Anda di halaman 1dari 38

Stroke pendarahan intraserebral (PIS primer) adalah ekstravasasi darah yang

berlangsung spontan dan mendadak ke dalam parenkim otak yang bukan


disebabkan oleh trauma (non traumatis). Angka kejadiannya berkisar antara 12-15
per 100.000 penduduk per tahun dan lebih sering dijumpai pada laki-laki, usia tua,
dan orang Asia Afrika. Dalam suatu studi populasi yang dilakukan pada 1.041
penderita PIS, 50% pendarahan terjadi di subkortikal dalam, 35% di substansia
alba (lobar), 10% di serebelum, dan 6% di batang otak. Angka kematian PIS dalam
30 hari setelah serangan stroke mencapai 35-52%. Dari jumlah ini, separuh
diantaranya meninggal dalam dua hari pertama setelah serangan stroke. Sekitar
40% kasus PIS disertai pendarahan intraventrikular. Keadaan ini mengakibatkan
hidrosefalus akut, peningkatan TIK, serta peningkatan mortalitas dan kecacatan.
Penyebab utama PIS dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu
1.
Faktor anatomik berupa lesi atau malformasi pembuluh darah otak
Abnormalitas pembuluh darah bervariasi pada kelompok umur tertentu. Pada usia
kurang dari 40 tahun, kelainan pembuluh darah yang paling sering dijumpai adalah
AVM (arteriovenous malformation). PIS yang disebabkan oleh AVM biasanya
berupa pendarahan lobar (pada substansia alba). Pada kelompk usia 40-70 tahun,
PIS sering kali berupa pendarahan subkortikal dalam, sebagai akibat pecahnya
arteria perforanns. Hal ini disebabkan oleh perubahan degenerative pada pembuluh
darah tersebur dan diduga berkaitan dengan adanya mikroaneurisma. Pada
kelompok usia lanjut (di atas 70 tahun), PIS berkaitan dengan lesi vaskuler berupa
angiopati amyloid (cerebral amylid angiopathy atau CAA). Pendarahan yang
ditimbulkan oleh CAA sering kali berupa pendarahan lobar, multiple, dan
cenderung berulang (kambuh)
2.

Faktor hemodinamik berupa tekanan darah yang meningkat


Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan degenerative berupa lipohyalinosis,
fragmentasi, nekrosis fibrinoid, dan mikroaneurisma (Charcot Bouchard) pada
arteria perforans kecil di otak. Keadaan ini merupakan penyebab tersering PIS
yang terjadi di ganglia basalis (putamen, thalamus, atau nucleus kaudatus), batang
otak (pons), serebelum, dan substansia alba subkortikal. Hipertensi akut atau
peningkatan tekanan darah yang terjadi secara mendadak pada individu
normotensif, dapat pula mengakibatkan PIS. Kalau pada hipertensi kronis, dinding
arteriol mengalami hipertrofi, maka pada hipertensi akut diduga PIS justru terjadi
karena dinding arteriol tidak mengalami hipertrofi. Sehubungan dengan ini, telah
dilaporkan beberapa kasus PIS pada eklamsia, paparan suhu yang sangat dingin,
pemakaian obat yang dapat mengakibatkan hipertensi akut (misalnya inhibitor
oksidase monoamine, kokain, fenilpropanolamin), keadaan nyeri akut (misalnya
yang terjadi saat ekstraksi gigi), dan hipertensi relatif pasca endarterektomi karotis.

3.

Faktor hemostatik yang berkaitan dengan fungsi trombosit atau sistem koagulasi
darah
Resiko terjadinya PIS semakin meningkat pada penderita yang mendapat terapi
obat antikoagulan (OAK). Angka kejadian PIS pada kelompok penderita yang
mendapat terapi OAK oral lebih tinggi 7-10 kali lipat dibandingkan kelompok
yang tidak mendapat terapi OAK oral. Selain meningkatkan resiko terjadinya PIS,
OAK oral juga meningkatkan severitas dan resiko kematian. Sebuah studi
epidemiologi menunjukkan bahwa PIS yang berkaitan dengan pemakaian OAK
oral merupakan 10-12% dari seluruh kasus PIS, dan angka kejadiannya
diperkirakan 2-9 per 100.000 penduduk per tahun. Selain itu, mortalitas PIS yang
berkaitan dengan pemakaian OAK oral ternyata lebih tinggi daripada mortalitas
PIS pada umumnya, yaitu hingga mencapai 67%.
Pemberian OAK oral (warfarin dan kumarin) jangka panjang sering dilakukan
dalam upaya prevensi stroke iskemik pada penderita fibrilasi atrial (FA). Angka
kejadian PIS yang berkaitan dengan pemakaian OAK oral ini diperkirakan akan
semakin meningkat bersamaan dengan meningkatnya angka kejadian FA yang
diakibatkan oleh penuaan.
Frekuansi terjadinya PIS pada pemakai warfarin jangka panjang berkisar 0,3-0,6%
per tahun. Faktor resikonya adalah usia lanjut, riwayat hipertensi, intensitas OAK,
serta keadaan tertentu seperti CAA dan leukoaraiosis karena lesi pada substansia
alba.
Dari berbagai penyebab di atas, hipertensi adalah faktor resiko utama PIS dan
merupakan penyebab dari 60-70% kasus PIS. Penyebab tersering berikutnya
adalah CAA, yang merupakan penyebab dari 15% kasus PIS.
Pendarahan yang ditimbulkan oleh CAA terkadang asimtomatis, akan tetapi angka
kekambuhannya 5% per tahun. Angka kekambuhan ini lebih besar dibandingkan
angka kekambuhan PIS hipertensif yang tekanan darahnya terkontrol dengan baik,
yakni 22% per tahun.
Tabel 1. Patogenesis pendarahan intraserebral (PIS)
Faktor anatomic Faktor
Faktor hemostatik Faktor lain
hemodinamik
Lipohyalinosis
Hipertensi Antikoagulan Alcohol
Mikroaneurisma arterial kronis dan
Antiplatelet
Amfetamin
akut
AVM serebral
Trombolitik
Kokain

Migraine
Angiopati
Hemophilia
Heroin
amyloid
Leukemia
Simpatomimetik
Aneurisma
Trombositopenia Vaskulitis
sakular

Thrombosis
vena intracranial
Mikroangioma
AVM dural
Arteritik septic
Aneurisma
sikotik
Sindrom
moyamoya
Disersi arterial
Fistula karotiko
kavernosa

Faktor risiko dari stroke yaitu : Usia lanjut, hipertensi sistolik, diabetes melitus,
hiperkolesterolemia, stenosis arteri carotid, riwayat transient ischemic attack
(TIA), merokok,kurang olahraga, penyakit kardiovaskuler, fibrilasi atrium, dan
pembesaran myokardial pada ventrikel kiri.
http://apoteksejati24.blogspot.com/2011/02/stroke-pendarahanintraserebral-cva-ich.html

CEREBRAL VASKULAR ACCIDENT ( CVA)


23 Desember 2008 oleh Ramadhan
1. PENGERTIAN
Stroke / CVA adalah ganguan pada pembuluh darah otak dimana
terjadi berhenti/ terganggu aliran darah secara mendadak ke
salah satu / lebih daerah otak karena tersumbat / pecahnya
pembuluh darah yg ada di otak
2. PENYEBAB
Penyebab dari stroke / CVA adalah karena Thrombosis ,Emboli,
maupun perdarahan intra serebral sendiri. Ada pun faktor-faktor
yang mempengaruhi atau sebagai pens\cetus terjadinya CVA
adalah penyakit seperti; Kencing manis (DM),

obesitas/kegemukan ,penyakit jantung ,dan tekanan darah tinggi


(Hipertensi)
3. TAHAPAN / STAGE DARI STROKE :
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat
yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja.
Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang
dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan
bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit
dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
4. FAKTOR-FAKTOR RESIKO TERHADAP STROKE :
1. Hipertensi dan DM.
2. Penyakit Jantung
3. Penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan
dengan anti koagulan )
4. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan
pembuluh darah arteri sebelumnya : penyakit jantung angina,
suplai darah menurun pada ektremitas.
5. TANDA DAN GEJALA
Tanda-tanda terjadinya serangan CVA/ Stroke adalah:
o Kelumpuhan pada wajah/ angota badan yang lain secara
mendadak (PARALYSIS)
o Perubahan mendadak status kesadaran ( Sinkop, Coma ,
stupor).
o Afasia ataupun Disartria
o Vertigo, mual muntah nyeri kepala
o Ganguan penglihatan (Diplopia)
6. BAHAYA CVA / STROKE
Bahaya yang dapat ditimbulkan dari serangan CVA / Stroke

adalah dapat menimbulkan nekrosis /kematian jaringan pada


otak yang dapat berakibat kecacatan berupa kelumpuhan pada
anggota gerak badan ataupun dapat menyebabkan kematian.
7. CARA PENCEGAHAN STROKE /CVA
Cara pencegahan atau menghindari CVA /Stroke adalah dengan
membiasakan dengan perilaku hidup sehat diantarany ;
Makan secukupnya untuk menghindari kegemukan
Olah raga secara teratur
Hindari stress, depresi/ sedih berkepanjangan dengan berpikir
sehat
Hindari makanan dengan kolesteol tinggi
penyakit; kencing manis (DM) Hipertensi, dan penyakit jantung
diobati
Check up /periksa ke dokter atau layanan kesehatan
8. PERAWATAN PASIAEN PASCA SERANGAN CVA /STROKE
Perawatan pasien dengan stroke dirumah atau sehabis dari RS
ialah sangat diperlukan karena hampir semua pasien pasca stroke
mengalami kelumpuhan (PARALYSIS) pada anggota gerak
tubuhnya jadi terjadi kerusakan mobilitas fisik dari pasien
Perawatan yang dapat dilakukan keluarga dirumah antar lain :
Melakukan latihan rentang gerak secara pasif /ROM (Range Of
Motion) pada setiap persendian pasien
Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya KONTRAKTUR/
(kaku pada sendi) pasien dan juga untuk mencegah terjadinya
atrofi pada otot terutama pada otot bagian ekstermitas
Melakukan perubahan posisi pada tubuh pasien dalam waktu
minimal 2 3 jam (miring kanan, miring kiri, telentang ataupun
tengkurap)
Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari penekanan yang lama
pada satu sisi tubuh yang dapat menimbulkan gangguan
integritas kulit sepaeri Ulcus Decubitus
Keluarga perlu membawa pasien pasca serangan CVA dengan
kerusakan motorik/ mengalami kelumpuhan pada ahli Fisio-terapi

setiap hari pada idelnya


Hal ini perlu untuk dilakukan untuk membantu pemulihan
koordinasi pergerakan sistemj motorik dari pasien dengan
melakukan latihan-latihan Fisio-terapi
http://forbetterhealth.wordpress.com/2008/12/23/cerebralvaskular-accident-cva/

DIIT PADA PENDERITA CVA


(Disampaikan dalam talk show Radio Harmoni oleh Intan
Kusumadiani, AmG dari RSK Budi Rahayu Blitar, 4 Nopember
2010)
Stroke merupakan pembunuh no 3 di Indonesia dan jika dulu
stroke hanya menyerang kaum lanjut usia maka seiring dengan
berjalannya waktu, kini ada kecenderungan bahwa stroke
mengancam usia produktif bahkan dibawah usia 45 tahun.
Penyakit stroke pun ternyata bisa menyerang siapa saja tanpa
memandang jabatan ataupun tingkatan sosial ekonomi.
Dan kasus stroke maningkat di negara maju seperti di Amerika
dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Dan
bagaimana dengan di Indonesia ? Ternyata angka kejadian stroke
juga meningkat, kecenderungannya menyerang generasi muda
yang masih produktif dan hal ini akan berdampak terhadap
menurunnya tingkat produktivitas serta dapat mengakibatkan
terganggunya sosial ekonomi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita
stroke di Indonesia juga identik dengan wabah kegemukan
akibat pola makan yang salah
Pola makan kita yang banya mengandung lemak atau kolesterol
dan kurang serat sehingga meningkatkan kadar kolesterol dalam
darah dan pada akhirnya menjadi pencetus timbulnya serangan
stroke/CVA. Dan saya yakin pasti Sobat Harmoni pola makannya
sudah sesuai dengan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang)
Stroke atau CVA (Cerebrovascular Accident) atau penyakit
peredaran darah otak adalah kerusakan pada bagian otak yang

terjadi bila pembuluh darah yang membawa oksigen dan zat-zat


gizi ke bagian otak tersumbat atau pecah
Penyebabnya bisa karena emboli, trombosis atau hemmorage
(perdarahan berat) di dalam otak atau subaraknoid (terletak
diantara aknoid dan piamater).
Trombosis adalah formasi thrombus, substansi semacam
bekuan darah di dalam pembuluh darah. Stroke terjadi saat
thrombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah
ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan
menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis adalah penyebab
utama stroke pada usia setengah baya atau tua (kelompok ini
biasanya memiliki pengapuran arteri, diabetes dan tekanan
darah tinggi). Resiko adanya trombosis ini muncul bersamaan
dengan kegemukan, merokok dan kontrasepsi oral.
Embolisme merupakan penyebab stroke paling umum yang
kedua, adalah penghambatan pembuluh darah oleh
sebuah embolus (darah beku berbentuk pecahan) dari tumor,
substansi lemak, bakteria atau udara. Embolisme dapat terjadi
pada segala usia terutama diantara orang-orang yang pernah
mengalami pembedahan jantung terbuka atau yang memiliki
riwayat penyakit rematik jantung, endokarditis (radang bagian
dalam jantung), penyakit katup jantung tipe tertentu atau detak
jantung yang tidak normal tipe tertentu. Embolisme biasanya
berkembang dengan cepat dalam 10 hingga 20 detik dan tanpa
tanda-tanda peringatan.
Hemmorage (perdarahan berat) adalah penyakit stroke
ketiga yang terjadi tiba-tiba pada segala usia yang diakibatkan
oleh tekanan darah tinggi kronis atau aneurisme yang
menyebabkan pecahnya arteri otak secara tiba-tiba. Kerusakan
ini menghentikan penyediaan darah pada bagian yang selama
ini dilayani oleh arteri tersebut. Darah berkumpul dalam otak
sehingga menekan jaringan otak dan menyebabkan kerusakan
yang lebih parah
Memang sebagian besar stroke datang secara mendadak, sangat
cepat dan menyebabkan kerusakan otak (completed stroke).
Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam
sampai 1 2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang
mati. Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu)

diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang


mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala
stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang
terkena.
Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati
beberapa gejala stroke berikut:
1. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah
satu sisi tubuh.
2. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
3. Penglihatan ganda.
4. Pusing.
5. Bicara tidak jelas (rero).
6. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
7. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
8. Pergerakan yang tidak biasa.
9. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
10.

Ketidakseimbangan dan terjatuh.

11.

Pingsan.

Penderita kadang mengalami juga gejala peringatana sebelum


stroke yaitu mengantuk, pusing, sakit kepala, dan kebingungan
Pencetus penyakit stroke atau biasa kita sebut faktor resiko
timbulnya stroke yaitu hipertensi, penyakit jantung, Diabetes
Mellitus, Hiperlipidemia (tingginya kadar lemak dalam darah).
Keadaan yang dapat menyebabkan stroke adalah usia lanjut,
obesitas, merokok, suku bangsa, jenis kelamin, dan kurangnya
olahraga.
Usia memang merupakan faktor resiko stroke, semakin tua maka
resiko terkena stroke semakin besar, namun sekarang kaum usia
produktif perlu waspada terhadap ancaman stroke. Stroke dapat
menyerang terutama poada mereka yang gemar mengkonsumsi
makanan berlemak. Generasi muda seringkali menerapkan
makan yang tidak sehat dengan serringnya mengkonsumsi

makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan kolesterol tapi
rendah serat. Oleh karena itu kita harus bisa menerapkan pola
hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi.
Ketika stroke terjadi, seringkali sel-sel otak tidak langsung mati.
Pengobatan stroke ditujukan untuk mencegah matinya sel-sel
otak yang sedang sekarat ini. Caranya :
- Diberikan obat-obatan guna memulihkan aliran darah ke otak
(misalnya obat pemecah bekuan darah)
- Dilakukan operasi guna menyingkirkan bekuan darah yang
terbentuk akibat pecahnya pembuluh darah.
Stroke meninggalkan kerusakan yang parah. Sel-sel otak yang
terserang stroke kadang-kadang sulit pulih kembali dan harus
dibantu lewat program/rehabilitasi.
Contoh program rehabilitasi yaitu seperti rehabilitasi bahasa,
bicara, dan rehabilitasi fungsi menelan. Akibat dari stroke ini
salah satunya dapat mempengaruhi kemampuan penderita
dalam menelan makanan yang pada akhirnya berakibat
penurunan status gizi, oleh karena itu dibutuhkan diit khusus
bagi penderita stroke.
Berdasarkan Buku Penuntun Diit Edisi Baru diit yang diberikan
pada penderita stroke adalah Diit Stroke. Diet Stroke bertujuan :
1.
Memberikan makanan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien dengan memperhatikan keadaan dan
komplikasi penyakit
2.
Memperbaiki keadaan stroke seperti disfagia, pneumonia,
kelainan ginjal dan dekubitus
3.
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Diit untuk penderita stroke biasa kita sebut dengan diit stroke ini
berbeda dengan diit DM. Jadi bagi penderita stroke sebaiknya
menghindari makanan yang berlemak dan berkadar natrium
tinggi. Beberapa makanan yang tidak disarankan untuk
dikonsumsi adalah :
- Semua makanan yang digoreng, semua daging yang berlemak
(kambing, babi, ham, sosis, kullit ayam, lemak hewan)
- Jerohan, kepiting, cumi-cumi, udang dan kerang, ikan laut, ikan
asin, ikan pindang, teri, udang kering, telur asin

- Roti, kue yang mengandung soda kue atau garam


- Margarine , mentega
- Garam dapur, vetsin, soda kue, kecap, maggi, petis, tauco,
saus tomat
- Bahan makanan yang menimbulkan gas seperti ubi, kacang
merah, sawi, lobak
- Buah-buahan yang masam atau bergas seperti nanas,
kedondong, nangka dan durian
- Minuman yang mengandung alkohol, soda, kopi, teh kental
Natrium adalah sejenis mineral yang diperlukan oleh tubuh kita
tetapi tubuh sering mendapatkannya lebih banyak dari yang
dibutuhkan. Dan konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
konsentrasi natrium didalam cairan ekstraseluler meningkat dan
untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik keluar
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler menyebabkan meningkatnya volume
darah, sehingga berdampak timbulnya hipertensi. Karena itu
disarankan mengurangi konsumsi garam natrium yaitu tidak
lebih dari 6 gram per hari, atau setar dengan 1 sdt.
Perlu kita ketahui pada diit stroke ini ada tahapan pemberian
makan yang dibagi menjadi 2 fase yaitu :
1. Fase akut (24 48 jam)
Fase akut adalah keadaan tidak sadarkan diri atau kesadaran
menurun. Pada fase ini diberikan makanan parenteral (nothing
peroral/ NPO) dan dilanjutkan dengan makanan enteral (NASO
GASTRIC TUBER/NGT). Pemberian makanan parenteral total perlu
dimonitor dengan baik.
2. Fase Pemulihan
Fase pemulihan adalah fase dimana pasien sudah sadar dan
tidak mengalami gangguan fungsi menelan (disfagia). Makanan
diberikan per oral secara bertahap dalam bentuk makanan cair,
makanan saring, makanan lunak dan makanan biasa.
Jadi jika pasien tidak bisa menelan atau tidak sadarkan diri tetap
diberikan makan berupa makanan enteral (NGT) yaitu MLP
(makanan lewat pipa).
Diit bagi penderita stroke ada 4 tahapan yaitu :

1. Diit Stroke I
Diit Stroke I diberikan kepada pasien dalam fase akut atau bila
ada ganggguan fungsi menelan makanan diberikan dalam
bentuk cair kental atau kombinasi cair jernih dan cair kental
yang diberikan peroral atau NGT sesuai dengan keadaan
penyakit. Makanan diberikan dalam porsi kecil tiap 2 -3 jam.
Lama pemberian makanan disesuaikan dengan keadaan
pasien. Bahan makanan yang dianjurkan :
Sumber karbohidrat
: maizena, tepung beras, tepung
hunkwe dan sagu
Sumber protein hewani
: susu whole dan skim, telur ayam 3- 4
btr/minggu
Sumber protein nabati
: susu kedelai, sari kacang hijau dan
susu tempe
Sumber lemak
: sari buah yang dibuat dari jeruk,
pepaya, tomat, sirsak dan apel
Minuman
: teh encer, sirup, air gula, madu dan
kaldu
2. Diit Stroke II
Diit Stroke II diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diit
Stroke I atau kepada pasien pada fase pemulihan. Bentuk
makanan merupakan kombinasi cair jernih, cair kental, dan
saring.
3. Diit Stroke III dan IV
Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet Stroke II,
dengan bentuk makanan disesuaikan dengan kondisi pasien dan
penyakit penyertanya. Yaitu bubur atau nasi
Memang tidak ada yang mau kena stroke tetapi jika melihat
akibat yang ditimbulkan ya bisa kita sebut silent killer yang
diam-diam mematikan. Dan mulai sekarang berulang kali kami
menganjurkan kepada seluruh Sobat Harmoni kita ubah pola
makan kita yang mungkin sebelumnya suka asin atau makanan
siap saji ke makanan yang sehat. Dan makanan yang sehat ini
tidaklah mahal yang penting cukup kiandungan gizinya. Dan
saya punya contoh menu sehari bagi penderita stroke yaitu :
Diet stroke III

Makan Pagi
Nasi Tim
Telur rebus
Cah Labu Siam
Pukul 10.00 Selada buah
Makan Siang
Nasi Tim/Bubur
Pepes Ikan
Tumis Tempe
Sayur Asem
Pepaya
Pukul 16.00 Roti Bakar isi Pisang
Makan Malam
Nasi Tim/ Bubur
Ayam Bumbu Bali
Gadon Tahu
Cah Kacang Panjang
Jeruk
PUSTAKA
Instalasi Gizi, Materi Penyuluhan Gizi Pastoral Care, RSK
Budi Rahayu, 2006
Maria Dewi, Materi Seminar Intern CVA, RSK Budi Rahayu,
2006
Berbagai sumber di internet
http://radioharmonifm.com/home/diit-pada-penderita-cva-stroke/

http://www.academia.edu/2391128/definition_of_stroke_or_cerebrovascular_accident
_CVA_indonesian_text_

LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE
23.03
A.

No comments

KONSEP MEDIS

1. Anatomi & Fisioogi


a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron.
Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil),
brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
1)

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing
hemisfer serebri terdiri dari lobusfrontalis yang merupakan area motorik primer yang
bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobus parietalis yang berperanan pada
kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yangmerupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang

mengandung korteks penglihatan primer, menerimainformasi penglihatan dan menyadari


sensasi warna.
2)

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai
atap tenda yaitu tentorium, yangmemisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi
utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalusgerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap
tubuh.

3)

Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongatamerupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur danmuntah.
Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang
menyatukan hemisfer serebri danserebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari
batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan
desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.

4)

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus.
Talamus merupakan stasiun penerimadan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus
fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akanmenimbulkan
hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu
sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunansaraf otonom
perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

b. Sirkulasi Darah Otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh
manusia untuk metabolismeaerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri
karotis interna dan arteri vertebralis. Dan dalam rongga kranium,keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. (Satyanegara, 1998)
1)

Arteri karotis interpna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi
rawan tiroidea. Arteri karotis internamasuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebrianterior memberi suplai
darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula
interna, korpuskolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis
serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik.Arteri serebri media mensuplai darah
untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.Arteria vertebralis kiri dan kanan
berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.

2)

Arteri vertebralis memasuki tengkorak melaluiforamen magnum, setinggi perbatasan pons dan
medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaristerus
berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang
arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula
oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteriserebri posterior
dan

cabang-cabangnya

memperdarahi

sebagian

diensefalon,

sebagian

lobus

oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price,
1995).
3)

Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainaseke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena
emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)

2.

Pengertian
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan bisa
terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses
berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin,
2008:234).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis
dan emboli yang menyebabkan penyumbatanyang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh
darah arteriyang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan
dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus
aorta)(Suzanne, 2002: 2131)

3.

Etiologi
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)

a.

Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi
jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:

1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding pembuluh darah


2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas hematokrit
meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri
b.

Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:

1) Penyakit jantung reumatik


2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang dapat
menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
c.

Faktor resiko terjadinya stroke


Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236):

1)

Hipertensi.

2)

Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri koronaria,


gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium),
penyakit jantung kongestif.

3)

Kolesterol tinggi

4)

Obesitas

5)

Peningkatan hematocrit

6)

Diabetes Melitus

7)

Merokok

4.
1.

Patofisiologi
Klasifikasi ( Arief Mansoer, dkk, 2000)
Berdasarkan Klinik

a.

Stroke Hemoragik (SH)


Stroke yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu, biasanya terjadi saat pasien
melakukan aktivitas atau saat aktif. Namun bisa juga terjadi saat istirahat,
kesadaran pasien umumnya menurun.

b.

Stroke Non Hemoragik (SNH)


Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi iskemi yang
menyebabkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran
pasien umumnya baik.
Berdasarkan Perjalanan Penyakit

a.

Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas

Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan hilang dalam
beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit) sampai beberapa jam (24 jam)
b.

Stroke Involution atau Progresif


Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Munculnya
gejala makin bertambah buruk, proses progresif beberapa jam sampai beberapa
hari.

c.

Stroke Complete
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen, maksimal sejak
awal serangan dan sedikit memperlihatkan parbaikan dapat didahului dengan TIA
yang berulang.

2.

Manisfestasi klinis
Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (1996: 258-260), yaitu:

a.

Lobus Frontal

1)

Deficit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan


distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung, memberi
alasan atau berpikir abstrak.

2)

Deficit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),


disfagia (kerusakan otot-otot menelan).

3)

Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional, kehilangan
kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan,
permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri,
isolasi, depresi.

b.

Lobus Parietal

1)

Dominan :

a)

Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar pada
hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri,
tekanan,

panas

dan

dingin),

hilangnya

respon

terhadap

proprioresepsi

(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).


b)

Defisit bahasa/komunikasi

Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang
dapat dipahami)

Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)

Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)

Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)

Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).

2)

Non Dominan
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi
diri/lingkungan) antara lain:

Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas


yang mengalami paralise)

Disorientasi (waktu, tempat dan orang)

Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan


tepat)

Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)

Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan

Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat

Disorientasi kanan kiri

c.

Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan,


diplobia(penglihatan ganda), buta.

d.

Lobus Temporal : defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh

3.

Tes diagnostik
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:

a.

Laboratorium :

1)

Pada

pemeriksaan

paket

stroke:

Viskositas

darah

pada

apsien

CVA

ada

peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA),
Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)
2)

Analisis

laboratorium

standar

mencakup

urinalisis,

HDL pasien

CVA

infark

mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah
(LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap
dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED
tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel

metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,)
(Prince, dkk ,2005:1122)
b.

Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali)


dan

infiltrate

paru

yang

berkaitan

dengan

gagal

jantung kongestif

(Prince,dkk,2005:1122)
c.

Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran


darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa

stroke (Prince,dkk ,

2005:1122).
d.

Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara


Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena,
vaskulitis

dan pembentukan

thrombus

di

pembuluh

besar

(Prince,

dkk

2005:1122).
e.

Pemindaian

dengan

Positron

Emission

Tomography

(PET):

mengidentifikasi

seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa serta
luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122)
f.

Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus potensial


(Prince, dkk ,2005:1123).

g.

CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi


hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).

h.

MRI : menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar /


luasnya daerah infark(Muttaqin, 2008:140).

4.

Penatalaksanaan medis
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark(Muttaqin, 2008:14):

a.

Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :

1)

Mempertahankan saluran nafas yang paten

2)

Kontrol tekanan darah

3)

Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter

4)

Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.

b.

Terapi Konservatif

1)

Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral

2)

Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi


thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

3)

Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau


embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.

4)

Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:

a)

Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg

b)

Osmoterapi antara lain :

Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30 menit, 46 kali/hari.

Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari

c)

Posisi kepala head up (15-30)

d)

Menghindari mengejan pada BAB

e)

Hindari batuk

f)

Meminimalkan lingkungan yang panas

5.

Kompliksi
Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008: 253)

a.

Dalam hal imobilisasi:

1)

Infeksi pernafasan (Pneumoni),

2)

Nyeri tekan pada dekubitus.

3)

Konstipasi

b.

Dalam hal paralisis:

1)

Nyeri pada punggung,

2)

Dislokasi sendi, deformitas

c.

Dalam hal kerusakan otak:

1)

Epilepsy

2)

Sakit kepala

d.

Hipoksia serebral

e.

Herniasi otak

f.

Kontraktur

6.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :

a.

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. penumpukan sputum (karena kelemahan,
hilangnya refleks batuk)

b.

Penurunan perfusi serebral b.d. adanya perdarahan, edema atau oklusi pembuluh
darah serebral

c.

Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler, kelemahan, hemiparese

d.

Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral


bicara

e.

(Risiko) gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. intake nutrisi tidak adekuat

f.

Perubahan persepsi-sensori b.d. perubahan transmisi saraf sensori, integrasi,


perubahan psikologi

g.

Kurang kemampuan merawat diri b.d. kelemahan, gangguan neuromuscular,


kekuatan otot menurun, penurunan koordinasi otot, depresi, nyeri, kerusakan
persepsi

h.

Risiko cedera b.d. gerakan yang tidak terkontrol selama penurunan kesadaran

i.

Kurang pengetahuan (klien dan keluarga) tentang penyakit dan perawatan b.d.
kurang informasi, keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber

A.
1.

PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian asuhan keperawatan (Doengoes, 2000)

a.

Identitas
biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia
alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi.

b.

Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan kesadaran pasien.

c.

Riwayat kesehatan sekarang


Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,

d.

Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin,
vasodilator,

obesitas.

Adanya

penyalahgunaan obat (kokain).

riwayat

merokok,

penggunaan

alkohol

dan

e.

Riwayat penyakit keluarga


Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya
riwayat stroke pada generasi terdahulu.

f.

Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi karena
pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut
akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.

g.

Kebutuhan

1)

Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai
dengan kesulitan menelan, obesitas

2)

Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia


urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus

3)

Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,


kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus otot,
paralitik (hemiplegia)

4)

Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot

2.

Pemeriksaan Fisik

a.

Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,


penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman
pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan
kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar
baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.

b.

Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut


jantung irreguler, adanya murmur

c.

Sistem neurologi

1)

Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk
menilai tingkat kesadaran klien

2)

Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan
intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleedingatau
infark

3)

Pemeriksaan saraf kranial

a)

Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman

b)

Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara
sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat

pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
c)

Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang
sakit

d)

Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat

e)

Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indera
pengecapan normal.

4)

Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine

5)

Sistem

reproduksi:

hemiparese

dapat

menyebabkan

gangguan

pemenuhan

kebutuhan seksual
6)

Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid

7)

Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan


menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi
atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan
seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan
kurang baik, kesukaran membuka mulut.

8)

Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan


motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji
adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.

3.

Intervensi Keperawatan (Doengoes, 2000)

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

sihan jalan nafas tidak efektif


Pasien mampu mempertahankan jalan
. penumpukan sputum (karena
nafas yang paten.
emahan, hilangnya refleks batuk)

INTERVENSI

Auskultasi bunyi nafas

Ukur tanda-tanda vital


Kriteria hasil :

Bunyi nafas vesikuler

Berikan posisi semi fowler sesuai d


kebutuhan (tidak bertentangan dgn
keperawatan lain)

RR normal

Lakukan penghisapan lender dan p


jika kesadaran menurun
Tidak ada tanda-tanda sianosis dan
pucat

Bila sudah memungkinkan lakukan


dada dan latihan nafas dalam
Tidak ada sputum
Kolaborasi:

Pemberian ogsigen

Laboratorium: Analisa gas darah, d

dll

Pemberian obat sesuai kebutuhan

nurunan perfusi serebral b.d.


anya perdarahan, edema atau
usi pembuluh darah serebral

Perfusi serebral membaik

1. Pantau adanya tanda-tanda penuru


serebral :GCS, memori, bahasa resp

Kriteria hasil :

2. Observasi tanda-tanda vital (tiap ja


kondisi pasien)
a.

Tingkat kesadaran membaik (GCS


meningkat)

3. Pantau intake-output cairan, balanc


b.

fungsi kognitif, memori dan motorik


membaik

4. Pertahankan posisi tirah baring pad


anatomis atau posisi kepala tempat
derajat

TIK normal

d. Tanda-tanda vital stabil

e.

5. Hindari valsava maneuver seperti b


mengejan dsb

Tidak ada tanda perburukan neurologis6. Pertahankan ligkungan yang nyama

7. Hindari fleksi leher untuk menguran


jugular

8. Kolaborasi:

Beri ogsigen sesuai indikasi

Laboratorium: AGD, gula darah dll

ngguan mobilitas fisik b.d.


usakan neuromuskuler,
emahan, hemiparese

ngguan komunikasi verbal b.d.


usakan neuromuscular,
usakan sentral bicara

Penberian terapi sesuai advis

CT scan kepala untuk diagnosa dan

Pasien mendemonstrasikan mobilisasi 1. Pantau tingkat kemampuan mobilis


aktif
2. Pantau kekuatan otot
Kriteria hasil :
3. Rubah posisi tiap 2 jan
tidak ada kontraktur atau foot drop

4. Pasang trochanter roll pada daerah


kontraksi otot membaik

mobilisasi bertahap

5. Lakukan ROM pasif atau aktif sesua


kemampuan dan jika TTV stabil

6. Libatkan keluarga dalam memobilis

7. Kolaborasi: fisioterapi

Komunikasi dapat berjalan dengan baik 1. Evaluasi sifat dan beratnya afasia p
berat hindari memberi isyarat non v
Kriteria hasil :

2. Lakukan komunikasi dengan wajar,


sederhana dan bila perlu diulang
Klien dapat mengekspresikan perasaan

Memahami maksud dan pembicaraan


orang lain

Pembicaraan pasien dapat dipahami

3. Dengarkan dengan tekun jika pasie


berbicara

4. Berdiri di dalam lapang pandang pa


saat bicara

siko) gangguan nutrisi kurang


i kebutuhan b.d. intake nutrisi
ak adekuat

ubahan persepsi-sensori b.d.


ubahan transmisi saraf sensori,
egrasi, perubahan psikologi

5. Latih otot bicara secara optimal

6. Libatkan keluarga dalam melatih ko


verbal pada pasien

7. Kolaborasi dengan ahli terapi wicar

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

1. Kaji factor penyebab yang mempen


kemampuan menerima makan/minu

Kriteria hasil :
2. Hitung kebutuhan nutrisi perhari
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
3. Observasi tanda-tanda vital
Berat badan dalam batas normal
4. Catat intake makanan
Conjungtiva ananemis

5. Timbang berat badan secara berka


Tonus otot baik
6. Beri latihan menelan
Lab: albumin, Hb, BUN dalam batas
normal

7. Beri makan via NGT

8. Kolaborasi : Pemeriksaan lab(Hb, Al


pemasangan NGT, konsul ahli gizi

Persepsi dan kesadaran akan lingkungan


1. Cari tahu proses patogenesis yang
dapat dipertahankan

2. Evaluasi adanya gangguan perseps

ang kemampuan merawat diri


. kelemahan, gangguan
uromuscular, kekuatan otot
nurun, penurunan koordinasi
t, depresi, nyeri, kerusakan
sepsi

penglihatan, taktil

3. Ciptakan suasana lingkungan yang

4. Evaluasi kemampuan membedakan


dingin, posisi dan proprioseptik

5. Catat adanya proses hilang perhati


salah satu sisi tubuh dan libatkan ke
membantu mengingatkan

6. Ingatkan untuk menggunakan sisi t


terlupakan

7. Bicara dengan tenang dan perlahan

8. Lakukan validasi terhadap persepsi


lakukan orientasi kembali

Kemampuan merawat diri meningkat

1. Pantau tingkat kemampuan klien da


merawat diri

Kriteria hasil :

2. Berikan bantuan terhadap kebutuha


benar-benar diperlukan saja
a.

mendemonstrasikan perubahan pola


hidup untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari
3. Buat lingkungan yang memungkink
untuk melakukan ADL mandiri

b.

Melakukan perawatan diri sesuai


kemampuan

4. Libatkan keluarga dalam membantu

Mengidentifikasi dan memanfaatkan


sumber bantuan

5. Motivasi klien untuk melakukan ADL


kemampuan

6. Sediakan alat Bantu diri bila mungk

7. Kolaborasi: pasang DC jika perlu, ko


dengan ahli okupasi atau fisioterapi

ko cedera b.d. gerakan yang


ak terkontrol selama penurunan
adaran

Klien terhindar dari cedera selama


perawatan

Kriteria hasil :

Klien tidak terjatuh

1. Pantau tingkat kesadaran dan kege

2. Beri pengaman pada daerah yang s


bantalan lunak

3. Hindari restrain kecuali terpaksa

Tidak ada trauma dan komplikasi lain 4. Pertahankan bedrest selama fase a

5. Beri pengaman di samping tempat

6. Libatkan keluarga dalam perawatan

7. Kolaborasi: pemberian obat sesuai


(diazepam, dilantin dll)

ang pengetahuan (klien dan


uarga) tentang penyakit dan
awatan b.d. kurang informasi,
erbatasan kognitif, tidak
ngenal sumber

Pengetahuan klien dan keluarga tentang1. Evaluasi derajat gangguan perseps


penyakit dan perawatan meningkat.

Kriteria hasil :

2. Diskusikan proses patogenesis dan


dengan klien dan keluarga

a.

Klien dan keluarga berpartisipasi dalam3. Identifikasi cara dan kemampuan u


proses belajar
meneruskan progranm perawatan d

b.

Mengungkapkan pemahaman tentang 4. Identifikasi factor risiko secara indiv


penyakit, pengobatan, dan perubahan
pola hidup yang diperlukan

lakukan perubahan pola hidup

5. Buat daftar perencanaan pulang

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. salemba medika: jakarta.

Smeltzer, Suzanne.(1996). Keperawatan Medikal Bedah.(2002) alih bahasa Monica Ester.


Jakarta : EGC

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.

Hudak, C.M. Gallo, B.M. (1996). Keperawatan Kritis. Pendekatan holistic Edisi VI volume
II. EGC:Jakarta

http://yadikustiyadi.blogspot.com/2013/05/laporan-pendahuluan-stroke.html

Anda mungkin juga menyukai