LATAR BELAKANG
Dasar Hukum
5 Juni 1992
23 Agustus 1994
13 Juli 1998
3 Desember 2004
21 Juli 2005
Juli 2008
1.1
Salah satu tugas dari DNPI ini adalah melakukan mitigasi perubahan iklim. Mitigasi itu
bermakna mengurangi atau mencegah terjadinya perubahan iklim. Dalam hal ini
bermula dari kesepakatan antar negara di dunia untuk melakukan pengurangan
karbon. Perdagangan Karbon (Carbon Trading) merupakan salah satu bagian dari
mitigasi perbuahan iklim tersebut.
Posisi Indonesia pada Kyoto Protocol merupakan negara berkembang yang tidak
berkewajiban menurunkan emisi gas rumah kaca 5 persen dibawah aras 1990 pada
jangka 2008-2012, tetapi masih bisa mengkreditkan kelebihan penurunan emisinya
negara industri pada pasar karbon international dengan pola Mekanisme Pembangunan
Bersih (Clean Development Machanism - CDM) dan Voluntary Market (Pasar Karbon
Sukarela).
Gambaran Umum
Perdagangan karbon muncul setelah Protokol Kyoto yang melibatkan 169 negara
mengikat secara hukum di tahun 2005. Perjanjian ini mewajibkan negara industri
mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) mereka sebanyak 5% di bawah kadar yang
mereka lepaskan pada tahun 1990 dalam kurun waktu 5 tahun (mulai 2008-2012).
Setelah melalui perdebatan panjang, Protokol Kyoto menyetujui tiga mekanisme
lentur untuk membantu negara industri menekan emisi, yaitu: Implementasi Bersama
(Joint Implementation/JI), Perdagangan Emisi (Emission Trading/ET) dan Mekanisme
Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism/CDM).
Di bawah peraturan Protokol Kyoto inilah pasar karbon terbesar di dunia lahir. Secara
sederhana, laju emisi gas rumah kaca yang dihasilkan, bisa diturunkan dengan cara
membeli kredit karbon atau membayar proyek yang mengurangi, menetralisir atau
menyerap emisi gas rumah kaca, melalui lembaran sertifikat semacam surat berharga
yang beredar di pasar karbon. Karbon disini merujuk kepada enam gas rumah kaca
yang dianggap mempunyai peran besar dalam pemanasan global, yaitu karbondioksida
(CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (NO), hidrofluorokarbon (HFCs),
perfluorokarbon (PFCs) dan sulfur hexaflourida (SF6).
Sejak upaya penurunan emisi gas rumah kaca menjadi kewajiban, bisnis karbon
tumbuh menjadi sebuah komoditas baru yang sangat menjanjikan. Tingginya
permintaan kredit karbon dari negara industri diikuti dengan tren kampanye
pemanasan global yang telah menggaet Nobel dan Piala Oscar, membuat sertifikat
karbon ini laris di perdagangan karbon dunia.
Dalam hal ini negara-negara yang memiliki kewajiban menurunkan emisi (Annex-1)
akan membeli sertifikat hasil penurunan emisi di negara berkembang. Sertifikat itu
yang kemudian diperdagangkan di negara maju. Untuk penurunan emisi dari negara
maju untuk negaranya sendiri maka mereka sudah efisien dan sudah sangat bersih
dibandingkan negara berkembang.
1.2
Selain pasar karbon yang terikat dibawah peraturan Protokol Kyoto (obligation atau
mandatory market) yang telah disebutkan diatas, muncul sebuah pasar karbon lain
yang dinamakan Voluntary Carbon Market (VCM) atau pasar karbon sukarela. Dalam
pasar kabon sukarela, pembeli/penjual berinisiatif membeli/menjual sertifikat kredit
karbon bukan karena kewajiban, namun karena alasan-alasan lain seperti menjaga
image dan kredibilitas, sebagai investasi untuk dijual kembali, strategi pemasaran,
antisipasi akan peraturan di masa depan, penyelarasan perusahaan dengan agenda
corporate social responsibility (CSR) atau memang ingin berpartisipasi dalam
menurunkan emisi gas rumah kaca dunia. Pembeli disini bisa pemerintah, perusahaan,
organisasi, sampai perorangan. Pasar karbon sukarela dibagi menjadi dua pasar
utama, yaitu The Chicago Climate Exchange (CCX) yang sifatnya sukarela tapi
mengikat dan pasar Over The Counter (OTC) atau voluntary offset market dimana
sifatnya sukarela sekaligus tidak mengikat. Kredit yang beredar di pasar OTC disebut
Verified Emission Reductions (VERs). Nilai pasar carbon point Voluntary Market (nonobligation market) di dunia saat ini sudah mencapai sekitar US$ 150 milyar.
Indonesia memiliki peluang dan potensi yang sangat besar dalam mengambil peran di
pasar karbon terutama pada sektor energi dan kehutanan, akan tetapi sampai saat ini
pasar karbon yang baru terbentuk baru obligation market (CDM) sedangkan pasar
karbon sukarela ini belum terbentuk. Beberapa kendala yang yang dihadapi adalah
pendataan potensi pasar karbon sukarela dan peraturan yang belum tersedia. Melalui
kegiatan studi ini, diharapkan bisa menjadi langkah awal dari penguatan dan
perluasan pasar perdagangan karbon sukarela di Indonesia.
Kegiatan dilaksanakan dengan melakukan survei potensi pasar karbon suka rela di
Indonesia, terutama yang terkait dengan sektor energi dan kehutanan, serta
penyebarluasan informasi kegiatan. Secara kualitatif, kegiatan ini diharapkan dapat
menjadi salah satu sumber informasi terkini dari pelaksanaan pasar karbon suka rela
(voluntary carbon market), termasuk dukungan kebijakan yang diperlukan dalam
pengembangannya.
Studi yang juga akan dilakukan dalam program ini akan ditujukan pada kemungkinan
pengembangan pasar dan celah baru untuk penguatan komisi nasional mekanisme
pembangunan bersih, terutama di sisi informasi pasar karbon suka rela. Tidak
tertutup kemungkinan akan adanya peluang pengurangan karbon maupun
pengembangan pasar maupun penyusunan mekanisme dan kebijakan baru di bidang
pembangunan bersih setelah selesainya hasil program ini.
1.2
Kegiatan dilaksanakan dengan melakukan survei potensi pasar karbon suka rela di
Indonesia, terutama yang terkait dengan sektor energi dan kehutanan, serta
penyebarluasan informasi kegiatan. Secara kualitatif, kegiatan ini diharapkan dapat
menjadi salah satu sumber informasi terkini dari pelaksanaan pasar karbon suka rela
(voluntary carbon market), termasuk dukungan kebijakan yang diperlukan dalam
pengembangannya.
Maksud dari pekerjaan studi ini adalah melakukan studi dan analisis pengembangan
pasar karbon suka rela, yang meliputi mekanisme yang sudah berjalan secara
internasional serta peluang dan kendala pengembangannya di Indonesia.
Studi yang juga akan dilakukan dalam program ini akan ditujukan pada kemungkinan
pengembangan pasar dan celah baru untuk penguatan komisi nasional mekanisme
pembangunan bersih, terutama di sisi informasi pasar karbon suka rela. Tidak
tertutup kemungkinan akan adanya peluang pengurangan karbon maupun
1.3
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pekerjaan Studi dan Analisis Pengembangan Pasar Karbon Sukarela
adalah kegiatan yang terinci berikut ini:
1. Penyiapan tim studi dan analisis pengembangan pasar karbon sukarela di
Indonesia dan jadwal rinci seluruh kegiatan studi, termasuk sumber data
yang diperlukan.
2. Studi pustaka mengenai tata laksana dan peraturan proyek pasar karbon
sukarela dari lembaga internasional yang sudah berjalan. Studi pustaka ini
melingkupi juga perkembangan pasar karbon suka rela di dunia, pasar dan
mekanisme yang sudah berjalan, peluang pasar karbon suka rela secara
global, dan posisi pasar karbon suka rela di Indonesia.
3. Pengumpulan data yang terkait dengan pasar voluntary dengan metode
wawancara langsung pada pihak yang sudah melakukan dan pihak yang
terkait dengan implementasi pasar karbon suka rela, yaitu:
a. Para pelaku pasar karbon suka rela di Indonesia.
b. Pihak yang membutuhkan VER (Voluntary Emission Reduction) untuk
kepentingan bisnisnya.
c. Kementrian Perdagangan.
d. Badan Koordinasi Pasar Modal (BKPM).
e. Kementrian Lingkungan Hidup.
f. Kementrian Kehutanan.
g. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
h. Kementrian Perindustrian.
4. Pengumpulan data yang terkait dengan potensi pasar voluntary, terutama
untuk sub sektor sebagai berikut:
a. Kehutanan.
b. Energi.
c. Perindustrian.
1.4
dirasakan
untuk
penguatan
mekanisme
METODOLOGI
KEKUATAN
SUPPLY
KEKUATAN
DEMAND
FAKTOR-FAKTOR PEMBANGUN
KEKUATAN SUPPLY
FAKTOR-FAKTOR PEMBANGUN
KEKUATAN DEMAND
f(1)
f(2)
..
f(n)
f(1)
f(2)
..
f(n)
Gambar 1.1 Konsep dasar pendekatan sisi supply dan sisi demand
1.5
Pengaruh faktor-faktor untuk supply power dan demand power sangat bervariatif.
Variasi faktorfaktor akan menentukan pola dan besaran masingmasing kekuatan.
Secara garis besar faktorfaktor yang berpengaruh pada studi pengembangan pasar
karbon sukarela di Indonesia digambarkan di bawah ini:
1.6
PT Diksa Intertama
Consultant
Regulasi (Nasional
& Internasional)
Investasi
Stakeholder (Pelaku
pasar)
Pengembangan Pasar
Karbon Sukarela
Supply Side
Market
Demand Side
Sumber Daya
di Indonesia
Lingkungan
Teknologi &
Infrastruktur
Gambar 1.2. Faktor faktor yang menentukan sisi supply dan sisi demand pada Pengembangan Pasar
Karbon Sukarela di Indonesia
PT Diksa Intertama
Consultant
Gambar 1.3 Contoh hasil tampilan Peta Supply Potensi Pasar Karbon Sukarela
PT Diksa Intertama
Consultant
Pemetaan demand akan projek pasar karbon sukarela ini didasarkan akan tingkat
kewajiban negara/perusahaan dalam rangka menurunkan emisi gas rumah kaca,
tingkat pertumbuhan konsumsi energi dan emisinya, dan informasi pasar karbon
internasional. Pada peta demand ini juga akan menyertakan jenis projek penurunan
emisi karbon mana yang cocok dan layak diaplikasikan pada perdagangan pasar karbon
sukarela di suatu wilayah dengan melihat potensi dan semua aspek yang berpengaruh
pada kekuatan supply-demand pasar karbon sukarela ini (Voluntary Carbon Market,
VCM).
Secara Umum, gambaran pasar karbon sukarela dibandingkan dengan posisi obligation
market adalah sbb.:
OTC
Gambar 1.4. Gambaran Posisi Pasar Karbon Sukarela dengan Pasar Mandatory (sumber: DNPI, 2009)
PT Diksa Intertama
Consultant
industri diharapkan menghindari pemakaian bahan baku yang bisa menghasilkan emisi
GRK. Upaya pemerintah dalam melakukan diversifikasi energi nasional yang salah
satunya mengamanatkan penggunaan energi baru terbarukan telah dituangkan dengan
Peraturan Presiden No. 5 tahun 2005 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Perpres
No. 5 Tahun 2005 ini pada intinya menetapkan sasaran pada tahun 2025 yaitu:
a. tercapainya elastisitas energi lebih kecil 1 (satu)
b. terwujudnya energi (primer) mix yang optimal, dengan pangsa masingmasing jenis energi:
minyak bumi sebesar-besarnya 20%;
batubara minimal 33%;
gas bumi minimal 30%;
energi baru terbarukan minimal 17%.
Sedangkan untuk mencapai target yang disebutkan di atas, disusun Blueprint
Pengelolaan Energi Nasional (Blueprint PEN) yang memuat strategi dan progam yang
yang bersifat dinamis yang dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan. Khususnya untuk upaya diversifikasi energi, pada Blueprint PEN telah
disusun Rencana Umum Diversifikasi Energi, yaitu mengidentifikasi jenis-jenis energi
yang akan memenuhi pangsa bauran energi primer Indonesia pada tahun 2025. Pada
upaya melakukan konservasi energi, maka pemerintah telah menetapkan Undangundang No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Undang-undang ini mengamanatkan
pengembangan energi terbarukan dan penerapan konservasi energi secara nasional
melalui insentif dan kemudahan, serta penetapan kewajiban bagi pengusaha energi
skala besar yang telah ditetapkan pada Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009
tentang Konservasi Energi.
Dengan melihat seluruh peraturan perundangan tersebut, maka sebenarnya secara
hukum Kegiatan Penurunan Emisi Karbon Sukarela di sektor energi nasional telah
memiliki ruang yang memadai. Selanjutnya, untuk membuat suatu mekanisme yang
akan menjadi acuan dasar bagi kegiatan pasar karbon sukarela di sektor energi ini,
perlu dilakukan penggalian data dan konsep dari seluruh stakeholder (pemangku
kepentingan) yang berperan dalam kegiatan pasar karbon sukarela ini. Dengan
kegiatan survei dan workshop pada studi ini, diharapkan muncul gagasan dan
rekomendasi mekanisme perdagangan pasar karbon secara sukarela di Indonesia
sebagai salah satu upaya mitigasi perubahan iklim.
Pada sektor kehutanan, mekanisme perdagangan karbon secara sukarela lebih spesifik
pada upaya pemerintah pusat atau daerah dan masyarakat sekitar kawasan hutan
untuk tetap melestarikan keutuhan hutan di wilayahnya. Kelestarian hutan yang
dimaksud adalah mencegah hutan dari penggundulan (deforestation) dan perusakan
(degradation). Upaya penurunan karbon dari sektor kehutanan ini dibutuhkan usaha,
investasi, dan satu komitmen yang kuat untuk membawa hutan ini akhirnya bisa
diperdagangkan dalam skema pasar karbon sukarela.
1.4.6 Analisis dan Evaluasi Implementasi Pasar Karbon Sukarela
Kegiatan analisis dan evaluasi implementasi pasar karbon sukarela dilakukan dalam
rangka menilai seluruh aktifitas yang akan dijalankan, sedang berlangsung dan setelah
implementasi projek penurunan emisi kabon dengan pola dan mekanisme pasar karbon
sukarela. Beberapa kegiatan evaluasi tersebut meliputi seluruh komponen yang akan
PT Diksa Intertama
Consultant
diteliti dalam rangka keberhasilan program penurunan emisi karbon dengan skema
pasar kabon sukarela.
Berikut ini komponen-komponen yang akan dikaji sehubungan dengan implementasi
projek penurunan emisi dengan skema pasar karbon sukarela:
Tahap
Pra Implementasi
Proses (on)
Implementasi
Pasca Implementasi
Faktor/ Elemen
Analisis
Metode Analisis
FS yang meliputi:
Studi literatur
Jenis sektor
(energi atau
kehutanan)
Survei,
wawancara
FGD/ workshop
Sumber
Potensi
Output dan
Konsumen/ pangsa
pasar
Teknologi
Keekonomikan
Geografi &
Lingkungan
Regulasi
Kelembagaan
terlibat
Organisasi
Manajemen
projek;
Organisasi
SDM;
Pendanaan;
SOP;
HSE;
Waktu
Evaluasi output
(kapasitas);
Aspek Operasional
Manintenance
Pengaruh thdp
sosial, ekonomi
dan budaya
masyarakat;
Tingkat
keberhasilan
projek
Benchmarking
Projek Penurunan
emisi karbon lain
(baik dengan skema
CDM maupun VER)
Projek
pemerintah
(pusat/ daerah)
yang sejenis;
PT Diksa Intertama
Consultant
MULAI
PENGUMPULAN DATA
DATA PRIMER
(KEGIATAN SURVEI &
WORKSHOP)
DATA SEKUNDER
PENGOLAHAN DATA
Sesuai ?
tdk
ya
REKOMENDASI
PT Diksa Intertama
Consultant
Perdagangan
menyangkut
pola
PT Diksa Intertama
Consultant
skala
prioritas
Riset kebijakan dilakukan berdasarkan hasil dari analisis data sekunder, analisa hasil
survei dan analisa hasil workshop yang dilakukan pada beberapa objek penelitian.
Riset ini juga menggunakan metoda qualitative and quantitative comparative study,
dimana dilakukan perbandingan dan analisa pengembangan karbon sukarela pada :
a
mekanisme
CDM
dan
PT Diksa Intertama
Consultant
Hasil dan evaluasi atas kebijakan saat ini dan value assesment atas
penerapan projek pasar karbon di Indonesia;