PEMBAHASAN
2.1 Manajemen Budidaya di Keramba
2.1.1 Keadaan Umum Lapang
Pada praktikum Manajemen Akuakultur Tawar yang dilakukan di Waduk
Lahor Malang, secara visual kondisi lapang memiliki jalan yang landai dan
berbatu. Jalanan menuju waduk cenderung licin yang disebabkan oleh hujan yang
mengguyur kemarin sore. Di sekitar Waduk Lahor ditumbuhi banyak pepohonan
yang cukup lebat dan jarang terdapat perumahan warga di sekitar waduk. Di
pinggir waduk terdapat usaha pemancingan milik warga setempat dan di tengah
waduk terdapat keramba jarring apung (KJA) yang digunakan warga untuk
budidaya ikan Nila (Oreochromis niloticus), ikan Mas Tombro (Cyprinuscarpio)
dan juga ikan Bandeng (Chanos chanos). Waduk ini juga berfungsi sebagai
tempat pariwisata bagi penduduk setempat maupun dari luar daerah.
a. Luas Waduk
Pada praktikum Manajemen Akuakultur Tawar yang dilakukan di Waduk
Lahor Malang, berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan diketahui
bahwa waduk Lahor memiliki luas 2,6 km2 atau 260 ha dengan elevasi 278 m
diatas permukaan laut. Ukuran ini termasuk cukup luas sehingga dapat
dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk kegiatan budidaya dan juga
pariwisata.
b. Sumber Air
Pada praktikum Manajemen Akuakultur Tawar yang dilakukan di Waduk
Lahor Malang, berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan diketahui
bahwa sumber air terbesar waduk Lahor ini berasal dari Sungai Lahor (anakan
dari Sungai Brantas), pemasukan juga berasal dari air hujan yang turun dan air
rumah tangga yang masuk kedalam waduk.
c. Kedalaman Waduk
Menurut Welch (1952) dalamZulfia dan Aisya (2013), pengukuran
kedalaman dan kecerahan air berkisar antara 148 1.130 cm dan 85-112 cm.
Kedalaman menentukan seberapa dalam cahaya matahari dapat menembus lapisan
air. Cahaya matahari dalam suatu perairan sangat penting dalam membantu proses
dan
debit
maksimum
51.39
m3/det.
Dalam
usia
40
tahun, turbin hanya mampu menerima debit maksimum sebesar 46.09 m3/det.
Untuk mempertahankan produksi energy listrik yaitu dengan mengoptimalkan
outflow yang masuk ke turbin. Dirancang menggunakan model pemrograman
linier kabur yang dipadukan dengan model simulasi untuk penilaian kinerja pola
operasi waduk. Dalam kajian ini diperoleh hasil optimasi selama 11 tahun berupa
produksi energi optimal sebesar 5606.66 GWh, kurva pengatur tinggi
muka air baru dan simulasi menghasilkan keandalan 100.00 % untuk model dan
eksisting (Abel et al ., 2015)
f. Jumlah Keramba di Lokasi
Bendungan memiliki nilai guna cukup tinggi antara lain sebagai irigasi,
pembangkit tenaga listrik, budidaya perikanan dan pariwisata. Budidaya ikan
menggunakan keramba (Keramba Jaring Apung atau KJA dan Keramba Jaring
TIM LITERATUR MANAJEMEN AKUAKULTUR TAWAR
ditempatkan di dasar perairan.Perairan yang cocok untuk keramba jenis ini adalah
pada sungai-sungai. Dasar perairan sebaiknya agak keras karena digunakan
sebagai alas keramba. keramba jenis ini dibangun dengan cara menanamkan
ujung-ujung keramba ke dasar perairan seperti sungai-sungai.
2.1.4 Konstruksi Karamba
Menurut
Krismawati
et.
al
(2014),
Perancangan
keramba
sistem keramba. Struktur keramba harus mampu menahan beban angin, beban
gelombang pada saat beroperasi memelihara ikan dalam jaring apung. Desain
yang
direncanakan
perlu
memperhatikan
kebutuhan
ikan
dengan
digunakan dan pengaruh kualitas lingkungan didalam keramba. Namun dari sudut
pandang petani, keramba haruslah aman, selamat dan mudah dioperasikan. Semua
ini harus tercapai dengan biaya yang efektif.
2.1.5 Ciri Keramba
Menurut Widiastuti (2015), ciri keramba yaitu harus memenuhi aspek
teknis dan aspek sosial ekonomis seperti kedalaman perairan minimal 10 meter,
kualitas air memenuhi persyaratan hidup ikan, bebas dari pencemaran air, bukan
jalur lalu lintas kapal, tidak merusak pelestarian lingkungan, memiliki kemudahan
transportasi, tersedianya bahan dan pakan, dekat dengan daerah pemasaran,
kemudahan suplai benih, keamanan terjamin, legalitas lokasi budidaya, dan
ketersediaan tenaga kerja.
2.1.6 Komoditas Budidaya
Menurut Hermanto (2013), ikan yang mendominasi wilayah perairan danau
biasanya adalah ikan nila (Oreochromis niloticus). Adanya dominasi dari spesies
ini dikarenakan jenis ikan ini hidup secara bergerombol, dan merupakan jenis ikan
yang tergolong dalam divisi sekunder, yang menandakan bahwa jenis ikan ini
sangat toleran terhadap salinitas perairan. Faktor lain dikarenakan jenis ikan ini
gondok atau siambang dapat digunakan. Sebaiknya ukuran bak pendederan yang
digunakan cukup besar atau disesuaikan dengan jumlah burayak yang berhasil
ditetaskan, misalnya menggunakan bak fiberglass 1m x 1m x 0,5m sehinga
burayak dapat berkembang dengan baik lagi(Sunari,2007).
2.2.3 Konstruksi Kolam
Kolam dirancang dengan ukuran 20 m x 10 m kedalaman 1 m dengan
dasar kolam tanah. Sistem pemfilteran dibuat dengan rancangan dua bak yaitu bak
penampungan sekaligus pemfilteran dan bak kedua adalahpemfilteran kedua. Bak
pertama berukuran 5 m x 2 m dengan tinggi 3 m. Bak kedua berukuran 5 m x 1 m
dengan tinggi 1 m. Sistem sirkulasi air dimulai dari bak satu yang menampung
sekaligus memfilter air berisi kerikil, pasir dan ijuk dengan perbandingan 1 : 1 : 1.
Air yang berasala dari sumur bor dipompa masuk ke bak satu. Setelah melalui bak
satu air difilter masuk ke bak kedua dengan sistem pemfilteran berisi ijuk yang
disusun vertikal sehingga diharapkan air terfilter lebih baik. Air yang berasal dari
bak dua diteruskan ke kolam ikan dengan sistem air jatuh dan melalui pipa
paralon yang di beri lubang (Juliani et al., 2014).
2.2.4 Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Bachtiar (2002), klasifikasi ikan koi adalah sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Superkelas
: Gnathostomata
Kelas
: Osteichtyes
Superordo
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Cyprinus
Spesies
: Cyprinus carpio
(Bachtiar, 2002)
Badan koi ditutupi oleh dua lapisan kulit, yaitu kulit luar (epidermis) dan
kulit dalam (dermis). Bagian kepala koi mirip dengan ikan mas koki, tetapi
dilengkapi satu pasang sungut. Bagian mulut tidak terlalu lebar. Bagian rahang
tidak memiliki gigi. Hidung berupa lekukan dan tidak berhubungan dengan alat
pernapasan. Alat pernapasan berupa insang yang terdapat dikedua sisi kepala
(Bachtiar, 2002).
2.2.5 Manajemen Pakan
Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari di waktu pagi, siang dan sore.
Untuk menjaga agar air tidak kotor dari sisa pakan buatan maka masukkan air
baru agar sisa pakan hanyut melalui saluran pembuangan. Pemberian pakan
sebaiknya sedikit tetapi sering yaitu 2-4 kali sehari diwaktu pagi, siang atau sore
hari. Pakan akan habis dalam waktu 5 menit jika kurun waktu 10 menit belum
habis maka tandanya ikan hias kenyang dan sisanya akan mengotori air.
Kebutuhan pakan untuk ikan hias sebagai contoh untuk ikan koi disesuaikan
dengan kebutuhannya (Juliani et al., 2014).
2.2.6 Manajemen Kualitas Air
Untuk menjaga kualitas air pada budidaya ikan koi, maka kolam koi harus
dilengkapi dengan saluran pembuangan (drainase) dibagian bawah dan pipa input
air bersih dibagian atas. Selain itu, kolam juga dilengkapi dengan bebrapa filter
meliputi kerikil, pasir, ijuk, zeolit dan tanaman. Untuk menjaga sirkulasi air
kolam, dipasang pompa yang mampu menyalurkan air sebanyak 25 liter per menit
agar kolam tidak perlu sering dibersihkan. Serta PH yang cocok bagi pertumbuhan
koi yakni antara 6,5 8,5 (Redaksi Agromedia, 2008).
2.2.7 Proses Pemanenan
Pada pemanenan telur ikan koi, setelah 2 3 telur menetas, kakaban
diangkat dan dipindahkan ke tempat lain. Kakaban bisa dipakai lagi pada
pemijahan selanjutnya. Benih ikan koi umur seminggu masih lembut. Umumnya
orang menetaskan telur ikan koi dalam hapa, yaitu kantong yang bermata lembut
yang biasanya untuk menampung telur dan mengapung diatas kolam (Redaksi PS,
2008).
2.2.8 Proses Pengemasan
Salah satu teknologi transportasi ikan hidup adalah sistem kering yakni
tanpa menggunakan media air sebagai media pengangkutan. Pada sistem ini, ikan
dibuat dalam kondisi pingsan (anestesi) sehingga mampu mencapai tingkat
kelulushidupan yang tinggi diluar media air. Pengemasan dilakukan sebagai
berikut: kedalam dasar kemasan kotak styrofoam diletakkan hancuran es yang
TIM LITERATUR MANAJEMEN AKUAKULTUR TAWAR
telah dibungkus kantong plastik secara merata, kemudian serbuk gergaji dingin
diletakkan diatas es dengan ketebalan 7 cm secara merata. Ikan yang telah pingsan
terlebih dahulu dibungkus kain blacu kemudian dimasukkan kedalam serbuk
gergaji dengan posisi tegak, setelah itu ditambahkan serbuk gergaji diatasnya,
kotak ditutup rapat dan direkatkan dengan lakban, suhu diamati dengan
memasukkan termometer pada lubang yang telah dimodifikasi pada kotak
Styrofoam (Abid et al., 2014).
2.2.9 Hama dan Penyakit
Koi Herpes Virus (KHV) adalah virus herpes yang hanya menginfeksi dan
dapat menyebabkan kematian massal pada ikan koi dan ikan mas. Menurut Sano
et al (2004) dalam Nuswantoro et al (2012), kerusakan jaringan insang akibat
KHV terlihat dari lamela sekunder yang menyatu dengan hiperlasia pada
branchial epithelim, dan nekrosis sel terjadi cukup jelas. Kerusakan tersebut sudah
terlihat jelas paling cepat dua hari setelah penginfeksian yag terlihat jelas dengan
mulai hilangnya beberapa bagian lamela.
2.2.10 Karantina
Karantina ikan merupakan salah satu instrument dalm subsistem
perdagangan produk perikanan di tingkat nasional maupun internasional, melalui
sertifikat kesehatan ikan yang terpercaya. Meningkatkan lalulintas komoditas
perikanan, baik untuk kegiatan antar pulau dan antar Negara berdampak pada
kemungkinan tersebarnya hama dan penyakit ikan, khususnya bakteri. Dengan
demikian untuk meningkatkan kualitas ekspor dari ikan hias ini yaitu mencegah
terjadinya serangan penyakit, maka perlu upaya tindakan awal berupa identifikasi
dan karakteristik bakteri yang menyerang ikan (Mustahal dan Anik, 2012).
2.3 Manajemen Budidaya Ikan Konsumsi
2.3.1 Keadaan Umum
Menurut kusmiran (2014), keadaan umum bagi budidaya ikan air tawar
harus mempertimbangkan lokasi
untuk kegiatan budidaya ikan air tawar. Kawasan budidaya ikan air
tawar
memerlukan luasan lahan dan terdiri dari banyak fasilitas yang mempunyai
fungsi berbeda, sehingga kawasan ini diperlukan penataan baik dari aspek
perletakan, orientasi, sirkulasi, vegetasi dan penzoningan untuk memudahkan
TIM LITERATUR MANAJEMEN AKUAKULTUR TAWAR
konstektual
dengan bangunan
yang
lainnya.
Dengan
adanya
perancangan kawasan budidaya ikan air tawar, maka kebutuhan benih ikan dapat
terpenuhi dari daerah sendiri, selain itu kawasan ini menjadi tempat yang
memberikan edukasi dan konservasi serta mampu memperbaiki produktivitas
dan kualitas perikanan budidaya di Kabupaten Melawi.
2.3.2 Sarana dan Prasarana
Menurut Ratnasari (2011) , sarana yang ada pada ikan konsumsi antara
lain Pembangunan Tahap Akhir Sentra Pengolahan dan Pemasaran Produk
Perikanan Bulak, Pembangunan IPAL, Pembangunan Tambat Labuh Perahu
Nelayan. Prasaana yang harus ada yaitu sepeti keadaan jalan dan tanspotasi,
sumber tenaga listrik, alat komunikasi, dan masih banyak lagi. Sarana dan
prasarana harus ada untuk menunjang kegiatan budidaya.
2.3.3 Konstruksi Kolam
Untuk pembesaran lele secara intensif, dengan padat tebar diatas 500
ekor/m3, kolam tembok sebaiknya dibuat diatas permukaan tanah. Tujuannya,
agar mudah untuk membuang air kolam tanpa menggunakan pompa. Pembuangan
air hanya memanfaatkan elevasi atau perbedaan ketinggian air kolam sehingga
dapat dibuang atau dikurangi. Karena itu, dasar kolam harus dibuat miring ke
tengah kolam (Khairuman dan Amri, 2012).
2.3.4 Biologi Ikan
2.3.4.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele
Menurut Suyanto (2004), klasifikasi ikan lele adalah sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Subkelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Subordo
: Siluroideae
Famili
: Clariidae
Genus
: Clarias
Spesies
: Clarias sp.
bahwa
2.3.4.7 Pemanenan
Menurut Jaja et. al. (2013) , kegiatan pemanenan ikan lele dilakukan pada
umur pemeliharaan ikan dua bulan terhitung sejak awal penebaran benih ikan lele,
atau berat badan ikan lele sudah mencapai 100-170 gram. Factor terpenting yng
harus dilakukan ketika proses panen adalah pemuasaan ikan. Hal ini bertujuan
untuk menghilangkan bau lumpur yang terdapat pada ikan lele saat dikonsumsi,
perut ikan menjadi kosong dan tidak mengeluarkan kotoran saat proses
pengangkutan serta ikan tidak stress, jika ikan akan dijual.
2.3.4.8 Hama dan Penyakit
Serangan penyakit merupakan salah satu kendala yang sering terjadi dalam
usaha budidaya ikan. Bakteri Aeromonas hydrophila sebagai bakteri patogen,
penyebab penyakit pada berbagai jenis ikan air tawar, termasuk ikan gurame.
Penyakit yang disebabkan bakteri ini dikenal dengan nama Motil Aeromonas
Septicemia (MAS) atau penyakit bercak merah, serangannya dapat mematikan
benih ikan dengan tingkat kematian mencapai 80% - 100% dalam waktu 1-2
minggu (Cipriano, 2001 dalam Rosidah, 2012).
2.3.4.9 Biosecurity
Kelayakan sarana biosecurity merupakan keharusan dalam penerapan
CBIB dan CPIB, khususnya untuk mendukung proses produksi ikan dan benih
yang bermutu. Sarana yang diperlukan untuk penerapan biosecurity tersebut
sebagai berikut: pagar, sekat antar unit produksi, sarana sterilisasi kendaraan, dan
sarana sterilisasi alas kaki. Dengan diterapkannya biosecurity maka kemungkinan
masuknya organisme yang tidak diingkan ke dalam unit produksi akan semakin
kecil (Khairuman dan Amri, 2011).
(Bachtiar, 2010)
yang dapat
mengambil oksigen langsung dari udara sehingga kadar oksigen dalam air tidak
terlalu mempengaruhi gurami. Ikan gurame mempunyai toleransi yang luas
terhadap derajat keasaman yaitu 5-9, namun demikian derajat keasaman yang
optimum untuk pertumbuhan ikan gurame adalah 7.
2.3.5.4 Pemanenan IkanGurame
Menurut Pujiastuti (2012), Panen ikan dilakukan setelah ikan mempunyai
berat antara 0,8Kg sampai dengan 1Kg. Dalam suatu budidaya. ikan dengan
pakan alami di panen setelah 16 bulan setelah ikan di tebar di kolam sedangkan
kelompok pakan tambahan pellet ikan dapat di panen dalam waktu 12 bulan
setelah ikan di tebar dalam kolam, terdapat perbedaan waktu panen antara
kelompok pakan alami dengan kelompok pakan tambahan pellet. Panen dilakukan
oleh pedagang ikan dengan sistim borongan semua ikan diambil tidak ada yang di
sisakan. Dalam pemanenan petani ikan gurami tidak mengeluarkan biaya sama
sekali karena penangkapan ikan dalam kolam dan penimbangan ikan dilakukan
oleh pedagang ikan gurami petani ikan hanya mengawasi saja. Dalam pemenenan
sama tidak ada perbedaan dari keduan kelompok akan tetapi terdapat perbedaan
dalam waktu ikan di penen.
2.3.5.5 Hama dan Penyakit
Penyakit fish tuberculosis merupakan infeksi kronik dengan gejala khas
pada ikan gurame. Penyebab penyakit tersebut adalah bakteri Mycobacterim spp.
yang memiliki karakteristik berbentuk batang dengan ukuran 0,2-0,6 x 1,0-10,0
m; bersifat tahan asam, tidak bergerak, tidak membentuk spora atau kapsul, dan
bersif ataerob. Bakteri ini banyak dijumpai di perairan tawar dan laut maupun
tanah dengan suhu optimal pertumbuhannya 25oC-30oC. Ada dua jenis
Mycobacterium yang umumnya dijumpai pada air tawar yaitu M. fortuitumdan M.
chelonei. Gurame yang terinfeksi penyakit ini menunjukkan gejala klinis antara
lain ikan lemah, pembengkakan pada kulit, mata menonjol (exopthalmia) lesi, dan
borok pada tubuh (Purwaningsih et al., 2009 dalam Purwaningsih et al., 2015).
2.3.5.6 Biosecurity
Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan dalam suatu usaha
pembenihan ikan adalah kemampuan dalam mengendalikan masuknya dan
berkembangnya organisme pathogen pada unit pembenihan tersebut. Hal ini
hanya dapat dipenuhi melalui penerapan biosecurity yang sistematis dan
konsisten. Penerapan biosecurity dapat dilakukan secara fisik melalui : (1)
Pengaturan tata letak, (2) Pengaturan akses masuk kelokasi unit pembenihan, (3)
Sterilisasi wadah, peralatan dan ruangan, (4) Sanitasi lingkungan, dan (5)
Pengolahan limbah hasil kegiatan pembenihan. Penerapan biosecurity diterapkan
pada semua jenis budidaya dan jenis komoditas ikan, baik itu pembenihan,
pendederan, maupun pembesaran (Dirjen KKP, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Abel,Y.P., Rispiningtati., dan W. Soetopo. OPTIMASI POLA OPERASI
WADUK SUTAMI MENGGUNAKAN MODEL PEMROGRAMAN
LINIER
KABUR
(FUZZY
LINEAR
PROGRAMMING).
M.
W.,Fajar.Bdan
Ristiawa,A.N.
2014.
Pengaruh
Pemberian
Waktu
Yang
Berbeda
Terhadap
Kelulushidupan
Dan
SISTIM
BUDIDAYA
DENGAN
PENERAPAN
KOLAM
Mina
Lestari,
Turus
Agrise.XII(2):145-156.
Pujiastuti, P., Bagus I.danPranoto. 2013. Kualitas dan Beban Pencemaran Perairan
Waduk Gajah Mungkur. Jurnal EKOSAINS. 5(1) : 59-75.
Purwaningsih, Uni., Agustin Indrawati, dan Angela Mariana Lusiastuti. 2015.
Patogenesis
Ko-Infeksi
Fish
Tuberculosis
danMotile
Aeromonas
untuk
menanggulangi
serangan
bakteri
Aeromonas