalnya menurunkan sensitifitas sebatang sekitar
3000 kali. Dalam keadaan gelap, fotopigmen yang terurai sewaktu
pajanan sinar matahari secara bertahap dibentuk kembali.
Akibatnya, sensitifitas mata anda perlahan meningkat sehingga
anda dapat mulai melihat dalam lingkungan sekitar yang gelap.
Namun, hanya sel batang yang sangat sensitif dan telah
diremajakan yang dihidupkan oleh cahaya temaram (Sherwood,
2011).
Sebaliknya, ketika anda berpindah dari tempat gelap ke
tempat terang (misalnya, keluar dari gedung bioskop ke halaman
pada siang hari), mula-mula mata anda sangat peka terhadap sinar
terik. Dengan sedikit kontras antara bagian terang dan gelap,
keseluruhan bayangan tampak keputihan. Setelah sebagian
fotopigmen cepat diuraikan oleh sinar intens, sensitifitas mata
menurun dan kontras normal dapat kembali terdeteksi, suatu prose
yang dinamai adaptasi terang. Sel batang sedemikian peka terhadap
cahaya sehingga cukup banyak rodpsin yang diuraikan dalam
keadaan terang dan hal ini pada hakikatnya menghanguskan sel
batang ;yaitu, setelah diuraikan oleh sinar terang, fotopigmen sel
batang tidak lagi dapat berespon terhadap sinyal. Selain itu,
mekanisme adaktif central mengubah mata dari sistem batang ke

26

sistem kerucut ketika terpajan kesinar terang. Dengan demikian,


hanya sel-sel kerucut yang kurang peka yang digunakan untuk
penglihatan terang (siang hari). Para peniliti memperkirakan bahwa
sensitivitas mata kita dapat berubah hingga satu juta kaki sewaktu
beradaptaasi terhadap berbagai tingkat pencahayaan melalui
adaptasi gelap dan terang. Mekanisme adatif ini juga ditingkatkan
oleh reflek pupil yang menysuaikan jumlah sinar yang di ijinkan
masuk ke mata (Sherwood, 2011).
Karena retina, salah satu komponen fotopigmen adalah
turunan

vitamin

A,

maka

agar

fotopigmen

dapat

terus

diresinstensis diperlukan nutrient ini dalam jumlah yang memadai.


Rabun senja terjadi akibat difisiensi vitamin A dalam makanan
meskipun konsentrasi fotopigmen di sel batang dan sel kerucut
berkurang pada kondisi ini namun masih terdapat cukup
fotopigmen sel keruncut untuk berespon terhadap stimulasi intens
sinar terang, kecuali pada kasus yang sangat parah. Bahkan reduksi
ringan kandungan rodopsin dapat mengurangi sensitivitas sel
batang sedemikian besar sehingga sel-sel ini tidak dapat berespon
terhadap sinar temaram. Orang dapa melihat pada siang hari
dengan menggunakan sel kerucut tetapi tidak dapat melihat
dimalam hari karena sel batang tidak lagi fungsional. Karena itu,
wortel baik bagi mata anda karena kaya vitamin A (Sherwood,
2011).
15. Penglihatan warna bergantung pada perandingan stimulasi ke
tiga jenis sel kerucut.
Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina
oleh

cahaya.

Benda-benda

tertentu

dilingkungan

misalnya

matahari, api, dan lampu pijar, mengeluarkan cahaya. Tetapi


bagaimana anda melihat benda misalnya kursi, pohon dan orang,
yang tidak mengeluarkan cahaya. Pigmen-pigmen diberbagai
benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu sinar

27

yang sampai kepala mereka dari sumber cahaya, dan panjang


gelombang yang tidak diserap di pantulkan dari permukaan
bendah.

Berkas

cahaya

yang

dipantulkan

inilah

yang

memungkinkan anda melihat benda yang bersangkutan. Suatu


bedah yang terlihat biru menyerap gelombang merah dan hijau dan
memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang
dapat diserap oleh fotopigmen disel krucut biru dan mengaktifkan
sel tersebut (Sherwood, 2011).
Setiap sel di aktifkan paling efektif oleh panjang
gelombang tertentu dalam kisaran warna yang ditunjukan oleh
namanya biru, hijau, atau merah. Namun sel krucut Juga berespon
terhadap panjang gelombang lain dengan derajat bervariasi.
Penglihatan warna, persepsi berbagai warna dunia, tergatung pada
berbagi rasio stimulasi ketiga tipe sel merucut sebagai respon
terhadap

bermacam-macam

panjang

gelombang.panjang

gelombang yang terlihat sebagi biru tidak merangsang sel krucut


merah atau hijau sama sekali tetapi merangsang sel kerucut biru
secara maksimal (persentasi stimulasi maksimal untuk sel ke
krucut merah, hijau, dan biru masing-masing adalah 0:0:100).
Sensasi kuning, sebagai perbandingan, berasal dari rasio stimulasi
83:83:0, dengan sel krucut merah dan hijau masing-masing
dirangsang hingga 80% maksimal, sementara sel krucut biru tidak
terangsang sama sekali. Rasio untuk hijau adalah 31:67:36, dan
demikian seterusnya, dengan berbagai kombinasi menghasilkan
sensasi warna yang berbeda-beda. Putih adalah campuran semua
panjang gelombang cahaya, sementara hitam adalah tidak adanya
cahaya.Derajat eksitasi masing-masing sel krucut terkode dan
ditransmisikan dalam jalur-jalur pararel terpisah keotak.pusat
penglihatan warna dikorteks penglihatan primer mengombinasikan
dan memproses masukan-masukan ini untuk menghasilkan
persepsi warna, dengan menyertakan objek dalam perbandingan
dengan latar belakangnya. Karena itu konsep warna berada dalam

28

pikiran masing-masing. Sebagai besar dari kita sepakat tentang


warna apa yang sedang liat karena kita memiliki jenis sel krucut
yang sama serta menggunakan jalur-jalur saraf yang mirip untuk
membandingkan keluaran sel-sel tersebut. Namun, kadang-kadang
seseorang tidak memiliki sel krucut jenis tertentu, sehingga
penglihatan warna mereka adalah produk dari sensitivitas
diferensial dari hanya dua jenis sel krucut, suatu keadan yang
dinamai buta warna. Orang dengan gangguan penglihatan warna ini
tidak saja mempersepsikan warna secara berbeda tetapi mereka
juga tidak mampu membedakan ragam warna sebanyak orang
normal. Sebagai contoh, orang dengan defek warna tertentu tidak
dapat membedakan antara merah dan hijau dilampu lalu lintas
mereka dapat menyebutkan lampu mana yang sedang menyala
berdasarkan intensitasnya, tetapi mereka harus mengandalkan
posisi sinar terang untuk mengetahui kapan harus jalan atau
berhenti (Sherwood, 2011).
Meskipun sistem tiga krucut telah diterima sebagai model
standar penglihatan warna selama lebih dari dua abad namun bukti
baru mengisyaratkan mungkin lebih rumit. Studi-studi DNA
menunjukan bahwa pria dengan penglihatan warna normal
memiliki gen-gen yang menjadi pigmen sel krucut dengan jumlah
bervariasi. Sebagai contoh, banyak yang memiliki gen multiple
(dari dua hingga empat). Untuk deteksi cahaya merah dan dapat
membedakan perbedaan kecil warna dalam rentang panjang
gelombang ini dari pada mereka yang hanya memiliki satu salinan
gen krucut merah. Temuan ini jelas akan menyebabkan evaluasi
ulang bagaimana sebagai fotopigmen berperan dalam penglihatan
warna (Sherwood, 2011).
16. informasi visual dimodifikasi dan dipisah-pisahkan sebelum
mencapai kortesks penglihatan
Lapangan penglihatan yang tampak tanpa menggerakan
kepala disebut sebagai lapang pandang. Informasi yang mencapai

29

korteks penglihatan dillobus oksifitalis bukan reflika dari lapang


pandang karena beberapa hal :
a. Bayangan yang dideteksi diretina pada awal pemrosesan visual
berada pada keadaan terbalik karena pembelokan berkas cahaya.
Setelah diproyeksikan ke otak, bayangan yang terbalik tersebut
diinterpretasikan sebagai berada dalam orientasinya yang benar
(Sherwood, 2011).
b. Informasi yang disampaikan dari retina keotak bukan sekedar
rekaman titik ke titik pengaktifan fotoreseptor. Sebelum
informasi

mencapai

otak,

lapisan-lapisan

neuron

retina

dibelakang sel krucut dan sel batang memperkuat informasi


tertentu dan menekan informasi lain untuk meningkatkan
kontras. Salah satu mekanisme pemrosesan diretina adalah
inhibisi lateral, dimana jalur-jalur sel krucut yang mengalami
eksitasi

kuat

disekitarnya

menekan
yang

aktivitas

mengalami

jalur-jalur

eksitasi

sel

lemah.

krucut
Hal

ini

meningkatkan kontras terang gelap untuk mempertajam batas


bayangan (Sherwood, 2011).
Mekanisme

lain

dalam

pemrosesan

diretina

adalah

pengaktifan diperensial dua jenis sel ganglion, sel ganglion


menyala ditengah dan padam ditengah. Medan reseptif sebuah
ganglion sel krucut ditentukan oleh medan deteksi cahaya oleh
sel krucut yang terhubung ke sel ganglion tersebut. Sel ganglion
menyala ditengah dan padam ditengah berespons dengan cara
yang berlawanan, bergantung pada perbandingan relatif
pencahayaan antara bagian tengah dan perifer medan resepti
masing-masing. Bayangkanlah medan reseptif sebagai kue
donat. Sel ganglion menyala ditengah meningkatkan lepas
muatannya ketika cahaya paling intens dibagian tengah medan
reseptif (yaitu ketika lubang donat menyala). Sebaliknya, sel
padam ditengah meningkatkan lepas muatannya ketika bagian
perifer medan resefti mengalami pencahayaan paling terang

30

(yaitu ketika donat itu sendiri yang menyala). Hal ini bermanfaat
untuk meningkatkan perbedaan dalam tingkat cahaya antara satu
daerah kecil dibagian tengah medan reseftip dan pencahayaan
daerah

disekitarnya.

Dengan

meningkatkan

perbedaan

keterangan (brightnes) relatif, mekanisme ini membantu


mendefinisikan kontur bayangan, tetapi dalam proses ini
informasi tentang keterangan mutlak dikorbankan (Sherwood,
2011).
Berbagai aspek penglihatan, misalnya bentuk, warna,
kedalaman, dan gerakan, dipisah-pisahkan dan diproyeksikan
dalam jalur-jalur sejajar keberbagai bagian korteks. Hanya
ketika potongan-potongan informasi yang telah diproses ini
diintegrasikan oleh regio-regio penglihatan yang lebih tinggi
barulah gambaran apa yang dilihat dapat dipersepsikan. Hal ini
serupa dengan bercak cat pada palet pelukis verusus lukisan
yang telah jadi, zat-zat warna yang terpisah tidak mencerminkan
potret-potret

sesuatu

wajah

sampai

zat-zat

tersebut

diintegrasikan dikanpas (Sherwood, 2011).


Pasien dengan lesi

diregio pemrosesan penglihatan

sepesifik diotak mungkin tidak mampu menyatukan secara


sempurna komponen-komponen suatau kesan visual. Sebagai
contoh, seseorang mungkin tidak mampu melihat gerakan suatu
benda tetapi dapat melihat bentk, pola, dan warna dengan baik.
Kadang-kadang kelainan bersifat sangat spesifik, misalnya tidak
mampu mengenal wajah-wajah familier namun dapat mengenal
benda-benda mati (Sherwood, 2011).
Karena pengaruh pola perkabelan antara mata dengan
korteks penglihatan, separuh kiri korteks menerima informasi
hanya dari separuh kanan lapang pandang yang dideteksi oleh
kedua mata, dan separuh kanan menerima masukan hanya dari
separuh kiri lapang pandang kedua mata (Sherwood, 2011).

31

Sewaktu cahaya masuk ke mata, berkas sinar dari separuh


kiri lapang pandang jatuh diseparuh kanan retina kedua mata
(separuh medial atau dalam retina kiri dan separuh lateral atau
luar retina kanan). Demikian juga, berkas sinar dari separuh
kanan lapang pandang dari mencapai separuh kiri kedua retina
(separuh lateral retina kiri dan separuh medial retina kanan)
setiap saraf optikus yang keluar dari retina membawa informasi
dari kedua ua paruh retina yang disarafinya. Informasi ini
terpisah ketika kedua saraf optikus bertemu dikiasma optikum
yang terletak dibawah hipotalmus (kiasma artinya persilangan).
Didalam kisma optikum, serat-serat dari separuh medial masingmasing retina menyebrang kesisi kontralateral, tetapi yang dari
separuh alteral tetap disis semula. Reorganisasi berkas-berkas
serta yang meninggalkan kiasma optikum dikenal sebagai
traktus optikus. Masing-masning traktus optikus membawa
informasi dari separuh lateral satu retina dan separuh medial
retina yang lain. Karena itu, persilangan parsial ini menyatukan
serat-serat dari kedua mata yang membawa informasi dari
separuh lapang pandang yang sama. Masing-masing traktus
optikus, selanjutnya, menyalurkan informasi ke separuh otak di
sisi yang sama tentang separuh lapang pandang kontralateral
(Sherwood, 2011).
Pengetahuan tentang jalur-jalur ini dapat mempermudah
diagnosis kelainan penglihatan yang terjadi akibat interupsi jalur
penglihatan di berbagai titik. Sebelum kita melanjutkan
pembahasan tentang bagaimana otak memproses informasi
penglihatan, yang meringkaskan fungsi berbagai komponen
mata (Sherwood, 2011).
17. Talamus dan korteks penglihatan menguraikan pesan visual
Perhentian

pertama

diotak

untuk

informasi

dijalur

penglihatan adalah nukleus genikulatum lateral ditalamus. Bagian


ini memisahkan informasi

yang diterima dari mata dan

32

menyalurkannya melalui berkas-berkas serat yang dikenal sebagai


radiasi optik keberbagai daerah dikorteks, yang masing-masing
memproses berbagai aspek dari rangsangan penglihatan (misalnya
warna, bentuk, kedalaman dan gerakan). Proses pernyortiran ini
bukanlah tugas mudah karena setiap saraf optikus mengamdung
lebih 1 juta serat yang membawa informasi dari foto reseptor di
satu retina. Ini lebih dari semua saraf aferen yang membawa
masukan somatosensrik dari semua regio lain ditubuh. Para peneliti
memperkirakan bahwa ratusan juta neuron yang menempati sekitar
30% korteks ikut serta dalam pemrosesan visual, dibandingkan
dengan 8% yang digunakan untuk persepsi sentuh dan 3% untuk
pendengaran. Namun koneksi dijalur penglihatan bersifat tepat.
Nukleus genitulatum lateral dan masing-masing zona korteks yang
memproses informasi penglihatan memiliki petatopografis yang
merepsentasikan

retina

titik

demi

titik.

Seperti

korteks

somatosensori, peta retina dikorteks mengalami distorsi. Fovea,


bagian retina yang ketajaman penglihatannya tertinggi, memiliki
representasi dipeta saraf yang jauh lebih luas dari pada bagianbagian tepi retina (Sherwood, 2011).
18. Persepsi Kedalaman
Meskipun Masing-masing dari separuh korteks penglihatan
menerima informasi secara bersamaan dari bagian yang sama
lapang pandang seperti yang diterima oleh kedua mata namun
pesan dari kedua mata tidaklah identik. Masing-masing mata
melihat suatu benda dari titik pandang yang sedikit berbeda,
meskipun banyak terjadi tumpang tindih daerah tumpang tindih
yang terlihat oleh kedua mata pada saat yang sama dikenal sebagai
lapang pandang binokular (dua mata) yang penting dalam
persepsi kedalaman. Seperti bagian-bagian korteks lainnya, korteks
penglihatan primer tersusun menjadi kolom-kolom fungsional,
masing-masing memproses informasi dari suatu bagian kecil retina.
Kolom-kolom indefenden didedikasikan untuk informasi tentang

33

titik yang sama dilapang pandang kedua mata. Otak menggunakan


perbedaan kecil dalam informasi yang diterima dari kedua mata
untuk memperkirakan jarak, memungkinkan anda mempersepsikan
benda tiga dimensi dalam kedalaman ruang. Sebagian dari persepsi
kedalaman dapat diperoleh dengan menggunakan satu mata,
berdasarkan pengalaman dan pembandingan dengan petunjukpetunjuk lain. Sebagai contoh, jika penglihatan anda dengan satu
mata memperlihatkan sebuah mobil dan sebuah bangunan dan
mobil tersebut tampak jauh lebih besar, maka anda secara tepat
dapat menginterpretasikan bahwa mobil terletak lebih dekat dan
anda daripada bangunan tersebut (Sherwood, 2011).
Kadang-kadang pandangan dua mata tidak menyatu dengan
tepat. Keadaan ini dapat terjadi karena dua sebab :
a.

Mata tidak difokuskan kebenda yang sama secara bersamaan,


karena defek otot mata eksternal yang menyebabkan lapang
pandang kedua mata tidak dapat menyatu.

b.

Informasi binokular terintegrasi secara tidak tepat sewaktu


pemrosesan visual. Akibatnya adalah penglihatan ganda, atau
diplopia, suatu kondisi dimana gambaran yang berbeda dari
kedua mata dilihat secara bersamaan.
(Sherwood, 2011)

19. Hierarki Pemrosesan visual dikorteks


Didalam korteks, informasi penglihatan mula-mula diproses
dikorteks penglihatan primer, kemudian dikirim kedaerah-daerah
visual yang lebih tiinggi untuk pemrosesan yang lebih rumit dan
abstraksi. Korteks mengandung seuatu hierarki sel-sel visual yang
berespon

terhadap

rangsangan

yang

semakin

kompleks.

Berdasarkan kompleksitas rangsangan yang dibutuhkan untuk


menimbulkan respon, diketahui terdapat tiga jenis neuron korteks
penglihatan. Ketiganya dinamai sel sederhana, kompleks, dan
hiperkompleks. Sel sederhana dan kompleks saling bertumpuk
didalam kolom-kolom korteks penglihatan primer, sedangkan sel

34

hiperkompleks ditemukan didaerah-daerah pemrosesan visual yang


lebih tinggi. Tidak seperti sel retina. Yang berespon terhadap
jumlah sinar, sel korteks hanya melepaskan muatan jika menerima
pola iluminasi tertentu yang telah terprogram disel tersebut. Polapola ini dibentuk dengan menyatukan koneksi-koneksi yang
berasal dari sel-sel fotoreseptor yang berdekatan diretina. Sebagai
contoh, beberapa sel sederhana melepaskan muatan hanya ketika
kita melihat batang vertikal dilokasi tertentu, yang lain ketika
batang horizontal, dan yang lain lagi pada berbagai orientasi oblik.
Gerakan suatu sumbu orientasi kritis menjadi penting untuk respon
oleh sebagian sel kompleks. Sel hiperkompleks menambahkan
dimensi baru terhadap pemrosesan visual dengan hanya berespon
terhadap sudut, tepi, atau lenkungan tertentu (Sherwood, 2011).
Setiap level neuron korteks penglihatan memperlihatkan
peningkatan kapasitas untuk abstraksi informasi yang terbentuk
oleh peningkatan konfergensi masukan dari neuron-neuron level
dibawahnya. Dengan cara ini, korteks mengubah pola mirip titik
dari fotoreseptor yang dirangsang oleh cahaya dengan berbagai
intensitas dibayangan retina menjadi informasi tentang kedaaman,
posisi, orientasi, gerakan, kontur, dan panjang. Aspek-aspek lain
informasi ini, misalnya persepsi warna, diproses secara bersamaan.
Bagaimana dan dimana keseluruhan bayangan akhirnya disatukan
masih belum diketahui hanya jika potongan-potongan informasi
yang telah diproses ini diintegrasikan oleh regio-regio visual yang
lebih tinggi barulah kita dapat mempersepsikan informasi visual
secara lengkap (Sherwood, 2011).
20. Masukan visual dikirim kebagian-bagian lain otak yang tidak
terlibat dalam persepsi penglihatan
Tidak semua serat dijalur penglihatan berakhir dikorteks
penglihatan. Sebagian diproyeksikan kebagian-bagian lain otak
untuk tujuan diluar persepsi penglihatan langsung. Contoh aktivitas

35

non penglihatan yang bergantung pada masukan dari sel batang


dan sel krucut adalah :
a. Kontribusi keadaan terjaga korteks dan konsentrasi
b. Kontrol ukuran pupil
c. Kontrol gerakan mata. Masing-masing mata dilengkapi oleh
suatu serat otot yang terdiri dari enam otot mata eksternal yang
menentukan posisi dan gerakan mata sehingga mata dapat
mengetahui lokasi, melihat, dan mengikuti benda dengan lebih
baik. Gerakan mata adalah salah satu gerakan tubuh yang
paling cepat dan paling terkontrol.
(Sherwood, 2011)
E.

Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), penyebab terjadinya katarak bermacammacam. Umumnya adalah usia lanjut (katarak senil), tetapi dapat terjadi
secara kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janin, genetik,
dan gangguan perkembangan. Dapat juga terjadi karena traumatik, terapi
kortikosteroid metabolik, dan kelainan sistemik atau metabolik, seperti
diabetes mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik. Rokok dan konsumsi
alkohol meningkatkan resiko katarak.
Selain itu penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak
dapat mengalami katarak yang biasanya merupakan penyakit yang
diturunkan, peradangan didalam kehamilan, keadaan ini disebut sebagai
katarak kongenital. Berbagai faktor dapat mengakibatkan tumbuhnya
katarak

lebih

cepat.

Faktor

lain

dapat

mempengaruhi

kecepatan

berkembangnya kekeruhan lensa seperti diabetes melitus, obat tertentu, sinar


ultraviolet B dari cahaya matahari, efek racun dari merokok, dan alkohol,
gizi kurang vitamin E, dan radang menahun didalam bola mata. Penyakit
infeksi tertentu dan penyakit seperti diabetes melitus dapat mngakibatkan
timbulnya kekeruhan lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan
benda, terpotong, panas yang tinggi, bahan kimia dapat merusak lensa mata
dan keadaan ini disebut sebagai katarak traumatik (Ilyas, S 2006).

36

Sebagian besar katarak timbul akibat pajanan kumulatif terhadap


pengaruh lingkungan seperti merokok, radiasi UV serta nutrisi yang buruk.
Katarak biasanya berkembang tanpa penyebab yang nyata, bagaimana pun
katarak bisa juga timbul akibat trauma pada mata, paparan yang lama
terhadap obat seperti kortikosteroid menyebabkan katarak. Akibat induksi
kortikosteroid menyebabkan katarak subkapsul posterior, Phenotiazin dan
amiodaron menyebabkan deposit pigmen diepitel lensa anterior (Ilyas, S
2006).
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya katarak seperti
usia lanjut, kongenital, penyakit mata (glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis
pigmentosa, penyakit intraokular lain), bahan toksis khusus (kimia dan
fisik), keracunan obat (eserin, kotikosteroid, ergot, asetilkolinesterase
topikal), kelainan sistemik atau metabolik (DM, galaktosemi, distrofi
miotonik), genetik dan gangguan perkembangan, infeksi virus dimasa
pertumbuhan janin. Faktor resiko dari katarak antara lain DM, riwayat
keluarga dengan katarak, penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu,
pembedahan mata, pemakaian kortikosteroid, terpajan sinar UV dan
merokok (Ilyas, S 2006).

F.

Patofisiologi
(terlampir)

G.

Manifestasi Klinis
Penglihatan kabur, kadang diplopia monocular (penglihatan ganda),
fotofobia (sensitive terhadap cahaya), dan haio terjadi karena opasitas lensa
menghalangi penerimaan cahaya dan bayangan oleh retina, klien biasanya
melihat lebih baik pada cahaya yang remang-remang ketika pupil dalam
keadaan dilatasi yang menyebabkan cahaya dapat menembus sekeliling
opasitas lensa. Nyeri sering klai tidak dikeluhkan . lensa keruh sering dapat
dikenali. Katarak sebaiknya diduga ketika refleks berwarna kemerahan pada
pemeriksaan oftalmoskop mulai tampak tidak cemerlang atau hilang walau
katarak dapat diidentifikasi dengan mudah pada pemeriksaan oftalmoskopi

37

direk. Perlu ditentukan determinasi tipe katarak dan tahap perubahan lensa
dengan pemeriksaan slit-lamp (Black and Hawks, 2009).
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. biasanya,
pasien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan, silau, dan gangguan
fungsional . katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi
virus pada saat hamil muda. Delapan gejala yang biasanya terjadi pada
seseorang yang mengalami katarak (Ilyas, 2006).
1. Terjadi pada usia lanjut sekitar usia 50 tahun ke atas
2. Gatal-gatal pada mata
3. Sering keluar air mata
4. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu
5. Penglihatan kabur pada malam hari
6. Tidak dapat menahan sinar lampu atau kilau cahaya yang langsung
menembus mata
7. Penderita akan merasa seperti melihat awan di depan penglihatannya,
menutupi lensa mata
8. Bila sudah mencapai tahap akhir atau stadium lanjut penderita katarak
akan kehilangan penglihatannya
Kecepatan terjadinya gangguan penglihatan akibat katarak pada
seseorang tidak dapat diprediksi, karena katarak pada setiap individu
berbeda. Tanda yang jelas terlihat pada katarak yang telah lanjut adalah
adanya kekeruhan atau warna keputih putihan pada pupil. Pemeriksaan mata
bagian dalam dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop (Ilyas, 2006).

H.

Komplikasi
Menurut Bare & Suzanne, 2002 komplikasi yang sering timbul
akibat katarak adalah:
1. Glaukoma
Sebuah katarak senilis, yang terjadi pada usia lanjut, pertama
kali akan terjadi keburaman dalam lensa, kemudian pembengkakan
lensa dan penyusutan akhir dengan kehilangan transparasi seluruhnya.

38

Selain itu,

seiring waktu lapisan luar katarak akan mencair dan

membentuk cairan putih susu, yang dapat menyebabkan peradangan


berat jika pecah kapsul lensa dan terjadi kebocoran. Bila tidak diobati,
katarak dapat menyebabkan glaukoma (Bare & Suzanne, 2002).
Ada beberapa fase dari katarak yang bisa menimbulkan glaukoma,
yaitu:
a. Phocomorpic Glaucoma
Lensa lebih besar karena menyarap air sehingga pada orang
dengan predisposesi tertentu akan menyebabkan bilik matanya
menjadi dangkal dan jaringan trabekulum bisa tertutup akibat
irisnya maju. Bisa menimbulkan glaucoma sekunder sudut
tertutup. Glaukomanya mirip dengan glaukoma akut, tapi
glaukomanya sekunder (Bare & Suzanne, 2002).
b. Phacolytic Glaucoma
Terjadi pada katarak hipermatur di mana protein lensa keluar dari
kapsul, bisa ke bilik mata depan dan menyumbat trabekulum
sehingga

menyebabkan tekanan intraokular meningkat. Pada

kasus ini glaukomanya sudut terbuka, tetapi tersumbat oleh


protein protein lensa (Bare & Suzanne, 2002).
c. Phacotoxic Glaucoma
Lensa sudah keriput sehingga bisa maju ke depan atau ke
belakang. Kalau lebih ke arah anterior maka keadaan ini bisa
menyebabkan blokade pupil yang bias menyebabkan glaukoma
sekunder sudut tertutup (Bare & Suzanne, 2002).
d. Uveitis
Protein lensa keluar dan dianggap benda asing, sehingga tubuh
berusaha menghancurkannya. Keadaan ini menimbulkan reaksi
uveitis (Bare & Suzanne, 2002).
e. Subluksasi dan Dislokasi lensa
Terjadi pada stadium hipermatur, di mana pada stadium ini
zonulnya menjadi kaku dan rapuh sehingga bisa lepas dari lensa.
Lensa bisa subluksasi atau dislokasi (Bare & Suzanne, 2002).

39

2. Komplikasi pembedahan katarak


a.

Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan


selama operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior,
yang merupakan risiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina.
Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrumen yang
mengaspirasi dan mengeksisi gel

(vitrektomi).

Pemasangan lensa

intraokular sesegera mungkin tidak bisa dilakukan pada kondisi ini


(Bare & Suzanne, 2002)
b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada
periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap
pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi.
membutuhkan perbaikan segera dengan

Keadaan ini

pembedahan (Bare &

Suzanne, 2002).
c. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang

serius

namun jarang terjadi (kurang dari 0,3%). Pasien datang dengan:


1) Mata merah yang terasa nyeri
2) Penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari
setelah pembedahan
3) Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
4) Pasien membutuhkan penilaian mata segera, pengambilan sampel
akueous dan vitreous untuk

analisis mikrobiologi, dan terapi

dengan antibiotik intravitreal, topikal, dan sistemik.


d. Astigmatisnne pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan
jahitan kornea untuk mengurangi astigmatisme kornea. Ini dilakukan
sebelum melakukan pengekuran kacamata baru namun setelah luka
insisi sembuh dan tetes mata steroid dihentikan. Kelengkungan
kornea yang berlebih dapat terjadi pada garis jahitan bila jahitan
terlalu erat. Pengangkatan jahitan biasanya menyelesaikan masalah
ini dan bisa dilakukan dengan mudah di klinik dengan anestesi lokal,
dengan pasien duduk di depan slit lamp. Jahitan yang longgar harus
diangkat untuk mencegah infeksi namun rnungkin diperlukan
penjahitan kembali jika penyembuhan

lokasi insisi tidak sempurna.

40

Fakoemulsifikasi

tanpa

jahitan

menghindarkan komplikasi

melalui

insisi

yang

kecil

ini. Selain itu, penempatan luka

memungkinkan koreksi astigmatisme yang telah ada sebelurnnya


(Bare & Suzanne, 2002).

Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah


pembedahan, terutama bila disertai hilangnya vitreous. Dapat
sembuh seiring waktu namun dapat

menyebabkan penurunan

tajam penglihatan yang berat (Bare & Suzanne, 2002).

Ablasio retina. Teknk-teknik modern dalam ekstraksi katarak


dihubungkan dengan rendahnya tingkat kornplikasi ini. Tingkat
komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous
(Bare & Suzanne, 2002).

Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien,


kejernihanan kapsul posterior berkurang pada
setelah

pembedahan

ketika sel epitel

melalui permukaannya. Penglihatan

beberapa bulan
residu bermigrasi

menjadi kabur dan

mungkin didapatkan rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil


pada kapsul dengan laser (neodymium yttrium (ndYAG) laser)
sebagai prosedur klinis rawat jalan. Terdapat risiko kecil edema
makular sistoid atau terlepasnya retina setelah kapsulotomi
YAG. Penelitian yang ditujukan pada pengurangan komplikasi
ini menunjukkan bahwa bahan yang digunakan untuk membuat
lens, bentuk tepi lens. dan tumpang tindih lensa intraokular
dengan sebagian

kecil cincin kapsul anterior penting dalarn

mencegah opasifikasi kapsul posterior (Bare & Suzanne, 2002).

Jika jahitan nilon dada tidak diangkat setelah pembedahan maka


jahitan dapat lepas dalam beberapa bulan atau tahun setelah
pembedahan dan mengakibatkan iritasi atau infeksi. Gejala
hilang dengan pengangkatan jahitan (Bare & Suzanne, 2002).

3. Kebutaan
Katarak dapat mengakibatkan kebutaan yang tetap bila tidak
dilakukan pengobatan yang tepat. Dengan tekhnik pembedahan modern

41

setiap orang yang memerlukan tindakan pembedahan dapat dibedah


dengan hasil memuaskan. Bila pembedahan dilakukan terlambat maka
dapat menimbulkan penyakit yang cukup berat sehingga mengakibatkan
kebutaan total. Untuk mencegah terjadinya kebutaan total maka sebaiknya
berkonsultasi dengan dokter mata (Ilyas, S 2006).

I.

Pemeriksaan Penunjang
Ahli mata dapat mengamati daerah berawan pada lensa dengan
pemeriksaan

fisik,

bahkan

sebelum

katarak

mulai

mengganggu

penglihatan. Kamera dapat mengukur kepadatan katarak. Berbagai tes visi


juga dilakukan (University of Maryland Medical Center, 2012).

1. Snellen Eye Bagan


Tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : mungkin
terganggu dengan kerusakan lensa, system saraf atau penglihatan ke
retina ayau jalan optic.poster yang berfungsi untuk mendeteksi tajam
penglihatan seseorang (University of Maryland Medical Center,
2012).
Untuk menentukan berapa jelas seseorang benar-benar bisa
melihat, grafik mata Snellen digunakan, dengan deretan huruf
menurun dalam ukuran:
a. Dari jarak tertentu, biasanya 20 kaki, seseorang membaca huruf
menggunakan satu mata pada satu waktu.
b. Jika seseorang dapat membaca ke huruf kecil di baris bertanda 20
kaki, maka visi 20/20 (penglihatan normal).
c. Jika seseorang dapat membaca hanya turun melalui garis ditandai
40 kaki, visi 20/40; yaitu, dari 20 kaki pasien dapat membaca apa
yang orang dengan penglihatan normal dapat dibaca dari 40 kaki.
d. Jika huruf besar pada baris bertanda 200 kaki tidak dapat dibaca
dengan mata yang lebih baik, bahkan dengan kacamata, pasien
dianggap buta (University of Maryland Medical Center, 2012).
2. Tes ketajaman visual

42

Tes ketajaman visual dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ini


adalah cara cepat untuk mendeteksi masalah penglihatan dan sering
digunakan di sekolah-sekolah atau untuk skrining massal (University
of Maryland Medical Center, 2012).
3. Tes lainnya
Sejumlah tes lainnya digunakan untuk mendiagnosis katarak
atau untuk menentukan apakah operasi diperlukan. Sebuah grafik
mirip dengan grafik Snellen, yang memiliki huruf ukuran yang sama,
tetapi dalam kontras yang berbeda dengan latar belakang, digunakan
untuk menguji sensitivitas kontras. kepekaan cahaya diuji dengan
memiliki pasien membaca grafik dua kali, dengan dan tanpa lampu
terang (University of Maryland Medical Center, 2012).
4. Tes fungsi makula
Tes fungsi makula yang mengevaluasi pusat visi akut mata, dapat
membantu dokter mata menentukan perbaikan yang diharapkan dari
operasi. Endotelium kornea, lapisan sel yang melapisi kornea, sensitif
terhadap trauma bedah dan harus dievaluasi sebelum operasi
intraokular (University of Maryland Medical Center, 2012).
5. USG Mata
Alat canggih yang di desain khusus untuk digunakan melihat
kelainan pada organ di dalam bola mata terutama bila kelainan
tersebut tidak dapat dilihat melalui celah pupil atau manik mata akibat
adanya kekeruhan media penglihatan, misalnya karena ada katarak
atau adanya kekeruhan pada lapisan depan bola mata (kornea).Tehnik
Pemeriksaan dengan alat ini menyerupai pemeriksaan usg pada
umumnya tidak menimbulkan rasa sakit maupun efek samping pada
pasien dan sangat efektif untuk menemukan kelainan di dalam bola
mata misalnya menemukan adanya tumor, perdarahan dalam bola
mata atau mengetahui terjadinya Ablatio retina yaitu lepasnya retina
(saraf mata) yang menyebabkan turunnya penglihatan (University of
Maryland Medical Center, 2012).

43

6. Uji laboratorium kultur dan smear kornea atau konjungtiva dapat


digunakan

untuk

mendiagnosa

tentang

infeksi.

Slitlamp

memungkinkan dapat digunakan untuk pemeriksaan struktur anterior


mata dalam gambaran mikroskopis. Dalam pemeriksaan mata yang
komprehensif perlu dilakukan pengkajian TIO (Tekanan Intra
Okuler).Alat yang dapat digunakan untuk mengukur TIO yaitu
tonometer schiotz. Pengukuran ini hanya dilakukan pada pasien yang
berusia lebih dari 40 tahun. Oftalmoskopi jugadapat digunakan untuk
pemeriksaan mata bagian dalam (Muttaqin dan Sari, 2009).
7. Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas
lensa. Tapi dapat juga struktur okular lain( konjungtiva, kornea, iris,
bilik mata depan.
Ketebalan kornea dan opasitas kornea seperti kornea gutata harus
diperiksa hati-hati
Gambaran lensa harus dicatat secara teliti sebelum dan sesudah
pemberian dilator pupil
Posisi lensa dan integritas dari serat zonular juga dapat diperiksa
sebab subluxasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata
sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur.
(Muttaqin dan Sari, 2009)
8. Kriopeksi
Menggunakan nitrat oksida digunakan untuk membekukan
jaringan di belakang robekan retina, menyebabkan jaringan parut yang
dapat melekatkan tepi robekan. Biasanya dilakukan pada rawat jalan
dengan klien diberikan anestesi lokal (Black dan Hawks, 2009).
9. Retnopeksi Pneumatik
Merupakan tindakan paling efektif. Mata dilakukan suntik
anestesi lokal dan gelembung gas kecil disuntikan pada badan vitreus.
Gelembung gas naik dan menenkan retina ke arah koroid. Gelembung
gas pelan-pelan diserap pada 1 atau 2 minggu selanjutnya. Kriopeksi

44

digunakan untuk melekatkan retinakembali ke tempat semula (Black


dan Hawks, 2009).
10. Buckling Sclera
Pembedahan untuk menempatkan retina kembali pada koroid
disebut sebagai buckling sclera (sabuk sklera). Skelera ditekan dari
luar dengan busa atau karet (silastic) yang dijahit, sebagai tambahan
sebagai prosedur ini injeksi gelembung udara atau sulfur heksaflorida
gunanya memberikan tekanan (Black dan Hawks, 2009).
Retina dari dalam bola mata. Hal ini akan menempatkan retina
pada tempatya dengan gaya gravitasi selama proses penyembuhan.
Penempatan

posisi

klien

pasca

oprasi

memaksimalkan

efek

pembendungan gelembung gas atau udara. Gelembung ini akan


diabsorsi perlahan lahan (Black dan Hawks, 2009).
Pembekakan sel dan jaringan pada kamera okuli anterior pasca
oprasi karena proses inflamasi atau penurunan sistem drainase vena
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Oleh karena
kerapuhan jaringan berpengaruh pada proses penyembuhan, ablasio
ulangan dapat terjadi sewaktu-waktu. Jika pada suatu waktu retina
lepas pada waktu yang cukup lama sehingga seandainya jika
dilekatkan kembali pun retina tidak akan bisa kembali seperti semula
dan pengglihatan klien tidak akan kembali seperti semula atau
membaik. Infeksi pasca oprasi pun dapat terjadi (Black dan Hawks,
2009).
Kliien sebaiknya tidak mengharapkan kembalinya penglihatan
dengan segera. Inflamasi pasca oprasi dan tetes mata sebagai efek
dilator seringa mengganggu penglihatan. Seiring dengan proses
penyembuhan setelah mingguan atau bulanan. Penglihatan akan
berangsur meningkat (Black dan Hawks, 2009).
11. Foto Koagulasi laser
Jika robekan retina hanya ringan,laser dapat digunakan untuk
membakar tepi robekan. Jika robekan kecil, laser dapat digunakan

45

untuk meletakan retina pada koroid. Bedah laser biasanya dilakuikan


pada rawat jaln dengan anestesi topikal (Black dan Hawks, 2009).
12. Oftalmoskopi
Adalah alat dengan sistem cermin optik untuk melihat antomi
interna dari mata : ada dua cakram pada oftalmoskopi, satu untuk
mengatur lubang cahaya (dan filter) dan satu lagi untuk mengubah
lensa untuk mengoreksi kesalahan refreaktif baik dari pemeriksa
ataupun pasien (Black dan Hawks, 2009).
Lubang-lubang dan filter-filter yang paling penting adalah lubang
kecil, lubang besar, dan filter bebas-merah. Lubang keci untuk pupil
yang tidak berdilatasi lubang besar untuk pupil yang berdilatasi dan
filter bebas merah menyingkirkan sinar merah dan dirancang untuk
melihat pembuluh darah serta perdarahan. Dengan filter ini, retina
tampak abu-abu diskus berwarna putih, mafula kuning, dan darah
tampak berwarna hitam (Black dan Hawks, 2009).
Hal yang patut diperhatikan khusus :

Bagian penglihatan yang sering masih sangat baik pada katarak


Brunesen
Walaupun terlihat kekeruhan sudaah padat pada nukleusnya.

Penglihatan yang nyata berkurang pada miopia tinggi walaupun


katarak yang terlihat belum berarti yang mungkin tajam penglihatan
akibat kelainan makula lutea.

Penglihatan yang baik pada katarak subkapsular posterior pada


pemeriksaan tajam penglihatan dengan penerangan yang redup dimana
pupil midilatasi.

Pemeriksaan retina perifer yang mungkin dapat terlihat walaupun


terdapat katarak (Ilyas S, 2006).

J.

Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Tidak ada terapi lain untuk mencegah atau mengurangi
pembentukan katarak selian dengan pembedahan. Terdapat tetes mata

46

praoperasi termasuk agen dilator seperti trompikamid (mydriacyl) untuk


memfasilitasi pembedahan. Siklopentolat merupakan agen sikloplegik
(cyclogyl) juga dapat diberikan untuk melumpuhkan otot siliaris.
Pembedahan katarak dilakukan dibawa anestesi regional dengan injekai
retrobulbar atau larutan anestesi lokal. Klien sering diberikan tambahan
sedatiff intravena, (Black & Hawks, 2009).
2. Pembedahan
Tidak terdapat pengobatan untuk katarak, meskipun ada
yaitu dengan teknik pembedahan. Pembedahan dapat dilakukan bila
tajam

penglihatan

sudah

menurun

sedemikian

rupa

sehingga

mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan


penyulit seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2008 dalam Putri K,
2015).
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu
sebagai berikut:
1) Ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK)
Ekstraksi

katarak

intrakapsular

(EKIK)

yaitu

pengangkatan lensa dari mata secara keseluruhan, termasuk


kapsul lensa dikeluarkan secara utuh. Dapat dilakukan pada
zonula zinn telah rapuh atau telah terjadi degenerasi serta
mudah diputus. Untuk keperluan ini dipergunakan cara cryo
(alat pendingin) atau pinset lensa yang ditempelkan pada lensa
kemudian ditarik keluar perlahan-lahan. Hanya digunakan
pada katarak matur atau luksasio lentis, (Lumenta, 2006 dalam
Putri K, 2015).
Ekstraksi

katarak

intrakapsular

ini

tidak

boleh

dilakukan atau memiliki kontraindikasi pada klien berusia


kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamentum
kialoidea kapsuler. Penyulit yang terjadi pada pembedahan ini
adalah astigmatisma, glaucoma uveitis, endophtalmitis, dan
perdarahan. Cara ini sudah banyak ditinggalkan karena
banyaknya komplikasi termasuk vitreus prolaps, disamping

47

klien masih harus memakai kacamata afakia yang tebal,


(Lumenta, 2006 dalam Putri K, 2015).
2) Ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK)
Ekstraksi

katarak

ekstrakapsular

(EKEK)

yaitu

tindakan pembedahan pada lensa katarak, dimana dilakukan


pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul
lensa anterior sehingga masa lensa atau korteks lensa dapat
keluar melalui robekan tersebut. Teknik ini bisa dilakukan
pada semua stadium katarak kecuali pada luksasio lentis.
Pembedahan ini memungkinkan diberi lensa tanam (IOL)
untuk pemulihan visus. Komplikasi lebih jarang timbul durante
operasi dibanding IKEK, (Lumenta, 2006 dalam Putri K,
2015).
3) Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi merupakan teknik operasi yang tidak
berbeda jauh dengan cara EKEK, tetapi nukleus lensa diambil
dengan alat khusus yaitu emulsifier. Dibanding EKEK, irisan
luka operasi ini lebih kecil sehingga setelah diberi IOL
rehabilitasi virus lebih cepat, di samping itu penyulit pasca
bedah lebih sedikit ditemukan, (Lumenta, 2006 dalam Putri K,
2015).
4) Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Small Incision Cataract Surgery (SICS) yaitu upaya
untuk mengeluarkan nukleus lensa dengan panjang sayatan
sekitar 5-6 mm, dengan inovasi peralatan yang lebih
sederhana, seperti anterior chamber maintainer (ACM),
irigating vectis, nucleus cracer, dan lain-lain (Soekardi &
Hutauruk, 2004, dalam Putri K, 2015).
a. Perawatan Mandiri
Setelah pembedahan katarak, klien diharapakan kembali
untuk kunjungan ulang keesokan paginya, setelah itu datang satu
minggu dan satu bulan berikutnya (Black & Hawks, 2009).

48

Perawatan pascaoperasi meliputi pengamatan balutan


akular, dan pengakajian kemampuan klien untuk melaukkan
aktivitas harian seperti keadaan praoperasi. Mual dan muntah tidak
sering terjadi, jika terjadi, harus segera dilaporkan. Penutup maat
biasanay diangkat esok harinya tapi dapat juga dilepas beberaps
jam jika klien mengalami keterbatasan penglihatan pada mata yang
lain. Minta klien menggunkan pelindung dari logam atau plastik
untyk menghindari cedera pada mata dan klien diminta untuk tidak
menggosok mata (Black & Hawks, 2009).
Kacamata dapat digunakan pada siang hari. Kotak pedoman
pengajaran untuk klien dapat memberikan intruksikan yang dapat
diikuti klien (Black & Hawks, 2009).
Pembatasan

aktivitas

pascaoperasi

dapat

bergam

tergantung ahli mata.secar umu,klien sebaiknay menghindari


mengangkat beban

berat (lebih dari 15 pon) atau

melakukan

pereganagn pada periode awal pascaoperasi (Black & Hawks,


2009).
b. Perawatan setelah pengangkatan katarak
1) Biarkan plester penutup mata pada tempatnya .
2) Kurangi aktivitas, cukup duduk dikursi, berbaring ditempat
tidur dan berjalan kekamar mandi (dalam 24 jam).
3) Jangan menggosok mata.
4) Kaca mata dapat digunakan.
5) Jangan mengangkat benda berat lebih dari 5 pons (seberat
galon susu).
6) Jangan mengejan (atau jongkok).
7) Jangan tidut pada sisi yang dioperasi.
8) Gunakan tetes mata sesuai jadwal.
9) Minum asetaminofen (misal tylenol) jika terjadi nyeri atau
gatal.
10) Jangan minum aspirin atau obat ynag mengandung aspirin

49

11) Laporkan nyeri yang tidak hilangdengan asetaminofren,


kemerahan sekitar mata, mual, muntah.
12) Gunakan perisai mata untuk melindungi mata.
Pastikan kemampuan

klien dan keluarganya

untuk

memberikan obat tetes mata pada mata secara tepat. Tanya ulang
rasioanal dan jadwal pemberian obat pada klien dan keluarganya
rasa tidak nyaman pascaoperasi berkisar antara ringan sampai
sedang dan biasanya mengalami sensasi gatal setelah pembedahan
katarak. Intruksikan klien untuk melaporkan nyeri yang dirasakan.
Review manifestasi klinis infeksi dan peningkatan tekanan
intraokulator pada klien dan keluarganya (Black & Hawks, 2009).
Lakukan rujukan untuk perawatan dirumah apabila ada
indikasi, tergantung umur klien, kemampuan ,dan ketersediaan
bantuan. Adaptasi pada perubahan penglihatan klien juga
bervariasi (Black & Hawks, 2009).
K.

Konsep Nursing Care Plan


1. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan
dasar utama dan hal yang penting dilakukan baik saat pasien pertama
kali masuk rumah sakit maupum selama pasien dirawatn di rumah sakit.
a. Biodata
Identitas Klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama klien dengan otitis media biasanya dengan
enurunan ketajaman penglihatan dan silau.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien.
Apakah ia mengenakan kacamata atau lensa kontak ? , apakah
pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat

50

atau jauh ? , apakah ada keluhan dalam membaca atau


menonton televisi ? , bagaimana dengan masalah membedakan
warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer ? .
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat

kesehatan

dahulu

pasien

diambil

untuk

menemukan masalah primer pasien, seperti: kesulitan membaca,


pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah
penglihatan soliter. Perawat haru menemukan apakah masalahnya
hanya mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien
sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat
penting. Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi
mata, penyakit apa yang terakhir di derita pasien.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah riwayat kelainan m ata pada keluarga derajat
pertama atau kakek nenek.
e. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti
mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak
dengan oftalmoskop. Katarak terlihat tampak hitam terhadap
refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk.
Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara
rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait
usia biasanya terletak di daerah nukleus, korteks, atau subkapsular.
Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular
posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab okular
katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa
menunjukkan

inflamasi

sebelumnya

atau

kerusakan

iris

menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).


f. Perubahan Pola Fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut gordon
adalah sebagai berikut :
1) Persepsi terhadap Kesehatan

51

Bagaimana

manajemen

pasien

dalam

memelihara

kesehatan, adakah kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,


dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat,
makana atau yang lainnya.
2) Pola Atifitas dan Latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas
atau perawatan diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1 = dibantu
sebagian, 2 = perlu bantuan orang lain, 3 = perlu bantuan orang
laun dan alat, 4 = tergantung / tidak mampu. Skor dapat dinilai
melalui :

Tabel 2. Pola Aktivitas


Aktifitas

Mandi
Berpakaian / Berdandan
Eliminasi
Mobilisasi di tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
Belanja
Memasak
Merapikan rumah

3) Pola Istirahat Tidur


Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur
seperti insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering
terbangun.
4) Pola Nutrisi Metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran
diet apa yang telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum
dan setelah sakit mengalami perubahan atau tidak, adakah

52

keluhan mual dan muntah, adakah penurunan berat badan yang


drastis dalam 3 bulan terakhir.
5) Pola Eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakh ada gangguan
atau kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi
sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.
6) Pola Kognitif Perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan
bicara, mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien
berinteraksi. Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada
kaji kualitas nyeri.
7) Pola Konsep Diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya
seperti harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri
dan gambaran akan dirinya.
8) Pola Koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien
menerima dan menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya
dari sebelum sakit hingga setelah sakit.
9) Pola Seksual Reproduksi
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi
terakhir dan adakah masalah saat menstruasi.
10)

Pola Peran Hubungan


Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja,

sistem pendukung dalam menghadapi masalah, dan bagaimana


dukungan keluarga selama pasien di rawat di rumah sakit.
11) Pola Nilai dan Kepercayaan
Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan atas sakit yang diderita
(Modifikasi dari James, 2005 & Smeltzer, et al., 2002).

53

2. Analisa Data

Tabel 3. Analisa Data Berdasarkan Teori


Pre OP
NO

DATA

DS:

ETIOLOGI
Faktor usia,faktor pekerjaan,riwayat DM

Klien

mengatakan,

penglihatan saya kabur

MASALAH
Gangguan

sensori

perseptual
Perubuhan fisik dan kimia lensa

DO:

Lensa mata terlihat buram

Mempengaruhi daya okomodasi lensa .

seperti kaca susu

Gatal-gatal pada mata

Sering keluar air mata

Daya akomodasi menurrun.

Cahaya tidak jatuh pada retina

Distorsi penglihatan

DS:

Resiko tinggi cidera

54

Klien mengatakan, saya tidak Jalan cahaya keretina terhambat


bisa beraktifitas seperti biasa
Daya
DO:

Bayangan semu
Mata

akomodasi

mata menurun

terlihat sampai keretina

klien

adanya kekeruhan atau


warna keputih putihan sensitifitas kecahaaya dan
ketajaman menurun.

pada pupil

Klien

pengaburan dalam
pandangan

memakai

kacamata
foto fobia

resiko tinggi cidera

DS:

Penurunan tajam penglihatan

Klien

mengatakan

memikirkan biaya operasi dan


takut

Ansietas

tidak

berhasil

Stadium matur katarak

dalam

menjalankan operasinya,

Rencana pembedahan

55

DO:

Klien terlihat cemas

Klien terlihat takut

Klien terlihat gelisah

Ansietas

Post OP
NO

DATA

DS:

ETIOLOGI
Penurun tajam penglihatan

MASALAH
Nyeri akut

Klien mengatakan, nyeri pada


bagian mata setelah operasi

Stadium matur katarak

DO:

Prosedur pembedahan

Tanda-tanda vital

TD: 140/90 mmhg

Nadi: 84x/menit

Respirasi: 24x/menit

Suhu:37,4OC

Respon post op

Nyeri akut

Skala nyeri 6

56

Klien

terlihat

merintih

kesakitan
3

DS:

Penurun tajam penglihatan

klien mengatakan mata terasa

berhubungan dengan

gatal

Stadium matur katarak

DO:

Prosedur pembedahan

prosedur invasif.

Hasil leukosit lebih dari


200.000 mm10x

Resiko infeksi

Defisit perawatan post op

Mata terlihat merah


Port the entry

Resiko infeksi

57

3. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa Pre Operasi
1) Gangguan sensori perseptual berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori, lingkungan secara terapetik dibatasi.
2) Resiko tinggi cidera berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular, perdarahan intra okuler, kehilangan
3) Ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya terhadap informasi vitreous.
b. Diagnosa Post Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler pembedahan
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

58

4. Nursing Care Plan


Tabel.4 Rencana ashuna keerawatan berdasarkan teori

PRE-OP
No
1

Diagnosa

NOC

Keperawatan

NIC

Gangguan sensori

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Communication Visual: Visual Defisit

perseptual

selama 3 x 24 jam

berhubungan

diharapkan gangguan sensori perseptual

dengan gangguan

dapat berkurang, dengan kriteria

2. Catat reaksi klien waktu penglihatanya berkurang.

penerimaan

hasil:

3. Terima reaksi klien waktu penglihatanya berkurang.

sensori, lingkungan

Cognitif Abilyty :

4. Deskripsikan lingkungan yang ada pada klien.

1. Mengidentifikasi diri ketika akan memberi jarak dengan


klien.

secara terapetik

Orientasi

5. Berikan kacamata, jika diperlukan.

dibatasi.

Konsentrasi

6. Mendorong klien untuk memperbaiki kondisi

Perhatian

Mendemonstrasikan berbagai
pilihan pengawasan dan situasi

Cognitif Orientation :

penglihatanya.
7. Jangan memindahkan barang-barang yang ada di
ruangan klien tanpa memberi tahu pasien.
8. Membantu klien untuk mementapkan rencana untuk
bagaimana mendengar dengan cara merasakan sesuatu.

59

Mengidentifikasi diri sendiri

Mengidentifikasi tempat dengan

1. Ciptakan lingkungan yang aman bagi klien.

benar

2. Pindahkan barang-barang yang berbahaya bagi klien.

Mengidentifikasi hari dengan benar

3. Hilangkan lingkungan yang berbahaya bagi klien.

Environmental Management

4. Orientasikan lingkungan ruangan yang ada pada klien.


5. Atur pencahayaan lampu unutk terapi yang
menguntungkan bagi klien.
6. Kurangi stimilus dari lingkungan, jika diperlukan.
2

Resiko tinggi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

cidera berhubungan selama 3 x 24 jam


dengan

diharapkan tidak terjadi cidera, dengan

peningkatan

kriteria hasil:

tekanan intra

Risk Control :

okular, perdarahan

Membenarkan faktor resiko.

intra okuler,

Mengubah gaya hidup unutk

kehilangan
vitreous.

Fall Prevention
1. Mengidentifikasi status kognitif dan fisik klien yang
mungkin meningkatkan resiko jatuh.
2. Mengidentifikasi karakteristik klien yang berpotensial
meningkatkan resiko jatuh pada pasien.
3. Monitor gerakan-gerakan yang tidak teratur
(keseimbangan, kelemahan waktu beraktifitas).

mengurangi faktor resiko.

4. Membantu menolong klien waktu berpindak tempat.

Berpartisipasi dalam

5. Berikan sandal yang tidak licin.

mengidentifikasi faktor resiko.

6. Orientasikan pada klien ruangan yang di tempati.


7. Ajarkan pada klien bagaimana kalau jatuh dan cara

60

Memantau faktor resiko pribadi dan


perorangan.

8. Berikan cahaya yang terang pada malam hari.

Memonitor faktor resiko dari

9. Ajarkan pada anggoata keluarga tentang faktor resiko

lingkungan.

untuk meminimalkan trauma.

Memonitor dan mengungkapkan


status kesehatanya.

yang dapat meningkatkan jatuh.


10. Intruksikan pada klien unutk memanggil keluarga jika
ingin beraktifitas, jika diperlukan.

Safety Behavior: Fall Prevention

Menggunakan penghalang untuk


mencegah jatuh.

Menggunakan tongkat, jika


diperlukan.

Bisa mengatur ketinggian tempat


tidur dan tempat duduk.

Menggunakan obat-obatan untuk


pencegahan peningkatan resiko
jatuh.

Ansietas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

berhubungan

selama 3 x 24 jam

Anxietas Reduction :
1. Mempersiapkan klien menghadapi kemungkinan krisis

61

dengan kurang

diharapkan ansietas yang dirasakan klien

terpaparnya

dapat berkurang, dengan kriteria

terhadap informasi.

hasil:

perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber

Pengendalian diri terhadap ansietas

bahaya yang diantisipasi dan tidak jelas.

Merencanakan strategi koping untuk


situasi penuh tekanan.

perkembangan situasional.
2. Meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, prasangka, atau

3. Meredakan kecemasan pada klien yang mengalami


distres akut.

Mempertahankan performa peran.

Memantau distorsi persepsi sensori.

stresor, perubahan, atau ancaman yang menghambat

Memantau manifestasi perilaku

pemenuhan tuntutan dan peran hidup.

ansietas.

Menggunakan teknik relaksasi untuk


meredakan ansietas.

Knowledge: Disease Proses :

4. Membantu klien untuk beradaptasi dengan persepsi

5. Memberikan penenangan, penerimaan dan bantuan atau


dukungan selama masa stres.
Teaching: Disease Proses
1. Kaji tingkat kemampuan kebutuhan klien tentang
proses penyakitnya.

Mengerti tentang penyakitnya.

Mendiskripsikan proses

2. Tentukan kebutuhan pengajaran klien.

penyakitnya.

3. Tentukan motivasi klien untuk mempelajari informasi-

Mendiskripsikan proses faktor


penyebab penyakitnya.

informasi yang khusus.


4. Jelaskan proses perjalanan penyakit yang diderita klien,
jika diperlukan.

62

5. Identifikasi penyebab dari penyakitnya, jika

Mendiskripsikan proses tanda dan

diperlukan.

gejala dari penyakitnya.

Mendiskripsikan proses komplikasi

6. Berikan informasi pada klien tentang kondisinya.

dari penyakitnya.

7. Diskusikan dengan klien terapi yang akan diberikan


pada klie

Mendiskripsikan pencegahan agar

Teaching: Procedur/Treatment

tidak terjadi komplikasi.

1. Informasikan pada klien tentang tindakan/prosedur

Knowledge: Treatment Prosedur

yang akan dilakukan.

Dapat menjelaskan prosedur

2. Informasikan pada klien tentang waktu yang

tindakan.

diperlukan selama prosedur dilaksanakan.

Dapat menjelaskan prosedur tujuan

3. Jelaskan tujuan dari tindakan/prosedur yang

tindakan.

dilaksanakan.

Dapat menjelaskan langkah dalam

4. Instruksikan pada klien bagaimana cara berpartisipasi

setiap prosedur.

selama tindakan/prosedur dilaksanakan.

Menunjukan tindakan yang

5. Diskusikan tindakan alternatif, jika diperlukan.

mendukung prosedur tindakan.

Libatkan keluarga selama prosedur, jika diperlukan


POST-OP
1

Nyeri berhubungan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Pain Management :

63

dengan

selama 3 x 24

peningkatan

diharapkan nyeri dapat berkurang,

durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor

tekanan

dengan kriteria hasil:

pencetus nyeri.

intra okuler

Pain Level :

pembedahan.

1. Kaji komprehensif mengenai lokasi, karakteristik,

2. Observasi keluhan non verbal terhadap


ketidaknyamanan.

Melaporkan nyeri, frekuensi dan


lama nyeri.

3. Ajarkan tehnik non farmakologik (teknik relaksasi).

Posisi tubuh klien melindungi nyeri.

4.

Tekanan darah, RR, nadi dan suhu


dalam batas normal (T 120/80
mmHg; RR= 18-24 x/menit; nadi=
80 x/menit; suhu=36.30-37.0C).

Pain Control :

Bantu klien mendapatkan dukungan dari keluarga


untuk mengurangi nyeri.

5. Beri informasi tentang nyeri (penyebab, durasi,


prosesantisipasi ketidaknyamanan).
Vital Sign Monitoring :
1. Monitor TD, RR, nadi, suhu klien.

Mengungkapkan faktor penyebab

2. Identifikasi kemungkinan perubahan TTV.

timbulnya nyeri.

3. Cek secara periodik tanda-tanda vital klien.

Menggunakan terapi non

Environmental Management :

farmakologik.

1. Cegah tindakan yang tidak dibutuhkan.

Dapat menggunakan berbagai

2. Posisikan klien pada posisi yang nyaman.

sumber untuk mengontrol nyeri.

64

Melaporkan nyeri terkontrol.

Resiko infeksi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

berhubungan

selama 3 x 24 jam

dengan prosedur

diharapkan resiko infeksi tidak terjadi,

invasif.

dengan kriteria hasil:

2. Anjurkan peningkatan frekuensi istirahat.

Risk Detection :

3. Anjurkan peningkatan intake nutrisi.

1. Monitor sistematik lokasi, tanda dan gejala infeksi dan


resiko tinggi infeksi.

Mengidentifikasi faktor yang dapat

4. Monitor apakah klien mudah terkena infeksi.

meningkatkan resiko.

5. Monitor peningkatan granulosit, sel darah putih.

Menjelaskan kembali tanda dan

6. Batasi pengunjung yang menjenguk pasien.

gejala yang mengidentifikasikan

7. Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi.

resiko infeksi.

Infection Protection

Wound Care

Menggunakan sumber dan

1. Catat karakteristik luka, drainase.

pelayanan kesehatan untuk

2. Ajarkan pada pasien dan keluarga cara/prosedur

mendapatkan informasi.
Risk Control

perawatan luka di mata.


3. Bersihkan luka dengan tehnik steril dan ganti balutan.

Membenarkan factor-faktor resiko.

Memonitor faktor resiko dari

1. Terapkan kewaspadaan universal.

lingkungan.

2. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah digunakan

Infection Control

pasien.

65

Memonitor perilaku yang dapat


meningkatkan faktor resiko.

Merubah gaya hidup untuk

3. Ajarkan pada pasien cara mencuci tangan yang baik


dan benar.
4. Ajarkan pada pasien dan keluarga tanda dan gejala

mengurangi resiko.

infeksi dan kapan harus melaporkanya ke pihak

Memonitor dan mengungkapkan

pelayanan kesehatan.

status kesehatanya.

5. Pertahankan teknik isolasi, jika diperlukan.

Membuat strategi dan menjalankan

6. Batasi pengunjung, jika diperlukan.

strategi untuk mengontrol resiko.


Imun Status :

Tidak menunjukan infeksi berulang.

Suhu tubuh dalam batas normal.

Sel darah putih tidak meningkat.

(Bulechek, G. M, Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. 2015).

66

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A.

Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama

: Tn. X

Umur

: 56 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tanggal Pengkajian

: 20 Februari 2016

Diagnosa Medis

: Katarak Senilis

2. Keluhan Utama
Tn X mengeluh bahwa penglihatan kabur seperti berawan.

3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tn X mengeluh penglihatan kabur seperti berawan, padahal
sudah menggunakan kacamata plus 1 dan minus 2,5 pada mata
kanan dan kiri.
b. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Dua tahun yang lalu klien dinyatakan menderita Diabetes
Melitus dan menjalankan pengobaan secara teratur.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak terdapat data dalam kasus.

4. Pola Pemenuhan Aktivitas


Tn. X mengeluh bahwa sulit beraktivitas, jika terkena
sinar/paparan matahari matanya silau dan jika melihat sesuatu
berbayang-bayang atau menjadi 2 bayangan.

67

5. Riwayat Psikososial, spiritual, budaya


Tidak terdapat data dalam kasus.

6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Orientasi

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis (E4V5M6)

b. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah

: 140/90 mmhg

Nadi

: 84 x/menit

Suhu

: 37,4O C

Respirasi

: 24 x/menit

c. Mata
Terdapat selaput putih di kornea pada saat pemeriksaan
fisik dengan opthalmoscope.

7. Pemeriksaan Penunjang
GDS : 210 mg/dl

8. Terapi yang diberikan


Tidak terdapat data dalam kasus.

68

B.

Analisa Data
Tabel 5 Analisa Data Berdasarkan Kasus
Data-data
(Subjektif Objektif)
DS:

Masalah Keperawatan

Faktor usia,faktor pekerjaan,riwayat DM

Gangguan persepsi sensori

Klien mengeluh bahwa penglihatan


kabur seperti berawan.

Etiologi

Perubuhan fisik dan kimia lensa

Klien mengeluh jika terkena


sinar/paparan sinar matahari

Mempengaruhi daya okomodasi lensa .

matanya silau.

Klien mengeluh jika melihat sesuatu

Daya akomodasi menurrun.

berbayang-bayang/menjadi 2
bayangan

Cahaya tidak jatuh pada retina

DO:

Kornea terdapat selaput putih.

Menggunakan kacamata plus 1 dan

Distorsi penglihatan

minus 2,5 pada mata kanan dan kiri

Usia 56 tahun.

69

DS:

Jalan cahaya keretina terhambat

Risiko Cedera

Klien mengeluh sulit beraktivitas,


Daya

jika terkana sinar/terkena paparan


sinar matahari, matanya silau dan

Bayangan semu

jika melihat sesuatu berbayang-

sampai keretina

akomodasi

mata menurun

bayang/menjadi 2 bayangan.

DO:

Usia 56 tahun.

Klien mengungkapkan keluhan-

sensitifitas kecahaaya dan

pengaburan dalam

ketajaman menurun.

pandangan

foto fobia

keluhannya.

resiko tinggi cidera

DS: -

Riwayat Diabetes Melitus

Risiko ketidakseimbangan
kadar gula darah

DO:

Hiperglikemik
Dua

tahun

yang

lalu

klien

Glukosa meningkat pada aquous humor

70

dinyatakan

menderita

Diabetes

Melitus dan menjalankan pengobaan

Masuk ke lensa melalui proses difusi

secara teratur.

GDS 210 mg/dl

Kadar glukosa dalam lensa meningkat

Pengobatan rutin

Kadar glukosa darah masih melebihi batas normal

C.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori
2. Risiko cedera berhubungan dengan faktor resiko disfungsi sensorik
3. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dengan faktor resiko ketidakefektifan management medikasi

71

72

D. Nursing Care Plan

Tabel 6 Rencaha Asuha Keperawatan Berdasarkan Kasus


No

1.

Diagnosa

NOC

Keperawatan
Gangguan

Setelah dilakukan tindakan

persepsi sensori

keperawatan selama 3 x 24 jam

berhubungan

diharapkan gangguan sensori

dengan

perseptual dapat berkurang,

gangguan

dengan kriteria hasil:

penerimaan

Cognitif Abilyty :

sensori

NIC

Communication Visual: Visual Defisit


1. Catat reaksi klien waktu
penglihatanya berkurang.
2. Terima reaksi klien waktu
penglihatanya berkurang.
3. Deskripsikan lingkungan yang ada

Rasional

Communication Visual:
Visual Defisit
1. Mengetahui kapan
penurunan penglihatan
berlangsung.
2. Memberikan respon

Orientasi

Konsentrasi

Perhatian

memperbaiki kondisi

tidak merasa kurang

Mendemonstrasikan

penglihatanya.

percayaan diri.

berbagai pilihan
pengawasan dan situasi
Cognitif Orientation :

pada klien.
4. Mendorong klien untuk

5. Jangan memindahkan barang-

yang biasa dan


menerima agar pasien

3. Memberikan informasi

barang yang ada di ruangan klien

lingkungan yang tepat

tanpa memberi tahu pasien.

agar klien tidak

73

Mengidentifikasi diri
sendiri

Mengidentifikasi tempat
dengan benar

Mengidentifikasi hari
dengan benar

Environmental Management
1. Ciptakan lingkungan yang aman
bagi klien.
2. Pindahkan barang-barang yang
berbahaya bagi klien.
3. Hindarkan lingkungan yang
berbahaya bagi klien.

kebingungan.
4. Memberikan motivasi
yang kuat membuat klien
berkeinginan untuk
memperbaiki
penglihatannya.
5. Agar klien tidak merasa

4. Atur pencahayaan lampu yang

kesulitan untuk mencari

menguntungkan bagi klien.

barang yang di inginkan.


Environmental Management
1. Mencegah resiko injury
2. Menjaga keamanan klien
3. Mencegah resiko injury
4. Mengatur pencahayaan
lampu yang sesuai
dengan kondisi klien.

2.

Risiko tinggi

Setelah dilakukan tindakan

Fall Prevention

Fall Prevention

74

cedera dengan

keperawatan selama 3 x 24 jam

1. Monitor gerakan-gerakan yang

faktor resiko

diharapkan tidak terjadi cidera,

tidak teratur (keseimbangan,

teratur dapat

disfungsi

dengan kriteria hasil:

kelemahan waktu beraktifitas).

mengakibatkan

sensorik

Risk Control :

2. Membantu menolong klien waktu

Membenarkan faktor resiko.

Mengubah gaya hidup untuk

3. Berikan sandal yang tidak licin.

mengurangi faktor resiko.

4. Ajarkan pada anggota keluarga

Berpartisipasi dalam

tentang faktor resiko yang dapat

mengidentifikasi faktor

meningkatkan jatuh.

resiko.

5. Intruksikan pada klien untuk

ketidakseimbangan saat
melakukan aktivitas.
2. Membantu berpindah
tempat untuk
mengurangi resiko jatuh.
3. Mencegah resiko injury.
4. Mendorong keluarga

Memantau faktor resiko

memanggil keluarga jika ingin

untuk kooperatif dalam

pribadi dan perorangan.

beraktifitas, jika diperlukan.

pencegah injury pada

Memonitor faktor resiko dari


lingkungan.

berpindah tempat.

1. Gerakan yang tidak

anggota keluarganya.
5. Membantu memudahkan

Memonitor dan

klien dalam melakukan

mengungkapkan status

aktivitas.

kesehatanya.
Safety Behavior: Fall Prevention

75

Menggunakan penghalang
untuk mencegah jatuh.

Menggunakan tongkat, jika


diperlukan.

Bisa mengatur ketinggian


tempat tidur dan tempat
duduk.

Menggunakan obat-obatan
untuk pencegahan
peningkatan resiko jatuh.

Resiko

Setelah dilakukan tindakan

Hiperglikemi management :

Hiperglikemi management:

ketidakstabilan

keperawatan selama 3 x 24 jam

Monitor level kadar glukosa darah

kadar glukosa

diharapkan kadar glukosa darah

Monitor tanda dan gejala

darah dengan

stabil, dengan kriteria hasil:

hiperglikemi seperti poliuria,

faktor resiko

Blood Glucose Level

polidipsi, polifagi, lemah,

ketidakefektifan

Kadar glukosa darah

management

dalam batas normal,

medikasi

Gds (

penglihatan kabur, dan sakit kepala.

Monitor status cairan (masukan


input dan uotput cairan), sewajarnya

76

Medication management :

Kaji efek samping obat pada pasien

Bantu pasien dan anggota keluarga


dalam membuat penyesuaian gaya
hidup yang diperlukan, terkait
dengan obat-obat tertentu.

Kaji strategi pasien dalam mengelola


pengobatan.

Berikan pasien daftar sumber daya


untuk menghubungi informasi lebih
lanjut tentang pengobatan.

(Bulechek, G. M, Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. 2015).

77

D. Analisa Kesenjangan Teori dengan Kasus


Dari analisis kasus Tn. X, berusia 56 tahun didapatkan bahwa Tn.
X mengalami gangguan penglihatan kabur seperti berawan, padahal sudah
menggunakan kaca mata plus 1 dan minus 2,5 cm. Tn. X juga mengalami
sulit beraktivitas jika terkena paparan sinar matahari, jika melihat sesuatu
berbayang-bayang menjadi dua bayangan. Selain itu Tn. X juga
mengalami riwayat DM pada dua tahun yang lalu dan menjalani
pengobatan secara teratur. Dari tanda dan gejala yang dialami oleh Tn. X
merupakan salah satu katarak sinilis. Jadi berdasarakan data kasus tersebut
tidak terdapat kesenjangan teori dengan kasus karena pada tanda dan
gejala di kasus dan teori sama, begitupun dengan diagnosa keperawatan
yang ada pada kasus ada dalam teori walaupun tidak semua diagnosa
keperawatan yang ada dalam teori terdapat pada kasus.

78

BAB V
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Dari analisis kasus Tn. X, didapatkan bahwa Tn.X mengalami
gangguan penglihatan, sehingga memunculkan masalah keperawatan yang
lebih kompleks, oleh karena itu muncul beberapa tindakan keperawatan
yang dapat dilakukan perawat dalam kasus tersebut. Dengan membuat
kajian literartur kembali sebagai tolok ukur dalam membuat nursing care
plan yang sesuai dengan klien.

B.

Saran
1. Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literatur dalam
pembuatan asuhan keperawatan yang baik dan benar.
2. Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang lebih
baik dalam pembuatan asuhan keperawatan selanjutnya.
3. Bagi Kesehatan
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya
untuk mahasiswa keperawatan agar mengetahui bagaimana asuhan
keperawatan

pada

klien

dengan

gangguan

pendengaran.

79

80

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk.,. 2000.Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI,
Jakarta.
Bruce James dkk, 2005. Lecture Notes Oftamologi. terj: Asri Dwi Rachmawati. Edisi. 9.
Semarang: Erlangga.
Corwin, E. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Depkes

Dwi

RI.
2015.
Katarak
dapat
http://www.depkes.go.id/article/view/15060300002/katarak-dapatdisembuhkan.html.Diaksespadatanggal 21 Maret 2016.

disembuhkan.

R.
Mahardhyka
Kuswara.
2016Patofisiologi-Katarak,
2012 by
https://id.scribd.com/doc/106258276/78627762-PatofisiologiKatarak(Diakses pada tanggal 21 maret 2016)

Ilyas, S. 2006. Katarak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Ilyas, Sidarta, 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga cetakan ke-6. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Irianto, Koes. 2012. Anatomi dan Fisiologi. Bandung : Alfabet.
Istiqomah, IN. 2003. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta: EGC.
James, B., Chew, C., Bron, A. 2006. Lecture Notes Oftalmologi. 9th ed. Erlangga Medical
Series: Jakarta.
M. Sukron Maksum. 2009. The Power of Air mata.Yogyakarta : Mutiara Media.
Pearce E.C, Anatomy & Physiology for Nurse. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk
Paramedis. terj: Sri Yuliani Handoyo, Cetakan ke-28. Jakarta: PT Gramedia.
Putri, Kartika N. A. 2015. Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Tentang Katarak
Terhadap Intensi untuk MelakukanOperasi Katarak pada Klien Katarak diWilayah
Kerja
Puskesmas
SemboroKabupaten
Jember.
Jember:
Digital
RepositoryUniversitas
Jember.
http://http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/72481/Kartika%20N
urif%20Adeline%20Putri%20%20112310101018_Part1.pdf?sequence=1Diaksespadatanggal 21 Maret 2016.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Smelthzer, Suzanne C Brenda G Bare, ( 2001 ), Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah


Brunner and Suddart, Edisi 8, Jakarta : EGC
Smeltzer, C Suzanne., Brunner., & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
Syaifuddin, H., 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Tamsuri, A. 2004. Klien Gangguan Mata & Penglihatan. Jakarta: EGC.
Vaughan, D.G., Asbury, T., Eva, P.R. 2007. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika.
Vaughan, Dale. 2000.Oftalmologi Umum, Ed 14. Jakarta : Widya Medika.

Fototransduksi dan inisiasi potensial aksi di jalur penglihatan


Gelap

Konsentrasi cGMP tinggi

Saluran Na+ terbuka di


segmen luar

Berlangsung di
Segmen luar

Depolarisasi membran
(Menyebar ke ujung
sinaps)

Membuka saluran Ca2+


diujung sinaps
Berlangsung di
retina

Berlangsung di
ujung sinaps
Pelepasan transmitter
inhibitorik

Sel bipolar terhambat

Tidak timbul sel potensial


aksi di ganglion

Tidak ada perambatan potensial


aksi ke korteks penglihatan
Gambar. Kejadian-kejadian yang berlangsung di fotoreseptor sebagai respons
terhadap keadaan gelap yang mencegah potensial aksi terbentuk di jalur penglihatan

Cahaya

Pengaktifan fotopigmen

Pengaktifan transdusin

Berlangsung di
segmen luar

(Melalui jenjang
reksi)
Penurunan GMP statik

Penutupan saluran
Na+ di segmen luar

Hiperpolarisasi membran
(potensial reseptor)
(Menyebar ke ujung
sinaps)

Menutup saluran Ca2+ di


ujung sinaps
Berlangsung di
ujung sinaps
Pelepasan transmitter
inhibitorik

Sel bipolar tidak dihambat (atau,


sebenarnya tereksitasi)

Perubahan potensial berjenjang di sel bipolar

Potensial aksi di sel


ganglion

Berlangs
ung di
retina

(jika besarnya cukup membawa


sel ganglion ke ambang)
Perambatan potensial aksi ke korteks
penglihatan di lobus oksipitalis otak
untuk persepsi penglihatan

Gambar. Kejadian yang berlangsung di fotoreseptor sebagai respons terhadap


rangsangan cahaya yang memicu potensial aksi di jalur penglihatan

PATHWAY KATARAK

Faktor usia
sistemik

Proses
penuaan

Terputusny
a protein
lensa
normal
Protein lensa
menjadi water
absolute

Gangguan
Sistemik

Nelayan, terpapar
sinar matahari
terang

Hiperglikemi
a

Glukosa meningkat
pada aquos humor

Perubahan fisik
dan kimia lensa

Influks air
ke lensa

Faktor
Pekerjaan

Paparan komulatif
sinar UV dalam
waktu lama

Penurunan densitas
epitalia dan diferensiasi
aberan dari serat lensa

Kematian
apoptotik lensa

Akumulasi dari
serpihan kecil
epitel

Masuk ke lensa
melalui proses difusi

Mengenai lensa
Kadar glukosa dalam
darah meningkat

Tritofan absorpsi energi


foton oleh asam amino
dalam lensa

Menghasilkan 3-HKG
(hydroxyknueninu) yang
melekat pada protein

Molekul glukosa
diubah oleh reduktase

Sorbital yang menetap


didalam lensa

Terbentunya
protein dengan
berat molekul
tinggi

Perubahan
index retraxsi
lensa

Gangguan
pembentukan
serat lensa dan
homeostatis

Hilangnya
kejernihan lensa

Tekanan osmotik
Merubah warna
protein secara
perlahan

Mempengaruhi
fisiologis lensa

Pembentukan
pigmen pada
nukleus lensa

Kehilangan
fungsi
akomodasi

Koagulasi pada
lensa

Cahaya tidak
jatuh tepat
pada lensa

Lensa mata
kekurangan air
dan menjadi
lebih padat

Warna lensa
menjadi kuning
keruh\coklat
keruh

Influks dari air


kedalam lensa

Pembengkakan
serat-serat lensa

Mempengaryhi
akomodasi
lensa

Jalan cahaya ke
retina
terhambat

Daya
akomodasi
menurun

Distorsi
penglihatan

Bayangan semu
sampai ke
retina

sensitivitas
cahaya
menurunnya

Potopobia

Gangguan persepsi
perseptual

Resiko Cedera

Pengaburan dalam
pandangan

Penurunan tajam
penglihatan

Stadium matur
katarak

Rencana
pembedahan

Terdapat luka insisi


Memunculkan respon
neurotransmisi

Prosedure operasi

Port the entry


mikroorganisme

Rangsangan nosiseptor

Stimulasi prostaglandi

Resiko Infeksi

ditransmisikan oleh
serabut saraf aferen

impuls diterima
oleh kornu dorsalis,

menuju korteks
serebri
melanjutkan rangsang ke
terminal medula spinalis

naik ke batang
otak dan talamus

persepsi nyeri di otak

Nyeri Akut

Ansietas

Anda mungkin juga menyukai