Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH SERTIFIKASI DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP

PROFESIONALISME GURU MI DI KEMENAG KABUPATEN BATANG


PENGARUH SERTIFIKASI DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP
PROFESIONALISME GURU MI
DI KEMENAG KABUPATEN BATANG

PROPOSAL TESIS

OLEH:
Mukh Khusnaini
NPM. 13510029

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2014

A. Latar Belakang
1. Alasan Pemilihan Judul
Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP No. 19 Tahun 2005), menetapkan delapan Standar
yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pendidikan. Kedelapan standar yang dimaksud
meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan
standar penilaian pendidikan. Salah satu standar yang dinilai langsung berkaitan dengan mutu
lulusan yang diindikasikan oleh kompetensi lulusan adalah standar pendidik dan tenaga
kependidikan. Ini berarti bahwa untuk dapat mencapai mutu lulusan yang diinginkan, mutu
tenaga pendidik (guru), dan tenaga kependidikan (kepala sekolah, pengawas, laboran,
pustakawan, tenaga administrasi, pesuruh) harus ditingkatkan.
Perubahan arah kebijakan tentang guru dan dosen di Indonesia telah membawa sejumlah
angina perubahan yang berarti dan penting bagi mereka, terutama menyangkut persoalan
profesionalitas. Setiap sekolah dalam hal ini para pengelola dan gurunya pasti telah mencoba
dengan berbagai macam cara yang kreatif untuk menerjemahkan kebijakan pemerintah demi
pengembangan para gurunya. Tentu saja demi kepentingan ini yang diperlukan oleh setiap
lembaga sesungguhnya adalah perlunya penekanan pada aspek open manajemen dan penyediaan
infrastruktur dan suprastruktur yang memungkinkan para guru bias leluasa dan merasa tertantang
untuk selalu meningkatkan profesionalitasnya. Keluwesan kultural dan structural setiap lembaga
sekolah sangat memainkan peran yang cukup signifikan dalam kerangka memberi penyadaran
para guru untuk selalu berinovasi dalam setiap aspek pendidikan.
Sikap inovasi seperti ini, sangat perlu dilakukan oleh setiap guru sebagai bentuk
kewajiban melakukan peningkatan pada standar kompetensi, baik pada aspek penguasaan bidang
studi, pemahaman peserta didik, meliputi pemahaman karakteristik peserta didik dan tahapan
perkembangannya dalam aspek intelektual, personal dan spiritual. Serta tak kalah penting adalah
pengembangan kepribadian dan keprofesionalan seorang guru, termasuk pada aspek ini adalah
pengembangan intuisi keagamaan, kebangsaan yang religious dan berkepribadian, pemilikan
sikap dan kemampuan mengaktualisasikan diri serta mengembangkan profesionalisme
kependidikan (Syamsul Maarif. 2011: viii).
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UU RI No 14 Tahun 2005
Guru dan Dosen).
Guru merupakan unsur sumber daya yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan di
sekolah, karena guru merupakan unsur manusiawi yang sangat dekat hubungannya dengan siswa
dalam upaya pendidikan sehari-hari di sekolah. Adapun penanggung jawab keterlaksanaan
proses pembelajaran di kelas adalah guru. Pemberdayaan terhadap mutu guru perlu dilakukan
secara terus menerus, dan berkelanjutan. Hal tersebut tentu tidak lepas dari unsur manajemen
kelas.
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen (UU RI No
14 Tahun 2005 Guru dan Dosen). Landasan pelaksanaan sertifikasi guru adalah Undang-Undang
RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Syamsul Maarif. 2011: 21).
Pelaksanaan sertifikasi guru dapat dilaksanakan melalui uji kompetensi maupun
pemberian sertifikat langsung. Pemerintah telah mengaturnya dalam PERMENDIKNAS Nomor
10 Tahun 2009 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Sebagai penjabaran dari Peraturan
Pemerintah No. 74 Tahun 2008 (Syamsul Maarif. 2011: 21).
Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh
sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi kerja biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat
dan lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya
(Pandji Anoraga, 2014: 35).
Seseorang akan memiliki motivasi tinggi apabila kebutuhannya terpenuhi, baik
kebutuhan lahir maupun batin. Dengan tingginya motivasi kerja, seseorang akan berusaha
melaksanakan pekerjaan dengan maksimal. Dengan motivasi kerja tinggi, maka para guru akan
terdorong untuk bekerja semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau

norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU RI No 14 Tahun 2005 Guru dan
Dosen).
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga
professional dibuktikan dengan sertifikat pendidik (UU RI No 14 Tahun 2005 Guru dan Dosen).
Guru professional adalah guru yang memiliki kemampuan penguasaan terhadap materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik
memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan (PP No. 19 Tahun 2005).
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi pedagogik; Kompetensi kepribadian;
Kompetensi profesional; dan Kompetensi social (PP No. 19 Tahun 2005). Dengan demikian
guru professional sebagaimana dinyatakan oleh Piet A. Sahertin (1994: 29-30) adalah seorang
yang memiliki makna alhi (expert), tanggungjawab (responsibility) baik tanggungjawab
intelektual, tanggungjawab moral serta memiliki rasa kesejawatan (Syamsul Maarif. 2011: 21).
Kemampuan profesional guru adalah kemampuan dalam melaksanakan tugas, yang
dibekali dengan Kompetensi (kemampuan dasar). Direktorat Pendidikan Dasar (1994)
mengembangkan lima kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap guru sekolah dasar,
antara lain : (1) penguasaan kurikulum; (2) penguasaan materi setiap mata pelajaran; (3)
penguasaan metode dan teknik evaluasi; (4) komitmen terhadap tugas; (5) disiplin dalam arti
luas. Kemampuan profesi adalah salah satu unsur penunjang bagi guru dalam mewujudkan
prestasi kerja (kinerja). Kinerja diartikan sebagai ukuran kerja (performance), pelaksanaan kerja,
pencapaian kerja atau hasil kerja atau unjuk kerja atau penampilan kerja (L.A.N, 1992). Prestasi
kerja yang baik dapat dipengaruhi oleh kecakapan dan motivasi, kecakapan tanpa motivasi atau
motivasi tanpa kecakapan tidak akan menghasilkan keluaran yang tinggi (Sedarmayanti, 2001)
dalam Tesis Sumarno (2009: 2-3).
Guru yang professional adalah syarat mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar bagi
peningkatan dan perbaikan kualitas pendidikan. Sebab seorang disebut professional apabila dia
memiliki keahlian (expertise) dan mempunyai kualifiksasi personal yang bisa diwujudkan dalam
bentuk kompetensi dan kemampuan yang didukung oleh kepemilikan pengetahuan,
keterampilan, kepribadian dan lain-lain. Sehingga pelaksanaan tugasnya dapat terukur, jelas dan
dapat dipertanggungjawabkan kebenaran serta keberhasilannya.
Dengan demikian Guru Profesional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri
dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
Glickman (1981) menegaskan bahwa seorang akan bekerja secara professional bilamana
orang tersebut memiliki kemampuan (ability) dan kinerja. Maksudnya adalah seseorang akan
bekerjasama professional bilamana memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan
hati untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya. Seorang guru dapat dikatakan professional bila
memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level of
commitment) Tesis (Sumarno. 2009: 2).
Kesadaran pengembangan setiap guru untuk lebih professional seperti ini mutlak
dilakukan. Sebab pekerjaan guru bukanlah pekerjaan yang sembrono dan bisa dilakukan oleh
sembarang orang. Melainkan guru adalah sebuah profesi yang menuntut keahlian tertentu dan
khusus, meminjam ungkapan James M. Cooper dalam buku Classroom Teaching Skill; A
Teacher is person charged with the responsibility of helping others to learn and to behave in new
different ways. Oleh karenanya, seorang guru dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensi
dan keahliannya agar benar-benar menjadi guru yang ahli dan professional (Syamsul Maarif.
2011: ix).
Dalam interaksi saya dengan sesama kolega guru MI di Kabupaten Batang, saya masih
mendapati guru yang bekerja kurang professional, kurangnya keprofessionalan guru terlihat di
mana masih kurangnya upaya para guru dalam mempersiapkan rencana pembelajaran yang
sesuai, kurangnya keinginan untuk meningkatkan kompetensi diri, seringnya absen mengajar
karena alasan yang kurang penting. Karena itu saya harus mencari faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi professionalisme guru. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi
professional guru, salah satu faktor tersebut adalah dengan mengikutsertakan guru dalam
program sertifikasi, dengan mengikuti program sertifikasi guru, diharapkan para guru akan
bekerja lebih professional.
Di samping mengikutsertakan guru dalam program sertifikasi, seorang guru juga perlu
memiliki motivasi kerja yang tinggi, dengan memiliki motivasi kerja yang tinggi seorang guru
akan bekerja dengan professional. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, bahwa seorang guru
dikatan professional apabila memiliki kemampuan tinggi dan motivasi kerja tinggi, dengan
mengikutsertakan guru dalam program sertifikasi, diharapkan akan memberikan dorongan
motivasi kerja yang tinggi.
Motivasi kerja mempunyai peran penting dalam pencapaian tujuan sekolah. Masalah
kerja menjadi sorotan bagi orang banyak, kerja seorang pemerintah akan dirasakan oleh

2.

masyarakat, dan kerja guru akan dirasakan oleh peserta didiknya atau orang tua walinya. Maka
guru harus benar-benar kompeten di bidangnya, memiliki motivasi tinggi dan juga harus bisa
mengabdi secara optimal dan bertanggungjawab.
Para guru madrasah ibtidaiyah di kabupaten batang yang sudah bersertifikasi terus
melakukan peningkatan kualitasnya sehubungan dengan professionalitasnya, seperti dengan
membuat perencanaan pembelajaran, dan terus meningkatkan prospek kerjanya. Namun ada
beberapa guru yang sudah mengikuti pelatihan sertifikasi, sepulang dari pelatihan, guru tersebut
kembali ke keadaan yang seperti dulu. Tak jarang guru yang sudah sertifikasi belum
meningkatkan kualitas kerjanya secara maksimal, bahkan belum membuat perubahan prospek
kerjanya menjadi seorang yang professional. Hal itu sangat disayangkan, sebetulnya seorang
guru yang sudah sertifikasi hendaknya mampu menjadi inspirasi untuk meningkatkan motivasi
kerjanya sehingga bisa mencapai keprofesionalannya dan bisa memberikan contoh bagi guru
lain.
Berangkat dari latar belakang di atas maka peneliti ingin mengetahui apakah program
pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Kabupaten Batang sudah berjalan sesuai dengan standar
yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu dengan menunjukkan adanya peningkatan profesonalisme
guru sebagai dampak dari sertifikasi dan motivasi kerja guru, mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian dengan mengangkat judul Pengaruh Sertifikasi dan Motivasi Kerja Guru
Terhadap Profesionalisme Guru Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Batang, hal ini dilakukan
untuk membuktikan apakah sertifikasi dan motivasi kerja guru berpengaruh terhadap
profesionalisme guru.
Batasan Masalah Penelitian
Berdasarkan fenomena yang dipaparkan sebelumnya, dan dari uraian pada latar belakang
peneliti di atas, inti kajian penelitian ini adalah motivasi kerja guru. Ada banyak faktor yang
dapat mempengaruhi motivasi kerja guru seperti faktor internal antara lain profesional guru dan
faktor eksternal yang antara lain sertifikasi guru. Dengan kata lain penelitian ini dibatasi dengan
masalah:
a. Pengaruh sertifikasi terhadap profesionalisme guru madrasah ibtidaiyah,
b. Pengaruh motivasi kerja guru terhadap profesionalisme guru,
c. Pengaruh sertifikasi dan motivasi kerja guru terhadap profesionalisme guru.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, peneliti mencoba meneliti apakah sertifikasi
dan motivasi kerja guru bersama-sama berpengaruh terhadap profesionalisme guru. Penelitian ini
diharapkan dapat memperjelas dan menguak seberapa besar pengaruh sertifikasi dan motivasi
kerja guru terhadap profesionalisme guru. Penelitian ini dibatasi pada upaya untuk menganalisis
dan mengungkap pengaruh sertifikasi dan motivasi kerja guru terhadap profesionalisme guru
madrasah ibtidaiyah kabupaten batang Secara lebih rinci pokok permasalahan di atas dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
a. Seberapa besar pengaruh antara sertifikasi guru terhadap profesionalisme guru madrasah
ibtidaiyah di Kabupaten Batang?
b. Seberapa besar pengaruh antara motivasi kerja guru terhadap profesionalisme guru madrasah
ibtidaiyah di Kabupaten Batang?
c. Seberapa besar pengaruh antara sertifikasi dan motivasi kerja guru terhadap profesionalisme
guru madrasah ibtidaiyah di Kabupaten Batang?
4. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini untuk mengungkapkan pengaruh sertifikasi dan motivasi
kerja guru terhadap profesionalisme guru madrasah ibtidaiyah di Kabupaten Batang. Tujuan
khusus dari penelitian ini adalah :
a. Menganalisis pengaruh antara sertifikasi guru, terhadap profesionalisme guru madrasah
ibtidaiyah di Kabupaten Batang.
b. Menganalisis pengaruh antara motivasi kerja guru terhadap profesionalisme guru madrasah
ibtidaiyah di Kabupaten Batang.
c. Menganalisis pengaruh antara sertifikasi dan motivasi kerja guru secara bersama-sama
terhadap profesionalisme guru madrasah ibtidaiyah di Kabupaten Batang.
5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis.
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teori, minimal menguji teori-teori
tentang manajemen pendidikan yang berkaitan dengan sertifikasi guru, motivasi kerja guru dan
profesionalisme guru.
b. Manfaat praktis
1) Kemenag Kab. Batang
Dengan adanya penelitian ini diharapkan Kemenag Kabupaten Batang dapat memanfaatkannya
sebagai bahan acuan dalam menentukan kebijakan lebih lanjut dalam kaitannya dengan
keberadaan dan kelangsungan program belajar mengajar di

Kabupaten Batang.
2) Madrasah
Dengan adanya penelitian ini diharapkan kepada para pemangku kebijakan MI di Kabupaten
Batang, baik itu yang berasal dari unsur sekolah maupun dari luar sekolah seperti Komite
Sekolah dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan acuan maupun bahan evaluasi
serta penyempurnaan dari kebijakan yang telah dan akan diambil, khususnya dalam
hubungannya dengan layanan akademik maupun non akademik, baik itu bagi siswa, guru, kepala
sekolah, institusi maupun masyarakat yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam
proses pendidikan di sekolah.
3) Guru
Dengan adanya penelitian ini diharapkan guru MI di Kabupatem Batang akan dapat
meningkatkan motivasi kerja dan profesionalitasnya dalam melaksanakan aktivitas belajar
mengajar.
B. KAJIAN PUSTAKA
1. Profesionalisme Guru
Tri Suyati, dkk (Profesi Keguruan, 2009) professional adalah sifat yang terkait dengan
profesi. Dengan demikian guru professional adalah guru yang memiliki sifat, ciri-ciri, atau
karakter sesuai dengan jabatan profesinya.
Profesionalisme guru dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualifikasi
pendidikannya (menjadi terdidik) dan kemampuannya (menjadi terlatih), sehingga mencapai
standar atau kriteria ideal yang telah ditetapkan. Untuk guru, sesuai dengan UU No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, standar atau kriteria guru professional adalah yang memiliki
kualifikasi pendidikan S-1/D-IV dan memiliki sertifikat pendidik. Jadi, profesioanlisme guru
berarti proses menjadikan guru berkualifikasi pendidikan S-1/D-IV dan memiliki sertifikat
pendidik. Kualifikasi pendidikan S-1/D-IV ditandai dengan Ijazah, yang diperoleh melalui
pendidikan, sedang sertifikat pendidik dapat diperoleh melalui sertifikasi. Dengan demikian
profesionalisme guru dapat diperoleh melalui pendidikan dan sertifikasi. Pada dasarnya
pendidikan dan sertifikasi guru itulah yang disebut dengan pendidikan profesi bagi guru. Jadi
singkatnya profesionalisme guru dilaksanakan dengan pendidikan profesi (Tri Suyati, dkk, 2009:
11-12).
Profesionalisme guru berasal dari istilah profession yang memiliki arti pekerjaan yang
memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Hal ini
mengindikasikan sesungguhnya pengangkatan guru tidak boleh dilakukan secara serampangan
dan gegabah (Syamsul Maarif, 2011: 37).
Professional berasal dari kata profesi yang mempunyai makna menunjuk pada suatu
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan pada pekerjaan
itu (Suparlan, 2002: 71) dalam Tesis Isdiana (2013: 31).
Tesis Isdiana (2013: 32-33) Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang dan menjadi sumber kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU RI No 14 Tahun
2005 Guru dan Dosen). Dari pengertian di atas seorang guru yang profesional harus memenuhi
empat kompetensi guru yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor
14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yaitu:
a. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang meliputi:
1) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi
ajar;
2) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;
3) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;
4) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari;
5) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan
budaya nasional.
b. Kompetensi kepribadian, yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: 1) mantap; 2)
stabil; 3) dewasa; 4) arif dan bijaksana; 5) berwibawa; 6) berakhlak mulia; 7) menjadi teladan
bagi peserta didik dan masyarakat; 8) mengevaluasi kinerja sendiri; 9) mengembangkan diri
secara berkelanjutan.
c.
Kompetensi profesional, yaitu merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam yang meliputi: 1) konsep, struktur, dan metoda
keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; 2) materi ajar yang ada
dalam kurikulum sekolah; 3) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; 4) penerapan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; 5) kompetisi secara profesional dalam
konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
d. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat
untuk: berkomunikasi lisan dan tulisan; menggunakan teknologi komunikasi dan informasi

secara fungsional; bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Menurut Moh Ali, (1985) dalam Kunandar, (2007: 47) suatu pekerjaan professional
memerlukan persyaratan khusus, yakni:
1. Menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang
mendalam;
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya;
3. Menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai;
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya;
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
Selain persyaratan di atas, Usman menambahkan, yaitu (1) memiliki kode etik, sebagai
acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya; (2) memiliki klien atau objek layanan yang
tetap, seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan muridnya; (3) diakui oleh masyarakat karena
memang diperlukan jasanya di masyarakat (Usman, 2005 dalam Kunandar, 2007: 47).
Profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan
kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang, suatu kewenangan dan keahlian
dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang (Kunandar,
2007: 46).
Guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang
ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode.
Guru profesional adalah guru yang mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya
terhadap peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara dan agama dengan keahlian yang
dimilikinya untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Surya dalam Kunandar (2007: 48), berpendapat bahwa profesionalisme guru
mempunyai makna penting, yaitu:
1. Profesionalisme memberikan jaminan perlindungan kepada kesejahteraan masyarakat umum;
2. Profesionalisme guru merupakan suatu cara untuk memperbaiki profesi pendidikan yang
selama ini dianggap oleh sebagian masyarakat rendah;
3. Profesionalisme memberikan kemungkinan perbaikan pengembangan diri yang
memungkinkan guru dapat memberikan pelayanan sebaik mungkin dan memaksimalkan
kompetensinya.
Kualitas profesionalisme ditunjukkan oleh lima sikap, yakni: (1) keinginan untuk menampilkan
perilaku yang mendekati standar ideal; (2) meningkatkan dan memelihara citra profesi: (3)
keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan professional yang dapat
meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilan; (4) mengejar kualitas
dan cita-cita dalam profesi: dan (5) memiliki kebanggaan terhadap profesinya (Kunandar, 2007:
48).
Dengan profesionalisme guru, maka guru masa depan tidak tampil lagi sebagai pengajar
(teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, tetapi beralih sebagai pelatih (coach),
pebimbing (Counselor), dan manajer belajar (learning manager). Sebagai pelatih seorang guru
akan berperan seperti pelatih olahraga. Ia mendorong peserta didik untuk menguasai alat belajar,
memotivasi peserta didik untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya, dan
membantu peserta didik menghargai nilai belajar dan pengetahuan. Sebagai pembimbing atau
konselor, guru akan berperan sebagai sahabat pesert didik, menjadi teladan dalam pribadi yang
mengundang rasa hormat dan keakraban dari peserta didik. Sebagai manajer belajar, guru akan
membimbing peserta didiknya belajar, mengambil prakarsa dan mengeluarkan ide-ide baik yang
dimilikinya. Dengan ketiga peran guru ini, peserta didik diharapkan mampu mengembangkan
potensi dirinya dan mendorong adanya penemuan keilmuan maupun teknologi yang inovatif
sehingga para peserta didik mampu bersaing dalam masyarakat global (Kunandar, 2007: 50-51).
Menurut ngalim purwanto dalam Kunandar (2007: 51), profesionalisme guru berarti
seorang guru harus mengembangkan dan memiliki sikap-sikap:
1. Adil,
2. Percaya dan suka kepada peserta didiknya,
3. Sabar dan rela berkorban,
4. Memiliki wibawa di hadapan peserta didik,
5. Penggembira,
6. Bersikap baik terhadap guru lainnya,
7. Bersikap baik terhadap masyarakat,
8. Menguasai mata pelajaran,
9. Suka dengan mata pelajaran yang diberikan,
10. Berpengatahuan luas.
Dalam sebuah perencanaan pengembangan profesionalisme guru di madrasah atau sekolah
terlebih dulu melakukan perbaikan dan pengembangan menuju kepada sekolah yang
didambakan, seorang kepala sekolah harus mendiagnosa terlebih dahulu untuk mengetahui betu

kondisi yang terjadi, terutama problematika yangs edang dihadapi baru kemudian melakukan
perencanaan yang matang demi suatu pengembangan madrasah atau sekolah tersebut (Syamsul
Maarif, 2011: 36).
Menurut Houton dalam (Arifin, 2000: 105 dalam Syamsul Maarif, 2011: 37), terdapat
sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh seorang yang mempunyai professional yaitu:
1. Harus dapat memenuhi kebutuhan social berdasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah yang dapat
diterima oleh masyarakat dan prinsip-prinsip itu telah benar-benar well-established.
2. Harus diperoleh melalui latihan kultural dan professional yang cukup memadai.
3. Menguasai perangkat ilmu pengetahuan yang sistematis dan spesialisasi (kekhususan).
4. Harus dapat membuktikan skill yang diperlukan oleh masyarakat.
5. Memenuhi syarat-syarat penilaian terhadap penampilan dalam pelaksanaan tugas dilihat dari
segi waktu dan cara kerja.
6. Harus dapat mengembangkan teknik-teknik ilmiah dari hasil pengalaman yang teruji.
7. Merupakan tipe pekerjaan yang memberikan keuntungan yang hasilnya tidaj dibakukan
berdasarkan penampilan dan elemen waktu.
8. Merupakan kesadaran kelompok yang dipolakan untuk memperluas pengetahuan yang
ilmiah menurut bahasa teknisnya.
9.
Harus mempunyai kemampuan sendiri untuk tetap berada dalam profesinya selama
hidupnya, dan tidak menjadikan profesinya sebagai batu loncatan ke profesi lainnya.
10. Harus menunjukan kepada masyarakat bahwa anggota-anggota profesionalnya menjunjung
tinggi dan menerima kode etik profesionalnya.
Dalam usaha pengembangan profesionalisme guru setiap lembaga harus memiliki
kesadaran akan pentingnya profesionalitas dan optimalisasi dalam pengelolaan lembaganya.
Dalam perspektif ini, setiap pengelola harus mengerti sesungguhnya pendidikan sekolah wahana
untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat. Sedang guru adalah merupakan komponen
pendidikan yang penting yang mana mempunyai tugas mewujudkan fungsi sekolah tersebut.
Setiap guru harus mempunyai kompetensi yang sesuai dengan harapan masyarakat dan peserta
didik (Syamsul Maarif, 2011: 46).
Adapun pengembangan yang bisa dilakukan oleh setiap lembaga dalam mendongkrak
profesionlisme guru adalah sebagai berikut:
1.
Pengembangan kompetensi akademik
Kompetensi adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar
dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif (Kunandar, 2007: 55). Dalam hal
kompetensi Syamsul Maarif, (2011: 47-49) mejelaskan yang harus dilakukan meliputi:
a. Melanjutkan pendidikan strata 1,
b. Mengikuti pelatihan pengembangan pembelajaran,
c. Studi banding guru mapel,
d. Mantashih bacaan Al Quran bagi guru PAI lewat lembaga Profesional Pentashih bacaan Al
Quran,
e. Mengikuti tes kompetensi,
f. Evaluasi guru lewat supervise.
2.
Kompetensi Pedagogis
a. Melanjutkan pendidikan ke strata 1,
b. Mengikuti pelatihan pengembangan pembelajaran,
c. Studi banding,
d. Mengikuti tes kompetensi,
e. Dalam bidang pedagogik, kegiatan dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui sejauh
mana para guru memenuhi standar kompetensi keguruan,
f. Mengikuti KKG,
g. Mengikuti penataran-penatara,
h. Evaluasi guru lewat supervise.
3.
Kompetensi Sosial
a. Mengadakan pertemuan antar guru dan karyawan satu bulan sekali, sebagai wadah
komunikasi di antara para guru,
b. Kunjungan ke rumah peserta didik,
c. Memberikan motivasi kepada para guru untuk terlibat secara aktif pada masyarakat luas
sesuai dengan kapasitas peran yang dapat dilakukan.
4.
Kompetensi Kepribadian
a. Dengan memasang slogan yang berisikan ikrar maupun himbauan tentang pentingnya
menjadi guru yang berkepribadian baik,
b. Meningkatkan kepribadian keagamaan, dengan melakukan miscall atau sms kepada sesame
guru untuk mengingatkan ibadah malam,
c. Selama di sekolah (Islam), guru diwajibkan mengikuti salat berjamaah bersama muridnya,
d. Membaca Al Quran bersama-sama para guru dan karyawan setiap seminggu sekali.

Jadi, Profesionalisme Guru adalah pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui
pendidikan atau latihan khusus dengan menjadikan guru itu berkualifikasi dan bersertifikat,
bertanggungjawab terhadap peserta didik, dapat melaksanakan tugas-tugasnya dalam mencapai
tujuan pendidikan.
2. Sertifikasi
a. Pengertian Sertifikasi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 (Tentang Guru dan Dosen)
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
Sertifikasi adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan
penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat (UU RI No. 14 Tahun
2005 dalam Depdiknas, 2004). Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional (UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 8). Sertifikat
pendidik sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
Menurut Mulyasa (2009: 34) Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi yang
dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan sertifikasi
pendidik. Sertifikasi guru merupakan kebijakan yang sangat strategis, karena langkah dan tujuan
melakukan sertifikasi guru untuk meningkatkan kualitas guru, memiliki kompetensi dan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia (Sanaky, 2012: 5) dalam Tesis Budi Murjiyanto
(2013: 44).
Menurut Kunandar dalam bukunya Guru Profesional Implementasi KTSP sertifikasi
guru merupakan keniscayaan masa depan untuk meningkatkan kualitas dan martabat guru,
menjawab arus globalisasi dan menyiasati system desentralisasi.
Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional, yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan yang layak
(Masnur Muslich. 2007: 2).
Jadi dapat disimpulkan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik
dalam rangka meningkatkan keprofesionalan dan kesejahteraan guru.
Sesuai dengan arah kebijakan pada UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 42 yang
mempersyaratkan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai
dengan kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 28 ayat (1) PP RI No.
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Pasal 8 UU RI No 14 Tahun 2005 yang
mengamanatkan bahwa guru harus memiliki kualifikasi akademik minimal D4/S1 dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi kepribadian, pedagogic,
professional, dan social. Kompetensi guru sebagai agen pembelajaran secara formal dibuktikan
dengan sertifikat pendidik. Kualifikasi akademik minimum diperoleh melalui pendidikan tinggi,
dan sertifikat kompetensi pendidik diperoleh setelah lulus ujian sertifikasi.
b. Dasar Hukum Sertifikasi
Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagai upaya meningkatkan profesionalisme guru di
Indonesia diselenggarakan berdasarkan landasan hukum sebagai berikut (Samani, 2007: 2) dalam
Tesis Budi Marjiyanto (2013: 45):
1) UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Penididikan Nasional;
2) UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
3) Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
4) Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru;
5) Permendiknas Nomor 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik;
6) Permendiknas Nomor 10 Tahun 2009 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan;
7) Keputusan Mendiknas Nomor 056/O/2007 tentang Pembentukan Konsorsium Sertifikasi
Guru (KSG);
8) Keputusan Mendiknas tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru
dalam Jabatan.
3. Motivasi Kerja
a. Pengertian Motivasi Kerja
Secara umum motivasi diartikan sebagai kebutuhan yang mendorong seseorang untuk
melakukan perbuatan ke arah suatu tujuan.
Menurut Wahjosumidjo (2007: 175) motivasi adalah suatu proses psikologis yang
mencerminkan interaksi antara sikap, keputusan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri
seseorang itu sendiri (instrinsik) atau faktor di luar diri seseorang (ekstrinsik).
Motivasi merupakan dorongan (ide, emosi, atau kebutuhan fisik) yang menyebabkan
seseorang mengambil suatu tindakan (Susatyo Herlambang, 2014: 59).

Motivasi asalnya dari kata motif, dalam bahasa inggris adalah motive atau motion, lalu
motivation yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Artinya sesuatu yang menggerakkan
terjadinya tindakan, atau disebut dengan niat (Hikmat, 2011: 271).
Motivasi kerja adalah sebagai keadaan yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai keinginannya. Motivasi yang ada pada
seseorang merupakan kekuatan yang akan mewujudkan suatu perilaku dalam mencapai tujuan
kepuasan dirinya pada tipe kegiatan yang spesifik, dan arah tersebut positif dengan mengarah
mendekati objek yang menjadi tujuan (Danang Sunyoto, 2013: 1).
Motivasi adalah dorongan atau rangsangan yang diberikan kepada seseorang agar memiliki
kemauan untuk bertindak. Dorongan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan
meningkatkan upah kerjanya, reward dan imbalan yang merupakan bonus tertentu, aturan-aturan
dan sanksi yang ketat bagi para pelanggar aturan, dan sebagainya (Hikmat, 2011: 272).
Dengan demikian motivasi kerja adalah suatu keadaan atau kebutuhan yang mendorong
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan atau tindakan untuk mencapai apa yang
diinginkannya, baik direncanakan maupun tanpa terencana sebelumnya. Misalnya seseorang
tidak ingin bekerja maka suatu pekerjaan tidak akan terlaksana atau bahkan tidak akan terjadi
sama sekali. Motivasi seseorang untuk bekerja dapat berasal dari motivasi social, tugas, atau
fisik.
Motivasi dapat berupa motivasi intrinsic dan ekstrinsik, motivasi yang bersifat intrinsic
adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut
mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti
status ataupun uang atau bias juga dikatakan seorang melakukan hobbynya. Sedangkan motivasi
ekstrinsik adalah manakala elemen-elemen di luar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut
menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi
(Susatyo Herlambang, 2014: 61-62).
Pada dasarnya perbuatan manusia dapat dibagi tiga macam, yaitu perbuatan yang
direncanakan, artinya digerakkan oleh suatu tujuan yang akan dicapai; perbuatan yang tidak
direncanakan, yang bersifat spontanitas, artinya tidak bermotif; dan perbutaan yang berada di
antara dua keadaan, yaitu direncanakan dan tidak direncanakan, yang disebut dengan semi
direncanakan. Dorongan suatu tindakan yang muncul dalam diri manusia, menurut Freud, terbagi
atas:
1) Dorongan alam di bawah sadar;
2) Dorongan alam sadar;
3) Dorongan libido seksualitas.
Dorongan alam di bawah sadar artinya suatu kesadaran yang tidak dapat dijangkau
oleh alam sadar manusia. Keadaannya merupakan gejala kejiwaan yang telah dimiliki oleh
manusia. Karena manusia tidak memiliki kemampuan memahami alam tidak sadarnya itu,
tingkah laku manusia yang sesungguhnya adalah akibat adanya alam tidak sadar. Sebab, tingkah
laku yang bergerak mengikuti alam sadar merupakan keadaan yang bukan sesungguhnya.
Alam tidak sadar dengan alam sadar dapat disatukan dengan menyatukan energy alam
bawah sadar dengan pengaruh faktor eksternal manusia, misalnya pengalaman. Motivasi atau
dorongan sangat kuat dalam menentukan terwujudnya suatu perbuatan yang direncanakan.
Dorongan itu dapat berupa imbalan atau adanya ancaman. Dorongan juga dapat terjadi sebagai
bagian dari kesadaran jiwa yang diimbangi oleh harapan terhadap sesuatu yang akan dicapai
Motivasi dilakukan untuk tujuan berikut:
1) Merangsang seseorang untuk bekerja dengan baik;
2) Mendorong seseorang untuk bekerja lebih berprestasi;
3) Mendorong seseorang untuk bekerja dengan pebuh tanggungjawab;
4) Meningkatkan kualitas kerja;
5) Menaati peraturan yang berlaku;
6) Mengembangkan produktivitas kerja;
7) Jera dalam melanggar aturan;
8) Mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan;
9) Mempertahankan prestasi kerja dan bersaing secara sportif.
Tujuan-tujuan motivasi tersebut merupakan bagian dari pengertian motivasi yang
sesungguhnya. Dalam organisasi pendidikan, motivasi kerja sangat dibutuhkan demi kelancaran
penyelenggaraan proses pembelajaran dan sebagainya. Motivasi untuk para guru atau dosen
dapat dilakukan dengan memberi bantuan kuliah, memberi beasiswa, meningkatkan insentif dan
honor dari peekrjaannya, dan sebagainya. Motivasi sebagaimana dilakukan oleh pemerintah
untuk dosen telah terasa manfaatnya, misalnya dengan memberi bantuan untuk pembuatan buku
daras, penelitian, pembuatan SAP, uang transport, menghadiri seminar, diskusi, rapat, dan
sebagainya (Hikmat, 2011: 271-272).
Menurut Danang Sunyoto (2013: 10) dalam bukunya Perilaku Organisasional tujuan
pemberian motivasi antara lain mendorong gairah dan semangat kerja karyawan, meningkatkan
produktivitas kerja karyawan, mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan,

meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan, menciptakan suasana dan
hubungan kerja yang baik, meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan, meningkatkan
kesejahteraan karyawan, mempertinggi rasa tanggungjawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
C. Penelitian yang Relevan
Untuk menegaskan penelitian yang berjudul Pengaruh Sertifikasi dan Motivasi Guru
Terhadap Profesionalisme Guru MI di Kabupaten Batang maka perlu dipaparkan hasil
penelitian yang terdahulu:
1) Mudi Murjiyanto, IKIP PGRI Semarang, 2013 Judul Pengaruh Sertifikasi Guru serta
Pendidikan dan Pelatihan Guru Terhadap Motivasi Kerja Guru SMP di Kabupaten Jepara hasil
dari penelitian ini adalah ada hubungan yang positif dan berarti dari Sertifikasi dan Pendidikan
Pelatihan Guru secara bersama-sama terhadap motivasi kerja guru dengan persamaan regresi Y=
45,8696+0,08112 X1 + 0,01096 X2 + dan ry12 = 0.8037; alpha () = 0,05 dan sumbangn tunggal
pertama u (1) sebesar 37,83%, sumbangan tunggalkedua (2) sebesar 26,16% dan sumbangan
bersama C (1,2) sebesar 64,60%. Berdasarkan pada perolehan hasil pengujian korelasi ganda
dapat disimpulkan bahwa sumbangan secara bersama-sama sertifikasi guru dan pendidikan
pelatihan guru tergolong tinggi, yang berarti makin tinggi sertifikasi guru dan pendidikan
pelatihan guru, makin tinggi pula motivasi kerja guru.
2) Amron Dikri, IKIP PGRI Semarang, 2013 Judul Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja Guru di UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Bojongsari Kabupaten
Purbalingga hasil dari penelitian ini adalah Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja secara
bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja Guru. Dari hasil uji regresi angka koefisien
determinasi (Adjusted R Square) 61,3%. Kinerja guru dipengaruhi oleh Supervisi Kepala
Sekolah dan Motivasi Kerja sedangkan sisanya 38,7% dipengaruhi oleh faktor lain.
3) Isdiana, IKIP PGRI Semarang, 2013 Judul Pengaruh Kepemimpinan Kepla Sekolah dan
Profesionalisme Guru Terhadap Kinerja Guru SMP Negeri di Kecamatan Batang hasil dari
penelitian ini adalah kepemimpinan kepala sekolah dan profesionalisme guru secara bersamasama memberikan pengaruh signifikan terhadap kinerja guru SMP Negeri se Kecamatan Batang
dengan koefisien korelasi sebesar 0,444, sedangkan angkanya sebesar 19,7%.
4) Sri Hartini, IKIP PGRI Semarang, 2013 Judul Pengaruh Kualifikasi Akademik, Pengalaman
Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Kepala Sekolah Dasar se Kecamatan Wiradesa
Kabupaten Pekalongan hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan secara
bersama-sama antara kualifikasi akademik, pengalaman kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja
kepala sekolah dasar se kecamatan wiradesa kabupaten pekalongan. Kualifikasi akademik,
pengalaman kerja dan motivasi kerja secara bersama memberikan pengaruh sebesar 59,7% (S1
10,5%, DIII 5,3%, DII 22,8%, dan SPG 21,1%) terhadap kinerja kepala sekolaah.
D. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2009: 76) Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan
penelitian. Rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Menurut Sugiyono (2008: 6) Hipotesis adalah Suatu jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan. Hipotesis merupakan dugaan sementara yang mungkin benar dan mungkin salah,
sehingga dapat dianggap atau dipandang sebagai konskluasi atau kesimpulan yang sifatnya
sementara, sedangkan penolakan atau penerimaan suatu hipotesis tersebut tergantung dari hasil
penelitian terhadap faktor-faktor yang dikumpulkan. Berdasarkan rumusan masalah di atas maka
dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh antara sertifikasi guru terhadap profesionalisme guru madrasah ibtidaiyah
di Kabupaten Batang.
2. Terdapat pengaruh antara motivasi kerja guru terhadap profesionalisme guru madrasah
ibtidaiyah di Kabupaten Batang.
3. Terdapat pengaruh sertifikasi dan motivasi kerja guru terhadap profesionalisme guru
madrasah ibtidaiyah di Kabupaten Batang.
E. Metodologi Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Fokus penelitian ini adalah untuk mengungkap sejauh mana Pengaruh Sertifikasi dan
Motivasi Kerja Guru Terhadap Profesionalisme Guru Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Batang.
Oleh karena itu untuk mendapatkan data yang lengkap dan mendalam dan memberi jawaban
yang tepat terhadap masalah yang akan diteliti maka digunakan penelitian kuantitatif. Penelitian
ini merupakan penelitian asosiatif korelasional dengan dua variabel bebas (independent variable)
yaitu sertifikasi (X1) dan motivasi kerja guru (X2) dan satu variabel terikat (dependent variable)
yaitu profesionalisme guru (Y). sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik dalam
rangka meningkatkan keprofesionalan dan kesejahteraan guru. Profesionalisme guru adalah
kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi
kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.Pada
prinsipnya setiap guru harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan tugasnya. Jika

jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru
senior untuk melakukan supervisi.
Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh
meningkatnya kinerja guru yang ditandai dengan kesadaran dan keterampilan melaksanakan
tugas secara bertanggungjawab. Motivasi kerja adalah suatu keadaan atau kebutuhan yang
mendorong seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan atau tindakan untuk mencapai apa yang
diinginkannya, baik direncanakan maupun tanpa terencana sebelumnya.
Hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat digambarkan menjadi paradigma
penelitian seperti yang bisa dilihat pada gambar berikut ini:
X1
Y
X2
Keterangan:
X1 = Sertifikasi Guru
X2 = Motivasi kerja Guru
Y = Profesionalisme Guru
2.

Populasi dan Sampel


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009: 117). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.[1] Suharsimi Arikunto memberi
patokan Apabila subjek penelitian kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjek penelitian lebih
besar dari 100, maka dapat diambil antara 10 % - 15 % atau 20 % - 25 % (Sugiyono, 2012: 61).
Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
(Sugiyono, 2009: 118) juga mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan teknik sampling
adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakterisitik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2012: 118).
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh guru Madrasah Ibtidaiyah se Kabupaten Batang
yang sudah bersertifikasi. Jumlah Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Batang ada 129 Madrasah,
sedangkan guru yang sudah sertifikasi sebanyak 387 guru. Dari jumlah populasi yaitu guru
bersertifikasi sebanyak 387 diperoleh sampel sebanyak 79 guru bersertifikasi. Pengambilan
sampel penelitian ini dengan menggunakan teknik Proportional Random Sampling. Teknik ini
digunakan karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi penelitian. Selain itu anggota populasi penelitian
ini dianggap homogen (Sugiyono, 2009: 120). Teknik penentuan jumlah sampel dalam penelitian
ini menggunakan rumus dari Taro Yamane dan Slovin sebagai berikut:
n=
N
N.d + 1
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%).
3.

Instrumen Penelitian
Untuk pengembangan instrumen dalam penelitian ini telah ditempuh melalui beberapa cara,
yaitu (a) menyusun indikator penelitian; (b) menyusun kisi-kisi instrumen; (c) melakukan uji
coba instumen; dan (d) melakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrument. Instrumen
yang digunakan untuk mengumpulkan data, dalam penelitian ini berbentuk kuesioner, baik untuk
variabel bebas yang meliputi (1) sertifikasi, (2) motivasi kerja guru maupun untuk variabel
terikat, professionalisme guru.
Sebelum kuisoner dibuat terlebih dahulu dibuat kisi-kisi untuk setiap variabel. Dari ketiga
variabel dibuat skala penilaian dengan rentang jawaban 1 sampai dengan 5. Masing-masing opsi
jawaban diberi skor: setiap item memiliki lima jawaban alternatif yaitu A diberikan skor 1, B
diberikan skor 2, C diberikan skor 3, D diberikan skor 4, dan E diberikan skor 5, dan instrumen
dikembangkan berdasarkan indikator yang ada. Sebelum digunakan dalam penelitian, instrument
tersebut telah diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya. Butir-butir instrumen yang valid
digunakan untuk alat pengukuran dalam penilaian, sedangkan butir instrument yang tidak valid
dibuang atau diganti.
1. Sertifikasi (Variabel X1)

Instrumen untuk variabel sertifikasi ini terdiri dari 35 item dan setiap item memiliki lima
jawaban alternatif yaitu A = sangat tidak setuju diberikan skor 1, B = tidak setuju, diberikan skor
2, C = ragu-ragu, diberikan skor 3, D = setuju, diberikan skor 4, dan E = sangat setuju, diberikan
skor 5. Sertifikasi guru diperoleh dari skor keseluruhan alternative skala yang dipilih pada semua
butir instrument yang menilai indicator-indikator sebagai berikut:
a. Motivasi mendapatkan sertifikasi guru,
b. Yang dilakukan setelah mendapatkan sertifikasi,
c. Pandangan terhadap sertifikasi.
2. Motivasi Kerja Guru (Variabel X2)
Motivasi kerja guru diperoleh dari skor keseluruhan alternative skala yang dipilih pada
semua butir instrumen yang menilai indikator-indikator sebagai berikut:
a. Rasa tanggungjawab,
b. Disiplin,
c. Prestasi.
Instrumen untuk variabel motivasi kerja guru ini terdiri dari 35 item dan setiap item
memiliki lima jawaban alternatif yaitu A = sangat tidak setuju diberikan skor 1, B = tidak setuju,
diberikan skor 2, C = raguragu, diberikan skor 3, D = setuju, diberikan skor 4, dan E = sangat
setuju, diberikan skor 5. Kisi-kisi instrumen dibuat berdasarkan indikator-indikator yang sudah
ditentukan.
3. Profesionalisme Guru (Variabel Y)
Profesionalisme guru diperoleh dari skor keseluruhan alternatif skala yang dipilih pada
semua butir instrumen yang menilai indikator-indikator sebagai berikut:
a. Pedagogi,
b. Kepribadian,
c. Professional,
d. Sosial.
Instrumen untuk variabel profesionalisme guru ini terdiri dari 35 item dan setiap item
memiliki lima jawaban alternatif yaitu A = sangat tidak setuju diberikan skor 1, B = tidak setuju,
diberikan skor 2, C = ragu-ragu, diberikan skor 3, D = setuju, diberikan skor 4, dan E = sangat
setuju, diberikan skor 5. Kisi-kisi instrumen dibuat berdasarkan indikator-indikator yang sudah
ditentukan.
4.

Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara untuk memperoleh data yang diperlukan dalam
kegiatan penelitian (Arikunto Suharsimi, 2002: 126). Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Metode Kuesioner atau Angket
Kuesioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang diperlukan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia
ketahui (Arikunto, 2002: 128). Sedangkan menurut Soeratno dan Arsyad (1995: 96-98), dalam
Tesis Sumarno kuesioner (angket atau daftar pertanyaan) merupakan cara pengumpulan data
dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi. Tujuan pembuatan angket
(kuesioner) adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan penelitian dengan
kesahihan yang cukup tinggi. Biasanya angket dilakukan untuk mendapatkan informasi dari
responden yang tersebar di daerah yang cukup luas. Sedangkan menurut Sugiyono (2012: 199)
Angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Dalam penelitian ini digunakan angket tertutup. Angket tertutup memberikan pertanyaan
dengan alternatif jawaban yang sudah disiapkan. Responden hanya memilih jawaban yang sudah
disediakan. Pertanyaan tertutup lebih mudah ditabulasikan. Kuesioner juga dapat diberikan
kepada responden secara langsung atau tidak langsung (dikirim melalui pos atau internet). Bila
penelitian dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas sehingga kuesioner dapat diantarkan
langsung dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, maka pengiriman angket kepada responden
tidak perlu melalui pos. Dengan adanya kontak langsung antara peneliti dengan responden akan
menciptakan suatu kondisi yang cukup baik, sehingga responden dengan sukarela akan
memberikan data obyektif dan cepat (Sugiyono, 2004: 135).
b. Metode Dokumentasi
Metode Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan
sebagainya (Arikunto, 1998: 236).
5. Teknik Analisis Data
a. Uji Persyaratan Analisis
1) Uji Normalitas

Uji persyaratan yang dilakukan salah satunya adalah uji normalitas. Uji normalitas data bertujuan
untuk mengetahui normal tidaknya sebaran data penelitian. Dalam penelitian ini uji normalitas
dilakukan menggunakan Statistical Package for Sosial Science (SPSS) dengan berdasarkan
probabilitas. Kriteria uji normalitas: apabila nilai r (probabilitas value/critical value) lebih kecil
sama dengan () dari tingkat yang digunakan maka H0 ditolak. Artinya data variabel yang
diteliti mengikuti distribusi tidak normal. Sebaliknya apabila nilai r (probabilitas value/critical
value) lebih besar sama dengan () dari tingkat yang digunakan maka H0 diterima. Artinya
data variabel yang diteliti mengikuti distribusi normal.
2) Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variable mempunyai hubungan yang linear
atau tidak secara signifikan. Apabila nilai signifikansinya <0.05 maka dapat disimpulkan bahwa
uji regresi yang dilakukan bersifat liear, begitu juga sebaliknya.
3) Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji model regresi ganda yang digunakan.
Multikolinearitas menunjukkan adanya korelasi tinggi antar variabel bebas. Untuk mendeteksi
adanya gejala multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai variance inflasi faktor
(VIF) dan tolerance. Tidak adanya multikolinearitas ditunjukkan oleh nilai VIF di bawah 10 dan
nilai tolerance di bawah 1.
b. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk menetapkan metode analisis yang digunakan oleh peneliti.
Penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana, dan regresi ganda 3 (tiga) prediktor.
Untuk melakukan analisis regresi ganda dapat dilakukan dengan merumuskan persamaan regresi
ganda. Menurut Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurrahman (2007: 190-199), dalam Tesis
(Isdiana. 2013: 82-83) persamaan regresi sederhana dan regresi ganda dirumuskan sebagai
berikut:
Regresi sederhana: Y= a + bX
Regresi ganda dua Variabel bebas: Y= a1+b1X1+b2X2
Uji Hipotesis dengan teknik analisis regresi sederhana dan regresi ganda dapat dilakukan
menggunakan Statistical Package for Sosial Science (SPSS) dengan uji ANOVA atau F test.
Kriteria yang digunakan apabila nilai hitung F nilai tabel F maka H0 ditolak, artinya pengaruh
antar variabel yang diuji berarti dan sebaliknya. Selain itu dapat digunakan kriteria probabilitas
value. Apabila nilai probabilitas tingkat signifikansi yang ditentukan maka H0 ditolak dan
begitu juga sebaliknya jika nilai probabilitas tingkat signifikansi yang ditentukan maka H0
diterima.
Sedangkan untuk kepentingan pengujian signifikansi koefisien regresi dari masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu dengan menggunakan uji-t. Untuk mendapatkan
data Uji t bisa diperoleh dengan menggunakan bantuan Statistical Package for Sosial Science
(SPSS) atau dengan menggunakan rumus manual sebagai berikut:
t_hitung = r n-2
1-r2
Berdasarkan rumus di atas maka akan dapat diperoleh kriteria pengujiannya sebagai berikut:
Ho diterima : jika t_hitung > t_tabel, maka pengaruh signifikan.
Ha diterima : jika t_hitung < t_tabel, maka pengaruh tidak signifikan

DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi, 2003 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar Siswa SLTPN di
Jakarta, Mimbar Pendidikan, No.2/XTX
Anoraga, Panji. 2014. Psikologi Kerja. Cetakan 6. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV.
Rineka Cipta
------------------------. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Herlambang, Susatyo. 2014. Perilaku Organisasi. Cet. Pertama. Yogyakarta: Pustaka Baru.
Hikmat. 2011. Manajemen Pendidikan. Cetakan II. Bandung: CV Pustaka Setia.
Isdiana. 2013. Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme Guru
Terhadap Kinerja Guru smp Negeri di Kecamatan Batang. Tesis. Semarang: Program
Pascasarjana IKIP PGRI Semarang.
Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Maarif, Syamsul (Ed). 2011. Guru Profesional Harapan dan Kenyataan. Semarang: NEEDS
PRESS.
Mudi Murjiyanto, 2013. Pengaruh Sertifikasi Guru serta Pendidikan dan Pelatihan Guru
Terhadap Motivasi Kerja Guru SMP di Kabupaten Jepara. Tesis Semarang: Program
Pascasarjana IKIP PGRI Semarang.
Muslich, Masnur (Ed). 2007. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik. Jakarta: Bumi
Aksara.
Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
PERMENDIKNAS Nomor 10 Tahun 2009 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Sri Hartini, 2013. Pengaruh Kualifikasi Akademik, Pengalaman Kerja dan Motivasi kerja
Terhadap Kinerja Kepala Sekolah Dasar se Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Tesis
Semarang: Program Pascasarjana IKIP PGRI Semarang.
Sugiyono. 2004. Peneltian Pendidikan. Jakarta: Graha Indonesia.
---------------------------. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Cet. Ke V. Bandung: Alfa Beta.
--------------------------. 2009. Peneltian Pendidikan. Edisi ke IV. Jakarta: Graha Indonesia.
--------------------------. 2012. Statistika untuk Penelitian. cet. Ke 20. Alfa Beta.
Sumarno. 2009. Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme Guru Terhadap
Kinerja Guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes. Tesis.
Semarang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.
Sunyoto, Danang. 2013. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic
Publishing Service).
Supardi, 2013. Kinerja Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Suyati, Tri dkk. 2009. Profesi Keguruuan. Semarang: IKIP PGRI Semarang Press.
Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 Guru dan Dosen
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wahjosumidjo. 2007. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Graha Indonesia.

Diposkan oleh Khusna Zakia di 20.48


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar

Arsip Blog

2015 (21)

o Mei (21)

Download photo3586.jpg in Ziddu.com

Download TESIS-FULL.pdf in Ziddu.com

Artikel Thesis for Seminar International

Download COVER.pdf in Ziddu.com

Download TESIS-MUKH-KHUSNAINI-AWAL.pdf in Ziddu.co...

Download TESIS-MUKH-KHUSNAINI-DAFTAR-PUSTAKA.pdf i...

Download TESIS-MUKH-KHUSNAINI-BAB-I.pdf in Ziddu.c...

Download TESIS-MUKH-KHUSNAINI-BAB-II.pdf in Ziddu....

Download TESIS-MUKH-KHUSNAINI-BAB-III.pdf in Ziddu...

Download TESIS-MUKH-KHUSNAINI-BAB-IV.pdf in Ziddu....

Download TESIS-MUKH-KHUSNAINI-BAB-V.pdf in Ziddu.c...

Download terhadap-Kinerja-Guru-di-KKMI-Tingkat-Kec...

Download Artikel-Seminar.docx in Ziddu.com

IMPLEMENTASI M B S(AntaraIdealisme dan Kenyataan)...

PENGARUH SERTIFIKASI DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP P...

MAKALAH ILMU, PENELITIAN DAN PENGELOMPOKAN ILMU

PRESENTATION MATERIAL OF REASONS ORGANIZING

KONTEKS PSIKOLOGI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PERANCANGAN SISTEM PEMBELAJARAN BERBASIS I C T

MANAJEMEN SISDIKNAS DAN MBS

EVALUASI, IMPLEMENTASI DAN MONEV PERENCANAAN


PENDI...

Template Perjalanan. Diberdayakan oleh Blogger.


Deze site gebruikt cookies van Google om services te leveren, advertenties te personaliseren en
verkeer te analyseren. Informatie over je gebruik van deze site wordt gedeeld met Google. Als je
deze site gebruikt, ga je akkoord met het gebruik van cookies.Meer informatieIk snap het

Anda mungkin juga menyukai