Anda di halaman 1dari 111

LAPORAN MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.S DENGAN GANGGUAN SISTEM


REPRODUKSI AKIBAT KANKER PAYUDARA

Dosen pengampu : Ns. Dwiyanti Purbasari, S.Kep., M.Kep


Kelompok B:
Mamat Rohmat

(213.C.0002)

Mafni Yulianingsih

(213.C.0004)

Andriyan Lutfi Arip

(213.C.0006)

Ati Wulandari

(213.C.0008)

Siti Rohimah

(213.C.0013)

Lia Setiawati

(213.C.0015)

Hilman Arif Firmansyah

(213.C.0019)

Dimas Pratama

(213.C.0020)

Siti Nuraina Inayah

(213.C.0022)

Muamar

(213.C.0027)

Nuryadi

(213.C.0028)

Ely Ferdiana

(213.C.0029)

Rina Maryatiana

(213.C.0031)

Agnes Acida

(213.C.0034)

Nelly Sulvassamawati

(213.C.0036)

Wiwid Ariska Larasati

(213.C.0042)

Neng Ledy Lestary

(213.C.0043)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA CIREBON


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2016

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
laporan dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Ny. K dengan Gangguan
Sistem Reproduksi Akibat Kanker Payudara. Laporan ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Reproduksi pada Program
Studi S1 Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)
Mahardika Cirebon.
Selama proses penyusunan laporan ini penyusun tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak yang berupa bimbingan, saran dan petunjuk baik berupa moril,
spiritual maupun materi yang berharga dalam mengatasi hambatan yang
ditemukan. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur dengan kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Ibu Ns. Dwiyanti Purbasari, S.Kep., M.Kep yang telah memberikan
bimbingan dan dorongan dalam penyusunan laporan ini sekaligus sebagai
dosen pengampu Mata Kuliah Sistem Reproduksi.
2. Ibunda dan ayahanda kami yang tercinta serta saudara dan keluarga besar
kami yang telah memberikan motivasi/dorongan dan semangat, baik berupa
moril maupun materi lainnya.
3. Sahabat dan rekan STIKes Mahardika, khususnya Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT. membalas baik budi dari semua pihak yang telah
berpartisipasi membantu penyusun dalam menyusun laporan ini. Penyusun
menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna, untuk itu penyusun mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan penyusunan selanjutnya.

Penyusun berharap, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin
Wassalamualaikum wr.wb.

Cirebon, Mei 2016

Kelompok B

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................


Daftar Isi .....................................................................................................
Daftar Tabel.................................................................................................
Daftar Gambar ............................................................................................

i
iii
iv
v

BAB I Pendahuluan
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
Tujuan .......................................................................................................... 3
Manfaat ........................................................................................................ 3
BAB II Tinjauan Teori
Definisi ......................................................................................................... 4
Jenis............................................................................................................... 4
Klasifikasi ..................................................................................................... 5
Anatomi fisiologi ......................................................................................... 11
Etiologi ......................................................................................................... 25
Patofisiologi ................................................................................................. 27
Manifestasi Klinik ........................................................................................ 29
Komplikasi ................................................................................................... 29
Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 30
Penatalaksanaan ........................................................................................... 37
Konsep Nursing Care Plan .......................................................................... 47
BAB III Pembahasan Kasus
Pengkajian .................................................................................................... 76
Analisa Data ................................................................................................. 84
Diagnosa ....................................................................................................... 90
Nursing Care Plan ....................................................................................... 92
Analisa kesenjangan teori dan kasus ............................................................ 98
BAB IV Penutup
Simpulan ...................................................................................................... 100
Saran ............................................................................................................. 100
Daftar Pustaka
Lampiran

iii

DAFTAR TABEL

Nomor

Nama Tabel

Halaman

1.

Kemoterapi Ca Mammae 1

44

2.

Kemoterapi Ca Mammae 2

45

3.

Analisa data berdasarkan teori

56

4.

Rencana Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori

69

5.

Analisa data berdasarkan kasus

84

6.

Rencana Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus

91

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Nama Gambar

Halaman

1.

Stadium I

2.

Stadium IIa

3.

Stadium IIb

4.

Stadium IIIa

5.

Stadium IIIb

6.

Stadium IIIc

10

7.

Stadium IV

10

8.

Anatomi payudara

11

9.

Histologi mammae

15

10. Kanker payudara

34

11. Gambaran mammograf

36

12. Mastektomi radikal bermodifikasi

39

13. Mastektomi total

40

14. Mastektomi parsial/segmental

40

15. Quandrantectomy

41

16. Lumpectomy

42

17. Benjolan yang teraba pada payudara

55

18. Langkah-langkah pemasangan spekulum

51

19. Papilla Gown

80

20. Langkah 1

81

21. Langkah 2

81

22. Langkah 3

82

23. Langkah 4

82

24. Langkah 5

82

25. Langkah 6

83

26. Langkah 7

83

vi

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang sering
terjadi pada perempuan di Indonesia. Kanker payudara memiliki kontribusi
sebesar 30% dan merupakan jenis kanker yang paling mendominasi di
Indonesia, mengalahkan kanker leher rahim atau kanker serviks yang
berkontribusi sebesar 24% (Depkes RI, 2013). Penderita kanker yang terus
meningkat diperkirakan akan menjadi penyebab utama peningkatan beban
ekonomi karena biaya yang harus ditanggung cukup besar (Depkes RI,
2013).
Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diketahui bahwa
kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru
tertinggi, yaitu sebesar 43,3% dan persentase kematian akibat kanker
payudara sebesar 12,9% (DepKes RI, 2015).
Sel kanker dapat timbul apabila telah terjadi mutasi genetik sebagai
akibat dari adanya kerusakan DNA pada sel normal (Damayanti, 2014).
Kanker merupakan pertumbuhan sel yang tidak normal, menduplikasikan
diri di luar kendali, dan biasanya nama kanker didasarkan pada bagian tubuh
yang menjadi tempat pertama kali sel kanker tersebut tumbuh (Putri, 2009).
Kanker payudara adalah keganasan pada payudara yang berasal dari sel
kelenjar, saluran kelenjar, serta jaringan penunjang payudara, namun tidak
termasuk kulit payudara (Depkes RI, 2014).
Menurut data WHO tahun 2013, insiden kanker meningkat dari 12,7
juta kasus tahun 2008 menjadi 14,1 juta kasus tahun 2012, dengan jumlah
kematian meningkat dari 7,6 juta orang tahun 2008 menjadi 8,2 juta pada
tahun 2012. Kanker menjadi penyebab kematian nomor 2 di dunia sebesar
13% setelah penyakit kardiovaskular (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk.

Prevalensi kanker tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (4,1), diikuti Jawa


Tengah (2,1), Bali (2), Bengkulu, dan DKI Jakarta masing-masing 1,9
per mil. Kanker tertinggi di Indonesia pada perempuan adalah kanker
payudara dan kanker leher rahim. Sedangkanpada laki-laki adalah kanker
paru dan kanker kolorektal. Berdasarkan estimasi Globocan, International
Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2012, insidens kanker di
Indonesia 134 per 100.000 penduduk dengan insidens tertinggi pada
perempuan adalah kanker payudara sebesar 40 per 100.000 diikuti dengan
kanker leher rahim 17 per 100.000 dan kanker kolorektal 10 per100.000
perempuan. Sedangkan pada laki-laki insidens tertinggi adalah kanker paru
26 per 100.000, kanker kolorektal 16 per 100.000 dan kanker prostat 15 per
100.00 laki-laki. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit 2010,
kasus rawat inap kanker payudara 12.014 kasus (28,7%), kanker leher rahim
5.349 kasus (12,8%).
Jenis kanker yang banyak diderita dan ditakuti oleh perempuan
adalah kanker payudara. Pada umumnya kanker payudara menyerang kaum
wanita, kemungkinan menyerang kaum laki-laki sangat kecil yaitu 1 : 1000
(Mulyani, 2013). Insiden kanker di Indonesia masih belum diketahui secara
pasti karena belum ada registrasi kanker berbasis populasi yang
dilaksanakan. Berdasarkan estimasi Globocan, International Agency for
Research on Cancer (IARC) tahun 2012, kanker payudara adalah kanker
dengan presentase kasus baru tertinggi (43,3%) dan presentase kematian
tertinggi (12,9%) pada perempuan di dunia. Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kanker payudara di Indonesia
mencapai 0,5 per 1000 perempuan. (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan data
dari Sistem Informasi Rumah Sakit tahun 2010, kanker payudara adalah
jenis kanker tertinggi pada pasien rawat jalan maupun rawat inap mencapai
12.014 orang (28,7%) (Kemenkes RI, 2014).
Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium
yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu
pemahaman tentang upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif
maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada

penderita dapat dilakukan secara optimal. Badan Registrasi Kanker


Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan
Kanker Indonesia (YKI).

B.

Rumusan Masalah
Dalam penyusunan laporan ini akan dibahas mengenai kasus BBLR
yang meliputi tinjauan teori, pembahasan kasus klien dengan BBLR dan
analisa kesenjangan teori dan kasus.

C.

Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep teori dan kasus mengenai asuhan
keperawatan pada klien dengan Ca mammae serta kesenjangan antara
teori dengan kasus tersebut.
2. Tujuan khusus
a.

Untuk mengetahui definisi Ca mammae

b.

Untuk mengetahui jenis Ca mammae

c.

Untuk mengetahui klasifikasi Ca mammae

d.

Untuk mengetahui etiologi Ca mammae

e.

Untuk mengetahui manifestasi Ca mammae

f.

Untuk mengetahui patofisiologi Ca mammae

g.

Untuk mengetahui asuhan keperawatan Ca mammae secara teori

h.

Untuk mengetahui asuhan keperawatan Ca mammae secara kasus

i.

Untuk mengetahui kesenjangan antara asuhan keperawatan teori


dengan asuhan keperawatan kasus yang di alami klien dengan Ca
mammae

D.

Manfaat
Manfaat

penyusunan

laporan

ini

yaitu

sebagai

tambahan

pengetahuan mengenai konsep teori, serta proses asuhan keperawatan


dengan gangguan ca mammae, agar dapat di aplikasikan dengan baik
dilahan praktik maupun dimasyarakat untuk kedepannya.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.

Definisi
Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari kelenjar
payudara. Termasuk saluran kelenjar air susu dan jaringan penunjangnya
yang tumbuh infiltratif, destruktif, serta dapat bermetastase (Suryana, 2008)
Kanker payudara adalah keganasan pada sel-sel yang terdapat pada
jaringan pada payudara, berasal dari komponen kelenjarnya (epitel saluran
maupun lobulusnya) maupun komponen selain kelenjar seperti jaringan
lemak, pembuluh darah, dan persyarafan jaringan payudara (Rasjidi, 2010).
Kanker payudara merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel
normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel-sel normal
berkermbang biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah
(Anoname 1, 2012).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kanker
payudara adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan, komponen
kelenjar, maupun selain kelenjar payudara seperti jaringan lemak, pembuluh
darah, dan persyarafan jaringan payudara.

B.

Jenis
1. Karsinoma In situ
Karsinoma in situ artinya kanker yang masih berada pada
tempatnya, merupakan kanker dini yang belum menyebar atau menyusup
keluar dari tempat asalnya. (Yohana, et all, 2011).
2. Karsinoma duktal
Karsinoma duktal berasal dari sel-sel yang melapisi saluran yang
menuju ke putting susu. Sekitar 90% kanker payudara merupakan
karsinoma duktal. Kanker ini bisa terjadi sebelum atau sesudah masa
menoupos. Kadang kanker ini dapat diraba dan pada pemeriksaan
mammogram, kanker ini tampak sebagai bintik- bintik kecil endapan

kalsium dalam kurun (mikrocalsifikasi). Kanker ini biasanya terbatas


pada daerah tertentu di payudara, dan bisa diangkat secara keseluruhan
melalui pembedahan. Sekitar 25- 35% menderita karsinoma duktal akan
menderita kanker invasif (biasanya pada payudara yang sama). (Yohana,
et all, 2011).
3. Karsinoma lobuler
Karsinoma lobuler/ mulai tumbuh didalam kelenjar susu, biasanya
terjadi setelah menoupose. Kanker ini tidak dapat diraba dan tidak
terlihat pada mammogram, tetapi biasanya ditemukan secara tidak
sengaja pada mammografi yang dilakukan untuk keperluan lain. Sekitar
25-30% penderita karsinoma lobuler pada akhirnya akan menderita
kanker invasif (pada payudara yang sama atau payudara lainnya atau
pada kedua payudara). (Yohana, et all, 2011).
4. Kanker invasive
Kanker invasif adalah kanker yang telah menyebar dan merusak
jaringan lainnya, bisa terlokalisir (terbatas pada payudara) maupun
metastatik (menyebar ke bagian tubuh lainnya). Sekitar 80% kanker
payudara invasif adalah kanker duktal dan 10% adalah kanker lobuler.
(Yohana, et all, 2011).
5. Karsinoma meduler
Kanker ini berasal dari kelenjar susu. (Yohana, et all, 2011).
6. Karsinoma tubuler
Kanker ini berasal dari kelenjar susu. (Yohana, et all, 2011)

C.

Klasifikasi
Seperti kanker pada umumnya, kanker payudara juga mempunyai
tahapan atau stadium yang akan menandai parah tidaknya kanker payudara
tersebut. Stadium kanker payudara tersebut adalah sebagai berikut:
1.

Stadium 0
Pada stadium ini, kanker tidak atau belum menyebar keluar dari
pembuluh atau saluran payudara dan kelenjar-kelenjar (lobula) susu

pada payudara. Stadium ini yang disebut dengan karsinoma duktal in


situ atau kanker yang tidak infasif. (Pamungkas, Z, 2011).
2.

Stadium I (Stadium Dini)


Pada stadium ini, tumor masih sangat kecil dan tidak menyebar
serta tidak ada tidak pada pembuluh getah bening. Siasanya tumor tidak
lebih dari 2-2,25 cm, dan tidak terdapat penyebaran (metastase) pada
kelenjar getah bening ketik. Pada stadium I ini, kemungkinan
penyembuhan secra sempurna adalah 70%. Untuk memeriksa ada atau
tidak metastase ke bagian tubuh yang lain, harus diperiksa ke
laboratorium. (Pamungkas, Z, 2011).

Gambar. 1 Stadium I
Sumber: ( pamungkas, Zeviera., 2011)

3.

Stadium II a
Pada stadium ini, pasien mengalami hal-hal berikut:
Diameter tumor lebih kecil atau sama dengan 2cm dan telah
ditemukan pada titik-titik pada saluran getah bening diketiak
(aksillary limpha nodes).
Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm, tapi tidak lebih dari 5 cm.
belum menyebar ke titik-titik getah bening pada ketiak.
Tidak ada tanda-tanda tumor pada payudara, tapi ditemukan pada
titik-titik dipembuluh getah bening ketiak. (Pamungkas, Z, 2011).

Gambar. 2 Stadium IIa


Sumber: ( pamungkas, Zeviera., 2011)

4.

Stadium II b
Pada stadium ini, penderita kanker payudara akan mengalami
atau berada pada kondisi sebagai berikut:
Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm, tapi tidak lebih dari 5 cm.
Telah menyebar pada titik-titik dipembuluh getah bening.
Diameter tumor lebih lebar dari 5 cm tapi belum menyebar.
(Pamungkas, Z, 2011).

Gambar. 3 Stadium IIb


Sumber: ( pamungkas, Zeviera., 2011)

5.

Stadium III a
Pada stadium ini, penderita kanker payudara berada pada
kondisi sebagai berikut:
Diameter tumor lebih kecil dari 5 cm dan telah menyebar ke titiktitik pada pembuluh getah bening ketiak.
Diameter tumor lebih besar dari 5 cm dan telah menyebar ke titiktitik pada pembuluh getah bening ketiak. (Pamungkas, Z, 2011).

Gambar. 4 Stadium IIIa


Sumber: ( pamungkas, Zeviera., 2011)

6.

Stadium III b
Pada stadium ini, tumor telah menyebar kedinding dada atau
menyebabkan pembengkakan dan bisa juga terdapat luka bernanah di
payudara atau didiagnosis sebagai inflammatory breas cancer. Bisa jadi
sudah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening ketiak dan
lengan atas, tapi tidak menyebar kebagian lain dari organ tubuh.
(Pamungkas, Z, 2011).

Gambar. 5 Stadium IIIb


Sumber: ( pamungkas, Zeviera., 2011)

7.

Stadium III c
Pada stadium ini, kondisinya hampir sama dengan stadium III b,
tetapi kanker telah menyebar ke titilk-titik pada pembuluh getah bening
dalam grup N3. Dengan kata lain, kanker telah menyebar lebih dari 10
titik di saluran getah bening dibawah tulang selangkah. (Pamungkas, Z,
2011).

Gambar. 6 Stadium IIIc


Sumber: ( pamungkas, Zeviera., 2011)

8.

Stadium IV
Pada tahap ini, kondisi pasien tentu sudah mencapai tahap parah
yang sangat kecil kemungkinannya bisa disembuhkan. Pada stadium ini
ukuran tumor sudah tidak bisa ditentukan lagi dan telah menyebar atau
bermetastasis kelokasi yang jauh, seperti pada tulang, paru-paru, liver,
tulang rusuk atau oragan-organ lain. (Pamungkas, Z, 2011).

Gamabr. 7 Stadium IV
Sumber: ( pamungkas, Zeviera., 2011)

10

D.

Anatomi Fisiologis Payudara


1. Anatomi
Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah
kulit, di atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu
untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai

sepasang

kelenjar payudara,

yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram dan
saat menyusui 800 gram. (Tarwoto, 2009).
Menurut Tarwoto, 2009 ada payudara terdapat tiga bagian utama,
yaitu :
a.

Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.

b.

Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.

c.

Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara.

Gambar. 8 Anatomi payudara


Sumber: Syaifuddin. (2011). Atlas Berwarna Tiga Bahasa: Anatomi Tubuh
Manusia. Salemba Medika

1. Korpus
Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian
dari alveolus adalah sel

Aciner,

jaringan lemak,

sel plasma,
11

sel otot polos

dan pembuluh

darah. Lobulus,

yaitu

kumpulan

dari alveolus. Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi


15-20 lobuspada tiap payudara. ASI dsalurkan dari alveolus ke dalam
saluran kecil (duktulus), kemudian beberapa duktulus bergabung
membentuk saluran yang lebih besar (duktus laktiferus). (Tarwoto,
2009).
2. Areola
Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar
melebar, akhirnya memusat ke dalam puting dan bermuara ke luar. Di
dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat otot polos
bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar. (Tarwoto, 2009).
3. Papilla
Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal, pendek/
datar, panjang dan terbenam (inverted). (Tarwoto, 2009).
Payudara tersusun dari jaringan lemak yang mengandung
kelenjar-kelenjar yang bertanggung jawab terhadap produksi susu
pada saat hamil dan setelah bersalin. Setiap payudara terdiri dari
sekitar 15-25 lobus berkelompok yang disebut lobulus, kelenjar susu,
dan sebuah bentukan seperti kantung-kantung yang menampung air
susu (alveoli). Saluran untuk mengalirkan air susu ke puting susu
disebut duktus. Sekitar 15-20 saluran akan menuju bagian gelap yang
melingkar di sekitar puting susu (areola) membentuk bagian yang
menyimpan air susu (ampullae) sebelum keluar ke permukaan.
(Tarwoto, 2009).
Kedua payudara tidak selalu mempunyai ukuran dan bentuk
yang sama. Bentuk payudara mulai terbentuk lengkap satu atau dua
tahun setelah menstruasi pertamakali.Hamil dan menyusui akan
menyebabkan payudara bertambah besar dan akan mengalami
pengecilan (atrofi) setelah menopause. (Tarwoto, 2009).
Payudara akan menutupi sebagian besar dinding dada.
Payudara dibatasi oleh tulang selangka (klavikula) dan tulang dada
(sternum). Jaringan payudara bisa mencapai ke daerah ketiak dan otot

12

yang berada pada punggung bawah sampai lengan atas (latissimus


dorsi). (Tarwoto, 2009).
Kelenjar getah bening terdiri dari sel darah putih yang berguna
untuk melawan penyakit. Kelenjar getah bening didrainase oleh
jaringan payudara melalui saluran limfe dan menuju nodul-nodul
kelenjar di sekitar payudara samapi ke ketiak dan tulang selangka.
Nodul limfe berperan penting pada penyebaran kanker payudara
terutama nodul kelenjar di daerah ketiak. (Tarwoto, 2009).
2. Fisiologi
Secara fisiologi, unit fungsional terkecil jaringan payudara adalah
asinus. Sel epitel asinus memproduksi air susu dengan komposisi dari
unsur protein yang disekresi apparatus golgi bersama faktor imun IgA
dan IgG, unsur lipid dalam bentuk droplet yang diliputi sitoplasma sel.
Dalam perkembangannya, kelenjar payudara dipengaruhi oleh hormon
dari berbagai kelenjar endokrin seperti hipofisis anterior, adrenal,
dan ovarium.

Kelenjar

hipofisis

anterior

memiliki

pengaruh

terhadap hormonal siklik follicle stimulating hormone (FSH) dan


luteinizing hormone (LH). Sedangkan ovarium menghasilkan estrogen
dan progesteron yang merupakan hormon siklus haid. Pengaruh hormon
siklus haid yang paling sering menimbulkan dampak yang nyata
adalah payudara terasa tegang, membesar atau kadang disertai rasa nyeri.
Sedangkan pada masa pramenopause dan perimenopause sistem
keseimbangan hormonal siklus haid terganggu sehingga beresiko
terhadap perkembangan dan involusi siklik fisiologis, seperti jaringan
parenkim atrofi diganti jaringan stroma payudara, dapat timbul fenomena
kista kecil dalam susunan lobular atau cystic change yang merupakan
proses aging (Tarwoto, 2009).
Setiap payudara merupakan elevasi dari jaringan glandular dan
adipose yang tertutup kulit pada dinding anterior dada. Payudara terletak
diatas otot pektoralis mayor dan melekat pada otot tersebut melalui
selapis jaringan ikat. Variasi ukuran payudara bergantung pada variasi

13

jumlah jaringan lemak dan jaringan ikat dan bukan pada jumlah
glandular aktual.
a. Jaringan glandular terdiri dari 15 sampai 20 lobus mayor, setiap lobus
dialiri duktus laktiferusnya sendiri yang membesar menjadi sinus
lakteferus (ampula).
b. Lobus-lobus dikelilingi jaringan adipose dan dipisahkan oleh ligamen
suspensorium cooper (berkas jaringan ikat fibrosa).
c. Lobus mayor bersubdivisi menjadi 20 sampai 40 lobulus, setiap
lobulus kemudian bercabang menjadi duktus-duktus kecil yang
berakhir di alveoli
d. Sekretori.
Puting memiliki kulit berpigmen dan berkerut membentang
keluar sekitar 1 cm sampai 2 cm untuk membentuk aerola.
Suplai arteri ke payudara berasal dari arteri mammaria internal,
yang merupakan cabang arteri subklavia. Konstribusi tambahan
berasal dari cabang arteri aksilari toraks. Darah dialirkan dari
payudara melalui vena dalam dan vena supervisial yang menuju vena
kava superior. (Sloane, 2004).
Aliran limfatik dari bagian sentral kelenjar mammae, kulit,
puting, dan aerola adalah melalui sisi lateral menuju aksila. Dengan
demikian, limfe dari payudara mengalir melalui nodus limfe aksilar
(Sloane, 2004).
Payudara

terdiri

dari

15

sampai

25

lobus

kelenjar

tubuloalveolar yang dipisahkan oleh jaringan ikat padat interlobaris.


Setiap lobus akan bermuara ke papila mammae melalui duktus
laktiferus. Dalam lobus payudara terdapat lobuluslobulus yang terdiri
dari duktus intralobularis yang dilapisi oleh epitel kuboid atau
kolumnar rendah dan pada bagian dasar terdapat mioepitel kontraktil.
Pada duktus intralobularis mengandung banyak pembuluh darah,
venula, dan arteriol (Eroschenko, 2008). Adapun gambaran histologi
payudara dan predileksi lesi payudara tersaji pada gambar 2.

14

Gambar. 9 Histologi Mammae


(Sumber: Eroschenko, 2008)

1. Perkembangan Payudara
Perkembangan payudara distimulasikan oleh estrogen yang
berasal dari siklus seksual dulanan, di mana akan merangsang
pertumbuhan kelenjar mamaria dan ditambah dengan deposit lemak
untuk memberikan massa pada kelenjar payudara. Pertumbuhan jauh
lebih besar terjadi selama masa kehamilan dan jaringan kelenjar hanya
berkembang sempurna untuk membentuk air susu. Selama kehamilan,
estrogen disekresi oleh plasenta sehingga duktus payudara tumbuh dan
berkembang. Hormon prolaktin, glukokortikoid adrenal, dan insulin
berperan dalam metabolisme protein dalam perkembangan payudara.
(Tarwoto, 2009).
Perkembangan payudara mengikuti rangkaian dan stadium
pertumbuhan dapat diperkirakan. Pada masa pubertas, pembesaran
payudara terutama karena bertambahnya jaringan kelenjar dan deposit
jaringan lemak. Pada setiap siklus menstruasi, terjadi perubahanperubahan khusus dari pembesaran vaskular, pembesaran kelenjar
pada fase pramenstruasi yang diikuti dengan regresi kelenjar pada fase
pascamenstruasi. Selama kehamilan tua dan setelah melahirkan,
payudara menyekresi kolostrum (cairan encer, kekuningan, sampai
kira-kira 3-4 hari pascapartum), ketika sekresi susu dimulai sebagai

15

respons

terhadap

rangsangan

penyedotan

dari

bayi.

Dengan

penyedotan, oksitosin dilepaskan dari kelenjar hipofisis posterior,


yang kemudian merangsang refleks let-down susu. Susu kemudian
keluar dari puting selama proses menyusui.

Setelah menyapih,

kelenjar lambat laun beregresi dengan hilangnya jaringan kelenjar.


Pada menapause, jaringan lemak beregresi lebih lambat bila
dibandingkan dengan jaringan kelenjar, naum akhirnya juga akan
menghilang meninggalkan payudara yang kecil dan menggantung
(Price, 2006).

2. Proses Pembentukan Laktogen


a. Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki
fase Laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi kolostrum,
yaitu berupa cairan kental yang kekuningan. Pada saat itu, tingkat
progesterone yang tinggi mencegah produksi ASI yang sebenarnya.
Namun, hal ini bukan merupakan masalah medis. Apabila ibu
hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum sebelum bayinya lahir, hal
ini bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya prodiksi ASI
sebenarnya nanti. (Jannah, 2012).
b. Laktogenesis II
Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya
tingkat hormon progesteron, estrogen, dan HPL secara tiba-tiba,
namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan
produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase Laktogenesis
II. (Jannah, 2012).
Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah
meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan kemudian
kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam kemudian.
Keluarnya hormone prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli

16

untuk memproduksi ASI, dan hormone ini juga keluar dalam ASI
itu sendiri. Penelitian mengindikasikan bahwa jumlah prolaktin
dalm susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu
sekitar pukul 02.00 dini hari hingga 06.00 pagi, sedangkan jumlah
prolaktin rendah saat patudara terasa penuh. (Jannah, 2012).
c. Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI
selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan.
Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai.
Fase ini dinamakan Laktogenesis III. (Jannah, 2012).
Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara
akan memproduksi ASI dengan banyak pula. Dengan demikian,
produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seberapa sering dan seberapa
baik bayi menghisap, juga seberapa sering payudara di kosongkan.
(Jannah, 2012).
3. Pembentukan dan Pengeluaran ASI
Sistem reproduksi wanita menunjang kehidupan bayi sejak
konsepsi, semasa getasi, hingga tahap awal kehidupan di luar rahim.
Susu

(atau

ekivalensinya)

merupakan

nutrien

esensial

bagi

kelangsungan hidup bayi. Karena itu, selama gestasi kelenjar


mamaria, atau payudara dipersiapkan untuk laktasi (pembentukan
susu) (Sherwood, 2012).
Payudara pada wanita yang tidak hamil terutama terdiri dari
jaringan lemak dan sistem duktus rudimenter. Ukuran payudara
ditentukan oleh jumlah jaringan lemak, yang tidak ada kaitannya
dengan kemampuan menghasilkan air susu (Sherwood, 2012).
Proses produksi air susu merupakan suatu interaksi yang
sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf, dan bermacammacam hormone. Pengaturan hormone terhadap pengeluaran ASI
dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

17

a. Produksi air susu ibu (prolaktin)


Dalam fisiologi laktasi, prolaktin merupakan suatu hormone
yang disekresi oleh gandula pituitary. Hormone ini memiliki
peranan penting untuk memproduksi ASI, kadar hormone ini
meningkat selama kehamilan. Kerja hormone ini dihambat oleh
hormone plasenta. Dengan lepas atau keluarnya plasenta pada akhir
proses persalinan, maka kadar estrogen dan progesterone
berangsur-angsur menurun sampai tingkat dapat dilepaskan dan
diaktifkannya

prolaktin.

Peningkatan

kadar

prolaktin

akan

menghambat ovulasi, dan dengan demikian juga mempunyai fungsi


kontrasepsi. (Jannah, 2012).
b. Pengeluaran air susu ibu (oksitosin)
Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang
berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat
didalam glandula pituitary posterior. Akibat langsung refleks ini
adalah dikeluarkannya oksitosin dari pituitary posterior. Hal-hal ini
akan menyebabkan sel-sel miopitel (sel keranjang atau
sellaba-laba)

di

sekitar

alveoli

akan

berkontraksi

dan

mendorong air susu masuk ke dalam pembuluh ampulae. (Jannah,


2012).
Pengeluaran oksitosin ternyata disamping dipengaruhi oleh
osapan bayi juga oleh suatu reseptor yang terletak pada system
duktus. (Jannah, 2012).
1. Persiapan payudara untuk laktasi
Di bawah lingkungan hormonal yang terdapat selama
kehamilan, kelenjar mamaria mengembangkan struktur dan
fungsi kelenjar internal yang diperlukan untuk menghasilkan
susu. Payudara yang mampu menghasilkan susu memiliki
anyaman duktus yang semakin kecil yang bercabang dari
puting payudara dan berakhir di lobulus. Setiap lobulus terdiri

18

dari sekelompok kelenjar mirip kantung yang dilapisi oleh


epitel dan menghasilkan susu serta dinamai alveolus. Susu
dibentuk oleh sel epitel kemudian disekresikan ke dalam lumen
alveolus, lalu dialirkan oleh duktus pengumpul susu yang
membawa susu ke permukaan puting payudara (Sherwood,
2012).
Selama kehamilan, estrogen kadar tinggi mendorong
perkembangan ekstensif duktus, sementara tinggi merangsang
pembentukan

alveolus-lobulus.

Peningkatan

konsentrasi

prolaktin (suatu hormon hipofisis anterior yang dirangsang


oleh peningkatan kadar estrogen) dan human chorionic
somatomammotropin (suatu hormon plasenta yang memiliki
struktur serupa dengan hormon pertumbuhan dan prolaktin)
juga ikut berperan dalam perkembangan kelenjar manaria
menginduksi sintesis enzim-enzim yang dibutuhkan untuk
memproduksi susu (Sherwood, 2012).
Pada seorang ibu yang hamil dikenal dua reflex yang
masing-masing berperan dalam pembentukan dan pengeluaran
air susu, yaitu:
a. Refleks prolaktin
Menurut (Jannah, 2012) Pada ibu yang menyusui,
prolaktin akan meningkat dalam keadaan-keadaan seperti
stress atau pengaruh psikis, anestesi, operasi, rangsangan
putting susu, obat-obatan trangulizer hipotalamus seperti
reserpin, klorpromazin,dan fenitiazid.
b. Refleks let down
Menurut

(Jannah,

2012)

Faktor-faktor

yang

meningkatkan reflex melihat bayi, mendengarkan suara


bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi.

19

Menurut (Jannah, 2012) Beberapa refleks

yang

memungkinkan bayi baru lahir untuk memperoleh ASI adalah:


a. Refleks rooting: memungkinkan bayi baru lahir untuk
menemukanputing susu apabila ia diletakkan di payudara.
b. Refleks menghisap: saat bayi mengisi mulutnya dengan
putting susu atau pengganti putting susu sampai ke langit
keras dan punggung lidah. Refleks ini melibatkan rahang,
lidah, dan pipi.
c. Refleks menelan: yaitu gerakan pipi dan gusi dalam
menekan

areola,

sehingga

refleks

ini

merangsang

pembentukan rahang bayi.


Hambatan laktasi selama kehamilan
Sebagian besar perubahan di payudara terjadi
selama

paruh

pertama

kehamilan

sehingga

pada

pertengahan kehamilan kelenjar mamaria telah mampu


sepenuhnya menghasilkan susu. Namun, sekresi susu tidak
terjadi sampai persalinan. Konsentrasi estrogen dan
progesteron yang tinggi selama paruh terakhir kehamilan
mencegah laktasi dengan menghambat efek stimulatorik
prolaktin pada sekresi susu. Prolaktin adalah perangsang
utama sekresi susu. Karena itu, meskipun steroid-steroid
plasenta

berkadar

tinggi

tersebut

merangsang

perkembangan perangkat penghasil susu di payudara namun


hormon-hormon ini juga mencegah kelenjar mamaria
beroperasi hingga bayi lahir dan susu dibutuhkan.
Penurunan mendadak estrogen dan progesteron yang terjadi
dengan keluarnya plasenta saat persalinan memicu laktasi
(Sherwood, 2012).

20

Stimulasi laktasi oleh penghisapan


Setelah produksi susu dimulai setelah persalinan,
dua hormon berperan penting untuk mempertahankan
laktasi : (1) prolaktin, yang meningkatkan sekresi susu, dan
(2) oksitosin, yang menyebabkan ejeksi (penyemprotan)
susu. Penyemprotan susu atau milk letdown, merujuk
kepada ekspulsi paksa susu dari lumen alveolus keluar
melalui duktus. Pelepasan kedua hormon ini dirangsang
oleh refleks neuroendokrin yang dipicu oleh penghisapan
puting payudara oleh bayi (Sherwood, 2012).
Pelepasan oksitosin dan penyemprotan susu. Bayi
tidak secara langsung menghisap susu keluar dari lumen
alveolus. Susu harus secara aktif diperas keluar alveolus dan
masuk ke duktus dan menuju ke puting payudara, oleh
kontraksi sel-sel mioepitel khusus (sel epitel mirip otot)
yang mengelilingi setiap alveolus. Penghisapan payudara
oleh bayi merangsang ujung saraf sensorik di payudara oleh
bayi

merangsang

ujung

saraf

sensorik

di

puting,

menimbulkan potensial aksi yang merambat melalui medula


sinalis ke hipotalamus. Hipotalamus, setelah diaktifkan,
memicu pengeluaran oksitosin dari hipofisis posterior.
Oksitosin, selanjutnya, merangsang kontraksi sel mioepitel
di payudara untuk penyemprotan susu. Milk letdown ini
berlanjut selama bayi terus menyusui. Dengan cara ini,
refleks penyemprotan susu menjamin bahwa payudara
mengelurkan susu hanya ketikda dan dalam jumlah yang
dibutuhkan oleh bayi. Meskipun alveolus mungkin penuh
susu namun susu tersebut tidak dapat terkondisi oleh
rangsangan di luar hisapan. Sebagai contoh, tangisan bayi
dapat memicu milk letdown, menyebabkan susu keluar dari
puting. Sebaliknya, stres psikologis, yang bekerja melalui
hipotalamus,

dapat

dengan

mudah

menghambat

21

penyemprotan susu. Karena itu, sikap positif terhadap


menyusui dan lingkungan yang santai adalah esensial bagi
keberhasilan proses menyusui (Sherwood, 2012).
Pelepasan prolaktin dan sekresi susu. Pengisapan
tidak saja memicu pelepasan oksitosin tetapi juga
merangsang produksi perolaktin. Pengeluaran prolaktin oleh
hipofisis anterior dikontol oleh dua sekresi hipotalamus :
prolactin-inhibiting
releasing
merupakan

hormone

hormone

(PRH).

dopamin,

yang

(PIH)
PIH
juga

dan

prolacting-

sekarang
berfungsi

diketahui
sebagai

neurotransmiter di otak. Sifat kimiawi PRH belum diketahui


dengan pasti para ilmuan menduga PRH sebagai oksitosin
yang dikeluarkan oleh hipotalamus ke dalam sistem porta
hipotalamus hipofisis untuk merangsang sekresi prolaktin
oleh hipofisis anterior. Peran oksitosin ini berbeda dari
peran oksitosin yang diproduksi oleh hipotalamus dan
disimpan di hipofisis posterior (Sherwood, 2012).
Sepanjang

kehidupan

seoarang

wanita,

PIH

memiliki pengaruh dominan, sehingga konsentrasi prolaktin


normalnya tetap rendah. Selama laktasi, setiap kali bayi
menghisap terjadi letupan sekresi prolaktin. Impuls-impuls
aferen yang dipicu di puting payudara oleh penghisapan di
bawa oleh medula spinalis ke hipotalamus. Refleks ini
akhirnya menyebabkan pelepasan prolaktin oleh hipofisis
anterior, meskipun belum jelas apakah ini disebabkan oleh
inhibisi sekresi PIH atau stimulasi PRH atau keduanya.
Prolaktin kemudian berkerja pada epitel alveolus untuk
mendorong sekresi susu untuk menggantikan susu yang
keluar (Sherwood, 2012).
Stimulasi secara bersamaan penyemprotan dan
produksi susu oleh hisapan memastikan bahwa kecepatan
produksi susu seimbang dengan kebutuhan bayi akan susu.

22

Semakin sering bayi menyusui, semakin banyak susu yang


diproduksi untuk pemberian berikutnya (Sherwood, 2012).
Selain prolaktin, yaitu faktor terpenting yang
mengontrol sintesis susu, paling tidak permisifnya dalam
produksi susu: kortisol, insulin, hormon paratiroid, dan
hormon pertumbuhan (Sherwood, 2012).
Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI di
namakan laktasi.ketika bayi mengisap payudara, hormone
yang bernama oksitosin membuat ASI mengalir dari dalam
alveoli, melalui saluran susu (ducts/milk canals)menuju
reservoir susu (sacs) yang berlokasi di belakang areola, lalu
kedalam mulut bayi. Pengaruh hormonal bekerja mulai dari
bulan

ketiga

kehamilan,

di

mana

tubuh

wanita

memproduksihormon yang menstimulasi munculnya ASI


dalam system payudara. (Sherwood, 2011).
4. Persiapan Pemberian ASI
Persiapan pemberian ASI di lakukan bersamaan dengan
kehamilan, payudara semakin padat karena retensi air, lemak, serta
berkembangnya kelenjar-kelenjar payudara dan dirasakan tegang dan
sakit. Segera setelah terjadi kehamilan, maka korpus luteum
berkembang terus dan mengeluarkan estrogen dan progesterone untuk
mempersiapkan payudara agar pada waktunya dapat memberikan ASI.
(Sherwood, 2011).
a. Komposisi gizi dalam asi
Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi
bayi karena mengandung nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena
mengandung kebutuhan energy dan zat yang dibutuhkan selama
enam bulan pertama kehidupan bayi. (Jannah, 2012).

23

b. Proses laktasi
Proses ini timbul setelah ari-ari atau plasenta lepas. Plasenta
mengandung hormone penghambat prolaktin (hormone plasenta)
yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas,
hormone plasenta tersebut tak ada lagi, sehingga air susu pun
keluar. (Tarwoto, 2009).
c. Pengaruh hormonal
Mulai

dari

bulan

ketiga

kehamilan,

tubuh

wanita

memproduksi hormone yang menstimulasi munculnya ASI dalam


system payudara. (Jannah, 2012).
Proses bekerjanya hormon dalam menghasilkan ASI adalah
sebagai berikut.
1. Saat bayi menghisap, sejumlah sel syaraf di payudara ibu
mengirimkan pesan ke hipotalamus. (Jannah, 2012).
2. Ketika menerima pesan itu, hipotalamus melepas rem
penahan prolaktin. (Jannah, 2012).
3. Untuk mulai menghasilkan ASI, prolaktin yang dihasilkan
kelenjar pituitary merangsang kelenjar-kelenjar susu dipayudara
ibu. (Jannah, 2012).
Hormon-hormon yang terlibat dalam proses pembentukan
ASI adalah sebagai berikut:
1. Progesterone: memengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli.
Kadar progesterone dan estrogen menurun sesaat setelah
melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi ASI secara besarbesaran. (Jannah, 2012).
2. Estrogen: menstimulasi system saluran ASI untuk membesar.
(Jannah, 2012).

24

3. Prolaktin: berperan dalam membesarnya alveoli pada masa


kehamilan. (Jannah, 2012).
4. Oksitosin: mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat
melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme.
(Jannah, 2012).
5. Human placental lactogen (HPL): sejak bulan kedua kehamilan,
plasenta mengeluarkan banyak HPL yang berperan dalam
pertumbuhan payudara, putting, dan areola sebelum melahirkan.
(Jannah, 2012).
E.

Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor resiko yang
menyebabkan seseorang wanita menjadi lebih mungkin menderita kanker
payudara. Beberapa faktor resiko tersebut adalah:
1. Usia
Peluang mengidap kanker payudara meningkat pada wanita yang
usianya sudah tua. Sekitar satu dari delapan penderita kanker payudara
invasif ditemukan pada wanita yang berusia dibawah 45 tahun,
sedangkan dua dari tiga wanita yang mengidap kanker payudara invasif
berusia 55 keatas ketika kanker tersebut terdeteksi. (Pamungkas, Z,
2011).
2. Pernah menderita kanker payudara
Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau kanker invasif
memiliki resiko tertinggi untuk menderita kanker payudara. Setelah
payudara yang terkena diangkat, maka resiko terjadinya kanker pada
payudara yang sehat meningkat 0,5-1% pertahun. (Yohana, et all, 2011).
3. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara
Wanita yang ibu, sodara perempuan, atau anaknya yang menderita
kanker memiliki resiko 3 kali lebih besar untuk menderita kanker
payudara. (Yohana, et all, 2011).
4. Faktor genetik dan hormonal

25

Telah ditemukan dua varian gen yang tampaknya berperan dalam


terjadinya kanker payudara, yaitu DRCA1 dan DRCA2. Jika seorang
wanita memiliki salah satu dari gen tersebut maka kemungkinan
menderita kanker payudara yang sangat besar. Gen lainnya yang juga di
duga berperan dalam terjadinya kanker payudara adalah p53, BHRD1,
BRCA3 dan Noey2. Kenyataan ini menimbulkan dugaan bahwa kanker
payudara disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel yang secara genetik
mengalami kerusakan. Faktor hormonal juga penting karena hormon
memicu pertumbuhan sel. Kadar hormon yang tinggi selama reproduktif
wanita, terutama jika tidak diselingi oleh perubahan hormonal karena
kehamilan, tampaknya meningkatkan peluang tumbuhnya sel-sel yang
secara genetik telah mengalami kerusakan yang menyebabkan kanker.
(Yohana, et all, 2011).
5. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker
Resiko menderita payudara agak lebih tinggi pada wanita yang
pernah menderita penyakit payudara non-kanker, yang menyebabkan
bertambahnya jumlah saluran air susu, dan terjadinya kelainan struktur
jaringan payudara (hiperplasia atipik). (Yohana, et all, 2011).
6. Menarke (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun
Menopause setelah usia 55 tahun, kehamilan pertama setelah usia
30 tahun atau belum pernah hamil. Semakin dini menarke, semakin besar
resiko untuk menderita kanker payudara (pada wanita yang mengalami
menarke sebelum usia 12 tahun, 2-4 kali lebih besar). Demikian pula
halnya dengan menopause ataupun kehamilan pertama. Semakin lambat
menopause dan kehamilan pertama, semakin besar resiko menderita
kanker payudara. (Yohana, et all, 2011).
7. Pemakaian pil KB atau terapi sulih estrogen
Pil KB bisa sedikit meningkatkan resiko terjadinya kanker
payudara, tergantung pada usia, lamanya pemakaian, dan faktor lain.
Belum diketahui berapa lama efek pil akan tetap ada, setelah pemakaian
pil dihentikan. Terapi sulih estrogen yang dijalani selama lebih dari 5
tahun tampaknya juga sedikit meningkatkan resiko kanker payudara, dan

26

resikonya meningkat jika pemakaiannya lebih lama. (Yohana, et all,


2011).
8. Obesitas pasca menoupause
Obesitas sebagai resiko kanker payudara masih diperdebatkan
beberapa penelitian menyebutkan obesitas sebagi faktor resiko kanker
payudara kemungkinan karena tingginya kadar estrogen. (Yohana, et all,
2011).
9. Pemakaian alcohol
Pemakaian alkohol lebih dari 1-2 gelas perhari bisa meningkatkan
resiko terjadinya kanker payudara. (Yohana, et all, 2011).
10. Bahan kimia
Beberapa penelitian telah menyebutkan pemaparan bahan kimia
yang menyerupai estrogen (terdapat didalam pestisida dan produk
industri lainnya). Mungkin meningkatkan resiko terjadinya kanker
payudara. (Yohana, et all, 2011).
11. DES (dietilstilbestrol)
Wanita yang mengkonsumsi DES untuk mencegah keguguran
memiliki resiko tinggi menderita kanker payudara. (Yohana, et all, 2011).
12. Penyinaran
Pemaparan terhadap penyinaran (terutama pada dada), pada masa
kanak-kanak dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
(Yohana, et all, 2011).
13. Faktor resiko lain
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kanker rahim, ovarium
dan kanker usus besar serta adanya riwayat keluarga yang mengalami
kanker bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara. (Yohana, et
all, 2011)

F.

Patofisiologi
Ca Mamae (Kanker payudara) adalah tumor ganas yang secara khas
dimulai pada sel epitel duktal-lubuler payudara dan menyebar melalui
sistem limfatik ke nodus limfatik aksila. Tumor lalu dapat bermetastasis ke

27

bagian lain yang jauh, termasuk paru-paru, liver, tulang, dan otak.
Penemuan kanker payudara pada nodus limfatik aksila adalah indikator
kemampuan tumor untuk potensi penyebaran jauh dan tidak hanya
pertumbuhan ke bagian sekitar yang berdekatan dengan payudara.
Kebanyakan kanker payudara primer adalah adenokarsinoma yang berlokasi
pada kuadran atas luar dari payudara (Black & Hawks, 2009).
Menurut Sukarja, 2009 (dalam Yunus, Y. 2014) transformasi Selsel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang
disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi. Pada
tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini
disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa
bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. tetapi
tidak

semua

karsinogen.

sel

memiliki

Karsinogen

kepekaan

harus

yang

merupakan

sama

terhadap

mutagen

yang

suatu
dapat

menimbulkan mutasi gen. Menurut Sarwono, 2006 (dalam Yunus, Y.


2014) pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan
berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap insiasi tidak
akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu diperlukan beberapa

faktor

untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu
karsinogen).
Menurut

Sukardja,

2000

(dalam Yunus, Y. 2014)

apabila

ditemukan suatu kesalahan, maka basa-basa DNA yang terlibat akan


dipotong dan diperbaiki. Namun, kadang terjadi transkripsi dan tidak
terdeteksi oleh enzim-enzim pengoreksi. Pada keadaan tersebut, akan
timbul satu atau lebih protein regulator yang akan mengenali kesalahan
tersebut dan menghentikan sel di titik tersebut dari proses pembelahan.
Ini untuk menentukan sudah sejauh manakah tingkat penyebaran kanker
tersebut baik ke organ maupun ke jaringan sekitar (Yunus, Y. 2014).

28

G.

Manifestasi Klinis
Gejala- gejala kanker payudara yang tidak di sadari dan tidak di
rasakan pada stadium dini menyebabkan bayak penderita yang berobat
dalam kondisi stadium lanjut. Hal tersebut akan mempersulit penyembuhan
dan semakin kecil peluang untuk di sembuhkan. Bila kanker payudara dapat
di ketahui secara dini maka akan lebih mudah dilakukan pengobatan (Ramli
M, 2013).
Gejala yang timbul data penyakit memasuki stadium lanjut semakin
banyak , seperti:
1.

Timbul benjolan pada payudara yang dapat di raba dengan tangan,


makin lama benjolan makin keras dan bentuknya tidak beraturan.

2.

Saat benjolan mulai membesar,barulah mulai terasa nyeri saat ditekan,


karena terbentuk penebalan pada kulit payudara.

3.

Bentuk, ukuran, berat salah satu payudara berubah bentuk karena terjadi
pembengkakan.

4.

Pembesaran kelenjar getah bening di ketiak atau timbul benjolan kecil


di bawah ketiak.

5.

Bentuk atau arah puting berubah, misalnya puting susu tertarik ke


dalam yang tadinya berwarna merah muda berubah menjadi kecoklatan.

6.

Keluar darah, nanah, atau cairan encer dari puting susu pada wanita
yang tidak sedang hamil.

7.

Luka pada payudara tidak sudah lama dan tidak sembuh walau sudah
diobati.

8.

Kulit payudara seperti mengerut kulit jeruk (peuau dorange) akibat dari
neoplasma menyekat drainase limfatik sehingga terjadi edema dan
piting kulit.

H.

Komplikasi
Karsinoma inflamasi adalah tumor yang tumbuh dengan cepat terjadi
kira-kira 1-2% wanita dengan kanker payudara gejala-gejalanya mirip
dengan infeksi payudara akut. Kulit menjadi merah, panas, edematoda, dan
nyeri. Karsinoma ini menginvasi kulit dan jaringan limfe. Tempat yang

29

paling sering untuk metastase jauh adalah paru, pleura, dan tulang (Price &
Wilson, 2006).
Karsinoma payudara bermetastase dengan penyebaran langsung ke
jaringan sekitarnya, dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah. Bedah
dapat mendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap tubuh,
integritas dan terhadap jiwa seseorang. Rasa nyeri sering menyertai upaya
tersebut pengalaman operatif dibagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif,
intraoperatif dan postoperatif. Operasi ini merupakan stressor kepada tubuh
dan memicu respon neuron endokrin respon terdiri dari sistem saraf simpati
yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cidera. Bila stress terhadap
sistem cukup gawat atau kehilangan banyak darah, maka mekanisme
kompensasi dari tubuh terlalu banyak beban dan syok akan terjadi. Anestesi
tertentu yang dipakai dapat menimbulkan terjadinya syok (Price & Wilson,
2006).
Respon metabolisme juga terjadi. Karbohidrat dan lemak di
metabolism untuk memproduksi energi. Protein tubuh pecah untuk
menyajikan suplai asam amino yang dipakai untuk membangun jaringan
baru. Intake protein yang diperlukan guna mengisi kebutuhan protein untuk
keperluan penyembuhan danmengisi kebutuhan untuk fungsi yang optimal
(Price & Wilson, 2006).

I.

Pemeriksaan Penunjang
Deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan dengan berbagai
pemeriksaan, misalnya dengan menggunakan prosedur pemeriksaan berupa
thermografi payudara, mamografi , biopsi payudara, duktografi , dan
ultrasonography (USG) payudara (Suryaningsih dan Sukaca, 2009).
1. Thermografi payudara
Merupakan prosedur diagnosis yang didasarkan pada level kimia
dan aktivitas pembuluh darah pada payudara dalam melakukan deteksi
secara dini dari keberadaan sel kanker payudara. Thermografi payudara
sangat sensitif dalam menggambarkan perubahan temperatur dan
pembuluh darah yang menjadi tanda keberadaan sel abnormal pada

30

payudara, namun apabila terlambat, yaitu pada usia > 50 tahun, dan
menarche dini, yaitu usia pertama kali mengalami menstruasi < 12 tahun
juga merupakan faktor risiko dari kanker payudara (Depkes RI, 2014).
2. Mammography
Suatu

pencitraan

khusus

untuk

memeriksa

payudara

denganmenggunakan sinar X dosis rendah. Hasil mamografi adalah


mamogram digunakan untuk deteksi dan diagnosis dini kelainan pada
wanita.(Irianto,Koes 2009).
Cara kerja alat mamografi menggunakan sinar X yaitu suatu
bentuk radiasi menyerupai sinar atau gelombang radio. Sinar X dapat
melewati kebnyakan obyek, termasuk pada tubuh. Pemeriksaan
mamografi dilakukan dengan memposisikan dan mengkonvereasi
payudara kemudian sinar X yang terukur dilewatkan pada bagian tubuh
tersebut sehingga diperoleh gambaran dari beberapa sudut yang berbeda.
Alat akan menyimpan gambaran atau bayangan pencitraan pada film
potography atau pelat penyimpanan gambar khusus secara digital.
(Irianto,Koes 2009).
Mamography digunakan sebagai pemeriksaan skrening untuk
mendeteksi dini kanker payudara stadium dini pada wanita tanpa gejala
klinis, juga mendeteksi dan diagnosis kelainan payudara pada wanita
dengan gejala klinis seperti pembengkakan, nyeri atau keluranya cairan
dari puting. Ada dua prosedur yang dipakai dalam mamography :
Mamography skrenning. Prosedur mamography skrenning memakai
peranan penting dalam mendeteksi dini kanker payudara karena dapat
memperlihatkan perubahan pada payudara sampai 2 tahun sebelum
pasien atau dokter menemukan adanya kanker. Beberapa pedoman
dari US Departement Of Health dan Human Service ( HHS ), The
American Cancer Society (ACS), The American Medican Association
(AMA) dan The American Collage Of Radiology, menyarankan
manography skrenning dilakukan setiap tahun pada wanita, dimulai
pada usia 40 tahun. Penelitian telah memperlihatkan mamography tiap
tahun dapat mendeteksi diri kanker payudara, kebanyakan dapat

31

disembuhkan dan terapi konservasi payudara dapat dilakukan. The


National Cancer Intitute (NCI) menambahkan pada wanita dengan
kanker payudara, atau yang mempunyai risiko tinggi karena riwayat
genetik kanker payudara, sebaiknya melakukan konsultasi dan lebih
kerap melakukan skrenning sebelum usia 40 tahun.

(Irianto,Koes

2009).
Mamography diagnostic. Prosedur mamography diagnostic digunakan
untuk evaluasi pasien dalam kelainan pemeriksaan klinis, seperti
pembengkakn payudara yang ditemukan oleh pasien atau dokter.
Manoography diagnostik juga dilakukan jika ditemukan hasil
manography abnormal untuk menilai lebih jauh area yang dicurigai
pada pemriksaan mamography skrenning. (Irianto,Koes 2009).
a. Persiapan pemeriksaan mamography
Berkonsultasi dengan dokter : sebelum penjadwalan untuk
pemeriksaan mamography, pasien mendiskusikan dengan dokter
tentang kelainan dipayudara. Informasikan kepada dokter mengenai
pembedahan sebelumnya, penggunaan hormon, riwayat kanker
payudara

dalam

kelurga

dan

informasi

terkaitannya.

Selalu

informasikan kepada dokter jika kemungkinan sedang hamil.


Waktu terbaik pemeriksaan mamografi adalah satu minggu setelah
haid. Sebaiknya tiadak melakukan pemeriksaan mamografi satu
minggu seblum haid. Karena biasanya nyeri pada saat tersebut.
Pada saat pemeriksaan jangan menggunakan deodoran, bedah,
lotion pada area tangan dan payudara karena kosmetik tersebut
tampak sercak yang akan menggangu interpretasi hasil pada
mamogram.
Beritahukan gejala-gejala klis payudara atau keluhan-keluhan pada
radiografer yang melakukan pemeriksaan itu.
Jika memungkinkan, bahwa lah hasil memogram sebelumnya.
Setelah selesai pemeriksaan memografi, tanyakan kepada petugas
kapan hasil pemeriksaan selesai dan konsultasikan hasil dengan
dokter. Jangan menyimpulkan sendiri bahwa hasil pemeriksaan

32

hasil normal tanpa pernyataan langsung dari dokter.(Irianto,Koes


2009).

b. Pemeriksaan memmografi
Pada umumnya mamografi dilakukan pada pasien rawat jalan.
Selama

pemerikasaan

mamografi,

seorang

radiografer

akan

memposisikan payudara anda dalam platform khusus pada unit


mamografi dan dikompresi dengan suatu paddle ( pada umumnya
terbuat dari flexiglass trasparan atau plastik lain ). Radiografer seacra
bertahap akan mengkonprensi payudara tujuan kompresi payudara :
Meratakan ketebalan payudara sehingga semua jaringan dapat
diperlihatkan.
Melebarkan jaringan sehingga kelainan kecil tidak akan tertutup
oleh payudara diatasnya.
Menggunakan dosis yang rendah karena tipisnya payudara yang
akan diperiksa.
Fiksasi payudara untuk meminimalkan kekaburkan gambar
disebabkan oleh pergerakan.
Menggurangi hamburan sinar X untuk meningkatkan tetajaman
gambar. ( Irianto,Koes 2009).

Klien akan diminta untuk melakukan beberapa perubahn


posisi. Posisi yang rutun adalah top to bottom view dan oblique
saide view. Prosen akan diulangi pada payudara yang lain. (
Irianto,Koes 2009).
Klien harus berpegangan pada posisi tetap dan diminta
menahan nafas selama beberapa detik pada saat pengambilan
gambar, untuk mengurangi kekaburan gambar. ( Irianto,Koes
2009).
Apabila pemeriksaan telah lengkap, klien akan diminta untuk
menunggu sampai radiologi memastikan semua gambar

yang

33

diperlukan

telah

dibuat.

Proses

pemeriksaan

mamografi

membutuhklan waktu 30 menit. ( Irianto,Koes 2009)

Sumber :
Gambar. 10 kanker payudara
Sumber:
https://kankerpayudara.files.wordpress.com/2008/04/breastbenign.gif

c. Keuntungan pemeriksaan pemeriksaan mamografi:


Pencitraan payudara akan memudahkan dokter menemukan
tumor kecil. Jika terdapat kanker berukuran kecil, pasien memiliki
banyak pilihan untuk terapi dan berpeluang untuk sembuh.
Penggunaan memografi untuk skrining meningkatkan deteksi
pertumbuhan abnormal jaringan berukuran kecil yang terbatas pada
duktus yaitu karsinoma duktal insitu. Tumor ini tidak berbahaya
jika dianggakat pada stadium dini, dan memografi merupakan
pemeriksaan yang telah teruji untuk menfdeteksi tumor ini.
Mamografi juga berguna untuk mendeteksi semua jenis kanker
payudara, termasuk kanker duktus invasif dan kanker lobular
invasif.
Tidak terdapat sisa radiasi pada tubuh pasien setelah pemeriksaan.
Sinar X tidak mempunyai efek samping pada batas dignostik.
(Irianto,Koes 2009).

34

3. Duktografi
merupakan bagian dari pemeriksaan mamografi yang dapat
membantu memperlihatkan keadaan saluran susu pada payudara.
Perempuan yang mengalami kelainan payudara berupa putting yang
mengeluarkan cairan tidak normal disarankan untuk melakukan
pemeriksaan ini. (Suryaningsih dan Sukaca, 2009).

4. Biopsi
Merupakan sebuah prosedur pemeriksaan yang dilakukan dengan
mengambil sebagian kecil jaringan payudara untuk mengetahui ada
tidaknya sel kanker pada payudara, serta tingkat keganasan dari sel kanker
tersebut. Pengambilan sebagian kecil jaringan pada payudara dilakukan
dengan menggunakan jarum khusus yang dimasukan ke dalam payudara.
(Suryaningsih dan Sukaca, 2009).

5. Ultrasonography (USG)
Payudara umumnya digunakan untuk melakukan pemeriksaan atas
ketidaknormalan pada payudara, misalnya kista payudara, serta bentuk
kista tersebut. Pemeriksaan USG payudara sebaiknya dilakukan bersama
dengan mamografi untuk mendapatkan diagnosis yang tepat pada kelainan
payudara (Rumah Sakit Kanker Dharmais, 2002).
Umumya digunakan linear array transduser 7.5-10 MHz dengan
operator yang harus mempunyai pengetahuan pemeriksaan USG dan
mamografi yang baik dan benar. Pada pemeriksaan penderita terlentang
dengan lengan diangkat keatas dan diletakkan dibawah kepala, kemudian
dilakukan pemeriksaan secara sistematis sesuai arah jarum jam sampai
daerah aksila dan dilakukan tindakan kompresi dan non kompresi apabila
terdapat lesi kanker payudara (Amalia, 2009).
Indikasi USG payudara adalah :
a. Payudara yang padat pada mamografi.
b. Digunakan untuk pemeriksaan payudara wanita hamil, menyusui dan
remaja.

35

c. Sarana diagnostik utama pada penyakit infeksi payudara.


d. Pemeriksaan utama untuk evaluasi pada wanita dengan implant silikon.
e. Evaluasi lesi berbatas tegas pada temuan mamografi dan penyakit
fibrokistik.
f. Penuntun biopsi atau aspirasi (Ramli, 2005).

6. MRI (Magnetik Resonance Imaging)


Digunakan untuk mendeteksi keganasan payudara jenis lobular
invasif yang sulit terdeteksi dengan pemeriksaan mamografi (Ramli,
2005). Wanita dengan risiko tinggi yang perlu dilakukan skrining MRI
adalah :
Wanita dengan riwayat kelainan genetik.
Wanita

dengan

mutasi

genetik

BRCA1

atau

BRCA2

harus

diperhitungkan dalam kategori risiko tinggi.


Wanita yang pernah mendapat terapi radiasi pada dada, contohnya pada
penyakit Hodgkin.
Wanita dengan riwayat pribadi seperti LCIS.
Jaringan payudara yang padat pada pemeriksaan mammografi (Rasjidi,
2009).

Gambar. 11 gambaran mammograf


Sumber : https://herrysetyayudha.files.wordpress.com/2011/11/payudara6.jpg

36

7. Positron emission tomografi (PET) :


Digunakan untuk melihat apakah kanker sudah menyebar secara
luas. Dalam PET scan cairan glukosa yang mengandung radioaktif
disuntikkan pada pasien. Sel kanker akan menyerap secara cepat cairan
glukosa tersebut, dibandingkan dengan sel normal sehingga akan terlihat
perbedaan warna yang kontras. PET scan biasanya digunakan sebagai
pelengkap data dari hasil CTscan, MRI dan pemeriksaan fisik penderita
kanker payudara (Rasjidi, 2009).
J.

Penatalaksanaan
1.

Non farmakologi
a.

Mastektomi
Mastektomi

(mastectomy)

adalah

pembedahan

yang

dilakukan untuk mengangkat payudara. Di masa lalu, mastektomi


radikal dengan pengangkatan seluruh payudara merupakan
penanganan standar kanker payudara. Namun kemajuan medis
selama 20 tahun terakhir ini telah member lebih banyak pilihan
bagi wanita penderita kanker payudara. Salah satu pilihan tersebut
bernama

breast-conserving

therapy

(BCT)

atau

terapi

penyelamatan payudara. Pilihan ini akan membawa wanita untuk


dapat memilih prosedur yang lebih mengarah pada pencapaian
efektivitas penanganan. Tipe mastektomi dan penanganan kanker
payudara bergantung pada beberapa faktor, meliputi. (McPhee,
Stephen J, 2007) :
1.

Usia

2.

Kesehatan secara menyeluruh

3.

Status menopause

4.

Dimensi tumor

5.

Tahapan tumor dan seberapa luas penyebarannya

6.

Stadium tumor dankeganasannya

7.

Status reseptor hormon tumor

8.

Penyebaran tumor telah mencapai simpul limfe atau belum

37

Beberapa tipe mastektomi yang ada pada saat ini yaitu:

Mastektomi Preventif (Preventive Mastectomy)


Wanita yang memiliki faktor genetic atau risiko
keturunan kanker payudara yang tinggi dapat memilih
pembedahan mastektomi preventif. Mastektomi preventif
disebut juga prophylactic mastectomy. (McPhee, Stephen J,
2007).
Operasi ini dapat berupa total mastektomi dengan
mengangkat seluruh payudara dan puting. Atau berupa
subcutaneous mastectomy dimana seluruh payudara diangkat
namun putting tetap dipertahankan.
Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan
kanker payudara dapat dikurangi hingga 90% atau lebih
setelah mastektomi preventif pada wanita dengan risiko tinggi.
Kadang wanita pengidap kanker payudara di salah satu
payudara nya akan memutuskan untuk menjalani mastektomi
preventif untuk mengangkat payudara satunya. Hal ini mampu
mengurangi

peluang

kembalinya

(kambuhnya)

kanker

payudara. Pada beberapa kasus kedua payudara diangkat.


Pengangkatan

kedua

payudara

ini

disebut

double

mastectomy.(McPhee, Stephen J, 2007)

Mastektomi Radikal
Reaksinya mencakup kulit berjarak minimal 3cm dari
tumor, seluruh kelenjar mammae, m. pektoralis mayor dan
minor dan jaringan limfatik, lemak subskapular. (McPhee,
Stephen J, 2007)
Karena mastektomi radikal ini tidak lebih efektif namun
merupakan bentuk mastektomi yang lebih ekstrim ,saat ini
jarang dilakukan.(McPhee, Stephen J, 2007)

Mastektomi radikal modifikasi


Lingkup reseksi sama dengan tekhnik radikal, tapi
mempertahankan

pektoralis

mayor

dan

minor.

MRM

38

memberikan trauma yang lebih ringan dari pada mastektomi


radikal, dan saat ini banyak dilakukan di Amerika. Dengan
MRM, seluruh payudara akan diangkat beserta simpul limfe di
bawahketiak, tetapiotot pectoral (mayor dan minor) otot
penggantung payudara masih tetap dipertahankan. (McPhee,
Stephen J, 2007).

Gambar. 12 Mastektomi radikal bermodifikasi


Sumber : Pamungkas, Zaviera., 2011

Kulit dada dapat diangkat dapat pula dipertahankan,


Prosedur ini akan diikuti dengan rekonstruksi payudara yang
akan dilakukan oleh dokter bedah plastik.(McPhee, Stephen J,
2007)

Mastektomi Simple/Total
Hanya

membuang seluruh

kelenjar

mammae

tanpa

membersihkan kelenjar limfe. Model operasi ini terutama


untuk karsinoma insitu atau pada pasien lanjut usia.(McPhee,
Stephen J, 2007).

39

Gambar. 13 Mastektomi total


Sumber : Pamungkas, Zaviera., 2011

Mastektomi segmental/parsial
Diseksi kelenjar limfe aksilar. Secara umum disebut dengan
operasi konversi mammae. Biasanya dibuat insisi dua terpisah
di mammae normal dan aksila. Bartujuan mereseksi sebagian
jaringan kelenjar mammae normal di tepitumor.(McPhee,
Stephen J, 2007)

Gambar. 14 Mastektomi parsial/ segmental


Sumber : Pamungkas, Zaviera., 2011

o Dokter dapat melakukan mastektomi parsial kepada


wanita dengan kanker payudara stadium I dan II.
Mastektomi

parsial

merupakan

breast-conserving
40

therapy- terapi penyelamatan payudara yang akan


mengangkat bagian payudara dimana tumor bersarang.
o Prosedur ini biasanya akan diikuti dengan terapi radiasi
untuk mematikan sel Kanker pada jaringan payudara
yang tersisa. Sinar X berkekuatan penuh akan
Ditembak kan pada beberapa bagian jaringan payudara.
Radiasi akan Membunuh kanker dan mencegahnya
menyebar kebagian tubuh yang lain. (McPhee, Stephen
J, 2007).

a. Quandrantectomy
Tipe lain dari mastektomi parsial disebut quadrantectomy. Pada
prosedur ini, dokter akan mengangkat tumor dan lebih banyak
jaringan payudara dibandingkan dengan lumpektomi. (McPhee,
Stephen J, 2007)

Gambar. 15 Quandrantectomy
(McPhee, Stephen J, 2007)
Lumpectomy atau sayatan lebar
-

Merupakan

pembedahan

untuk

mengangkat

tumor

payudara dan sedikit jaringan normal di sekitarnya.


-

Lumpektomi (lumpectomy) hanya mengangkat tumor dan


sedikit area bebas kanker di jaringan payudara di sekitar
tumor.

41

Jika sel kanker ditemukan di kemudian hari, dokter akan


mengangkat lebih banyak jaringan. Prosedur ini disebuat
re-excision (terjemahan:pengirisan/penyayatan kembali).

Gambar. 16 lumpectomy
(Sumber: McPhee, Stephen J, 2007)
b. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang digunakan bila ada
penyebaransecara

sistemik

dan

juga

dipakai

sebagai

terapi

ajuvan.(McPhee, Stephen J, 2007)

Kemoterapipra-operasi
Terutama kemoterapi sistemik, bila perlu dapat dilakukan
kemoterapi intra-arterial.(McPhee, Stephen J, 2007)

Kemoterapi adjuvant pascaoperasi


Kemoterapi ajuvan diberikan pada pasien yang ditemukan
metastasis disebuah atau beberapa kelenjar pada pemeriksaan
histopatologik pascabedahmastektomi. (McPhee, Stephen J,
2007)
Tujuannya adalah menghancurkan mikrometastasis di
dalam tubuh yangbiasanya terdapat pada pasien yang kelenjar
aksilanya sudah mengandung metastasis.(McPhee, Stephen J,
2007)
Obat

yang

diberikan

adalah

CMF

(kombinasi

cyclofosfamid, metotreksat dan5-fluorourasil) selama 6 bulan

42

pada

perempuan

usia

pramenopause,sedangkan

pada

pascamenopause diberikan terapi ajuvan hormonal berupa


pilantiestrogen. (McPhee, Stephen J, 2007)
Dewasa ini indikasi kemoterapi adjuvant pasca operasi
relative luas, terhadap semua pasien karsinoma invasif dengan
diameter terbesar tumor lebih besar atau sama dengan 1 cm
harus dipikirkan kemoterapi adjuvant.(McPhee, Stephen J,
2007)

Kemoterapi terhadap kanker mammae stadium lanjut


atau rekuren dan metastatik
Kemoterapi adjuvant karsinoma mammae selain sebaian
kecil masih memakai regimen CMF, semakin banyak yang
memakai kemoterapi kombinasi berbasis golongan antrasiklin.
(McPhee, Stephen J, 2007)

Kemoterapi paliatif
dapat diberikan pada pasien yang telah menderita
metastasis secara sistemik. Obat yang dipakai secara
kombinasi, antara lain CMF, VA (vinkristin dan adriamisin)
atau

FAC

(5-fluorourasil,

adriamisin

dan

cyclofosfamid).(McPhee, Stephen J, 2007)

c. Radioterapi

Radioterapi murnikuratif
Radio terapi murni terhadap kanker mammae terutama
digunakan untuk pasien dengan kontra indikasi atau menolak
operasi.(McPhee, Stephen J, 2007)

Radioterapi adjuvan
Menurut pengaturan waktu radioterapi dapat dibagi menjadi
radioterapi

praoperasi

dan

pascaoperasi.

Radio

terapi

praoperasi terutama untuk pasien stadium lanjut lokalisasi,


dapat membuat sebagian kanker mammae non-operabel
menjadi operabel. Radioterapi pasca operasia dalah radioterapi

43

seluruh mammae pascaoperasi konservasi mammae.(McPhee,


Stephen J, 2007)

Radioterapipaliatif
Terutama untuk terapi paliatif kasus stadium lanjut dengan
rekurensi dan metastasis.(McPhee, Stephen J, 2007)

2.

Farmakologi
a. Prinsip terapi sistemik (1)

Regimen Kemoterapi
o Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal
atau berupa gabungan beberapa kombinasi obat
kemoterapi.
o Kemoterapi

diberikan

secara

bertahap,

biasanya

sebanyak 6-8 siklus agar mendapat efek yang


diharapkan dengan efek samping yang masih dapat
diterima.
o Hasil

pemeriksaan

imunohistokimia

memberikan

beberapa pertimbangan penentuan regimen kemoterapi


yang akan diberikan.
o Beberapa kombinsai kemoterapi yang telah menjadi
standar lini pertama (first line) adalah :
(Kemenkes, RI 2015)
Tabel. 1 Kemoterapi Ca Mammae
1. CMF
Cyclophospamide
(dapat diganti injeksi
Cyclophospamide)

100 mg/m2

Hari 1 s/d 14 (oral)

500 mg/m2

Hari 1&8

50 mg/m2 IV

Hari 1&8

500 mg/m2 IV

Hari 1&8

Methotrexate
5 fluoro-uracil
Interval 3-4 minggu,
6 siklus

44

2. CAF
Cyclophospamide
Doxorubin
5 fluro uracil
Interval 3 minggu/ 21

500 mg/m2

Hari 1

50 mg/m2

Hari 1

500 mg/m2

Hari 1

500 mg/m2

Hari 1

70 mg/m2

Hari 1

500 mg/m2

Hari 1

hari, 6 siklus

3. CEF
Cyclophospmide
Epirubicin
5 fluoro uracil
Interval 3 minggu/21
hari, 6 siklus
(Kemenkes, RI 2015)

b. Prinsip terapi sistemik (2)

Regimen Kemoterapi

Tabel. 2 Kemoterapi Ca Mammae 2


4. AC
Ad
riamicin
Cyclophospamide

80 mg/m2

Hari 1

600 mg/m2

Hari 1

170 mg/m2

Hari 1

Interval 3-4 minggu,


4 siklus

5. TA (kombinasi taxaneDoxorubicin
Paclitaxel
Doxorubin

45

atau

90 mg/m2

Hari 1

90 mg/m2

Hari 1

90 mg/m2

Hari 1

75 mg/m2, IV

Hari 1

Docetaxol
doxorubin
Interval 3 minggu/ 21
hari, 4 siklus
6. ACT
TC
Cisplatin
Docetaxol

Interval 3 minggu/21 90 mg/m2

Hari 1

hari, 6 siklus
(Kemenkes, RI 2015)

Pilihan kemoterapi kelompok Her2 negativ


o Dose dence AC + pacilitaxel
o Docetaxel cyclophospamide

Pilihan kemoterapi Her2 positif


o AC + TH
o TCH

c. Prinsip terapi sistemik (3)

Regimen untuk terapi hormonal


o Pemeriksaan imunonohistokimia memegang peranan
penting

dalam

menentukan

pilihan

kemo

atau

hormonal sehingga diperlukan validasi pemeriksaan


tersebut dengan baik
o Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan
hormonal positif

46

o Pada kasus kanker dengan luminal A (ER+, PR+ Her2) pilihan terapi ajuvan utamanya adalah hormonal
bukan kemoterapi.
o Kemoterai tidak lebih baik dari hormonal terapi
o Pilihan

terapi

tamoxifen

sebaiknya

didahulukan

dibandingkan pemberian aromatase inhibitor apalagi


pada pasien yang sudah menopouse dan Her2
o Lama pemberian ajuvan hormonal selama 5-10 tahun
(Kemenkes, RI 2015)

d. Prinsip terapi sistemik (4)

Regimen terapi target


o Pemberian terapi anti target hanya diberikan di rumah
sakit tipe A atau tipe B
o Pemberian anti Her2 hanya pada kasus-kasus dengan
pemeriksaan IHK yang Her2 positif
o Pilihan utama anti Her2 adalah Herceptin, lebih
diutamakan pada kasus-kasus yang stadium dini dan
yang mempunyai prognosis baik (selama 1 tahun : tiap
3 minggu)
o Penggunaan anti VEGF atau m-tor inhibitor belum
diekomedsaikan
(Kemenkes, RI 2015)

A.

Konsep Nursing Care Plan


1. Pengkajian
a. Anamnesa
Untuk melakukan diagnosis adanya kelainan payudara
dilakukan anamnesis secara umum dilanjutkan anamnesis khusus,
meliputi, (Redhono, Dhani. 2012):

47

1.

Keluhan Utama
Pada anamnesa ditanyakan keluhan di payudara.
Keluhan dapat berupa adanya benjolan di payudara, kecepatan
tumbuhnya, rasa sakit yang berhubungan dengan menstruasi,
cairan keluar dari puting, berdarah atau tidak, puting retraksi,
meninggi atau melipat, perubahan kulit di payudara, borok atau
ulserasi, benjolan dan rasa sakit di ketiak, edema lengan, (Sari,
K. 2012).

2.

Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Setelah keluhan utama dari penyakit kanker payudara,
dilanjutkan
menggunakan

anamnesis
tujuh

butir

secara
mutiara

sistematis
anamnesis,

dengan
yaitu,

(Redhono, Dhani. 2012):


1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa
lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering
terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama.
Selain itu juga ditanyakan apakah terdapat penyebaran
pada regio kelenjar limfe, seperti timbulnya benjolan di
aksila, dan adanya benjolan di leher ataupun tempat lain.
Adanya gejala metastase juga ditanyakan, seperti sesak napas
atau batuk yang tidak sembuh meskipun sudah diobati, dan
nyeri pada tulang belakang, serta rasa penuh di ulu hati
(sebah), (Sari, K. 2012).

48

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien, serta
obat-obat yang digunakan (seperti tamoksifen atau estrogen)
dan jenis pengobatan (penggunaan kontrasepsi, radioterapi,
atau kemoterapi) dan lama pemakaiannya, biopsi atau operasi
payudara (seperti mammografi, biopsi, mesektomi), serta
factor resiko kanker payudara seperti usia, pernah menderita
kanker payudara, riwayat keluarga yang menderita kanker
payudara, faktor genetik dan hormonal, pernah menderita
penyakit

payudara

non-kanker,

menarke

(menstruasi

pertama) sebelum usia 12 tahun, pemakaian pil KB atau


terapi sulih estrogen, obesitas pasca menoupause, pemakaian
alcohol, bahan kimia, DES (dietilstilbestrol), penyinaran.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Riwayat keluarga menderita kanker sudah memiliki
sifat sebagai embrio terjadinya sel kanker. Keluarga yang
terkena kanker payudara lebih besar 2 hingga 4 kali pada
wanita yang ibu dan saudara perempuannya mengidap
penyakit kanker payudara, (Sari, K. 2012).
Adakah kanker payudara dan ovarium dalam keluarga
(predisposisi genetic BRAC 1/2) (Gleadle, Jonathan., 2007).

3.

Pola Pemenuhan Aktivitas


Biasanya saat sakit susah tidur karena rasa nyeri yang
dirasakan dibagian payudara.

4.

Data Psikologi
Biasanya keadaan psikologi saat sakit lemas dan takut di
rawat di rumah sakit, harapan klien terhadap penyakitnya dapat
segera sembuh setelah diobati, dukungan dari keluarga baik

49

dalam perubahan terhadap konsep diri tidak seperti biasanya


(Nugroho, Taufan., 2011).

5.

Data Spiritual
Biasanya pelaksaanaan ibadah klien selama sakit
tertinggal dan agak terganggu di bandingkan dengan sehat rutin
dan rajin beribadah, pandangan klien terhadap penyakit tetap
optimis selama segala penyakit ada obatnya (Nugroho, Taufan.,
2011).

2. Pemeriksaan fisik
a.

Keadaan umum klien


Biasanya di kaji tingkat kesadaran klien, BB, Tinggi badan,
tekanan darah, suhu, RR, nadi.

b.

Kepala
Biasanya kulit kepala dan rambut klien akan rontok atau
alopesia karna pengaruh kemoterapi, kulit kepala tidak tampak
bersih.

c.

Hidung
Biasanya hidung kurang bersih, tampak sekret, adanya
pernafasan cuping hidung yang disebabkan klien sesak nafas
terutama pada pasien yang kankernya sudah bermetastase ke paruparu.

d.

Leher
Lakukan palpasi untuk mencari limfadenopati aksilaris
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

e.

Dada & Thorak


1. Stadium 1

50

Biasanya bentuk dada klien tidak simetris kiri dan kanan


yang disebabkan oleh pembengkakan pada payudara, dengan
ukuran 1-2 cm (Nugroho, Taufan., 2011).
Biasanya taktil fremitus pada paru-paru kiri dan kanan
karena kanker belum bermetastase keorgan lain (Nugroho,
Taufan., 2011).
Biasanya akan terdengar sonor pada lapangan paru-paru
klien (Nugroho, Taufan., 2011).
Biasanya

akan

terdengar

vesikuler

(bunyi

hampir terdengar seluruh lapangan pare dan inspirasi lebih


panjang, lebih keras, nadanya lebih tinggi dari ekspirasi. Suara
nafas tambahan tidak ada, seprti ronchi (-) dan wheezing (-)
(Nugroho, Taufan., 2011).
2. Stadium 2
Biasanya bentuk dada klien tidak simetris kiri dan kanan
yang juga disebabkan payudara dengan ukuran dengan tumor
2,5-5 cm (Nugroho, Taufan., 2011).
Biasanya taktil fremitus pada paru-paru kiri dan kanan
karena kanker belum bermetastase keorgan lain (Nugroho,
Taufan., 2011).
Biasanya akan terdengar sonor pada lapangan paru-paru
klien karena kanker belum mengalami metastase (Nugroho,
Taufan., 2011).
Biasanya bunyi nafas terdengar vesikuler (bunyi hampir
seluruh lapangan paru clan inspirasi lebih panjang lebih keras,
nadanya lebih tinggi dari ekspirasi. Biasanya bunyi nafas klien
juga dapat terdengar bronkovesikuler dengan bronchial. Suara
nafas tambahan tidak ada, seperti ronchi (-) dan wheezing
Nugroho, Taufan., 2011).

51

3. Stadium 3A
Biasanya dada klien juga tidak simetris kiri dan kanan
yang disebabkan oleh pembengkakan tumor yang sudah meluas
dalam payudara besar tumor 5-10 cm (Nugroho, Taufan., 2011).
Biasanya taktil fremitus pada paru-paru kiri dan kanan
karena kanker belum bermetastase ke organ lain (Nugroho,
Taufan., 2011).
Masih akan terdengar sonor pada lapangan paru karena
kanker belum metastase (Nugroho, Taufan., 2011).
Biasanya bunyi nafas berbunyi vesikuler (bunyi hampir
seluruh lapangan paru dan inspirasi yang lebih panjang, lebih
keras, nadanya lebih tinggi dari ekspirasi, dan bronkovesikuler
yaitu pada daerah suprasternal, interscapula: campuran antara
element vaskuler dengan bronchial. Suara nafas tambahan tidak
ada, seperti : Ronchi (+) dan wheezing (-) (Nugroho, Taufan.,
2011).
4. Stadium 3B
Bentuk dada juga tidak simetris kiri dan kanan yang
disebabkan oleh pembengkakan dan kanker sudah melebar ke
seluruh bagian payudara, bahkan mencapai kulit, dinding dada,
tulang rusuk, dan otot dada (Nugroho, Taufan., 2011).
Biasanya taktil fremitus pada paru-paru kiri dan kanan
karena kanker belum bermetastase keorgan lain seperti tulang
rusuk, dinding dada dan otot dada (Nugroho, Taufan., 2011).
Biasanya terdengar bunyi redup yang dapat di temukan
pada infiltrate paru dimana parenkim paru lebih padat /
mengadung sedikit udara dan bunyi pekak pada paru-paru paien
yang disebabkan pada paru-paru pasien didapatkan berisi cairan
disebut dengan efusi pleura jika kanker telah bermetastase pada
organ paru. Biasanya nafas klien bisa terdengar bronchial yaitu
ekspirasi lebih panjang, lebih keras nadanya lebih tinggi dari
pada inspirasi dan terdengar dan terdapat suara nafas tambahan

52

seperti: Ronchi dan Wheezing ini disebabkan oleh kanker sudah


menyebar ke seluruh bagian payudara, dan mencapai ke dinding
dada, tulang rusuk, dan otot dada sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan ekspansi paru dan compressive atelektasis
(Nugroho, Taufan., 2011).
5. Stadium 4
Bentuk dada tidak simetris kiri dan kanan yang disebabkan
oleh pembengkakan dan mestastase jauh keorgan lain seperti
paru-paru (Nugroho, Taufan., 2011).
Biasanya tidak fremitus kiri dan kanan yang juga
disebabkan oleh karena kanker sudah metastase ke organ yang
lebih jauh seperti paru-paru sehingga mengakibatkan paru paru
mengalami kerusakan dan tidak mampu melakukan fungsinya
(Nugroho, Taufan., 2011).
Biasanya akan terdengar pekak pada paru-paru pasien yang
disebabkan pada paru-paru pasien didapatkanberisi cairan yang
disebut dengan efusi pleura akibat metastase dari kanker
mammae yang berlanjut,dan nafas akan terasa sesak (Nugroho,
Taufan., 2011).
Biasanya bunyi nafas pasien bisa terdengar bronchial yaitu
ekspirasi lebih panjang, lebih keras, nadanya lebih tinggi, dari
pada inspirasi dan terdengar. Dan terdapat suara tambahan
seperti : Ronchi dan wheezing. Ini disebabkan oleh kanker
metastase ke bagian tubuh lainnya seperti parupare sehingga
mengakibatkan terj adnnya penurunan ekspansi paru dan
compressive atelektasis sehingga terjadi penumpukan secret
pada daerah lobus paru (Nugroho, Taufan., 2011).

f.

Mammae (Payudara)
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara,
apakah terdapat edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting
susu, dan eritema (Sathiaseelan P, 2012). Biasanya ada benjolan

53

yang menekan payudara. Adanya ulkus dan berwarna merah dan


payudara mengerut seperti kulit jeruk (Taufan Nugroho, 2011).
Perubahan puting susu/nipple dapat dilihat apakah tertarik,
mengalami erosi, krusta, atau discharge (Kemenkes RI, 2015).
Status kelenjar getah bening pada aksila bisa dikaji terkait
jumlah,

ukuran,

konsistensi,

terfiksir

terhadap sesama atau

jaringan sekitar (Nugroho, Taufan., 2011).


Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa,
termasuk palpasi kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan
parasternal. Setiap massa yang teraba/suatu lymphadenopathy,
harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya, bentuk,
mobilitas atau fiksasinya. Biasanya teraba benjolan payudara yang
mengeras dan teraba pembengkakan dan teraba pembesaran
kelenjar getah bening diketiak atau timbul benjolan kecil di bawah
ketiak. (Nugroho, Taufan., 2011).
Pada palpasi dilakukan perabaan dengan menggunakan
kedua tangan bagian polar distal jari 2, 3, dan 4, dimana penderita
dalam posisi berbaring dengan pundak diganjal bantal kecil dan
lengan di atas kepala Palpasi harus mencakup 5 regio, terutama
daerah lateral atas dan subareola, karena merupakan tempat lesi
tersering. Cara melakukan palpasi ada 3 cara, yaitu sirkular, radier
dan dilakukan dari pinggir payudara menuju ke areola dan meraba
seluruh bagian payudara bertahap. Hal yang harus diamati bila
didapati benjolan adalah lokasi benjolan (5 regio payudara, aksila,
infra

dan

supra

klavikula),

konsistensi

(keras,

kenyal,

lunak/fluktuasi), permukaan (licin rata, berbenjol benjol), mobilitas


(dapat digerakkan, terfiksir jaringan sekitarnya), batas (tegas atau
tidak tegas), nyeri (ada atau tidak ada), ukuran (Gleadle, 2007).
Pada saat palpasi daerah subareola amati apakah ada keluar
sekret dari puting payudara dan perhatikan warna, bau, serta
kekentalan sekret tersebut. Sekret yang keluar dari puting payudara
dapat berupa air susu, cairan jernih,bercampur darah, dan pus.

54

Palpasi kelenjar aksila dilakukan untuk mengetahui apakah pada


saat yang bersamaan dengan benjolan pada payudara didapati juga
benjolan pada kelenjar getah bening aksila yang merupakan tempat
penyebaran limfogen kanker payudara. Begitu juga dengan palpasi
pada infra dan supra klavikula (Gleadle, 2007).

Gambar. 17 Benjolan yang teraba pada payudara


(Sumber: Gleadle, Jonathan., 2007)

55

1. Analisa Data
Tabel. 3 Analisa Data Berdasarkan Teori
Data
(Subjektif-Objektif)

Etiologi

Masalah keperawatan

Pre Operatif
DS :

Faktor Genetika

Nyeri Kronis

DS :
Klien mengatakan, nyeri pada
payudaranya.

Terdapat BRCA (Gen Susespebilitas


Ca. payudara

DO :
-

Benjolan mulai membesar,


barulah mulai terasa nyeri saat

Aktivasi Onkogen

ditekan, karena terbentuk


penebalan pada kulit payudara.
-

Multiplikasi dan migrasi sel kanker

Terdapat nyeri tekan pada


payudara

Meringis menahan nyeri

Peningkatan karsinogenesis dan


kanker payudara

56

KARSINOGEN

Kerusakan dan transformasi


proonkogen dan supressor gen

Perubahan dalam cetakan protein


nukleat

Terbentuk protein nukleat yang


abnormal

Terjadi kekeliruan transripsi dan


tranlasi gen

PROMOSI

57

Peningkatan reaksi karsinogen

Adanya promotor TPA dan RPA

Ekspresi gen menjadi hiperplasia


induksi enzim, induksi differensiasi

KARSINOMA MAMMAE
Infiltrasi sel kejaringan sekitarnya

Infiltrasi pada membran basal

Hiperplasia sel-sel

Tumor semakin membesar

Mendesak ujung-ujung saraf bebas

58

Nyeri hingga bertahun-tahun

NYERI KRONIS

DS :

Risiko infeksi

Klien mengatakan, merasa panas

KARSINOMA MAMMAE

pada area luka dan terdapat


pembengkakan dan kemerahan
DO :
-

Peningkatan suhu tubuh

Bentuk, ukuran, berat salah satu


payudara berubah bentuk karena
terjadi pembengkakan.

Infiltrasi sel kejaringan sekitarnya

Memerlukan O2 dan nutrisi untuk


perkembangan tumor
Hipermetabolik

Pemecahan sumber energi berlebih


terutama protein

59

Penurunan Albumin

Penurunan Zat-zat pembentuk antibodi

Penurunan Sistem imun


RISIKO INFEKSI

DS :

KARSINOMA MAMMAE

Ansietas

Klien mengatakan, merasa cemas


DO :
-

Pasien cemas dan gelisah

Pasien susah untuk tidur

Takikardi

Takipnea

Mempengaruhi kondisi psikologi


emosional

Klien bertanya tentang penyakitnya

Respon Cemas
ANSIETAS

60

Peningkatan status hemodinamik

Perubahan status vital sign

DS :
-

Karsinoma mamae
pasien merasa khawatir dengan
benjolan yang semakin
membesar

Defisit pengetahuan

Payudara kanan sering bengkak

pasien mengatakan kurang tahu


dan mengerti tentang
penyakitnya

Kurang pengetahuan tentang


penyakitnya

DO :
-

pasien sering bertanya pada

Penanganan panyakit tidak efektif

perawat tentang penyakitnya.

61

Deficit pengetahuan
Post Operatif
Ds :

KARSINOMA MAMMAE

Kerusakan integritas

klien mengatakan habis dioperasi di


mamae

Penanganan Ca. mammae

Do :
Non Pembedahan
-

terdapat luka post op

Ada balutan di mamae

Terdapat drain pada luka

Kemoterapi

Obat-obat kemoterapi
menghambat sinteis DNA sel kanker dan
sel-sel yang aktif membelah

Pada sel epitel kulit yang aktif yang


membelah juga dihambat

Deskuamasi kulit

62

KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT


DS :

Pembedahan

Nyeri akut

Klien mengatakan nyeri pada mamae


yang telah dilakukan operasi
DO :
-

Tampak luka post op

RR meningkat

Melaporkan nyeri secara verbal

Mastektomi

Luka insisi

Pelepasan mediator kimia

Prostaglandin

Aktifasi nosiseptor

Mekanisme neurotransmiter

63

Impuls serabut saraf afferen

Potensial aksi

Proses konduksi

Sampai ke kornudorsalis

Melalui medulaspinalis

Diteruskan keotak

Ke korteks serabut sebagai intensitas


nyeri

Nyeri akut

64

DS :

KARSINOMA MAMMAE

Risiko infeksi

Klien mengeluh nyeri dan panas


pada daerah sekitar operasi.

Penanganan Ca. mammae

DO :
Non Pembedahan
-

Adanya balutan pada luka


operasi.

Terpasang drainase

Warna drainase merah muda

Kemoterapi

Obat-obat kemoterapi menghambat


sinteis DNA sel kanker dan sel-sel yang
aktif membelah

Pada sel-sel di sumsum yang aktif


membelah juga dihambat

Supresi sumsum tulang

Produksi leukosit menurun

65

Sistem antibody menurun

RISIKO INFEKSI
Ds :

KARSINOMA MAMMAE

Gangguan body image

Pasien mengatakan takut jika


lukanya tidak sembuh dengan baik

Penanganan Ca. Mammae

Do :
Non Pembedahan
-

pasien sering bertanya tentang


lukanya

Kemoterapi

Pasien tampak sering


Obat-obat kemoterapi menghambat
sinteis DNA sel kanker dan sel-sel yang
aktif membelah
Bentuk, ukuran, berat salah satu
memperhatikan lukanya

payudara berubah bentuk karena


Pada sel-sel rambut yang aktif
membelah juga dihambat

terjadi pembengkakan.
-

Pembesaran

kelenjar

getah

66

bening di ketiak atau timbul


benjolan kecil di bawah ketiak.
-

Bentuk

atau

arah

Rambut menjadi rapuh & pertumbuhan


terhambat

puting

berubah, misalnya puting susu Rambut menjadi rontok bahkan sampai


botak
tertarik ke dalam yang tadinya
berwarna merah muda berubah
menjadi kecoklatan.
-

Kulit payudara seperti mengerut

Klien malu dengan keadaan rambutnya

GANGGUAN CITRA TUBUH

kulit jeruk (peuau dorange)


akibat dari neoplasma menyekat
drainase

limfatik

sehingga

terjadi edema dan piting kulit.

67

2.

Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operatif
a. Nyeri Kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor.
b. Risiko infeksi dengan faktor resiko supresi respon inflamasi.
c. Ansietas berhubungan dengan pre op.
d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
2. Post Operatif
a. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (pembedahan).
c. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Gangguan body image berhubungan dengan penyakit

68

5. Nursing Care Plan


Tabel 4. Rencana asuhan keperawatan berdasarkan teori
No

Diagnosa keperawatan

Noc

Nic
Pre op

1.

Nyeri kronis

Setelah

dilakukan

tindakan Coping enhancement

keperawtan selama 4 x 24 jam


diharapkan nyeri klien berkurang
dengan kriteria hasil :
Mampu

1.

teknik relaksasi.
2.

Mampu mengontrol gejala nyeri

Tentukan risiko yang menimbulkan


nyeri pada klien.

menggunakan

manajemen nyeri.

Anjurkan pasien pada penggunaan

3.

Identifikasi pemahaman klien tentang


proses penyakit

Vital sign kondisi normal


a. TD : 120/80 mmHg S : 36
b. RR : 16-24

69

c. N : 60-100
1.

Risiko infeksi

Setelah

dilakukan

tindakan Incision site care

keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan

klien

terhindar

dari

resiko infeksi dengan kriteria hasil :

1.

Pantau proses penyembuhan luka.

2.

Bersihkan

luka

kedaerah

yang

Infectious process :
3.

infeksi.

dapat

menyebabkan

dengan

Ajarkan klien untuk

meminimalkan

memperaktikan

tangan dengan benar.

4.

Menginstruksikan pada pasien tentang


cara merawat luka selama mandi.

Taeching Disease Process

perubahan aktifitas.
mampu

bersih

kotor

stres pada nyeri yang dirasakan klien.

2. mampu mengidentifiksi aktifitas

3.

yang

menggunakan lidih kapas lidih kapas.

1. mampu mengetahui faktor resiko

yang

dari

cuci

1. Diskusikan

terapi

pilihan

pengobatan.
2. identifikasi perubahan kondisi fisik
pasien
3. Identifikasi pengetahuan klien tentang
kondisi saat ini

70

3.

Ansietas

Setelah

dilakukan

tindakan Anxiety reduction

keperawtan selama 3 x 24 jam


diharapkan

klien

tidak

cemas

kembali dengan kriteria hasil :

1. Identifikasi

tingkat

kecemasan klien.
2. Identifikasi

Anxiety level :

situasi

yang

memicu

kecemasan.

Intensitas kecemasan terkontrol.


Mencari

perubahan

informasi

3. Instruksikan pasien untuk mengambil


keputusan

tentang

kecemasan.

Vital signs monitoring

Perencanaan strategi koping

1.

Monitor

status

tekanan

darah,

nadi,suhu,respirasi.
2. Observasi denyut jantung.
3. Identifikasi

penyebab

terjadinya

perubahan tanda-tanda vital.


4.

Defisit pengetahuan

Setelah

dilakukan

tindakan Health education

keperawtan selama 3 x 24 jam


diharapkan

pengetahuan

klien

1. Tentukan

tentang

pengetahuan

kesehatan, gaya hidup dan perilaku

71

bertambah dengan kriteriia hasil :

2. Identifikasi tujuan tentang program

Knowledge deficien :
Mengetahui

klien dan keluarga.

pendidikan kesehatan.

tentang

cancer

3. Identifikasi

faktor

internal

atau

eksternal yang dapat meningkatkan

management.
Mengetahui tentang manajemen

atau

mengurangi

motivasi

untuk

perilaku sehat

nyeri

Post Op
1.

Kerusakan
berhubungan
sirkulasi

integritas
dengan

jaringan Setelah

dilakukan

tindakan Breast exammation

gangguan keperawtan selama 5 x 24 jam


diharapkan

integritas

kulit

membaik :
1. Merespon obat
2. Pemulihan luka meningkat

klien

1. Identifikasi
perkembangan

faktor

resiko

kanker

payudara

meliputi usia ibu, usia kehamilan


pertama,

usia

menapouse,

menarche,

riwayat

usia

keluarga,

riwayat gangguan payudara, status

72

3. Perfusi jaringan membaik

paritas dan riwayat menyusui.


2. Periksa

4. Fungsi sensori membaik

karakteristik

payudara

meliputi ukuran, bentuk, perubahan


tekstur kulit, warna, kerutan pada
kulit.
3. Observasi bekas luka mesektomi
terhadap adanya ruam, edema,
penebalan dan eritema.
-

Instruksikan

pada

klien

dan

keluarga adanya obnormalitas pada


bekass luka masektomi ke perawat
yang bertugas.
2.

Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah


cidera fisik.

dilakukan

tindakan Post anasthesi care

keperawtan selama 5 x 24 jam


diharapkan nyeri klien berkurang

Monitor tanda-tanda vital, termasuk


penilaian nyeri setiap 15 menit atau

dengan kriteria hasil :

lebih sering.

1. Mampu menggunakan manajemen

Monitor area luka operasi.

nyeri

Tingkatkan pemberian dukungan

73

2. Mampu mengontrol gejala nyeri


3. Vital sign kondisi normal TD :
120/80 mmHg S : 36

emosonal dari keluarga terhadap


klien.
Laporkan keadaan umum klien setelah
operasi.

RR : 16-24
N : 60-100
3.

Resiko infeksi berhubungan dengan Setelah


proses pembedahan

dilakukan

tindakan Wound care

keperawtan selama 3 x 24 jam


diharapkan

resiko

infeksi

dapat

dihindari :

Pantau karakteristik luka, termasuk


drainase, wrana, ukuran dan bau.

Bantu klien untuk membersihkan

1. Klien mengetahui faktor resiko

luka bekas operasi dengan normal

infeksi

salin.

2. Mampu menghindari aktivitas

Bantu klien dengan posisi nyaman


untuk

yang menyebabkan infeksi

menghindari

ketegangan

pada area luka.


3. Klien mampu memperaktikan cuci
tangan dengan benar

Ajarkan klien dan kelurga untuk


mengurangi

prsedur

perawatan

74

luka.
Dokumentasi

lokasi,

ukuran

dan

karakteristik luka.
4.

Gangguan body image berhubungan Setelah


denngan penyakit

dilakukan

tindakan

keperawtan selama 3 x 24 jam


diharapkan gangguan body image

Support system enhancement


-

Klien

mampu

menyesuikan

psikologis

sistem pendukung.
-

perubahan fungsi tubuh


2. Penyesuain fungsi kesehatan

respon

terhadap situasi dan ketersediaan

dapat diatasi dengan kriteria hasil :


1.

Identifikasi

Pantau situasi kelurga saat ini dan


adanya dukungan kelurga.

Dorong klien untuk komunikasi


dengan orang-orang yang memiliki

3. Penyesuain terhadap perubahan


fisik

tujuan bersama.
-

Libatkan

kelurga,

teman-teman

saudara

klien

dan
dalam

penerapan dan perawatan.


(Bluechek, G. M. Et al. 2014, Herdman, T. Heather. 2014, Moorhead, sue, et al. 2014)

75

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A.

Pengkajian

1. Identitas Klien
Nama

: Ny. K

Umur

: 45 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Suku Bangsa

: Jawa

Pekerjaan

: Pekerja

Ruangan

: Ruang Rawat Inap RS X

Tanggal Pengkajian : 11 Mei 2016


Diagnosa Medis

: Ca Mammae Stadium IIIA

2. Keluhan Utama
Ny. K mengeluh, merasakan benjolan di payudara kirinya
selama 1-2 bulan terakhir.

3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny. K mengatakan, Pada awal 2 bulan lalu, saya merasakan ada
benjolan kecil sebesar biji kacang tanah saat meraba payudara kiri. Pada
2 minggu yang lalu, benjolan tersebut membesar sebesar kelereng yang
terkadang dirasakan sedikit nyeri disekitarnya saat melakukan aktifitas
berat di tangan kiri.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


Ny. K mengatakan, Saya memberikan ASI pada kedua anak saya
hingga usia kedua anak saya 20 bulan. Saat menyusui anak saya yang

76

terakhir, ASI nya hanya keluar pada sebelah payudara yang kanan dan
sering bengkak. Saat bengkak, saya mengompres dengan air dingin dan
hangat serta minum jamu. Kondisi tersebut berakhir setelah saya tidak
lagi menyusui anak terakhir pada usia 15 bulan. Saya telah
memeriksakan payudara saya ke puskesmas dan hanya diberi obat
nyeri. Dua hari yang lalu, saya datang ke poliklinik RS X untuk
memeriksakan kembali kondisi dan berkonsultasi dengan dokter.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ny. K mengatakan, Tante saya meninggal dunia karena kanker
laring, dan nenek saya pun meninggal dunia karena kanker nasofaring.

d. Riwayat Ginekologi dan Obstetri


1) Riwayat Menstruasi
Ny. K mengatakan, Saya pertama kali haid pada usia 10
tahun.
2) Riwayat Obstetri
Ny. K mengatakan, Saya telah 15 tahun menikah dan
memiliki 3 anak, usia 4 tahun, 10 dan 12 tahun. G3P3A0
3) Riwayat Kontrasepsi
Ny. K mengatakan, Saat ini, saya masih menggunakan alat
kontrasepsi suntik setiap 1 bulan sekali.

4. Pola Pemenuhan Aktivitas


Ny. K mengatakan, Saat melakukan aktifitas berat di tangan kiri
terkadang dirasakan sedikit nyeri disekitar benjolan payudara kiri.

5. Riwayat Psikososial, Spiritual, dan Budaya


Ny. K mengatakan, Saya mau pulang dulu dan tidak ingin dirawat
karena tidak ada yang menjaga dan mengasuh anak-anaknya di rumah, dan

77

saya harus bekerja karena suami saya tidak dapat memenuhi


kebutuhannya.

B.

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Tidak terdapat data dalam kasus.

b. Tanda-tanda Vital
Tidak terdapat data dalam kasus.

c. Payudara
Hasil pemeriksaan dokter saat itu dikatakan benjolan bulat tetap
dengan batas tidak teratur teraba di kuadran luar atas dari payudara kiri
pada arah jam 02:00. Adanya edema aksila kiri. Bentuk payudara
simetri, payudara tanpa kerutan atau nipple discharge.

d. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan mammogram diagnostik dan biopsi aspirasi
hari ini belum ada.
Jika hasil laboratorium telah ada, Ny. K akan dilakukan
lumpectomy dengan diseksi kelenjar getah bening (parsial mastektomi).
Sebuah Drain Jackson-Pratt (JP) akan ditempatkan pasca operasi.

e. Terapi yang diberikan


Setelah operasi, baru akan diberikan terapi obat tamoxifen yang
diresepkan oleh dokter.

C. Penatalaksanaan
1. Pre Operatif
Menurut jurnal penelitian yang dilakukan oleh Lafci, Digdem dan
Oztunc, Gursel., pada tahun 2015 yang berjudul The Effect of Music on The

78

Sleep Quality of Breast Cancer Patients, menjelaskan mengenai intervensi


pengaruh musik terhadap kualitas tidur pada pasien kanker payudara. Musik
adalah metode yang paling efektif digunakan oleh perawat untuk
meningkatkan kualitas tidur pasien (Bouhairie et al, 2006 dalam Lafci,
Digdem dan Oztunc, Gursel. 2015).
Pasien diintervensikan untuk mendengarkan music antara jam 21.00
dan 01.00 pada malam hari untuk musik instrumental yang lembut, selama 1
minggu, kualitas tidur akan lebih baik dan lebih lama daripada mereka yang
tidak mendengarkan musik (Lafci, Digdem dan Oztunc, Gursel. 2015).
Manfaat dari terapi musik ini dapat mengurangi aktivitas sistem
saraf simpatik, mengurangi kecemasan, tekanan darah, jantung, pernapasan
dan memiliki efek positif pada kualitas tidur melalui relaksasi otot dan
gangguan dari pikiran, (Lafci, Digdem dan Oztunc, Gursel. 2015).
2. Post Operatif
Menurut jurnal penelitian yang dilakukan oleh Cho, Ho Soon
Michelle, et.al., pada tahun 2015 yang berjudul The Papilla Gown Comfort
Instrument for Use With Post Mastectomy Patients, menjelaskan mengenai
Gaun Papilla yang digunakan pada pasien post operasi mastektomi karena
kanker payudara. Papilla Gown adalah desain pakaian eksklusif yang
dikenakan segera setelah operasi mastektomi. Papilla Gown bertujuan untuk
meningkatkan rasa kenyamanan dan terlihat menarik. Nama "papilla gown"
berasal dari bahasa latin yang berarti "gaun payudara" dan dirancang
sebagai keamanan, aksesibilitas yang baik, dan dukungan untuk sistem
drainase. Selain itu, gaun tersebut memfasilitasi gerakan lengan,
kenyamanan, dan pengelolaan sistem drainase, (Cho, Ho Soon Michelle,
et.al. 2015).
Segera setelah mastektomi, banyak rumah sakit tidak menawarkan
pakaian yang sesuai dan mudah diakses sekaligus menarik. Gaun papilla
sepanjang lutut, terbuat dari 100% bahan katun, nyaman dipakai dan mudah
menggerakan lengan lebih. Gaun tersebut memberikan celah untuk
merekatkan selang drainase; perekat tersebut dapat dibuka dan ditutup, dan

79

kantong bagian depan menjadi tempat penampungan drainase (Cho & Paek
2006, Cho et al., 2008). Secara keseluruhan, gaun menawarkan penampilan
estetika yang baik sebagai baju tidur, baju rumah sakit dan menjaga privasi
pasien bila menggunakan sistem drainase, (Cho, Ho Soon Michelle, et.al.
2015).
Manfaat dari Papilla Gown antara lain memberikan privasi yang
baik mengenai baju rumah sakit, terdapat saku baju sebagai pengamanan
drains tanpa menggunakan pin, panjang gaun sampai kelutut, terbuat dari
100% bahan katun, mengurangi ansietas dan mengurangi rasa nyeri jika
kemungkinan selang drains tertarik, nyaman, lengan dapat bergerak,
terdapat varian warna dan ukuran, gaun dapat digunakan untuk tidur
ataupun bersantai setelah drains dilepas, (Cho, Ho Soon Michelle, et.al.
2015)

Gambar 18. Papilla Gown


(Sumber: Papilla Gown after mastectomy youtube.com)
.
Perawat melakukan perannya sebagai educator kepada pasien dan
memberikan

manfaat

penggunaan

Papilla

Gown

setelah

operasi

mastectomy; mendemonstrasikan bagaimana cara menggunakan Papilla


Gown; memberikan informasi mengenai pembelian Papilla Gown. Berikut
merupakan langkah-langkah untuk menggunakan Papilla Gown:

80

Pakianlah gaun dan biarkan kancing tetap membuka

Gambar 19. Langkah 1


(Sumber: Papilla Gown after mastectomy youtube.com)

Masukkan selang drain dan penampungan dari dalam gaun


melalui lubang atau celah.

Gambar 20. Langkah 2


(Sumber: Papilla Gown after mastectomy youtube.com)

Lewati lubang atau celah tersebut. Lalu menyelipkan tabung


drain dan penampungan tersebut (tidak terlihat).

81

Gambar 21. Langkah 3


(Sumber: Papilla Gown after mastectomy youtube.com)

Lewat selang drains dan penampungan dari gaun melalui


lubang atau celah di bagian bawah.

Gambar 22. Langkah 4


(Sumber: Papilla Gown after mastectomy youtube.com)

Masukankan penampung di kantong yang aman

Gambar 23. Langkah 5


(Sumber: Papilla Gown after mastectomy youtube.com)

Tutup atau rekatkan strips perekat untuk mengamankan sistem


drainase pada gaun.

82

Gambar 24. Langkah 6


(Sumber: Papilla Gown after mastectomy youtube.com)

Kancingkan baju tersebut.

Gambar 25. Langkah 7


(Sumber: Papilla Gown after mastectomy youtube.com)

83

1.

Analisa Data
Tabel. 5 Analisa Data Berdasarkan Kasus
Data-data
Etiologi

Masalah Keperawatan

(Sunjektif-Objektif)
DS :

Pembedahan

Nyeri akut

Klien mengatakan, 2 minggu yang


lalu benjolan dirasakan membesar

Mastektomi

sebesar kelereng yang terkadang


dirasakan sedikit nyeri disekitarnya
saat melakukan aktifitas berat ditangan

Luka insisi

kirinya.
DO :
Hasil pemeriksaan dikatakan
benjolan bulat tetap dengan batas

Pelepasan mediator kimia

Prostaglandin

tidak teratur teraba dikuadran luar

84

atas dari payudara kiri pada arah

Aktifasi nosiseptor

jam 2: 00.
Adanya edema aksila kiri.

Mekanisme neurotransmiter

Bentuk payudara simetris payudara


tanpa kerutan atau nipple dischrage

Impuls serabut saraf afferen

Potensial aksi

Proses konduksi

Sampai ke kornudorsalis

Melalui medulaspinalis

Diteruskan keotak

85

Ke korteks serabut sebagai intensitas nyeri

Nyeri akut
DS :
Klien mengatakan, mau pulang dulu

Risiko infeksi
KARSINOMA MAMMAE

dan tidak ingin dirawat karena tidak


ada yang menjaga dan mengasuh

Infiltrasi sel kejaringan sekitarnya

anak-anaknya dirumah , dan harus


bekerja karena suaminya tidak dapat
memenuhi kebutuhannya.

Memerlukan O2 dan nutrisi untuk


perkembangan tumor
Hipermetabolik

DO :
Jika hasil laboratorium telah ada

Pemecahan sumber energi berlebih terutama


protein

akan dilakukan lumpectomy


dengan diseksi kelenjar getah

Penurunan Albumin
86

bening ( parsial mastektomi ).


Sebuah drain jockson-partt (JP)

Penurunan Zat-zat pembentuk antibodi

akan ditempatkan pasca operasi


setelah operasi , baru akan

Penurunan Sistem imun

diberikan terapi obat tamoxifen.


RISIKO INFEKSI

DS :

KARSINOMA MAMMAE

Ansietas

Klien mengatakan, pada awal 2 bulan


lalu benjolan kecil sebesar biji kacang

Mempengaruhi kondisi psikologi emosional

tanah saat meraba payuda kirinya .


Do :

Klien bertanya tentang penyakitnya

Hasil pemeriksaan dikatakan


benjolan bulat tetap dengan batas

Respon Cemas

tidak teratur teraba dikuadran luar


atas dari payudara kiri pada arah
jam 2: 00.

ANSIETAS

87

Adanya edema aksila kiri.


Bentuk payudara simetris payudara

Peningkatan status hemodinamik

tanpa kerutan atau nipple dischrage


Perubahan status vital sign

DS :

Karsinoma mamae

Deficit pengetahuan

Klien mengatakan, pada saat


menyusui anaknya yang terakhir,
ASInya hanya keluar sebelah

Payudara kanan sering bengkak

payudaranya yang kanan dan sering


bengkak.saat bengkak,klien

Kurang pengetahuan tentang penyakitnya

mengompres dengan air dingin dan


hangat serta minum jamu.
DO :

Penanganan panyakit tidak efektif

Hasil pemeriksaan dikatakan


benjolan bulat tetap dengan batas

Deficit pengetahuan

88

tidak teratur teraba dikuadran luar


atas dari payudara kiri pada arah
jam 2: 00.
Adanya edema aksila kiri.
Bentuk payudara simetris payudara
tanpa kerutan atau nipple dischrage

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera biologis (Neoplasma).
2. Risiko infeksi berhubungan dengan infiltrasi tumor.
3. Ansietas berhubungan dengan pre oprati.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

89

3. Nursing Care Plan


Tabel. 6 Rencana Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus
No
1.

Diagnosa

NOC

Nyeri akut

Setelah dilakukan tindakan

berhubungan dengan

keperawtan selama 4 x 24

agen cidera biologis.

jam diharapkan nyeri klien


berkurang dengan kriteria
hasil :
Pain Control :

NIC

Rasional
Pain management

1. Monitor

penilaian

yang 1. Menentukan intervensi

komporhenshif dari rasa sakit

yang tepat dari

seperti

karakteristik nyeri yang

lokasi,

durasi

karakteristik,

frekuensi,kualitas,

intensitas atau keparahannyeri 2. Mengetahui respon


dan fraktor pencetus.

ketidaknyamanan klien

2. Amati keluhan nonverbal dari

klien rasakan

dari ekspresi dan

Nyeri berkurang skala 3

ketidaknyamanan, terutama jika

(1-10)

klien tidak dapat berkomunikasi 3. Mengatasi nyeri yang

Dapat mengontrol nyeri

secara efektif.

Pain Level :

3. Kolaborasi

prilaku klien

dirasa dengan terapi


dengan

dokter

farmakologi

pemberian anlagetik yang sesuai 4. Menggunakan

Mengontrol nyeri

Tidak meringis

secara kontroler.
4. Ajarkan

penggunaan

alternatif lain selain


tekhnik

menggunakan obat

90

Tidak gelisah

nonfarmaklogi
hipnosis,

misalnya: 5. Mendukung upaya

relaksasi,

terapi

aktivitas dan terapi music.

peningkatkan
kenyamanan klien

5. Kontrol faktor lingkungan yang


dapat

mempengaruhi

respon

klien terhadap ketidaknyamanan


misalnya

suhu

kmar,

pencahayaan dan kebisingan.

2.

Resiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan


faktor risiko infeltrasi

keperawatan selama 3 x 24

tumor

jam diharapkan risiko


infeksi dapat hilang dengan
kriteria hasil:
Risk Detection

Infection control
1. Instrusikan

Infection control
klien

mengidentifikasi

1. Meningkatkan

menggunakan tekhnik cuci

terjadinya faktor

tangan

infeksi yang baru

yang

sesuai

langkah.
2. Ajarkan klien dan kelurga
untuk

Dapat

untuk

bagaimana

menghindari infeksi.
3. Bantu

klien

untuk

2. Mencegah
terjadiny infeksi
yang berlanjut

91

potensial resiko

mempersiapkan

Dapat memonitor

yang

status kesehatan

tindakan prosedur invasif

kecemasan yang

umum

atau pembedahan.

terjadi pada klien

Dapat mengetahui

akan

daerah
dilakukan

4. Ajarkan klien dan kelurga

pengetahuan riwayat

tentang tanda dan gejala

keluarga

infeksi dan kapan

Dapat berpartisipasi

melaporkannya.

dalam screening yang


direkomendasikan

3. Mengurangi

harus

5. Kolaborasi dengan dokter


peberian

obat

antibotik

4. Mencegah
terjadinya
komplikasi dari
infeksi yang terjadi

yang telah ditentukan.


5. Mengurangi
infeksi yang
terdapat pada klien
3.

Ansietas b.d pre

Setelah dilakukan tindakan

opertatif

keperawatan selama 2 x 24

Anxiety Reduction

Anxiety Reduction

jam diharapkan Ansietas


dapat terkontrol dengan

4. Monitor

status

nadi,suhu,respirasi

tekanan

darah,

1. Mengetahui
adanya perubahan

92

kriteria hasil:

hemodinamik yang
terjadi pada klien

Knowledge : disease process

Dapat
mendeskripsikan
proses penyakit

Dapat
mendeskripsikan dari
faktor penyebab
penyakit

Dapat

2. Mengetahui
5. identifikasi

perubahan

tingkat

kecemasan klien

kecemasan yang

6. identifikasi situasi yang memicu


kecemasan
7. instruksikan

adanya status

terjadi
3. Mengetahui

pasien

mengambil keputusan

untuk

penyebab yang
memicu terjadinya
kecemasan
4. Memberi kepastian

mendeskripsikan

dalam memberi

tanda dan gejala dari

tindakan invasif

penyakit
Knowledge : treatment
procedure

Dapat menjelaskan
prosedur tindakan

93

Dapat menjelaskan
tujuan tindakan

Merunjukan sikap
dan tindakan yang
mendukung prosedur
tindakan

4.

Defisit pengetahuan

Setelah dilakukan tindakan

b.d kurangnya

keperawatan selama 2 x 24

informasi

jam diharapkan deficit


pengetahuan dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
Knowledge : health
promotion

Dapat meningkatkan
perilaku kesehatan

Pengelolaan strategi

Health education

Health education

4. Tentukan tentang pengetahuan


kesehatan,

gaya

hidup

dan

perilaku klien dan keluarga

1. Mengetahui sejauh
mana pengetahuan
klien tentang hidup
sehat

5. Identifikasi

tujuan

tentang

program pendidikan kesehatan

2. Agar klien dapat


melakukan gaya
hidup sehat sesuai
informasi yang
telah diberi
3. Mengetahui faktor

94

stress

penyebab

Knowledge : health behavior

Dapat mengelola
strategi stress

Pola tidur normal


seperti kebiasaan

terjadinya prilaku
sehat pada klien.
6. Identifikasi faktor internal atau
eksternal

yang

dapat

meningkatkan atau mengurangi


motivasi untuk perilaku sehat

(Bluechek, G. M. Et al. 2014, Herdman, T. Heather. 2014, Moorhead, sue, et al. 2014)

95

1. Analisa Kesenjangan Teori dengan Kasus


Setelah memahami teori tentang ca.mamae pada makalah ini,
maka dapat diketahui terdapat beberapa kesenjangan teori dengan kasus.
Misalnya, karena pada kasus tersebut telah ditentukan bahwa
stadiumnya ialah pada IIIa yang pada karakteristiknya sama dengan
keluhan-keluhan yang terdapat dalam kasus. Tetapi hal yang menjadi
kesenjangan ialah, pada teori tidak dijelaskan mengenai adanya nyeri,
sedangkan pada kasus klien mengeluhkan sedikit nyeri disekitar
payudara saat melakukan aktifitas berat di tangan kirinya, nyeri tersebut
dirasa sejak benjolan tersebut dirasakan membesar sebesar kelereng.

96

BAB V
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Ca mammae (kanker payudara) adalah tumor ganas yang berasal dari
kelenjar payudara. Termasuk saluran kelenjar air susu dan jaringan
penunjangnya yang tumbuh infiltratif, destruktif, serta dapat bermetastase.
Setiap orang di dunia ini memiliki resiko untuk terkena kanker payudara,
walaupun wanita lebih berresiko daripada laki-laki. Olehkarena itu, sangat
diperlukan pencegahan dini dimulai dari diri sendiri denganSADARI,
memperbaiki pola makan/gizi dan gaya hidup/lifestyle.

B.

Saran
1.

Bagi Masyarakat
Bagi setiap wanita dan laki-laki hendaknya menjaga kesehatan
dengan mengurangi atau menjauhi faktor risiko yang bisa menyebabkan
ca mammae dan menjaga/memperbaiki pola makan/gizi serta gaya
hidup.Pencegahan hendaknya dilakukan sejak dini, sebab kebanyakan
kanker payudara berkembang dalam jangka waktu yang lama, dan
sering kali terlambat dideteksi karena jarang munculnya gejala pada
stadium awal. Dalam proses promotif, preventif dan protektif ini
hendaknya ada kerjasama antara individu, keluarga, masyarakat, dan
pemerintah serta komponen lainnya demi menurunkan prevalensi di
Indonesia mengingat kemungkinan keciluntuk sembuh total jika sudah
terkena penyakit ini.

2.

Bagi Mahasiswa
Dapat dijadikan sebagi media untuk menerapkan teori-teori
keperawatan mengenai ca mammae yang telah didapatkan untuk
diberikan pada klien dengan ca mammae.

97

3.

Bagi Institusi Pendidikan


Dapat bermanfaat dalam pembelajaran, khusunya pada tahap
evaluasi

keperawatan

maternitas

yang

mempelajari

kesehatan

reproduksi dengan ca mammae sehingga dapat membantu dalam


mengaplikasikannya di praktik keperawatan klinik.
4.

Bagi Pelayanan Kesehatan


Diharapkan dapat memberikan pelayanan yang paripurna
dengan tidak hanya berfokus kepada pelayanan klien saja akan tetapi
persiapan perawatan pasien pulang dengan melibatkan keluarga dalam
menanganinya.

98

FAKTOR PREDIS POSISI


Faktor Genetika
Terdapat BRCA (Gen
Susespitilitas Ca. payudara

Faktor Hormonal
(Endokrin)

Faktor Lingkungan

Menarche dini Usia <


12 tahun

Menggunakan
kontrasepsi oral (KO)

Pemajanan lama
terhadap Radiasi

Gaya hidup tidak


sehat (merokok)

Perubahan siklus
menstruasi ovulatorik

Ketidakseimbangan
hormonal

Merusak mitokondria
sel P45O

Dalam waktu lama


penyerapan tar dalam tubuh

Peningkatan reseptor
estrogen dan progesteron

Akumulasi sel lemak


pada jaringan payudara

Bersifat
karsinogenik

Aktivasi interaksi antar


hormon di sirkulasi

Peningkatan produksi
aromatase

Multiplikasi dan
migrasi sel kanker

Aktivasi Onkogen
Multiplikasi dan
migrasi sel kanker
Peningkatan karsinogenesis
dan kanker payudara

Kelebihan estrogen
endogen
Peningkatan kadar
aromatase
Peningkatan kadar
androstenedion dan testosteron
Mengubah menjadi
estrogen esteron
Kemudian menjadi
estradiol
Perkembangan jaringan
stroma payudara
Pertumbuhan sistem
duktus yang luas

Merangsang reseptor
hormon di sel kanker dan
GF autokrin
Peningkatan
perkembangan tumor
secara progresif

Peningkatan estrogen
dan endogen
Peningkatan produksi
epitel
Aktivasi onkogen

Peningkatan perkembangan
tumor secara progresif

KARSINOGEN
Kerusakan dan transformasi
proonkogen dan supressor gen
Perubahan dalam cetakan
protein nukleat
Terbentuk protein nukleat
yang abnormal
Terjadi kekeliruan
transripsi dan tranlasi gen

INISIASI

PROMOSI

PROGRESI

Karsinogen bereaksi
dengan DNA

Peningkatan reaksi
karsinogen

Mutasi di dalam
genom sel

Ampifikasi gen dan


copy mitipel gen
Merubah
ekspresi gen

Adanya promotor
TPA dan RPA

Aktivasi onkogen Pertumbuhan gen yang


pembantu pertumbuhan mengatur appotosis

Inaktivasi gen
supresor kanker

Ekspresi gen menjadi


hiperplasia induksi enzim,
induksi differensiasi
Ekspresi produk gen yang sudah
berubah dan hilangnya produk
gen regulator
Ekspansi kolonial
Mutasi gen secara
progresif
Heterogenitas

Kurangnya pengetahuan
tentang penyakit
KARSINOMA
MAMMAE
Mempengaruhi kondisi
psikologi emosional
1

Penanganan Ca
Mammae

Infiltrasi sel kejaringan


sekitarnya

Klien bertanya tentang


penyakitnya

Respon Cemas
ANSIETAS

Deficit pengetahuan

Penyebaran melalui limfe


Memerlukan O2 dan nutrisi

Infiltrasi pada

dan pembuluh darah

untuk perkembangan tumor

Aliran O2 ke
seluruh tubuh

Hipermetabolik

Pemecahan
sumber energi
berlebih terutama
protein

Albumin

membran basal

Metabolisme
anaeorob
Zat-zat
pembentuk
antibodi
Sistem imun

Produksi ATP untuk


menghasilkan energi
INTOLERANSI
AKTIVITAS

Pembengkakan
kelenjar getah
bening di aksila
Aliran limfe
tersumbat di
ekstremitas atas

Hiperplasia sel-sel

Metastase ke
organ sekitar
Ke paru-paru
Infiltrasi tumor ke
jaringan paru

Edema pada
tangan
Klien malu
dengan
kondisinya

Gangguan
ekspansi paru
Adaptasi tubuh:
hiperventilasi

Mendesak
pembuluh darah

Tumor semakin

kulit payudara

membesar

Perfusi ke kulit

Mendesak ujung-ujung

sekitar payudara

saraf bebas

Ulkus

Nyeri hingga

Berat badan
GANGGUAN
CITRA TUBUH

RISIKO INFEKSI

Perawatan luka tidak


adekuat

bertahun-tahun

POLA NAFAS
TIDAK EFEKTIF

Terbukanya KERUSAKAN
barrier tubuh
INTEGRITAS
KULIT

NYERI
KRONIS

Penanganan Ca.
1

mammae

Pembedahan

Masektomi parsial

Pengangkutan jaringan luas


sampai dengan kulit

Terdapat luka
operasi

Non Pembedahan

Terapi radiasi dengan


sinar X dan gamma

Masektomi total
Pengangkatan tumor
dan payudara

Klien hidup
dengan 1 atau
tanpa payudara

Luka insisi

NYERI
AKUT

Pelepasan mediator
kimia

Dipersepsikan
Nyeri

Prostaglandin

Kemoterapi

Obat-obat kemoterapi
menghambat sinteis
DNA sel kanker dan selsel yang aktif membelah

Membunuh sel-sel yang


berpoliferasi cepat

Ke korteks serabut
sebagai intensitas nyeri

Aktivasi nosiseptor
Barrier pertahanan
tubuh terbuka

Perawatan tidak
adekuat

RISIKO
INFEKSI

Diteruskan ke otak
Klien malu dengan
keadaan tubuhnya

GANGGUAN
CITRA TUBUH

Mekanisme
neurotransmiter
Impuls serabut saraf
afferen
Potensial aksi

Melalui medula
spinalis
Kornu dorsalis

Pada sel-sel di sumsum yang


aktif membelah juga
dihambat

Pada sel-sel rambut yang


aktif membelah juga
dihambat

Supresi sumsum
tulang

Rambut menjadi
rapuh &
pertumbuhan
terhambat

Pada sel epitel kulit


yang aktif yang
membelah juga
dihambat
Deskuamasi
kulit

Mukosa GI yang aktif


membelah juga dihambat

Mempengaruhi mukosa
lambung

Lambung stres
Produksi
leukosit
menurun

Produksi
RBC
menurun

Produksi
trombosit
menurun

Rambut menjadi
rontok bahkan
sampai botak

KERUSAKAN
INTEGRITAS
KULIT
Mempengaruhi pusat
mual muntah di
hipotalamus

Klien malu dengan


keadaan rambutnya

Sistem
antibody
menurun

RISIKO
INFEKSI

GANGGUAN
CITRA TUBUH

Mempengaruhi lambung
untuk meningkatkan
produksi HCL

Anda mungkin juga menyukai