TINJAUAN PUSTAKA
1.1.
Definisi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diastesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1
1.2.
Etiologi
Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan
Keluarga Binaan Demam Berdarah Dengue
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun
1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.1
Patogenesis
a) Teori Antigen-antibodi
Pada DBD terjadi penurunan kadar komplemen, semakin berat penyakit
tersebut semakin menurun kadar komplemen. Komplemen yang menurun adalah
C3, C3 proaktivator, C4, C5. Kadar anafilatoksin meninggi kemudian menurun
pada fase penyembuhan. Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan
bereaksi dengan antibodi kemudian mengaktivasi komplemen, aktivasi ini
menghasilkan anafilatoksin C3a, dan C5a, yang merupakan mediator kuat
peningkatan permeabilitas kapiler, kemudian terjadi kebocoran plasma. Virus
dengue di sirkulasi berikatan dengan IgG spesifik membentuk kompleks imun.3
b) Teori Infection Enhancing Antibody
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi
menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody
dan neutralizing-antibody. Pada saat ini dikenal 2 tipe antibodi yaitu (1)
Sel fagosit mononuclear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sul kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
(b)
Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun terikat
pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue
pada permukaan sel fagosit mononuclear. Mekanisme pertama ini disebut
mekanisme afferent.
(c)
Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit yang telah
terinfeksi.
(d)
(e)
sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem
humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang
mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi.3
c) Teori mediator
Teori ini merupkan lanjutan teori antibodi enhancing. Makrofag yang
terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh
banyak sel terutama makrofag. Dalam keadan normal sitokin ini tidak terbentuk,
sehingga tidak terdapat pada serum. Dipikirkan bahwa mediator-mediator tersebut
yang bertanggungjawab atas terjadinya terjadinya demam, syok, dan permeabilitas
kapiler yang meningkat.3
Keluarga Binaan Demam Berdarah Dengue
Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada imunitas
alami yang disebabkan oleh rangsangan zat infeksius, sebagai regulator yang
mengatur aktivasi, proliferasi, dan deferensiasi limfosit, sebagai activator sel
inflamasi non spesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan differensiasi
leukosit matur.3
d) Teori Trombosit Endotel
Trombosit dan endotel diduga memiliki peran patogenesis DBD,
berdasarkan
kenyataan
bahwa
pada
DBD
terjadi
trombositopenia
dan
disamping
dapat
mengeluarkan
bahan-bahan
vasoaktif
seperti
yaitu kerusakan inti sel, kemudian perubahan bentuk sel, dan perubahan
permeabilitas membran sel. Pada kasus DBD yang berat terdapat kerusakan hepar,
terdapat councilman bodies. Kemungkinan hal tersebut merupakan proses
apoptosis. Waktu terjadi apoptosis, virus dan sel yang berserakan dimakan oleh sel
makrofag atau difagositosis. Jadi bukan virus yang bereplikasi di dalam sel
makrofag.3
1.5.
Patofisiologi
Virus dengue hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel
manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut tergantung pada daya tahan
tubuh manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen
sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler, (2) agregasi
trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi
trombosit sebagai akibat mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang, dan (3)
kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang/mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut menyebabkan (1) peningkatan permeabilitas kapiler, (2) kelainan
homeostasis yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan koagulopati.3
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan
gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan,
hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam
pada DD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit.4
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD
dengan DBD ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat
ekstravasasi cairan intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan.
Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.4
Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya
cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat
berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.4
Keluarga Binaan Demam Berdarah Dengue
menimbulkan
dugaan
meningkatnya
destruksi
trombosit
dalam
sistem
1.6.
Manifestasi Klinis5
Tanda khas DBD ditandai oleh empat manifestasi klinis mayor yaitu demam tinggi,
menyerupai DD, seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, dan nyeri otot atau tulang dan sendi.
Nyeri pada konjugtiva mungkin terjadi. Ketidaknyamanan pada lambung dan nyeri abdomen
generalisata umum terjadi.
Suhu biasanya tinggi, > 39C dan menetap selama 2-7 hari, kadang mencapai 4041C; kejang demam dapat terjadi, terutama pada bayi. Perdarahan paling umum adalah tes
tourniket positif, mudah memar dan perdarahan pada tempat suntikan. Pada kebanyakan
kasus terdapat petekie yang menyebar pada ekstrimitas, aksila, wajah dan palatum lunak,
yang biasanya terlihat selama fase demam awal. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang
terjadi, perdarahan gastrointestinal ringan dapat terlihat selama periode demam.
Hepar biasanya dapat diraba pada awal fase demam dan ukurannya bervariasi 2-4cm
dibawah arkus kostarum. Pembesaran hepar terjadi lebih sering pada kasus syok.
Splenomegali jarang ditemukan pada bayi; namun limpa tampak menonjol pada pemeriksaan
roentgen.
Tahap kritis dari perjalanan penyakit dicapai pada akhir fase demam. Setelah 2-7 hari
demam, penurunan suhu cepat sering disertai dengan tanda gangguan sirkulasi yang beratnya
bervariasi. Pasien dapat berkeringat, gelisah, ekstrimitas dingin dan menunjukkan suatu
perubahan pada frekuensi nadi dan tekanan darah.
Keparahan penyakit dapat dicegah dengan diagnosis dini dan mengganti kehilangan
plasma. Trombositopenia dan hemokonsentrasi dapat terdeteksi sebelum demam menghilang
dan sebelum syok terjadi.
1.7.
hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok
yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan
nadi < 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah
mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok
biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak
adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis
metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis. Pada masa
penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus
bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila
pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.2
Keluarga Binaan Demam Berdarah Dengue
Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan
terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti
ensefalopati dan gagal hati.2
Kondisi pasien dapat berkembang ke arah syok tiba-tiba setelah demam selama 2-7
hari. Penyimpangan ini terjadi bersamaan atau segera setelah penurunan suhu-antara hari
ketiga dan ketujuh sakit. Tanda khas gagal sirkulasi: kulit menjadi dingin, berbentol-bentol,
dan kongesti; sinosis sirkumoral sering terjadi; nadi menjadi cepat. Pasien pada awalnya
dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat memasuki tahap kritis
dari syok.5
SSD ditandai dengan nadi cepat, lemah dengan penyempitan tekanan nadi <20mmHg,
atau hipotensi dengan kulit dingin dan lembab dan gelisah. Pasien dapat sampai pada tahap
syok berat, dimana tekanan darah atau nadi menjadi tidak terbaca. Durasi syok biasanya
pendek, pasien meninggal dalam 12-24 jam, atau sembuh dengan cepat setelah terapi
penggantian volume yang tepat. Efusi pleura dan saites terdeteksi melalui pemeriksaan fisik
atau radiografi. Pasien dengan perdarahan intrakranial dapat mengalami kejang dan koma.
Ensefalopati, yang kadang dilaporkan, dapat terjadi dalam hubungannya dengan gangguan
metabolik dan elektrolit atau perdarahan intrakranial.5
Pemulihan pada pasien dengan SSD teratasi adalah singkat dan tidak rumit, tanda
prognosis yang baik adalah produksi urin adekuat dan kembali mempunyai nafsu makan.
Temuan umum selama masa penyembuhan pasien DBD adalah bradikardia sinus atau aritmia
dan karakteristik ruam petekial konfluens dengan area dengan sedikit bagian kulit normal.
Ruam makulopapular atau tipe-rubela kurang umum pada DBD dibanding DD dan mungkin
terlihat baik pada awal atau tahap lanjut penyakit. Perjalanan DBD kira-kira 7-10 hari.5
1.8.
Klasifikasi
Grade
Gejala
Demam dengan 2 atau lebih gejala
Laboratorium
Kadang leukopenia.
DBD
myalgia, arthralgia.
Gejala di atas ditambah dengan tes
DBD
II
tourniquet positif.
Gejala di atas ditambah dengan
naik >20%
Trombositopenia <100.000, Ht
DBD
III
perdarahan spontan
Gejala di atas ditambah dengan kegagalan
naik >20%
Trombositopenia <100.000, Ht
DBD
IV
naik >20%
Trombositopenia <100.000, Ht
tidak terdeteksi.
naik >20%
* DBD grade III dan IV juga disebut sebagai Dengue Shock Syndrome (DSS)
1.9.
Pemeriksaan Penunjang
1.9.1
Laboratorium1
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM
maupun IgG.
Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit) diserati adanya limfosit plasma biru (LPB) >15%
dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
Golongan darah dan cross match : bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah.
Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
1.9.2
Pemeriksaan Radiologis1
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur
pada sisi badan sebelah kanan). Asires dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
10
1.10.
Penatalaksanaan
Antipiretik atau kompres hangat. Untuk menurunkan suhu menjadi < 390C
dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/aspirin tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
Pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih,
paling sedikit selama 2 hari.
11
12
Pemberian oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.
Transfusi darah
13
14
1.11.
Prognosis
Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang
dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit.2 Prognosis biasanya buruk pada sindrom
syok dengue dengan renjatan berulang atau berkepanjangan, dan Koagulasi Intravaskular
Diseminata.
BAB II
LAPORAN KASUS
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur/ : Nn.R/ Perempuan/ 19 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan
: Mahasiswi
c. Alamat
: Bungo Muaro Panjalinan, Padang
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan
: Belum Menikah
b. Jumlah Saudara
: 3 orang
Keluarga Binaan Demam Berdarah Dengue
15
kamar.
Listrik ada
Sumber air : PDAM, air minum air gallon isi ulang.
Di halaman rumah terdapat pot tanaman yang kurang dijaga dengan baik
sehingga tampak air tergenang yang menjadi media berkembang biaknya
nyamuk.
Ada papan papan kayu yang ditumpuk di samping rumah.
Bak mandi ada 3 buah di dalam rumah, salah satu bak mandi di kamar kakak
pasien tidak pernah dibersihkan dan di kuras
adik pasien yang kedua berumur 16 tahun, kelas 1 SMA) dan kakek pasien.
Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduk.
16
Rasa mual ada sejak 3 hari yang lalu namun tidak disertai muntah.
Gusi berdarah tidak ada.
Hidung berdarah tidak ada.
Batuk-batuk tidak ada.
Sesak nafas tidak ada.
Penurunan berat badan tidak ada.
Nyeri menelan tidak ada.
Nafsu makan berkurang sejak sakit.
BAK warna dan jumlah biasa.
BAB konsistensi dan warna biasa.
: Sedang
: CMC
: 102x/ menit
: 20x/menit
: 90/60 mmHg
: 38,8 0C
: 49 Kg
: 156 cm
: 20,13 (normoweight)
: Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
: Rumple Leed (+) di bagian volar lengan.
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada pembesaran KGB
Dada
Paru
Inspeksi
: simetris ki=ka
Palpasi
: fremitus ki=ka
Perkusi
: sonor
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Jantung
Kiri
17
Kanan : LSD
Atas
: RIC II
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Abdomen
Perkusi
Auskultasi
Punggung
Anggota gerak : Akral dingin, oedema tidak ada, reflek fisiologis +/+, reflek
patologis - /8. Laboratorium : Tidak dilakukan
9. Pemeriksaan anjuran :
Pemeriksaan Hb, Ht,Leukosit dan trombosit
10. Diagnosis Kerja
Suspek Demam Berdarah Dengue Stage III
11. Diagnosis Banding : Demam Dengue
12. Manajemen
a. Preventif :
Hindari gigitan nyamuk pada pagi hari dan sore hari dengan menggunakan
mosquito repellent. Selain itu, dapat menggunakan kelambu pada waktu
tidur, memasang kasa perangkap nyamuk, menyemprot insektisida,
memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala dan lain-lain sesuai
b. Promotif :
Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit
demam berdarah dengue (DBD) bahwa penyakit ini disebabkan oleh
18
mulai turun pada hari ke-4 dan ke-5, kemudian meningkat lagi pada hari
ke-6, sehingga pasien dan keluarganya dapat mewaspadai jika salah satu
anggota keluarganya atau tetangga disekitar rumahnya mengalami gejala
diatas agar dapat dibawa ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan
yaitu
sekali seminggu.
Mengganti/ menguras vas bunga seminggu sekali.
Menutup dengan rapat tempat tampungan air.
Mengubur kaleng-kaleng bekas, ban bekas, serta papan kayu dan
longgokan sepatu-sepatu lama yang tidak dipakai.
2. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
-
Pengasapan/fogging
(dengan
menggunakan
malathion
dan
19
BAB III
ANALISIS MASALAH
DATA KELUARGA
A. Identitas individu/keluarga
No
Nama
Jenis
Usia
Tn. A
Kelamin
Laki-laki
2
3
4
Ny. S
Nn. R
Nn. L
5.
Nn.D
Status
Pendidikan
Pekerjaan
(Thn)
62
Kakek
SMA
Perempuan
Perempuan
Perempuan
47
19
18
Ibu
Anak (pasien)
Adik
S1
SMA
SMK
Wirausaha
(bengkel)
IRT
Mahasiswi
Pegawai Salon
Perempuan
15
Adik
SMP
Pelajar
20
4. Perilaku individu/keluarga
- Perilaku hidup bersih dan sehat kurang.
- Kakek pasien merokok, 5 batang perhari.
- Kebiasaan menggunakan NAPZA tidak ada.
1. Faktor Lingkungan
o Kurangnya higiene lingkungan
Solusi :
- Menguras bak mandi / penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
- Membersihkan dan menguras pot bunga seminggu sekali sehingga tidak ada
air yang tergenang di dalam pot yang merupakan media perkembangbiakan
nyamuk.
- Membuang tumpukan papan kayu yang berada disamping rumah.
21
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) bahwa penyakit ini disebabkan oleh infeksi
22
Home Visite II Tanggal 27 Desember 2012 pukul 14.00. Tempat : rumah pasien.
Riwayat penyakit sekarang ;
:
:
:
:
:
:
Baik
CMC
86 x / menit
20 x / menit
120/80 mm Hg
36,80C
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Jantung
Kiri
Kanan : LSD
Atas
Auskultasi
: RIC II
: bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
23
sekali seminggu.
Mengganti/ menguras vas bunga seminggu sekali.
Menutup dengan rapat tempat tampungan air.
Mengubur kaleng-kaleng bekas, ban bekas, serta papan kayu dan
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Suhendro, Naiggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam : Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid III, Edisi Ke-4.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. hal. 1709-13.
2. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana demam dengue /
demam berdarah dengue. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999. hal.
1-48.
3. Rezeki S, dkk. Demam berdarah dengue. Jakarta: IDAI. 2005.
4. Demam berdarah dengue: pelatihan bagi pelatih, dokter spesialis anak, dan dokter
spesialis penyakit dalam, dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit FKUI: Jakarta,
1999.
5. World Health Organization. Demgue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment,
prevention, and control. 2nd edition. Geneva: World Health Organization. 1997. p. 12-23
6. World Health Organization. Giudelines for treatment of dengue fever / dengue
haemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi. 1999. p. 5.
25
26