Anda di halaman 1dari 23

PERILAKU DOKTER TERHADAP PASIEN

Disusu Oleh:
ALFREDO PAULINO MAGNO
NIM :10613102

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN
KEDIRI

KATA PENGANTAR

Ucapan puji syukur kami panjatkan atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, dan setelah
mengalami berbagai prosedur, akhirnya terselesaikan juga makalah ini, sebagai tugas Tutorial
Blok 3 tentang ETIKA DALAM PERILAKU DOKTER TERHADAP PASIEN. Dalam
penyajiannya, kami kemas tiap bab dengan uraian singkat dengan pembahasan, serta kesimpulan
akhir. Dalam makalah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. drg. Rudi Irawan yang telah banyak membimbing kami, dan keseluruhan dosen yang
telah membantu melancarkan proses turorial hingga pembuatan makalah.
2. Pihak institusi yang telah menyediakan segala fasilitas pembelajaran
3. Orang tua yang telah memberi doa dan restu, hingga proses pembutan makalah ini
berjalan dengan lancar.
4. Semua pihak terkait yang telah membantu yang belum disebut baik secara langsung.
Penulis juga menyadari bahwa sempurnanya suatu karya pastilah ada kekurangannya
juga. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan mohon maaf sebesar-besarnya atas
kesalahan yang dibuat penulis. Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya dapat menambah wacana dan pengetahuan terutama di dunia kedokteran gigi. Penulis
juga mengharapkan saran dan kritik, yang sekiranya dapat membangun agar penyusunan
makalah ini menjadi lebih baik dan lebih berguna bagi semua pihak. Terimakasih.

1.

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................
1.3 Tujuan........................................................................................
1.4 Hipotesa.................................................................................

1
2
2
2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1.Etika....................................................................................................... 3
2.1.1.pengertian tika 3
2.1.2 Macam macam etika................................................................ 3
2.1.3 Ciri cirri etika. 4
2.2 Etika kedokteran................................................................................... 6
2.2.1 Hubungan Dokter pasien......................................................... 7
2.2.2 Hubungan dengan sejawat....................................................... 8
2.2.3 Kode etika kedokteran............................................................. 8
2.2.4 Hak dan kewajiban Dokter...................................................... 10
2.2.5 Hak dan kewajiban pasien....................................................... 11
BAB III KONSEP MAPPING
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
. 4.1 Kesempulan13
4.2.saran13
DAFTAR PUSTAKA
2.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dokter yang membaktikan hidupnya untuk perikemanusiaan tentunya akan selalu lebih
mengutamakan kewajiban diatas hak-hak ataupun kepentingan pribadinya. Dalam melaksanakan
tugasnya, bagi dokter berlaku Aegroti Salus Lex Suprema, yang berarti keselamatan pasien
adalah hukum yang tertinggi (yang utama) (Hanafiah & Amir, 2009).
Namun, akhir-akhir ini keluhan masyarakat terhadap para dokter makin sering terdengar,
antara lain mengenai kurangnya waktu dokter yang disediakan untuk pasiennya, kurang
lancarnya komunikasi, kurangnya informasi yang diberikan dokter kepada pasien atau
keluarganya, dan tingginya biaya pengobatan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya taraf
pendidikan dan kesadaran hukum masyarakat, yaitu masyarakat lebih menyadari akan haknya
seiring dengan munculnya masalah-masalah hak asasi manusia di seluruh dunia, lebih-lebih
dalam dasawarsa terakhir ini (Hanafiah & Amir, 2009).
Memang suatu masyarakat akan tertib dan tentram jika setiap anggotanya memahami,
menghayati dan mengamalkan hak dan kewajibannya masing-masing. Demikian pula dalam
suatu kontrak terapeutik antara dokter dan pasien, tiap-tiap pihak mempunyai hak dan
kewajibannya (Hanafiah & Amir, 2009).
Hak serta kewajiban pasien dan dokter perlu disosialisasikan dikalangan dokter dan di
tengah- tengah masyarakat agar tiap-tiap pihak dapat memahami, menghayati, menghormati dan
mengamalkannya. Dengan demikian, diharapkan hubungan pasien dengan dokter dapat
berlangsung dengan baik dan masyarakat pun akan bebas dari keresahan (Hanafiah & Amir,
2009).

Rumusan masalah :
Apakah etika perpengaruh perilaku dokter terhadap pasien.
Hipotesa

:
Etika berpengaruh perilaku dokter terhadap pasien.

Tujuan

:
Agar Mahasiswa dapat mampu menerapkan etika dalam
ilmuh kedokteran dan kesehatan terutama dalam
menjalankan profesinya sebagai Dokter.

3
3.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etika
2.1.1 Pengertian Etika
Menurut Kamus Kedokteran (Ramali dan Pamuntjak, 1987), etika adalah pengetahuan
tentang perilaku yang benar dalam suatu profesi. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998), etika adalah:
1. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
2. Kumpulan atau seperangkat asa atau nilai yang berkenan dengan akhlak
3. Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat (Hanafiah dan
Amri, 2009).
2.1.2 Macam-macam Etika
Menurut Hanafiah dan Amri (1999), etika ada dua jenis, yaitu:
1. Etika deskriptif
Etika ini berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku
manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam kehidupan sebagai sesuatu yang
bernilai. Etika ini berbicara tentang kenyataan sebagaimana adanya tentang nilai dan pola
perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit.
Dengan demikian etika ini berbicara tentang realitas penghayatan nilai, namun tidak
menilai. Etika ini hanya memaparkan, karenanya dikatakan bersifat diskriptif.
2. Etika normatif
Etika ini berusaha untuk menetapkan sikap dan pola perilaku yang ideal yang
seharusnya dimiliki oleh manusia dalam bertindak. Jadi, etika ini berbicara tentang
norma-norma yang menuntun perilaku manusia serta memberi penilaian dan himbauan
kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya. Dengan demikian, etika
normatif memberikan petunjuk secara jelas bagaimana manusia harus hidup secara baik
dan menghindari diri dari yang jelek.
Dalam pergaulan sehari-hari kita menemukan berbagai etika normatif yang menjadi
pedoman bagi manusia untuk bertindak. Norma-norma tersebut sekaligus menjadi dasar
penilaian bagi manusia baik atau buruk, salah atau benar. Secara umum, norma-norma
tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a) Norma khusus

Norma khusus adalah norma yang mengatur tingkah laku dan tindakan manusia
dalam kelompok/ bidang tertentu. Seperti etika medis, etika kedokteran, etika
lingkungan, etika wahyu, aturan main catur, aturan main bola, dll. Dimana aturan
tersebut hanya berlaku untuk bidang khusus dan tidak bisa mengatur semua bidang.
Misal: aturan main catur hanya bisa dipakai untuk permainan catur dan tidak bisa
dipakai untuk mengatur permainan bola.
b) Norma Umum
Norma umum justru sebaliknya karena norma umum bersifat universal, yang
artinya berlaku luas tanpa membedakan kondisi atau situasi, kelompok orang tertentu.
Secara umum norma umum dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
Norma sopan santun; norma ini menyangkut aturan pola tingkah laku dan sikap
lahiriah seperti tata cara berpakaian, cara bertamu, cara duduk, dll. Norma ini lebih
berkaitan dengan tata cara lahiriah dalam pergaulan sehari-hari, amak

penilaiannnya kurang mendalam karena hanya dilihat sekedar yang lahiriah.


Norma hukum; norma ini sangat tegas dituntut oleh masyarakat. Alasan ketegasan
tuntutan ini karena demi kepentingan bersama. Dengan adanya berbagai macam
peraturan, masyarakat mengharapkan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan
bersama. Keberlakuan norma hukum dibandingkan dengan norma sopan santun
lebih tegasdan lebih pasti karena disertai dengan jaminan, yakni hukuman terhadap
orang yang melanggar norma ini. Norma hukum ini juga kurang berbobot karena
hanya memberikan penilaian secara lahiriah saja, sehingga tidak mutlak
menentukan moralitas seseorang.

4
Norma moral; norma ini mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia.
Norma moral menjadi tolok ukur untuk menilai tindakan seseorang itu baik atau
1. buruk, oleh karena ini bobot norma moral lebih tinggi dari norma
sebelumnya. Norma ini tidak menilai manusia dari satu segi saja, melainkan
dari segi manusia sebagai manusia. Dengan kata lain norma moral melihat
manusia secara menyeluruh, dari seluruh kepribadiannya. Disini terlihat
secara jelas, penilannya lebih mendasar karena menekankan sikap manusia
dalam menghadapi tugasnya, menghargai kehidupan manusia, dan

menampilkan dirinya sebgai manusia dalam profesi yang diembannya.


Norma moral ini memiliki kekhusunan, yaitu :
1) Norma moral merupakan norma yang paling dasariah, karena langsung
mengenai inti pribadi kita sebagai manusia.
2) Norma moral menegaskan kewajiban dasariah manusia dalam bentuk perintah
atau larangan.
3) Norma moral merupakan norma yang berlaku umum
4) Norma moral mengarahkan perilaku manusia pada kesuburan dan kepenuhan
hidupnya sebgai manusia.
2.1.3 Ciri-ciri Etika
Etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari
segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh
manusia. Kedua dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau
filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak
pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan
sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas
perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu
ekonomi dan sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai
penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia,
yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan
sebagainya. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat
berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman (Amin, 1975).
4
Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan
manusia untuk dikatan baik atau buruk atau dengan kata lain etika adalah aturan atau
pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia (Amin, 1975).
2.2 Etika Kedokteran
Etika kedokteran merupakan salah satu cabang dari etika yang berhubungan dengan
masalah-masalah moral yang timbul dalam praktek pengobatan. Etika kedokteran sangat
terkait namun tidak sama dengan bioetika (etika biomedis). Etika kedokteran berfokus
terutama dengan masalah yang muncul dalam praktik pengobatan sedangkan bioetika
merupakan subjek yang sangat luas yang berhubungan dengan masalah-maslah moral yang

muncul karena perkembangan dalam ilmu pengetahuan biologis yang lebih umum. Bioetika
juga berbeda dengan etika kedokteran karena tidak memerlukan penerimaan dari nilai
tradisional tertentu dimana hal tersebut merupakan hal yang mendasar dalam etika
kedokteran (Tim Penerjemah PSKI FK UMY, 2006).
Etika merupakan dan akan selalu menjadi komponen yang penting dalam praktek
pengobatan. Prinsip-prinsip etika seperti menghargai orang, tujuan yang jelas dan
kerahasiaan merupakan dasar dalam hubungan dokter-pasien. Walaupun begitu, penerapan
prinsip-prinsip tersebut dalam situasi khusus sering problematis, karena dokter, pasien,
keluarga mereka, dan profesi kesehatan lain mungkin tidak setuju dengan tindakan yang
sebenarnya benar dilakukan dalam situasi tersebut. Etika juga penting dalam hubungan
dokter dengan masyarakat dan kolega mereka dan dalam melakukan penelitian kedokteran
(Tim Penerjemah PSKI FK UMY, 2006).
Etika kedokteran juga sangat berhubungan dengan hukum. Hampir di semua negara
ada hukum yang secara khusus mengatur bagaimana dokter harus bertindak dan
berhubungan dengan masalah etika dalam perawatan pasien dan penelitian. Badan yang
mengatur dan memberikan ijin praktek medis di setiap negara bisa dan memang menghukum
dokter yang melanggar etika. Namun etika dan hukum tidaklah sama.
5
Sangat sering, bahkan etika membuat standar perilaku yang lebih tinggi dibanding
hukum, dan kadang etika memungkinkan dokter perlu untuk melanggar hukum yang
menyuruh melakukan tindakan
yang tidak etis. Hukum juga berbeda untuk tiap-tiap negara sedangkan etika dapat
diterapkan tanpa melihat batas negara (Tim Penerjemah PSKI FK UMY, 2006)
2.2.1 Hubungan Dokter Pasien
Hubungan dokter - pasien merupakan pondasi dalam praktek kedokteran dan
juga etika kedokteran. Interpretasi hubungan dokter - pasien secara tradisional adalah
seperti hubungan paternal dimana dokter membuat keputusan dan pasien hanya bisa
menerima saja. Namun saat ini, hal itu tidak lagi dapat diterima baik secara etik
maupun hukum. Karena banyak pasien tidak bisa atau tidak bersedia membuat
keputusan perawatan kesehatan untuk mereka sendiri, maka otonomi pasien kadang
sangat problematik (Ali, dkk., 2007).

Menurut Ali, dkk., (2007), ada beberapa hal yang terkait dalam hubungan
dokter pasien, antara lain:
1. Komunikasi yang baik
Untuk mencapai pelayanan kedokteran yang efektif berdasarkan saling
percaya dan saling menghormati, perlu komunikasi yang baik antara pasien dan
dokter. Komunikasi yang baik meliputi:
a. Mendengar keluhan, menggali informasi, dan menghormati pandangan serta
kepercayaan pasien yang berkaitan dengan keluhannya
b. Memberikan informasi yang diminta atau yang diperlukan tentang kondisi,
diagnosis, terapi dan prognosis pasien, serta rencana perawatannya dengan
menggunakan cara yang bijak dan bahasa yangdimengerti pasien. Termasuk
informasi tentang tujuan pengobatan, pilihan obat yang diberikan, cara
pemberian serta pengaturan dosis obat, dan kemungkinan efek samping obat
yang mungkin terjadi
c. Memberikan informasi tentang pasien serta tindakan kedokteran yang dilakukan
kepada keluarganya, setelah mendapat persetujuan pasien.
2. Memperoleh persetujuan
Dalam setiap tindakan kedokteran yang akan dilakukan, dokter harus
mendapat persetujuan pasien karena pada prinsipnya yang berhak memberikan
persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Untuk
itu, dokter harus melakukan pemeriksaan secara teliti, serta menyampaikan rencana
pemeriksaan lebih lanjut termasuk resiko yang mungkin terjadi secara jujur,
transparan dan komunikatif. Dokter harus yakin bahwa pasien mengerti tentang apa
yang disampaikan sehingga pasien dalam memberikan persetujuan tanpa adanya
paksaan atau tekanan.
3. Menghormati rahasia kedokteran
Dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan catatan
medis pasienmaupun segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien tersebut
sebagai rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk
kepentingan kesehatan pasien, permintaan pasien sendiri maupun dalam penegakan
etik, disiplin, dan hukum berdasarkan ketentuan yang berlaku.
4. Mempertahankan kepercayaan pasien

Hubungan yang baik antara dokter dengan pasien berdasarkan saling


percaya dan saling menghormati. Untuk mendapatkan dan mempertahankan
kepercayaan ini, dokter harus:
a. Bertindak sopan, hati-hati dan jujur
b. Menghormati privasi dan harga diri pasien
c. Menghormati hak para pasien untuk menolak berperan serta dalam proses
pendidikan atau penelitian dan memastikan bahwa penolakan mereka tidak
memberikan pengaruh yang buruk terhadap hubungan dokter dengan pasien
d. Menghormati hak pasien untuk mendapatkan opini kedua
e. Selalu siap dihubungi para pasien dan/ atau sejawat berkaitan dengan penyakit
pasiennya sesuai perjanjian
5. Mengakhiri hubungan profesional dengan pasien
Dokter tidak boleh mengakhiri hubungan dengan pasien apabila pasien
mengeluh tentang pelayanan kedokteran yang diberikan. Termasuk apabila pasien
mengeluh tentang tagihan pembiayaan jasa layanan atau terapi yang diberikan.
Hubungan profesional dokter pasien dapat berakhir apabila pasien melakukan
kekerasan.
Dokter harus menjelaskan kepada pasien secara lisan atau tertulis, alasan
mengakhiri hubungan profesional dengan pasien tersebut. Walau demikian dokter
tidak boleh menelantarkan pasien tersebut. Dokter bertanggung jawab untuk
mencarikan dokter pengganti. Selanjutnya ringkasan salinan rekam medis pasien
diberikan pada dokter pengganti.

2.2.2 Hubungan dengan Sejawat


Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membedakan jenis
kelamin, ras, kecacatan, agama/ kepercayaan, usia, status sosial atau perbedaan
kompetensi yang dapat merugikan hubungan profesional antar sejawat. Seorang dokter
tidak dibenarkan mengkritik teman sejawat melalui pasien yang mengakibatkan
turunnya kredibilitas sejawat tersebut. Selain itu, tidak dibenarkan seorang dokter
memberi komentar tentang suatu kasus, bila tidak pernah memeriksa atau merawat
secara langsung (Ali, dkk., 2007).
2.2.3 Kode Etik Kedokteran

Imhotep dari Mesir, Hipocrates dari Yunani, dan Galenus dari Roma,
merupakan beberapa pelopor kedokteran kuno yang telah meletakkan dasar-dasar dan
sendi-sendi awal terbinanya suatu tradisi kedokteran yang luhur dan mulia. Tokohtokoh ilmuwan kedokteran internasional yang tampil kemudian seperti Ibnu Sina
(Avvicena) dokter islam dari Persi dan lain-lain, menyusun dasar-dasar disiplin
kedokteran tersebut atas suatu kode etik kedokteran internasional yang disesuaikan
dengan perkembangan jaman. Di Indonesia, kode etik kedokteran sewajarnya
berlandaskan etik dan norma-norma yang mengatur hubungan antar manusia, yang
asas-asasnya terdapat dalam falsafah pancasila, sebagai landasan idiil dan UUD 1945
sebagai landasan strukturil. Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan
kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran, para dokter baik yang tergabung dalam
himpunan profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun secara fungsional terikat
dalam organisasi pelayanan, pendidikan, dan penelitian telah menerima Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI) (Hanafiah dan Amri, 2009).
Ada versi KODEKI, yaitu yang sesuai dengan surat keputusan MENKES RI
No.434/Menkes/SK/X/1983 dan yang sesuai dengan surat keputusan PB IDI.
No.221/PB/A-4/04/2002. Keduanya serupa tetapi tidak sama dari segi substansial dan
urutannya. Oleh karena salah satu profesi adalah disusun oleh organisasi profesi
bersangkutan, kita berpedoman pada KODEKI yang diputuskan PB IDI. Yang telah
menyesuaikan KODEKI dengan situasi kondisi yang berkembang seiring dengan
pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta dinamika etika global yang
ada. KODEKI tersebut berbunyi sebagai berikut:
Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
standar profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan dokternya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun
fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh
persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan halhal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
sendiri kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis
yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya disertai rasa kasih
sayang (compassion) dan penghormatan atas maratabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan
dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan,
dalam menangani pasien.
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak
tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat kewajiban melindungi hidup manusia insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, dan rehabilitatif), baik fisik maupun psikososial, serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebesar-besarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
Kewajiban Dokter Terhadap Pasien
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan

sesuatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk
pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan pada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan atau dalam
masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter mampu melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas peri
kemanusian, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawatnya, kecuali
dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri
Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
perkembangan teknologi kedokteran atau kesehatan.
2.2.4 Hak dan Kewajiban Dokter
Menurut Hanafiah dan Amri (2009), hak dan kewajiban dokter yaitu:
a. Hak Dokter
1. Melakukan praktik dokter setelah memperoleh Surat Izin Dokter (SID ) dan Surat
Izin Praktik (SIP )
Dalam PP No. 58 tahun 1958 telah ditetapkan tentang wajib daftar ijazah
dokter dan dokter gigi baru, yang disusul dengan Peratutan Menteri Kesehatan RI
No. 560/Menkes/Per/X/1981 tentang pemberiam izin menjalankan pekerjaan dan
izin praktik bagi dokter umum, dan No. 561/Menkes/Per/X/1981 tentang pemberian
izin menjalankan pekerjaan dan izin praktik bagi dokter spesialis. Dokter yang

mempunyai surat tanda registrasi tersebut memiliki wewenang melakukan praktik


kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki.
2. Memperoleh infomasi yang benar dan lengkap dari pasien atau keluarga tentang
penyakitnya
Informasi tentang penyakit terdahulu dan keluhan pasien yang sekarang
dideritanya, serta riwayat pengobatan sebelumnya sangat membantu dokter untuk
menegaskan diagnosis yang pasti.
3. Bekerja sesuai standar profesi
Seorang dokter berhak untuk bekerja sesuai standar (ukuran) profesinya
sehingga ia dipercaya dan diyakini oleh masyarakat bahwa dokter bekerja secara
profesional.
4. Menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan etika, agama,
hukum dan hati nuraninya
Hak ini dimiliki dokter untuk menjaga martabat profesinya. Dalam hal ini
berlaku Sa science et sa conscience, ya ilmu pengetahuan, dan ya hati nurani.
5. Mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika menurut penilaiannya kerja sama
pasien dengannya tidak berguna lagi, kecuali dalam keadaan darurat
Hubungan pasien dengan dokter haruslah saling menghargai dan saling
mempercayai. Dokter mempunyai hak untuk memutuskan kontrak terapeutik.
6. Menolak pasien yang bukan bidang spesialisasinya, kecuali dalam keadaan darurat
atau tidak ada dokter lain yang mampu menanganinya.
Seorang dokter yang telah menguasai suatu bidang spesialisasi, tentunya tidak
mampu memberikan pelayanan kedokteran dengan standar tinggi kepada pasien
yang bukan bidang spesialisasinya. Dokter berhak menolak pasien tersebut.
Namun,untuk pertolongan pertama pada kecelakaan ataupun untuk pasien-pasien
gawat darurat, setiap dokter berkewajiban menolongnya apabila tidak ada dokter
lain yang menanganinya.
7. Hak atas kebebasan pribadi (privacy) dokter
Pasien yang mengetahui kehidupan pribadi dokter perlu menahan diri untuk
tidak menyebar luaskannya.
8. Ketentraman bekerja
Dokter akan bekerja dengan tentram jika dokter sendiri memegang teguh
prinsip-prinsip ilmiah dan moral atau etika profesi.
9. Mengeluarkan surat keterangan dokter
Dokter berhak memberikan surat keterangan tentang kelahiran, kematian,
kesehatan, sakit dan sebagainya yang tentunya berlandaskan kebenaran.

10. Menerima imbalan jasa


Dokter berhak menerima imbalan jasa dan pasien atau keluarganya
berkewajiban memberikan imbalan jasa tersebut sesuai kesepakatan
11. Menjadi anggota perhimpunan profesi
12. Hak membela diri
Dokter mempunyai hak untuk membela diri dalam lembaga tempat ia bekerja,
dalam perkumpulan tempat ia menjadi anggota, atau di pengadilan jika telah
diajukan gugaatan terhadapnya.
b. Kewajiban dokter
Dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51
dinyatakan bahwa kewajiban dokter atau dokter gigi adalah:
1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan stan dar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.
2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan.
3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia.
4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin pada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.
5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.

2.2.5 Hak dan Kewajiban Pasien


Menurut UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52 dan 53,
pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai hak dan
kewajiban berupa:
1. Hak Pasien
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
b.
c.
d.
e.

dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3)


Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
Menolak tindakan medis
Mendapatkan isi rekam medis

2. Kewajiban Pasien
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan
d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima

BAB III
KONSEP MAPPING

Hubungan
interpersonal

Empati

Hak adat

Etika

Hukum

komunikasi

Perilaku
terhadap
pasien

kewajiban

BAB IV

BAB IV
PEMBAHASAN
Etik profesi kedokteran merupakan seperangkat perilaku para dokter dan dokter gigi
dalam hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat dan mitra kerja.
Rumusan perilaku para anggota profesi disusun oleh organisasi profesi bersama-sama
pemerintah menjadi suatu kode etik profesi yang bersangkutan. Tiap-tiap jenis tenaga kesehatan
telah memiliki kode etiknya, namun kode etik tenaga kesehatan tersebut mengacu pada Kode
Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) (Hanafiah, 2008).
Tujuan pendidikan etika dalam pendidikan dokter (kemahasiswaan) adalah untuk menjadikan
calon dokter lebih manusiawi dengan memiliki kematangan intelektual dan emosional. Para
pendidik melihat perlu tersedia berbagai pedoman agar anggotanya dapat menjalankan
profesinya dengan benar dan baik. Para pendidik dibidang kesehatan melihat adanya peluang
yang diharapkan tidak akan terjadi sehingga merasa perlu membuat rambu-rambu yang akan
mengingatkan para peserta didik yang dilepas di tengah-tengah masyarakat selalu mengingat
pedoman yang membatasi mereka untuk berbuat yang tidak layak (Hanafiah, 2008).
Dalam praktiknya, dokter maupun pasien mempunyai hak-hak dan kwajiban. Hak serta
kewajiban pasien dan dokter perlu disosialisasikan di kalangan dokter dan di tengah tengah
masyarakat agar tiap tiap pihak dapat memahami, menghayati, menghormati, dan
mengamalkannya. Denagn demikian, diharapkan hubungan pasien dengan dokter dapat
berlangsung dengan baik dan masyarakat pun akan bebas dari keresahan (Hanafiah, 2008).

Menurut Beavin Taylor et al,Komunikasi adalah suatu proses penyampaian


informasi(pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi
dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Komunikasi
yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik, kegagalan komunikasi sekunder
terjadi bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan di antara komunikasi menjadi rusak.
komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal
barangkali yang paling penting,dan banyak penyebab dari rintangan komunikasi berakibat kecil
saja bila ada hubungan baik di antara komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling
tegas, paling cermat tidak dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan yang
jelek.Pandangan bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan interpersonal dengan buku
mereka Pragmatics of Human Communication. psikolog pun mulai menaruh minat yang besar
pada hubungan interpersonal.
Ada tiga prinsip hubungan interpersonal yaitu :
(1) makin terbuka pasien mengungkapkan perasaannya,
(2) makin cenderung ia meneliti perasaannya secara mendalam beserta penolongnya
(psikolog), dan
(3) makin cenderung ia mendengar dengan penuh perhatian dan bertindak atas nasihat
yang diberikan penolongnya.
Empati adalah kemampuan untuk menyadari perasaan orang lain dan bertindak (sesuai)
untuk

membantu. Konsep Empati terkait erat dengan rasa iba dan kasih sayang. Empati

merupakan kemampuan mental untuk memahami dan berempati dengan orang lain, apakah orang
diempati setuju atau tidak tetapi disini memiliki niat untuk membantu.Dalam penelitian empati
merupakan fenomena kompleks yang tidak memiliki definisi sederhana. Empati dipelajari dalam
psikologi sosial, psikologi kognitif dan neuroscience. Empati adalah proses mental yang
kompleks yang melibatkan :
(1) apa yang dirasakan oleh orang lain (empati afektif)
(2) bagaimana menempatkan diri sebagai orang lain(empati kognitif), dan
(3) menjadi orang lain yang merasakan (diri sendiri / lainnya) (empati akurasi).
Ketiga mekanisme dianggap saling terkait dan tergantung satu sama lain maka empati pun

terjadi. Dalam proses empati maka ada hubungan yang saling berinteraksi antara penularan
emosi, pengambilan perspektif dan akurasi empati satu sama lain untuk menghasilkan respon
adaptif sosial.Empati berasal dari bahasa Yunani yaitu Emphatia yang berarti gairah atau
ketertarikan fisik yang mengacu pada kemampuan pikiran, emosi, niat dan ciri-ciri kepribadian
dari orang lain dan memahami apa yang diinginkan. Empati mencakup respon tersendiri terhadap
perasaan orang lain, seperti rasa kasihan, kesedihan, rasa sakit. Empati memainkan peranan
penting dalam berbagai bidang ilmu, kriminologi dari psikologi, fisiologi, pedagogi, filsafat,
kedokteran dan psikiatri. Dalam empati terdapat rasa keterlibatan emosional seseorang dalam
realitas yang mempengaruhi orang lain lain.Beberapa studi menunjukkan adanya sifat-sifat yang
berhubungan dengan empati pada beberapa hewan bukan manusia, seperti tikus atau primata
lainnya. Dalam pengertian ini, bisa dijelaskan bahwa empati berasal dari mekanisme saraf dasar
yang dikembangkan selama evolusi.Keadaan empati, atau pemahaman empatik merupakan cara
untuk memahami kerangka acuan internal lain dengan memaknai komponen emosional yang
dikandungnya, seperti yang dirasakan orang lain, dengan kata lain, menempatkan diri di tempat
lain, seperti "seolah-olah menjadi."
Seseorang bisa berempati dengan orang lain dengan cara memberikan kontribusi untuk
memahami emosi orang lain dan berkomunikasi dengan sesama manusia. Tanpa bicara empati
pun bisa dipahami satu sama lain atau dengan ketidaksepakatan pun empati akan muncul. Empati
bisa muncul dari pesan verbal dan non-verbal dalam 'membaca' atau pemahaman dari orang lain.
Empati tidak sama dengan altruisme.(Andre Rispandita,2009).

BAB V
PENUTUP
5.1

KESIMPULAN
Seorang dokter merupakan makhluk biasa seperti yang lainnya. Dia adalah makhluk

sosial yang nantinya juga akan menjadi pelayan masyarakat. Di sinilah sorang dokter
membutuhkan komunikasi dan etika ketika dia terjun dalam masyarakat.
Seorang dokter tidak pernah terlepas dari kominasi dan etika. Dimana komunikasi
merupakan aspek penting yang dapat berkomunikasikan seorang dokter dengan pasien.
Sedangkan etika merupakan aturan yang harus ditaati seorang dokter dalam berperilaku.
Apabila tidak melakukan komunikasi dan etika ini dilanggar maka akan menimbulkan
dampak yang sangat merugikan. Baik dengan kaitannya terhadap diri dokter itu sendiri, teman
sejawatnya serta masyarakat sebagai pasiennya.
5.2

SARAN
Hendaknya sebagai seorang dokter nantinya kita harus lebih memahami masalah etika

dan komukasi yang baik terhadap pasien. Karena dua hal tersebutlah yang nantinya menjadi
dasar dari tingkah laku serta menjadi perlindungan bagi diri kita sebagai dokter.

DAFTAR PUSTAKA
Brooks & Emmert. 1976. Modern Rhetoric, Shorter Third Edition,
Harcourt Brace JavanovichInc, Atlanta New York.
Cangara, Hafid. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Rajagrafindo
hal 13,17, 131-134
Effendy, Onong. 2005. Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek. Bandung :
Remaja Rosdakarya hal 18
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Anak; Jilid 2. Hal 237
Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Yogyakarta : Graha
Ilmu. hal 13
Hardjana, A, M . 2003. Komunikasi Interpersonal dan Intrapersonal.Yogyakarta:
Kanisius. hal 205-207.
Hurlock, Elizabeth B. (1997). Psikologi Perkembangan Anak; Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Masruroh, 2007. Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Penerimaan Teman
Sebaya Pada Remaja. Pdf. www.scrbd.com/kajianpustaka/peerguidance
diambil 22 November 2011 16.21
Murmanto, 2007. Pembentukan Konsep Diri Siswa melalui Pembelajaran
Partisipatif

http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.%2066
74%20Pembentukan%20Konsep%20Diri.pdf. diambil 24 November 2011
pukul 20.21

Anda mungkin juga menyukai