gigi desidui. Hal ini berhubungan dengan usia anak belajar berjalan dan sering terjatuh karena
koordinasi otot anak belum sempurna. Sedangkan untuk gigi permanen pada usia 8-12 tahun
terutama pada anak laki-laki karena jenis permainan yang dilakukan anak laki-laki lebih
sering menyebabkan cedera dibandingkan dengan permainan anak perempuan. Gigi anterior
maksila 2-3 kali lebih sering mengalami trauma terutama gigi dengan overjet 4 mm.
Kecelakaan yang terjadi dirumah, disekolah, dan tempat bermain ditemukan sebanyak 60%,
disebabkan kecelakaan lalu lintas 15 %, karena olahraga 14 % dan lain-lain sebanyak 11 %
(Ravel, 2003; Rutar, 1997; Krasner, 2006).
Selain faktor-faktor di atas ada beberapa faktor predisposisi terjadinya trauma gigi
anterior yaitu posisi dan keadaan gigi tertentu misalnya kelainan dentofasial seperti maloklusi
kelas I tipe 2, kelas II divisi 1 atau yang mengalami overjet lebih dari 3 mm, keadaan yang
memperlemah gigi seperti hipoplasia email, kelompok anak penderita cerebral palsy, dan
anak dengan kebiasaan mengisap ibu jari yang menyebabkan gigi anterior protrusive
(Roberts, 1980; Birch, et al., 1973; Finn, 2003).
Kehilangan gigi tersebut signifikan dan dapat menimbulkan dampak negatif. Selain
mengalami gangguan fungsi dan estetis, psikologis juga dapat terganggu karena akan merasa
tidak percaya diri akibat hilangnya gigi (Mathewson dan Primosch, 1995).
Perawatan pada anak untuk kasus traumatik injuri antar lain yaitu replantasi, kaping
pulpa, pulpotomi dan pulpektomi. Pulpektomi akan dibahas lebih lanjut untuk mengetahui
indikasi, kontraindikasi, prosedur perawatan dan mekanisme perawatannya.
PEMBAHASAN
Definisi trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau
periodontal karena sebab mekanis (Schuurs, 1992). Traumatik injuri pada rongga mulut dan
sekitarnya merupakan kasus yang banyak terjadi di kalangan anak dan remaja, sehingga
mernbutuhkan perhatian baik dan teliti mengenai perawatan dari dokter gigi. Cedera
traumatik pada anak dikatakan hampir 30 persen anak pernah mengalami trauma pada gigi
dan wajah pada saat bermain, berolah raga atau aktivitas lainnya. Trauma yang melibatkan
gigi depan tetap atas sering terjadi pada usia 8 sampai 12 tahun. Penyebab trauma pada gigi
permanen antara lain jatuh dari sepeda, berkelahi, kecelakaan lalu lintas dan olahraga.
Perawatan yang dapat dilakukan, pada hal ini perawatan endodontic, pada trauma gigi
salah satunya adalah pulpektomi.
PULPEKTOMI (Ekstirpasi Pulpa)
2. Gigi yang akan dirawat. Pemberian anestesi lokal untuk menghilangkan rasa sakit
pada saat perawatan.
3. Daerah operasi diisolasi dengan rubber dam untuk menghindari kontaminasi bakteri
dan saliva.
4. Jaringan karies dibuang dengan bor fisur steril. Atap kamar pulpa dibuang dengan
menggunakan bor bundar steril kemudian diperluas dengan bor fisur steril.
5. Jaringan pulpa di kamar pulpa dibuang dengan menggunakan ekskavatar atau bor
bundar kecepatan rendah.
6. Perdarahan yang terjadi setelah pembuangan jaringan pulpa dikendalikan dengan
menekankan cotton pellet steril yang telah dibasahi larutan saline atau akuades selama
3 sampai dengan 5 menit.
7. Kamar pulpa dibersihkan dari sisa-sisa jaringan pulpa yang telah terlepas kemudian
diirigasi dan dikeringkan dengan cotton pellet steril. Jaringan pulpa di saluran akar
dikeluarkan dengan menggunakan jarum ekstirpasi dan headstrom file.
8. Saluran akar diirigasi dengan akuades steril untuk menghilangkan kotoran dan darah
kemudian dikeringkan dengan menggunakan paper point steril yang telah dibasahi
dengan formokresol kemudian diaplikasikan ke dalam saluran akar selama 5 menit.
9. Saluran akar diisi dengan pasta mulai dari apeks hingga batas koronal dengan ,
menggunakan jarum lentulo.
10. Lakukan lagi foto rontgen untuk melihat ketepatan pengisian .
11. kamar pulpa ditutup dengan semen, misalnya dengan semen seng oksida eugenol atau
seng fosfat.
12. Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi permanen.
beberapa kasus menyulitkan untuk dilakukan prosedur pulpektomi, namun perawatan ini
merupakan salah satu cara yang baik untuk mempertahankan gigi sulung dalam lengkung
rahang (Mathewson dan Primosch, 1995).
Langkah-langkah perawatan pulpektomi non vital (Andlaw dan Rock, 1993; Kennedy, 1992;
Mathewson dan Primosch, 1995):
Kunjungan pertama :
1. Lakukan foto rontgen.
2. Isolasi gigi dengan rubber dam.
3. Buang semua jaringan karies dengan ekskavator, selesaikan preparasi dan
desinfeksi kavitas.
4. Buka atap kamar pulpa selebar mungkin.
5. Jaringan pulpa dibuang dengan ekskavator sampai muara saluran akar terlihat.
6. Irigasi kamar pulpa dengan air hangat untuk melarutkan dan membersihkan debris.
7. Letakkan cotton pellet yang dibasahi trikresol formalin pada kamar pulpa.
8. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.
9. Instruksikan pasien untuk kembali 2 hari kemudian.
Kunjungan kedua :
1. Isolasi gigi dengan rubber dam.
2. Buang tambalan sementara.
3. Jaringan pulpa dari saluran akar di ekstirpasi, lakukan reaming, filling, dan irigasi.
4. Berikan Beechwood creosote.
Celupkan cotton pellet dalam beechwood creosote, buang kelebihannya, lalu letakkan dalam
kamar pulpa.
5. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.
6. Instruksikan pasien untuk kembali 3 sampai dengan 4 hari kemudian.
Kunjungan ketiga :
1. Isolasi gigi dengan rubber dam.
2. Buang tambalan sementara.
3. Keringkan kamar pulpa, dengan cotton pellet yang berfungsi sebagai stopper masukkan
pasta sambil ditekan dari saluran akar sampai apeks.
4. Letakkan semen zinc fosfat.
5. Restorasi gigi dengan tambalan permanen.
Akhir-akhir ini pulpektomi gigi sulung sering dilakukan dalam satu kali kunjungan.
Tetapi bila gigi sudah nekrosis disertai dengan rasa sakit dan terdapat pus pada saluran akar,
maka perawatan sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali kunjungan (2 atau 3 kali), untuk
meningkatkan keberhasilan perawatan (McDonald dkk., 2004).
Evaluasi Setelah Perawatan
Setiap perawatan pulpa pada gigi sulung perlu dievaluasi baik secara klinis maupun
radiografis. Evaluasi klinis dilakukan kira-kira seminggu setelah perawatan dan dilanjutkan
dengan evaluasi setiap 6 bulan, untuk melihat apakah gigi goyang, ada rasa sakit yang
menetap, ada pembengkakan atau fistula di jaringan sekitar gigi. Evaluasi radiografis
dilakukan antara 12 sampai 18 bulan setelah perawatan. Perawatan dianggap berhasil bila
secara radiografis terlihat penyembuhan tulang dengan tidak ada tanda atau gejala. Perawatan
dianggap gagal bila terapat mobilitas patologis, timbul fistula, rasa sakit (biasanya pada
perkusi); secara radiografis terlihat daerah radiolusensi yang meningkat, adanya resorpsi
eksternal maupun internal (Mathewson dan Primosch, 1995).
KESIMPULAN
Berdasarkan pengertian yang ada, dapat disimpulkan bahwa trauma injuri pada anak
harus segera ditangani. Jika perawatan dilakukan terlambat, dapat berpengaruh pada
psikologis anak dan keadaan gigi permanen nantinya. Salah satu perawatan yang endodontik
yang dapat dipakai dengan pulpektomi. Pulpektomi dapat dilakukan 1 kali kunjungan atau
bahkan lebih, tergantung dari parahnya jaringan pulpa yang mengalami kerusakan.
DAFTAR PUSTAKA
Andlaw, R. J., dan W. P. Rock. 1993. A Manual of Paedodontics. 3rd edition. Churchill Livingstone:
New York.
Bence, R. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik. Diterjemahkan dari Handbook of Clinical
Endodontics oleh E. H. Sundoro. Penerbit UI : Jakarta.
Birch, R.H. Huggins, D.G. 1973. Practical pedodontics. Churchill Livingstone: Edinburgh.
Dorland, W.A.N. 2002. Kamus kedokteran Dorland. 29th ed. Terjemahan H. Hartanto dkk. EGC:
Jakarta.
Finn, S.B. 2003. Clinical pedodontics. 4th ed. W. B. Saunders Company : Philadelphia.
Kennedy, D. B. 1992. Konservasi Gigi Anak. Diterjemahkan dari Paediatric Operative Dentistry
oleh N. Sumawinata dan S. H. Sumartono. EGC : Jakarta.
Krasner P. 2006. With the right prosedures, EPS Can Save Avulsid Teeth.
<http://www.mytoothcaretips.com/article1.pdf>
Mathewson, R. J., dan R. E. Primosch. 1995. Fundamentals of Pediatric Dentistry;. 3rd edition.
Quintessence Publishing : Chicago.
McDonald, R.E., Avery, D.R. 2004. Dentistry for the child and adolescent. 7th ed. Mosby : St Louis.