Anda di halaman 1dari 8

IV

NYERI TRAUMA

PRINSIP UMUM
Pada penanganan nyeri karena trauma dapat dibedakan tiga tahap
yang berbeda : tahap emergensi, tahap penyembuhan dan tahap
pemulihan. Pada setiap tahap bisa ditemukan 2 jenis masalah nyeri yaitu :
1. Nyeri kontinu : nyeri yang ada pada saat istirahat atau melakukan
aktifitas sehari-hari
2. Nyeri insidental / sehubungan dengan tindakan (incident pain) : nyeri
yang timbul saat manipulasi / pembersihan luka, ganti balutan,
memandikan / membalik pasien, dsb.
Trauma pada suatu bagian dari sistem syaraf menyebabkan nyeri
kontinu yang seringkali bersifat seperti rasa terbakar. Berbagai istilah
digunakan untuk menggambarkan keadaan ini nyeri deafferensiasi,
nyeri disestesi, nyeri simpatis (termasuk reflex sympathetic dysthrophy),
namun istilah yang paling mencakup semuanya adalah nyeri neuropatik.
Kadangkala nyeri neuropatik timbul segera setelah trauma terjadi namun
seringkali baru muncul setelah beberapa hari atau beberapa minggu.
Nyeri ini harus dibedakan dari nyeri yang disebabkan karena kerusakan
jaringan selain sistem saraf.
Diagram alur untuk mendiagnosa dan mengobati nyeri neuropatik
dapat dilihat pada Bagan. Nyeri neuropatik tidak responsif terhadap terapi
opioid. Bisa dipertimbangkan penatalaksanaan menggunakan obat
antidepresan, obat anti kejang, membran stabilisator, atau kombinasi
darinya. Berbeda dengan nyeri karena kerusakan jaringan lain, nyeri
neuropatik seringkali menetap dan berkembang menjadi sindroma nyeri
kronik. Nyeri neuropatik adalah salah satu kondisi dimana

IV

Nyeri Trauma

59

penatalaksanaan nyeri akut dan nyeri kronis bertemu dalam satu


spektrum. (1)
TAHAP EMERGENSI
Selama tahap ini nyeri sangat hebat dan terutama disebabkan
stimulasi nosiseptif yang berkepanjangan karena adanya kerusakan
jaringan. Tujuan utama pada tahap ini adalah stabilisasi pasien untuk
mempertahankan kehidupan dan fungsi organ. Lama tahap ini bervariasi,
tapi biasanya tidak lebih dari 72 jam seperti pada pasien trauma karena
luka bakar. Modalitas penatalaksanaan dipengaruhi banyak faktor,
termasuk kondisi pasien dan ketersediaan dan pengalaman dari personil
yang menangani seperti dirangkum dalam Tabel 1. Pada banyak kasus,
nyeri dapat dikurangi dengan mengatasi trauma yang mendasari, seperti
pemasangan WSD pada pneumotoraks, stabilisasi fraktur iga atau fraktur
ekstremitas. Segera setelah evaluasi bedah atau neurologis dari pasien
trauma dianggap cukup, pemberian analgesia dalam tahap emergensi
tidak merupakan kontraindikasi. Bahkan dengan berkurangnya nyeri dan
pasien menjadi kooperatif, penanganan selama tahap ini bisa lebih efektif.
Pasien luka bakar harus segera mendapat analgesia yang efektif segera
setelah tercapai stabilisasi hemodinamik.
Selama tahap emergensi penatalaksanaan nyeri terutama
menggunakan obat sistemik untuk trauma yang luas dan teknik anestesi /
analgesia regional setelah stabilisasi pasien dengan trauma terbatas.
Bagan berikut memberikan pedoman penanganan nyeri untuk
beberapa jenis traua yang paling sering terjadi. (1)

IV

Nyeri Trauma

60

3.

Marco CA, Lester JB. Orthopedic extremity trauma sprains, strains, and
fractures. In: Thomas SH, editor. Emergency Department Analgesia: An
Evidence-Based Guide. 1st ed. Cambridge: Cambridge University Press;
2008. p. 323-7.

Tabel 1. Penatalaksanaan Nyeri Trauma (Tahap Emergensi)


Trauma luas

Trauma regional

NYERI
KONTINYU

Opioid sistemik
1. IV kontinu
2. IV intermiten / PCA
3. Kombinasi 1 dan 2

Analgesia regional
1. Blok syaraf perifer
2. Blok sentral
3. Opioid intraspinal
4. Kombinasi 2 dan 3

NYERI
INSIDENTAL

Opioid sistemik (dosis )


Ketamine
N2O
Anestesi umum

Opioid sistemik
Blok syaraf perifer
Blok sentral
Ketamine
N2O
Anestesi umum

TAHAP PENYEMBUHAN
Tahap ini bisa berlangsung selama beberapa minggu sampai
beberapa bulan tergantung dari jenis trauma. Karakteristik tahap ini
adalah adanya nyeri kontinyu yang diselingi dengan nyeri insidental atau
nyeri saat dilakukan tindakan keperawatan seperti pembersihan luka yang
mungkin harus dilakukan berulang kali.
Terapi pada tahap ini bertujuan memberikan analgesia kontinu
yang memadai diselingi analgesia kuat selama dilakukan tindakan (Tabel
2.). Pada prinsipnya, opioid dengan lama kerja yang panjang dikombinasi
dengan NSAID efektif untuk mengatasi nyeri kontinu sedangkan obat
dengan lama kerja lebih pendek lebih berguna untuk nyeri insidental.
Aspek non-farmakologis seperti dukungan emosional atau keterlibatan
keluarga dalam perawatan dapat membantu pasien mengatasi nyeri pada
tahap ini.

IV

Nyeri Trauma

72

IV

Nyeri Trauma

61

Tabel 2. Penatalaksanaan Nyeri Trauma (Tahap Penyembuhan)


Trauma luas
NYERI
KONTINU

NYERI
INSIDENTAL

Opioid sistemik
1. Parenteral (IV, IM, SC)
2. Enteral (sustained
release)
3. Transdermal (fentanyl)
Non opioid (aspirin,
parasetamol, NSAID)
Kombinasi opioid dan
NSAID

Trauma regional

Opioid intraspinal (pada


tahap awal)
TENS
Ketorolac atau NSAID
parenteral (pada tahap
awal)
NSAID oral

Farmakologis
= tahap emergensi
Non-farmakologis
(hipnosis, teknik relaksasi, pengalihan perhatian)

TAHAP REHABILITASI
Lama tahap ini sulit dipastikan, pasien trauma sudah masuk tahap
mobilisasi dan mungkin sudah keluar dari rumah sakit. Pada pasien luka
bakar misalnya luka telah menutup dan dilanjutkan dengan rehabilitasi
medik atau rehabiltasi kerja. Karakter nyeri pada tahap ini digambarkan
sebagai nyeri yang dalam dan terus menerus, mirip dengan misalnya
nyeri karena radang sendi. Masalah nyeri jangka panjang bisa muncul
pada tahap ini, sering dijumpai awal dari sindroma nyeri yang dimediasi
oleh saraf simpatis.
Penatalaksanaan nyeri paling baik menggunakan NSAID,
parasetamol atau jika perlu pemberian opioid lemah seperti codeine

IV

Nyeri Trauma

62

Seorang anestesiologis yang terampil dengan pemasangan epidural


torasik diperlukan untuk dapat menggunakan pilihan 1 di atas. Jika
personil yang ada lebih terbiasa dengan pemasangan epiural lumbar,
morphine dosis 4 6 mg akan memberikan analgesia torasik yang
baik, namun mula kerja akan lebih lambat. Bila morphine dengan
epidural lumbar gagal memberikan analgesia yang baik, posisi kateter
akan kurang ideal untuk menghasilkan analgesia torasik yang
memadai bila sebagai gantinya digunakan anestetik lokal.
Pada pilihan 2, analgesia sistemik memberikan analgesia yang
memadai pada saat istirahat namun kurang kuat untuk nyeri insidental
sehingga perlu diberikan analgesia tambahan. Ketorolac ditambahkan
untuk meghasilkan analgesia melalui mekanisme perifer dan
memperkuat kerja opioid. Jika NSAID parenteral tidak tersedia dan
pasien belum bisa menggunakan rute enteral, dapat digunakan sediaan
NSAID rektal.
Pilihan 3 memerlukan keterampilan khusus dari seorang
anestesiologis yang berpengalaman melakukan insersi kateter
interpleural. Komplikasi dari tindakan ini adalah : pneumotoraks,
kateter terpasang intrapulmoner, perdarahan intratorasik dan reaksi
toksis dari anestetik lokal.
DAFTAR PUSTAKA
1.

2.

IV

Bijur P. Epidemiologic overview of pain treatment in the emergency


department. In: Thomas SH, editor. Emergency Department Analgesia:
An Evidence-Based Guide. 1st ed. Cambridge: Cambridge University
Press; 2008. p. 31-9.
Galinski M. Chest wall trauma. In: Thomas SH, editor. Emergency
Department Analgesia: An Evidence-Based Guide. 1st ed. Cambridge:
Cambridge University Press; 2008. p. 168-72.

Nyeri Trauma

71

Analisis :
Analgesia yang efektif sangat penting untuk memungkinkan pasien
bisa bernafas dalam, batuk-batuk atau menjalani fisioterapi. Bila
analgesia tidak memadai dapat terjadi penurunan volume paru-paru
dan hambatan pengeluaran sekresi yang selanjutnya mengakibatkan
atelektase, oksigenasi jelek dan pneumonia. Pasien mengalami tahap
emergensi yang relatif singkat, namun dalam 48 jam pertama terdapat
resiko tinggi gagal nafas terutama karena adanya kontusio paru.
Penatalaksanaan yang agresif dari nyeri toraks dapat membantu
mencegah terjadinya masalah ini.

(Tabel 3.). Nyeri insidental selama tahap ini dapat ditangani seperti pada
tahap penyembuhan. (1)
Tabel 3. Penatalaksanaan Nyeri Trauma (Tahap Rehabilitasi)
Trauma luas
NYERI
KONTINU

Blok epidural dengan anestetik lokal kontinu dapat menghasilkan


analgesia yang prima sehingga fungsi paru membaik dan respon stres
dari neuroendokrin menurun. Pemasangan pada daerah toraks
membutuhkan keterampilan lebih tinggi dibanding pemasangan pada
lumbar. Disini prinsip loading seperti pada pemberian sistemik juga
harus diterapkan. Bisa digunakan bupivacaine 0,25% atau lidocaine
1% dilanjutkan dengan infus kontinu bupivacaine 0,125% atau
lidocaine 0,5% sampai tercapai blok segmental di daerah yang
diinginkan.
Sebelum pemberian harus dipastikan bahwa hipovolemia sudah
dikoreksi dan setelah pemberian perlu dilakukan pengawasan
terhadap resiko hipotensi.
Kombinasi opioid dengan anestetik lokal telah terbukti mampu
meningkatkan functional residual capacity dan compliance paru. Bisa
digunakan fentanyl 10 20 mcg/jam dikombinasi dengan bupivacaine
0,06%.

NYERI
INSIDENTAL

IV

IV

Nyeri Trauma

70

Opioid sistemik
biasanya tidak
diperlukan
Non-opioid
mungkin diperlukan

Nyeri Trauma

Trauma regional

Non-opioid
1. Aspirin
2. Parasetamol
3. NSAID

= tahap penyembuhan

63

Nyeri seperti terbakar / menjalar /


disestesia pada trauma / luka bakar ;
terdapat bukti trauma sistem syaraf

Blok simpatis
untuk diagnosa

Nyeri
berkurang

Ya

Obat simpatolitik atau


blok simpatis berulang

KASUS 2
Laki-laki 25 tahun mengalami kecelakaan lalu-lintas dan menderita
fraktur iga bilateral multipel dengan flail chest, pneumotoraks kanan
dan kontusio paru kanan. Dipasang WSD kanan, namun intubasi
belum dipandang perlu segera dilakukan. Pasien melaporkan skor
nyeri 4 / 10 bila berbaring tenang, skor 8 / 10 bila bergerak atau
menarik nafas dalam dan skor 10 / 10 bila batuk-batuk.

Tidak
Obat antidepresan (misal:
amitriptilin 25-50 mg/hari)

Nyeri
berkurang

Ya

disorientasi dan oversedasi yang biasanya terjadi bila


morphine IV diberikan oleh orang lain.
Segera setalah pasien dapat menggunakan rute enteral, dapat
diberikan morphine slow release dengan lama kerja panjang.
Dosis yang diperlukan dapat dihitung menggunakan metode
dan tabel yang telah diberikan pada bab Farmakologi

Sesuaikan dosis untuk


mencapai respon optimal

Tidak

Penatalaksanaan :
Pilihan 1 : Dipasang epidural torasik pada level T7-8. Bolus awal
bupivacaine 0,25% 5 ml diikuti dengan infus bupivacaine 0,125%
dengan kecepatan 8 ml/jam.

Infus lidokain IV 5 mg/kg


dalam 1 jam untuk diagnosa

Nyeri
berkurang

Ya

Dicoba pemberian
phenytoin / carbamazepam

Tidak

Pilihan 2 : Pasien diberikan morphine 2 mg IV setiap 2 menit


hingga dosis total 14 mg. Setelah itu digunakan morphine melalui
PCA IV dengan dosis 2 mg dan lockout interval 6 menit. Sebagai
tambahan, diberikan bolus awal ketorolac 60 mg dilanjutkan
dengan dosis 30 mg / 6 jam.

Pilihan 3 : Dipasang kateter interpleural pada masing-masing sisi


toraks. Bolus awal bupivacaine 0,125% 25 ml diberikan pada
setiap sisi dan dilanjutkan dengan injeksi ulang setiap 5 jam bila
perlu untuk mempertahankan analgesia.

Infus opioid (fentanyl 2-4


mcg/kg selama 30 menit)

Nyeri
berkurang

Ya

Opioid kerja panjang


(morphine slow release)

Tidak
Kombinasi terapi yang
memberikan hasil maksimal

IV

Nyeri Trauma

64

IV

Nyeri Trauma

69

Analisa :
Beberapa hal penting yang harus diingat selama penatalaksanaan
pasien ini adalah :
Pasien mungkin akan terintubasi untuk 3 10 hari untuk
mengatasi masalah paru-paru. Ini merupakan tahap emergensi
Pasien akan merasakan nyeri ringan hingga sedang sehubungan
dengan lukanya dan aktifitas normal seperti berbaring miring
atau bernafas (ini adalah nyeri kontinu)
Pasien akan merasakan nyeri hebat 2 3 kali per hari pada saat
pembersihan luka / ganti balutan (ini adalah nyeri insidental)
Pasien mungkin mengalami gangguan kardiovaskuler karena
sepsis atau kehilangan cairan
Beberapa hal dapat mempersulit terapi seperti disorientasi,
gangguan tidur
o Pilihan 1 adalah skenario yang umum ditemukan pada unit
luka bakar, dan menunjukkan teknik yang relatif
sederhana-memberikan dosis loading diikuti dengan dosis
pemeliharaan. Kebutuhan opioid dan midazolam bisa
meningkat tajam pada hari-hari pertama penatalaksanaan
menggunakan teknik ini dan dosis harus sering diubah
sesuai dengan kebutuhan.
Nyeri insidental memerlukan pendekatan lain. Bolus
tambahan morphine perlu waktu sebelum bekerja, pada
pasien ini dapat diberikan fentanyl 1 5 mcg/kg yang
dititrasi untuk mengatasi nyeri selama penggantian balutan.
o

IV

Pilihan 2 dapat dilakukan bila pasien tetap sadar, kooperatif


dan responsif meskipun terintubasi dan mendapat ventilasi
mekanik. Dengan teknik ini dapat dicegah terjadinya

Nyeri Trauma

68

Bagan Trauma Toraks (2)

Trauma toraks
Rawat jalan

Rawat inap

Analgesik
oral

Blok syaraf
interkostal

Analgesik
oral

Blok saraf
interkostal

Kateter
interpleural

Epidural
torasik

Rawat di ICU

Terintubasi

Opioid IV

Tidak
terintubasi

PCA

Kemungkinan
ekstubasi

PCA
Epidural
torasik

Blok syaraf
interkostal

Kateter
interpleural

PCA

Bagan Trauma Abdomen


Trauma abdomen

Memerlukan
pembedahan

Analgesia
epidural

IV

PCA

Nyeri Trauma

Tidak perlu
pembedahan

Dosis
kecil
opioid IV

PCA

65

Bagan Trauma Neurologis

KASUS KLINIS
Trauma Neurologis

Trauma medula
spinalis

Opioid IV

Trauma saraf
simpatis

Trauma saraf
perifer

Nyeri kausalgia

PCA
Analgesia
epidural
dengan
opioid saja

PCA

Opioid IV

Analgesia
epidural
dg anestetik
lokal

Bagan Trauma Ekstremitas (3)

Trauma ekstremitas
Trauma ortopedik

Analgesia
epidural

Trauma syaraf
somatik perifer

Trauma vaskuler

PCA

Perlu untuk memonitor fungsi syaraf ?

Ya

Analgesia
epidural
dengan
opioid saja

IV

Nyeri Trauma

PCA

Kateter
perineural dan
anestetik lokal

Tidak

Analgesia
epidural
dengan
anestetik lokal

66

KASUS 1
Laki-laki 32 tahun yang sebelumnya sehat dirawat karena luka
bakar grade II dan III seluas 70% mengenai wajah, badan, tangan
dan kaki. Pasien diintubasi dan diventilasi karena gagal nafas akibat
inhalasi uap panas. Skor nyeri 10 / 10 dan pasien tampak sangat
gelisah dan kesakitan

Penatalaksanaan :
Tahap emergensi dan penyembuhan awal
Pilihan 1 : Nyeri dikontrol dengan bolus morphine IV yang
dititrasi hingga total pemberian 60 mg, dilanjutkan dengan infus
morphine 10 mg/jam IV. Nyeri insidental diatasi dengan
meningkatkan dosis infus setelah sebelumnya diberikan bolus
ekstra morphine IV. Untuk agitasi diberikan midazolam 1
mg/jam setelah bolus awal 4 mg IV.
Pilihan 2 : Setelah analgesia tercapai dengan titrasi dosis
morhine IV hingga 60 mg seperti diatas, morphine IV diberikan
melalui PCA dengan kecepatan pemberian basal 5 mg/jam dan
dosis PCA 1 mg setiap 10 menit.
Tahap penyembuhan selanjutnya
Diberikan morphine slow release 30 mg setiap 12 jam dengan
rencana menurunkan dosis secara bertahap sesuai dengan
kebutuhan

IV

Nyeri Trauma

67

Anda mungkin juga menyukai