Cedera Kepala
Definisi
Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki
helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera.
Cedera kepala telah menyebabkan banyak kematian dan cacat pada usia kurang dari 50
tahun. Otak bisa mengalami cedera meskipun tidak terdapat luka yang menembus tulang
tengkorak. Berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan
terjadinya benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur
objek yang tidak bergerak. Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang
berlawanan. Cedera ini disebut coup contrecoup (bahasa Perancis untuk hit-counterhit).
Sumber : http://www.braininjury.com
Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan tulang tengkorak,
saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada
jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Adanya perdarahan, pembengkakan dan
penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama dengan yang ditimbulkan oleh
pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena ruangan di dalam tulang tengkorak tidak dapat
bertambah luas, maka peningkatan tekanan di dalam kepala bisa merusak atau menghancurkan
jaringan otak. Adanya tekanan cenderung akan mendorong otak ke bawah, sehingga bisa
terjadi herniasi. Tekanan bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar
tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena
batang otak merupakan tempat pengendalian fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan).
Cedera kepala yang tampaknya ringan terkadang juga bisa menyebabkan kerusakan otak yang
hebat. Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah
pembekuan darah), sangat peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma
subdural).
Kerusakan otak seringkali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap, yang bervariasi
tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir) atau meluas (difus).
Kelainan fungsi yang terjadi juga tergantung kepada bagian otak mana yang terkena. Gejala yang
timbul pada kerusakan otak lokal bisa berupa perubahan dalam gerakan, sensasi, berbicara,
penglihatan dan pendengaran. Sedangkan pada kelainan otak yang difus bisa mempengaruhi
ingatan, pola tidur, kebingungan dan koma.
CEDERA KEPALA KHUSUS
Fraktur Tulang Tengkorak
Fraktur tulang tengkorak merupakan keadaan dimana tulang tengkorak mengalami retak atau
patah. Fraktur tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Fraktur di dasar tengkorak bisa merobek
meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan
meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga. Bakteri terkadang dapat memasuki tulang
tengkorak melalui patahan tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada
otak.
Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan
tulang menekan otak atau posisinya bergeser.
Konkusio
Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera
pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata.
Konkusio menyebabkan gangguan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural
yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada
goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak.
Konkusio bisa menimbulkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal;
sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.
Beberapa penderita merasa pusing, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, depresi, emosi atau
perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari
sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan
dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio.
Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma
ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan.
Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis.
Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini.
Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih
serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera.
Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera mencari
pertolongan medis.
Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan
pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda
memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan
nyeri dapat diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 34 hari pertama.
secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.
Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya
menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas
atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan
kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan
atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan,
terutama pada usia lanjut.
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan
tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di
dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Sakit kepala hebat
bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang
menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya.
Kemudian bisa terjadi kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma.
Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung pada hasil CT scan. Hematoma epidural
diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan
kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.
Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian
setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan.
Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut
(karena rapuhnya vena) dan pada orang alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya
ringan; selama beberapa minggu gejala tidak dihiraukan. Pada hasil pemeriksaan CT scan dan
MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.
Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang
tengkoraknya masih lembut dan lunak.
Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma
subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis, biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan. Indikasi dilakukannya pembedahan ini adalah adanya sakit kepala yang
menetap, rasa mengantuk yang hilang-timbul, linglung, perubahan ingatan, dan kelumpuhan
ringan pada sisi tubuh yang berlawanan
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya sebagai
memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan
memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional.
Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara
dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman
bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam
mengekspresikan bahasanya.
Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan
kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan
kehilangan gairah seksual.
KELAINAN-KELAINAN AKIBAT CEDERA KEPALA
Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak
mengalami cedera karena benturan di kepala.
Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak.
Kejang terjadi padda sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya
luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.
Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera.
Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi
kejang pasca trauma. Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang mengalami
cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang. Pengobatan ini seringkali berlanjut
selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.
Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada
area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian
otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus
frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor,
cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.
Gangguan bahasa bisa berupa:
- Aleksia, hilangnya kemampuan untuk memahami kata-kata yang tertulis
- Anomia, hilangnya kemampuan untuk mengingat atau mengucapkan nama-nama benda.
Beberapa penderita anomia tidak dapat mengingat kata-kata yang tepat, sedangkan penderita
yang lainnya dapat mengingat kata-kata dalam pikirannya, tetapi tidak mampu mengucapkannya.
Disartria merupakan ketidakmampuan untuk mengartikulasikan kata-kata dengan tepat.
Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian otak yang mengendalikan otot-otot yang digunakan
Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau
serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada
lobus parietalis atau lobus frontalis.
Ingatan akan serangkaian gerakan yang diperlukan untuk melakukan tugas yang rumit hilang;
lengan atau tungkai tidak memiliki kelainan fisik yang bisa menjelaskan mengapa tugas tersebut
tidak dapat dilakukan.
Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan
fungsi otak.
Agnosia
Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah benda
tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut.
Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau benda-
benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan
menggambarkan benda-benda tersebut.
Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan
benda-benda penting dan fungsinya disimpan.
Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke.
Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan.
Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang
baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu.
Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Cedera pada otak bisa menyebabkan
hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi
retrograd) atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca
trauma). Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung
kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat,
amnesi bisa bersifat menetap.
Jenis ingatan yang bisa terkena amnesia:
- Ingatan segera : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sebelumnya
- Ingatan menengah : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sampai beberapa hari
sebelumnya
- Ingatan jangka panjang : ingatan akan peristiwa di masa lalu.
Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori terutama
terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus temporalis.
Amnesia menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang
terjadi secara mendadak dan berat. Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa
juga berulang. Serangan berlangsung selama 30 menit sampai 12 jam atau lebih. Arteri kecil di
otak mungkin mengalami penyumbatan sementara sebagai akibat dari aterosklerosis. Pada
penderita muda, sakit kepala migren (yang untuk sementara waktu menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak) bisa menyebabkan anemia menyeluruh sekejap. Peminum alkohol atau
pemakai obat penenang dalam jumlah yang berlebihan (misalnya barbiturat dan benzodiazepin),
juga bisa mengalami serangan ini. Penderita bisa mengalami kehilangan orientasi ruang dan
waktu secara total serta ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa tahun sebelumnya. Setelah
serangan reda, kebingungan biasanya akan segera menghilang dan penderita sembuh total.
Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut
sindroma Wernicke-Korsakoff. Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut (sejenis ensefalopati)
dan amnesia yang berlangsung lama. Kedua hal tersebut terjadi karena kelainan fungsi otak
akibat kekurangan vitamin B1 (tiamin). Mengkonsumsi sejumlah besar alkohol tanpa memakan
makanan yang mengandung tiamin menyebabkan berkurangnya pasokan vitamin ini ke otak.
Penderita kekurangan gizi yang mengkonsumsi sejumlah besar cairan lainnya atau sejumlah
besar cairan infus setelah pembedahan, juga bisa mengalami ensefalopati Wernicke.
disertai dengan siklus bangun dan tidur yang mendekati normal. Keadaan ini merupakan akibat
yang paling serius dari cedera kepala yang non-fatal. Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian
atas dari otak (yang mengendalikan fungsi mental), sedangkan talamus dan batang otak (yang
mengatur siklus tidur, suhu tubuh, pernafasan dan denyut jantung) tetap ututh.
Jika status vegetatif terus berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, maka kemungkinan
untuk sadar kembali sangat kecil.