Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PORTOFOLIO

Topik : Parotitis Epidemika


Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian
dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas
Balowerti Kota Kediri

disusun oleh:
dr. Herlambang Pranandaru

Program Dokter Internsip Indonesia


Kota Kediri
Jawa Timur
2016

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO


Pada hari ini tanggal 1 September 2016 telah dipresentasikan oleh:
Nama Peserta

: dr. Herlambang Pranandaru

Dengan judul / topik

: Parotitis Epidemika

Nama Pendamping

: dr. Henry Mulyono

Nama Wahana

: Puskesmas Balowerti Kota Kediri

No
Nama Peserta Presentasi
No
Tanda Tangan
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
8
8
9
9
10
10
Berita acara ini ditulis dan disampaikan dengan sesungguhnya.

Pendamping

(dr. Henry Mulyono)

BORANG PORTOFOLIO KASUS MEDIK


Topik :

PAROTITIS EPIDEMIKA

Tanggal
Kunjungan :
Tanggal Periksa :
Tanggal Presentasi :

26 Agustus 2016
26 Agustus 2016

8 September 2016

Presenter :

dr. Herlambang Pranandaru

Pendamping

dr. Henry Mulyono


:
Ruang Pertemuan Puskesmas Balowerti

Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Anak, usia 8 tahun, dengan keluhan: demam tinggi mendadak disertai muncul
Deskripsi :
bengkak di rahang bawah kiri.
Tujuan :
Penegakkan diagnosis dan pengobatan yang tepat
Bahan
Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
Bahasan :
Cara
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
Membahas :
Data Pasien : Nama :An. A, Perempuan, 8 tahun
No. Registrasi : 7xx
Nama PKM: Puskesmas Balowerti
Telp : Terdaftar sejak : Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Pasien anak A, perempuan usia 8 tahun datang ke IGD
Puskesmas Balowerti diantar oleh ibu dan adik laki-lakinya dengan keluhan demam
tinggi mendadak 1 hari ini. Keluhan disertai dengan keluhan bekak di bawah telinga kiri,
nyeri saat membuka mulut, sakit kepala dan badan terasa pegal-pegal. Sakit gigi, nyeri
tenggorokan, nyeri telinga, penurunan pendengaran, batuk, pilek, sesak napas, bintikbintik merah, gusi berdarah, mimisan dan riwayat trauma sebelumnya disangkal pasien.
Riwayat alergi makanan atau obat disangkal. Riwayat gigitan hewan atau serangga
disangkal. BAB cair (-), lender (-), darah (-) dan BAK lancer. Makan sulit karena nyeri
namun minum masih baik.
2. Riwayat Pengobatan: Menurut ibu pasien, pasien belum pernah diperiksakan keluhannya
atau meminum obat warung sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga : Ibu kandung pasien pernah mengalami hal serupa saat masih kecil.

Riwayat alergi pada anggota keluarga lainnya disangkal.


5. Riwayat Pekerjaan : Pasien belum bekerja
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien mandi 2 kali sehari. Pasien sering beli
janjan sembarangan disekolah. Pasien cukup sering tidur bersama ibu, bapak serta
kakaknya dalam satu kamar dan memakai peralatan yang sama seperti handuk, sprei dan
lain sebagainya.
7. Riwayat imunisasi: Lengkap sesuai jadwal.

Daftar Pustaka :
1. Beggs, J. dkk. Scabies Prevention And Control Manual. USA : Michigan Department Of
Community Health. 2005 : 4-6, 10. DBrun, Fulginiti, Kempe, Silver : Current Pediatric,
Diagnosis and Treatment, Ed.IX, 1988, 817-818.
2. Maldonado Yvonne, Parotitis Epidemika (Gondong, Mumps), dalam Ilmu Kesehatan
Anak Nelson, 1999, Edisi XV, EGC, Jakarta, hal : 1074-1076.
3. Franklin H. Top, SR., Paul F. Wehrle, Mumps, dalam Communicable and infectious
Disease, Edisi IX, The C.V.Mosby company, 1972, hal: 427-434.
4. Adam A. Rosenberg, David W. Kaplan, Gerald B. Merenstein, Mumps (Epidemic
Parotitis), dalam Handbook Of Pediatrics, Edisi XVI, Colorado, 1991, hal: 442-444.
5. Komite Medis RSUP Dr. Sardjito dan FK UGM Yogyakarta, Parotitis Epidemika, dalam
Standar Pelayanan Medis, Edisi II, Komite Medis RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta, 1999,
hal : 62-64.
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Parotitis Epidemika, dalam Ilmu Kesehatan
Anak, Edisi VI, infomedika, Jakarta 2000, hal: 629-632.
7. Suprohaita, Arif Mansjoer, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan, Parotitis
Epidemika, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II, Media Aesculapius FK
UI, Jakarta, 2000, hal: 418-419.
8. C.George Ray, Parotitis Epidemika, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison,
Edisi XIII,EGC, Jakarta, 1999, hal : 935-938.
9. Pujiadi Stephanie dan Hadinegoro, Orkitis pada Infeksi Parotitis Epidemika: Sari
Pediatri IDAI.
Hasil Pembelajaran :

1. Parotitis Epidemika
2. Penegakan diagnosis Parotitis Epidemika
3. Tatalaksana Parotitis Epidemika

1. LAPORAN KASUS
Identitas pasien:

Nama pasien
Usia
Jenis Kelamin
No. RM
Alamat
Agama
Suku
Warga Negara
Bahasa Ibu
Pendidikan
Pekerjaan
Status pernikahan

: An. A
: 8 tahun
: Perempuan
: 7xx
: Kel. Balowerti, Kec. Kota, Kota Kediri
: Islam
: Jawa
: Warga Negara Indonesia (WNI)
: Jawa, Indonesia
: Sekolah Dasar
: Belum bekerja
: Belum menikah

Subjective:

Keluhan Utama: demam tinggi mendadak disertai muncul bengkak di

bawah telinga kiri.


RPS: Pasien anak A, perempuan usia 8 tahun datang ke IGD
Puskesmas Balowerti diantar oleh ibu dan adik laki-lakinya dengan
keluhan demam tinggi mendadak 1 hari ini. Keluhan disertai dengan
keluhan bekak di bawah telinga kiri, nyeri saat membuka mulut, sakit
kepala dan badan terasa pegal-pegal. Sakit gigi, nyeri tenggorokan,
nyeri telinga, penurunan pendengaran, batuk, pilek, sesak napas,
bintik-bintik merah, gusi berdarah, mimisan dan riwayat trauma
sebelumnya disangkal pasien. Riwayat alergi makanan atau obat
disangkal. Riwayat gigitan hewan atau serangga disangkal. BAB cair
(-), lendir (-), darah (-) dan BAK lancar. Makan sulit karena nyeri

namun minum masih baik.


Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien tidak pernah menderita penyakit
seperti ini sebelumnya. Pasien baru pertama kali mengalami sakit

seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga: Ibu kandung pasien pernah mengalami hal
serupa saat masih kecil. Riwayat alergi pada anggota keluarga lainnya

disangkal.
Riwayat Sosial: Pasien mandi 2 kali sehari. Pasien sering beli janjan
sembarangan disekolah. Pasien cukup sering tidur bersama ibu, bapak
serta kakaknya dalam satu kamar dan memakai peralatan yang sama

seperti handuk, sprei dan lain sebagainya.


Riwayat Imunisasi: Lengkap sesuai jadwal.

Objective:
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum: Cukup


GCS: 456
Vital sign
Tensi: tidak diukur

Nadi: 92x/menit
RR: 28x/menit
Temp: 38,8oC

Antropometri
BB: 22,5 kg
TB: tidak diperiksa
Status Generalis
Kepala leher:
AICD -/-/-/ Terdapat pembesaran kelenjar parotis dibawah telinga kiri,
batas tidak tegas, kulit kemerahan (-), sudut mandibular tidak
terlihat lagi, terasa nyeri bila disentuh, terfiksir, fluktuasi (-),

terasa hangat (+).


Pembersaran Tonsil (-/-), Faring hiperesmis (-), nyeri sentuh

daun telinga (-)


Thorax:
Pulmo:
Inspeksi : simetris, retraksi -/ Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, stem fremitus
normal
Perkusi : son/son
Auskultasi: ves +/+, Rh -/-, Wh-/ Cor:
Inspeksi: hemithorax bulging (-)
Palpasi: kuat angkat (-), thrill (-)
Perkusi: ukuran jantung kesan normal
Auskultasi: S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi: flat
Auskultasi: BU(+) normal
Palpasi: soefl, H/L ttb, Turgor normal
Perkusi: tympani, shifting dullness (-)
Ekstrimitas : hangat kering merah, CRT<2 detik, edema -/-

Working diagnosis
Diffenrential Diagnosis

: Parotitis Epidemika
: Parotitis supuratif, Adenitis servikal, Tumor

parotis, Reaksi obat, Sialolithiasis, Sindroma Sjorgen.


Planning:
Planning Therapy:
R/ Paracetamol Tab 500mg No X
4-6 dd tab k/p demam
R/ Vitamin C tab 50 mg No.X
1 dd pulv I
R/ Asam mefenamat 500mg No.X
3 dd pulv I
Planning Diagnosis:
Tidak dilakukan
Planning Monitoring:
- Keluhan subyektif pasien
- Komplikasi
Planning Education:
1. Menjaga higenitas sehari-hari missal: cuci tangan, menyiram kotoran
2.

atau kemih dengan bersih.


Menghidari kontak langsung dengan penderita lain dan menggunakan

3.

masker bila berinteraksi dengan keluarga atau pun saat kelur rumah.
Hindari menggunakan handuk, sikat gigi, dan alat makan secara

4.
5.

bersamaan dengan anggota keluarga yang lain.


Pembuatan ventilasi cahaya dan sirkulasi udara yang cukup dirumah.
Membiasakan hidup bersih sehat serta makan makanan yang bergizi 4

6.

sehat 5 sempurna dan asupan cairan yang cukup


Kontrol 3 hari, bila asupan cairan dan makanan sulit disertai lemas
atau sesak napas segera ke IGD terdekat.

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada anak-anak yang pada 30-40
% kasusnya merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh

virus.

Infeksi terjadi pada anak-anak kurang dari 15 tahun sebelum

penyebaran imunisasi. Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung,


percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin. Sekarang penyakit ini
sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga menimbulkan epidemi
secara umum. Pada umumnya parotitis epidemika dianggap kurang menular
jika dibanding dengan morbili atau varicela, karena banyak infeksi parotitis
epidemika cenderung tidak jelas secara klinis.(1)
Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan
komplikasi walaupun jarang terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa:
Meningoencepalitis, artritis, pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis,
mastitis, dan ketulian.(1,2,3,4,5,6)
Insidensi parototis epidemika dengan ketulian adalah 1 : 15.000.(1)
Meningitis yang terjadi berupa Meningitis aseptik. Insidensi dari parotitis
Meningoencephalitis sekitar 250/100.000 kasus. Sekitar 10% dari kasus ini
penderitanya berumur kurang dari 20 tahun.

Angka rata-tata kematian

akibat parotitis Meningoencephalitis adalah 2%.(2)

Kelainan pada mata

akibat komplikasi parotitis dapat berupa neutitis opticus, dacryoadenitis,


uveokeratitis, scleritis dan trombosis vena central retina(1, 2) Gangguan
pendengaran akibat paroitis epidemika biasanya unilateral, namun dapat
pula bilateral. Gangguan ini seringkali bersifat permanen.(2,4).
Sebagai dokter pada layanan primer, diagnosis parotitis harus dapat
ditegakkan,

demikian

pula

dalam

memberikan

penatalaksanaan

komprehensif terhadap pasien. Upaya pengobatan dasar adalah konsep


fungsional keberadaan dokter pada tingkat layanan primer, oleh karena itu
pengkajian terhadap kasus kompetensi 4 yang sering terjadi di masyarakat
sangat penting untuk dilakukan.
I.2. Permasalahan
Sebagai dokter pada layanan primer, diagnosis parotitis harus dapat
ditegakkan,

demikian

pula

dalam

memberikan

penatalaksanaan

komprehensif terhadap pasien. Upaya pengobatan dasar adalah konsep

10

fungsional keberadaan dokter pada tingkat layanan primer, oleh karena itu
pengkajian terhadap kasus kompetensi 4 yang sering terjadi di masyarakat
sangat penting untuk dilakukan. Pasien diharapkan tidak perlu mendapatkan
penanganan lanjutan tingkat spesialis. Penatalaksanaan ini diharapkan dapat
memenuhi

standar terapi

medikamenosa

dan non medikamentosa,

pencegahan komplikasi.
I.3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dokter dan tenaga kesehatan dalam
penanganan kasus parotitis, baik diagnosis, pemeriksaan, penatalaksanaan
hingga tindakan lanjutan apabila terjadi komplikasi
2. Tujuan Khusus
Memenuhi tugas laporan program dokter internsip di Puskesmas
Balowerti.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit
menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang
menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang
sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi
bagian bawah. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat
timbul secara endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang
anak-anak dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus).(Warta Medika,2009)
II.2 Etiologi
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari group
paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza,

11

measles,

dan

virus

newcastle

disease.(2)

Ukuran

dari

partikel

paramyxovirus sebesar 90 300 m. Virus ini mempunyai dua komponen


yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble)
yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari
hemaglutinin permukaan.
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya
dapat bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat
hancur pada suhu <4 C, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya
ultraviolet selama 30 detik.Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau
mulut.Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian
menyebar ke kalenjar limfa local dan diikuti viremia umum setelah 12-25
hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5 hari.Selanjutnya lokasi
yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal,
jantung atau otak.Virus masuk ke system saraf pusat melalui plexus
choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini
adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin,
otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari
sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan
pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan
kalenjar

ludah

dan

hari

setelah

pembengkakan

menghilang

(Sumarmo,2008)

II.3 Epidemiologi
Parotitis merupakan penyakit endemik pada populasi penduduk urban.
Virus menyebar melalui kontak langsung, air ludah, muntah yang bercampur
dengan saliva, dan urin. Epidemi tampaknya terkait dengan tidak adanya
imunisasi, bukan pada menyusutnya imunitas.(2)

Parotitis merupakan

penyakit endemik pada komunitas besar, dan menjadi endemik setiap kurang
lebih 7 tahun. Relatif jarang terjadi epidemi, terbatas pada kelompok yang

12

berhubungan erat , yang hidup dalam rumah, perkemahan, barak-barak


tentara, atau sekolah.

Ada penurunan insiden sejak pengenalan vaksin

parotitis epidemika pada tahun 1968.(3)


Dalam setahun, parotitis banyak terjadi pada musim dingin. Golongan
umur yang terkena 5 15 tahun. Juga ditemukan pada usia dibawah 30
tahun. Parotitis kadang juga terjadi pada usia dibawah 4 tahun dan diatas 40
tahun. Namun meskipun demikian, pada daerah yang terisolasi atau daerah
yang tidak ada sejarah pernah endemik parotitis ditemukan kejadian parotitis
pada usia dibawah 1 tahun sebesar 17% dan umur 3 4 tahun sebesar 70% 80%. Gender juga berpengaruh terhadap angka kejadian parotitis. Laki-laki
lebih sering terkena parotitis dibandingkan perempuan.(3)
II.4 Patogenesis
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab
parotitis (terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat:
1. Percikan ludah
2. Kontak langsung dengan penderita parotitis lain
3. Muntahan
4. urine
Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Setelah
masuk melalui saluran respirasi, virus mulai melakukan multiplikasi atau
memperbanyak diri dalam sel epithel saluran nafas. Virus kemudian menuju
ke banyak jaringan serta menuju kekelenjar ludah dan parotis. Biasanya
kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus mumps
pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG
secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Semakin banyak
penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di
parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikurnya virus
ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan
kelenjar/saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan
ini disebut parotitis.

13

Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi
demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot (Mansjoer, 2000). Kemudian
dalam 3 hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula
unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit
menelan. Pada manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari
saliva, darah, air seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat
degenerasi dan nekrosis jaringan.
Masa inkubasi 15 sampai 21 hari kemudian virus berreplikasi di dalam
traktus respiratorius atas dan nodus limfatikus servikalis, dari sini virus
menyebar melalui aliran darah ke organ-organ lain, termasuk selaput otak,
gonad, pankreas, payudara, thyroidea, jantung, hati, ginjal, dan saraf otak.
II.5 Klasifikasi
1. Parotitis Kambuhan
Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia antara
1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak. Kambuhan berarti sebelumnya
anak telah terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.
2. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan
pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pascabedah yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia
lanjut, khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama dan adanya
gangguan dehidrasi.
II.6 Manifestasi klinik
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus
mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan
tanda-tanda sakit (subclinical). Namun demikian mereka sama dengan
penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber
penularan penyakit tersebut. Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong
sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala

14

yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat


digambarkan sebagai berikut :
Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala:
demam (suhu badan 38,5 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot,
kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan
adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut).
Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis)
yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua
kelenjar mengalami pembengkakan.Pembengkakan biasanya berlangsung
sekitar 3 hari dan pembengkakan menghilang dalam satu minggu setelah
pembengkakan maksimal. Pembengkakan jaringan mendorong lobus telinga
keatas dan keluar dari sudut mandibula tidak lagi dapat dilihat. Kulit diatas
kelenjar yang membengakak tidak hangat atau eritem, berlawanan dengan
tanda yang ditemukan pada parotitis bakteri. Pembengkakan perlahan-lahan
menghilang dalam 8-10 hari. Satu kelenjar parotis biasanya membengkak
sehari atau dua hari sebelum yang lain, tetapi lazimnya pembengkakan
terbatas pada satu kelenjar Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di
bawah rahang (submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual).Pada
pria dewasa adalanya terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena
penyebaran melalui aliran darah.

II.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan keluhan yaitu demam, nafsu makan turun,
sakit kepala, muntah, sakit waktu menelan dan nyeri otot.

Kadang

dengan keluhan pembengkakan pada bagian pipi yang terasa nyeri baik
spontan maupun dengan perabaan , terlebih bila penderita makan atau
minum sesuatu yang asam.

15

2. Klinis
1. Panas ringan sampai tinggi (38,5 39,5)C
2. Keluhan nyeri didaerah parotis satu atau dikedua belah fihak disertai
pembesaran
3. Keluhan nyeri otot terutama leher, sakit kepala, muntah, anoreksia
dan rasa malas.
4. Kontak dengan penderita kurang lebih 2-3 minggu sebelumnya (masa
inkubasi 14-24 hari).
5. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum anak bervariasi dari tampak
aktif sampai sakit berat.
6. Pembengkakan parotis (daerah zygoma; belakang mandibula di depan
mastoid) (5,6)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya
leukopenia ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah
menurun. Normalnya leukosit dalam darah adalah 4 x 109 /L darah
.dengan limfositosis relatif, namun komplikasi sering menimbulkan
leukositosis polimorfonuklear tingkat sedang.
b. Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan
pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang
lebih 2 minggu.Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L
darah.
c. Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk

menunjukan adanya infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:


Hemaglutination inhibition (HI) test
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset
cepat dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika
perbedaan titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka

kemungkinannya parotitis.
Neutralization (NT) test

16

Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk


biakan fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi
hemadsorpsi.

Pengenceran

serum

yang

mencegah

terjadinya

hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji


netralisasi asam serum adalah metode yang paling dapat dipercaya

untuk menemukan imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.


Complement Fixation (CF) test
Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah
respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa
infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V
mencapai titer puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan
berikutnya dan kemudian menurun secara lambat 2 tahun sampai
suatu jumlah yang rendah dan tetap ada. Peningkatan 4 kali lipat
dalam titer dengan analisis standar apapun menunjukan infeksi yang
baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S timbul cepat, sering
mencapai maksimum dalam satu minggu setelah timbul gejala, hilang

dalam 6 sampai 12 minggu.


Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus
dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor
serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat
hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak
ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.

II.8 Diagnosis Banding


1. Parotitis yang disebabkan oleh infeksi HIV, influenza, parainfluenza 1
dan 3 dan sitomegalovirus.(2)
2. Pembesaran kelenjar parotis asimptomatik
Disebabkan oleh kelainan metabolik dan nutrisi seperti diabetes mellitus,
kwasiorkor, malnutrisi, obesitas dan sirosis.(3)
3. Pembesaran kelenjar parotis simptomatik
Pembesaran kelenjar parotis akibat operasi.(3)

17

4. Parotitis supuratif
Disebabkan oleh bakteri dan ditemukan pus yang keluar dari duktus
kelenjar. Penyebabnya dari otitis media atau mastoiditis.(2,3)
5. Parotitis berulang
Suatu keadaan yang sebabnya belum diketahui, tapi mungkin bersifat
alergi yang sering berulang dan mempunyai sialogram khas.(2)
6. Kalkulus salivarus
Menyumbat saluran parotis atau lebih sering saluran sub mandibularis,
menyebabkan pembengkakan intermitten.(1,2)
7. Limfo sarkoma atau tumor parotis.(2)
Tumor parotis, ditandai dengan pembesaran kelenjar parotis yang
berlangsung cepat dan progresif, umumnya unilateral dan tidak disertai
rasa nyeri.
8. Adenitis servikal
disebabkan

oleh

streptokokus,

difteria

bullneck,

mononukleosis

infeksiosa, cat-scrach disease, angina ludwig dan selulitis kanalis


auditorius eksterna. (2,7)
9. Reaksi obat
Obat sulfonamid atau yodium organik bisa menimbulkan pembengkakan
parotid dan kelenjar salivaria lain disertai nyeri tekan.(5)

Parotitis

iodium, biasanya terjadi setelah prosedur seperti urografi intravena.


Obat

antihipertensi

seperti

guanetidin

dapat

menyebabkan

pembengkakan parotis.(7)
10. Sindroma Sjorgen
Merupakan inflamasi kronik parotis dan kelenjar liur lainnya yang
seringkali disertai dengan atrofi kelenjar lakrimalis dan paling sering
terjadi pada wanita pascamenopause.(7)
11. Sialolithiasis (batu parotis)
Sialolithiasis

(batu

parotis),

gejala

yang

ditimbulkan

diantara

pembesarkan kelenjar parotis yang berlangsung lambat dan terus


menerus disertai perasaan nyeri yang ringan sampai berat.

18

II.9 Tatalaksana
Parotitis

merupakan

penyakit

yang

bersifat

self-limited

(sembuh/hilang sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu.


(1) Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus Mumps oleh karena itu
pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.(2,5)
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat,
sialagog seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena
mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan
oral. Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi,
maka antibiotik intravena mungkin lebih sesuai.
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita:
1. Penderita rawat jalan.(5)
Penderita baru dapat dirawat jalan bila : tidak ada komplikasi, keadaan
umum cukup baik.
a. Istirahat yang cukup
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Medikamentosa
Analgetik-antipiretik bila perlu
-

metampiron : anak > 6 bulan 250 500 mg/hari maksimum 2 g/hari

parasetamol : 7,5 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis

hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin


berisiko menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit langka
namun mematikan. Obat-obatan anak yang terdapat di apotik belum
tentu bebas dari aspirin. Aspirin seringkali disebut juga sebagai
salicylate atau acetylsalicylic acid.

2. Penderita rawat inap.(5)


Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala
hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi
a. Diit lunak, cair dan TKTP

19

b. Analgetik-antipiretik
c. Penanganan komplikasi tergantung jenis komplikasinya.(5)
3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi
a. Encephalitis
- simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk
mengurangi sakit kepala.(1)
b. Orkhitis
- istrahat yang cukup
- pemberian analgetik
- sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg /kg/24 jam, peroral,
selama 2-4 hari.(1,4,6,8)
c. Pankreatitis dan ooporitis
- Simptomatik saja.(1)

II.10 Komplikasi
1. Meningoensepalitis
Dapat terjadi sebelum dan sesudah atau tanpa pembengkakan kelenjar
parotis. Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan,
yang kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh
yang tinggi (hiperpireksia).(6)
Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada anak-anak
Insiden yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi subklinis
sistem syaraf sentral.
Manifestasi klinis terjadi pada lebih dari 10% penderita patogenesis
meningoensefalitis parotitis diuraikan sebagai berikut:
a.

Infeksi primer neuron : parotitis sering muncul bersamaan atau


menyertai encephalitis

b. Ensefalitis pasca infeksi dengan demielinasi. Ensefalitis menyertai


parotitis pada sekitar 10 hari.

20

Meningoencepalitis parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan dengan


meningitis sebab lain, ada kekakuan leher sedang, tetapi pemeriksaan
lain biasanya normal. Pemeriksaan pungsi lumbal menunjukan tekanan
yang meninggi, pemeriksaan Nonne dan Pandy positif, jumlah sel
terutama limfosit meningkat, kadar protein meninggi, glukosa dan
Cairan cerebrospinal baisanya berisi sel kurang dari 500 sel/mm
walaupun kadang-kadang jumlah sel dapat melebihi 2.000.

Selnya

hampir selalu limfosit, berbeda dengan meningitis aseptik enterovirus


dimana leukosit polimorfonuklear sering mendominasi pada awal
penyakit.(2,6)
2. Ketulian
Tulisaraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun insidensinya
rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral,
kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen. (2,4)
3. Orkitis
Komplikasi dari parotitis dapat berupa orkitis yang dapat terjadi pada
masa setelah puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil
mual, nyeri perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis.
Testis paling sering terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis. Bila testis
terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil.

Orkitis biasanya

menyertai parotitis dalam 8 hari setelah parotitis. Keadaan ini dapat


berlangsung dalam 3 14 hari.(1) Testis yang terkena menjadi nyeri dan
bengkak dan kulit sekitarnya bengkak dan merah. Rata-rata lamanya 4
hari. Sekitar 30-40% testis yang terkena menjadi atrofi.
fertilitas diperkirakan sekitar 13%.

Gangguan

Tetapi infertilitas absolut jarang

terjadi.(2,4,6).
4. Ooforitis
Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada
penderita wanita pasca pubertas. (1,2,4)
5. Pankreatitis

21

Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada parotitis.
Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing, mual, muntah,
demam tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda adanya pankreatitis
akibat mumps. Manifestasi klinisnya sering menyerupai gejala-gejala
gastroenteritis

sehingga

kadang

diagnosis

dikelirukan

dengan

gastroenteritis.(1,2,4)
Pankreatitis ringan dan asimptomatik mungkin terdapat lebih sering
(sampai 40% kasus), terjadi pada akhir minggu pertama.(5)
6. Nefritis
Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan
viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anakanak belum diketahui.

Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari

sesudah parotitis.(2)
Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat sembuh sempurna
tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.(4)
7. Tiroiditis
Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat
terjadi pada umur sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan
perkembangan selanjutnya antibodi antitiroid pada penderita.(2)
8. Miokarditis
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi
ringan miokardium mungkin lebih sering dari pada yang diketahui.(2)
Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 5 10 hari pada parotitis..
Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen ST, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi,
pembesaran jantung dan bising sistolik.(3,7)
9. Artritis
Jarang ditemukan pada anak-anak.

Atralgia yang disertai dengan

pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya


sempurna.(2)

22

Manifestasi lain yang jarang tapi menarik pada parotitis adalah


poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1
sampai 2 minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena
adalah sendi besar khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1
sampai 12 minggu dan sembuh sempurna.(7)
10. Kelainan pada mata
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri,
biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optik (papillitis)
dengan gejala-gejala bervariasi dari kehilangan pengelihatan sampai
kekaburan ringan dengan penyembuhan dalam 10 20 hari;
uveokeratitis, biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata,
kehilangan penglihatan cepat dan penyembuhan dalam 20 hari; skleritis,
tenonitis, dengan akibat eksoftalmus ; trombosis vena sentral.(2)
11. Embriopati parotitis
Tidak terdapat bukti yang kuat bahwa infeksi ibu menciderai janin,
kemungkinan hubungan endokardial fibroelastosis belum ditegakkan.
Parotitis pada awal kehamilan kemungkinan dapat terjadi abortus.(2,7)
II.10 Pencegahan
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara
imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
1. Pasif
Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis
atau mengurangi komplikasi.(2,3)
2. Aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis
epidemika yang hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-merck,
sharp and dohme) diberikan subkutan pada anak berumur 15 bulan.
Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi lain dan tidak
menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular.

Menyebabkan

23

imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama vaksin campak dan
rubella.(4,6)
Pemberian vaksinasi dengan virus mumps, sangat efektif dalam
menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi mumps pada
individu yang seronegatif sebelum vaksinasi dan telah memberikan proteksi
15 sampai 95 %. Proteksi yang baik sekurang-kurangnya selama 12 tahun
dan tidak mengganggu vaksin terhadap morbili, rubella, dan poliomielitis
atau vaksinasi variola yang diberikan serentak.(8)
Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi
maternal; Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen
vaksin; demam akut; selama kehamilan; leukimia dan keganasan; limfoma;
sedang diberi obat-obat imunosupresif, alkilasi dan anti metabolit; sedang
mendapat radiasi.(8)
Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan
setelah pemaparan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan vaksin
Mumps dalam situasi ini.(8)
II.11 Prognosis
Parotitis merupakan penyakit self-limited, dapat sembuh sendiri. Prognosis
parotitis adalah baik, dapat sembuh spontan dan komplit serta jarang
berlanjut menjadi kronis.(1,3,4,6) Sterilitas karena orkhitis jarang terjadi.(4)

BAB III
KESIMPULAN
Parotitis epidemika merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan
paramyxovirus dengan tanda khas pembengkakan kelenjar parotis yang disertai
nyeri yang kadang mengenai kelenjar gonad, pankreas dan organ lain, Penyakit
ini dapat dicegah secara pasif dengan pemberian gamaglobulin atau secara aktif
dengan vaksinasi.

24

Gejala klinis dimulai dengan masa tunas 14 sampai 24 hari, dengan


stadium prodromal 1 sampai 2 hari dengan gejala, demam, anoreksia, sakit kepala,
muntah dan nyeri otot. Kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang
mula-mula unilateral tetapi kemudian dapat bilateral. Pembengkakan terasa nyeri
baik spontan maupun pada perabaan. Terlebih-lebih jika penderita makan atau
minum sesuatu yang asam, ini merupakan gejala yang khas untuk parotitis
epidemika.
Diagnosis ini ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis
epidemika pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium tidak spesifik
sehingga tidak bisa dijadikan patokan bila gejala fisik tidak jelas maka diagnosis
didasarkan atas pemeriksaan serologis, amilase dan virologi.
Penatalaksanaan penyakit ini bersifat simptomatik dan suportif, karena
tidak ada terapi spesifik untuk infeksi virus mumps. Prognosis baik, kematian
yang terjadi akibat parotitis epidemika sangat jarang terjadi, sterilitas dan ketulian
yang permanen juga sangat jarang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
1. DBrun, Fulginiti, Kempe, Silver : Current Pediatric, Diagnosis and
Treatment, Ed.IX, 1988, 817-818.
2. Maldonado Yvonne, Parotitis Epidemika (Gondong, Mumps), dalam Ilmu
Kesehatan Anak Nelson, 1999, Edisi XV, EGC, Jakarta, hal : 1074-1076.

25

3. Franklin H. Top, SR., Paul F. Wehrle, Mumps, dalam Communicable and


infectious Disease, Edisi IX, The C.V.Mosby company, 1972, hal: 427434.
4. Adam A. Rosenberg, David W. Kaplan, Gerald B. Merenstein, Mumps
(Epidemic Parotitis), dalam Handbook Of Pediatrics, Edisi XVI,
Colorado, 1991, hal: 442-444.
5. Komite Medis RSUP Dr. Sardjito dan FK UGM Yogyakarta, Parotitis
Epidemika, dalam Standar Pelayanan Medis, Edisi II, Komite Medis
RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta, 1999, hal : 62-64.
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Parotitis Epidemika, dalam
Ilmu Kesehatan Anak, Edisi VI, infomedika, Jakarta 2000, hal: 629-632.
7. Suprohaita, Arif Mansjoer, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan,
Parotitis Epidemika, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II,
Media Aesculapius FK UI, Jakarta, 2000, hal: 418-419.
8. C.George Ray, Parotitis Epidemika, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Harrison, Edisi XIII,EGC, Jakarta, 1999, hal : 935-938.
9. Pujiadi Stephanie dan Hadinegoro, Orkitis pada Infeksi Parotitis
Epidemika: Sari Pediatri IDAI.

26

Anda mungkin juga menyukai