KETERANGAN UMUM
Nama
: Tn.N
Usia
: 49 tahun
Status
: Kawin
Alamat
Tanggal MRS
: 04 Januari 2008
: 692322
ANAMNESA
Keluhan Utama
: Muntah-muntah
berwarna kuning, tanpa lendir, maupun darah. BAK kuning seperti teh atau Coca
Cola. Demam (+) hilang timbul, batuk (-), sesak (-).
Riwayat penurunan berat badan (+), riwayat penyakit sistemik (-), riwayat
penyakit yang sama dalam keluarga (-), riwayat makan-makanan berlemak dan
berkolesterol tinggi (-), riwayat peminum alkohol (-).
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
: T= 110/70 mmHg
N= 80x/m
S= afebris
R= 24x/menit
Kepala
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
Status Lokalis
a/r Abodomen : Agak cembung, tidak rata, tegang terlokalisir di daerah RUQ, Murphy
sign (-), BU (+) normal, DM (+) a/r RUQ , NT (+) a/r RUQ, NL (-).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 3 Februari 2008
Hb
11,2
13-18
10,600
3800-10600
Ht
32
40-52
461000
150-440ribu
3
Alkaline Fosfatase
393
38-126
Gamma GT
317
15-73
Alfa amylase
194
28-100
Lipase
166,3
13-60
USG
Expertise
ENDOSKOPI
Expertise : Papila bentuk dan lokasi normal.
Pelebaran CBD sampai Intra Hepatik Bile Duct kiri-kanan
Ditemukan batu berukuran 2 cm di CBD media
Ditemukan stenosis di CBD distal, panjang sekitar 1 cm.
Diagnosa endoskopi : Dilatasi CBD sampai IHBD.
Choledocolithiasis
Stenosis CBD distal.
THORAKS AP LATERAL
Elevasi diafragma kanan
Tidak tampak pembesaran jantung
Tidak tampak TB paru aktif
Diagnosa Banding :
Choledocolithiasis dengan tanda-tanda cholangitis
Diagnosa Kerja :
Choledocolithiasis dengan tanda-tanda cholangitis
Rencana Terapi :
Cholecystectomy
4
Prognosis :
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : -
PEMBAHASAN
Diagnosis
Choledocholithiasis
ditegakkan
berdasarkan
data-data
yang
laboratorium,
pencitraan,
maupun
pemeriksaan
prosedural.
6
RSHS. Nyeri terlokalisir, tidak menjalar. Nyeri ini mungkin diakibatkan cholesistitis
kronik pada pasien ini dimana terjadi perangsangan dinding vesica felea yang
dimungkinkan oleh batu empedu yang asimptomatik. Keluhan pada pasien ini disertai
adanya urin seperti air teh dimana terjadi kenaikan bilirubin direk sehingga urine
terwarnai sangat gelap.
Adanya demam merupakan indikasi terjadi komplikasi cholangitis. Cholangitis
ditandai oleh tiga gejala klinis klasik, Charcod triad, yaitu demam ringan (95%),
nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (90%), dan ikterus (80%). Gejala klinis
cholangitis memiliki presentasi yang bervariasi, mulai dari yang bersifat mild selflimiting illness sampai terjadinya syok sepsis (5% pasien cholangitis). Komplikasi
lainnya yang dapat terjadi pada penyakit koledokolitiasis adalah pancreatitis. Batu
empedu adalah 50% penyebab dari seluruh kasus pancreatitis. Pancreatitis
dipresipitasi oleh adanya obstruksi pada duktus koledoktus pada level ampula Vateri.
Nyeri abdomen pada pancreatitis berbeda dengan nyeri akibat kolelitiasis, yaitu nyeri
bersifat tajam, kontinyu, dirasakan terlokalisir pada daerah epigastrium (nyeri
somatis) yang dirasakan menembus ke daerah midback, nyeri semakin bertambah bila
pasien dalam posisi supine. Sedangkan nyeri abdomen pada kolelitiasis terjadi pada
kuadran kanan atas, bersifat akut, viseral, kolik, biasanya terjadi setelah 30-90 menit
setelah makan, berlangsung dalam beberapa jam, menjalar ke daerah skapula atau
punggung kanan.
Apabila pasien memiliki rekam medik, riwayat penyakit striktur atau dilatasi
kistik pada duktus koledoktus, sclerosing cholangitis, disfungsi sfingter Oddi,
merupakan data penting untuk menegakkan diagnosis koledokolitiasis sekunder akibat
batu empedu. Askariasis pada stadium pulmonal biasanya memberikan gejala klinis
berupa batuk-batuk disertai demam (Shojamanesh, MD., 2004; Braunwald, 2002).
Berdasarkan anamnesis, pada pasien ini tidak dicurigai terjadi komplikasi
cholangitis, karena tidak ada riwayat panas badan. Gejala klinis pancreatitis juga
tidak didapatkan pada pasien ini. Karena tidak terdapat nyeri yang dalam saat pasien
posisi supine, ataupun menembus midback serta terlokalosir di epigastrium. Semua
gejala disangkal pasien. Pada pasien ini juga tidak terdapat adanya riwayat sakit
kuning sebelumnya dan riwayat konsumsi alkohol.
Pemeriksaan fisik pada pasien koledokolitiasis biasanya memberikan tandatanda klinis nyeri pada abdomen pada kuadran kanan atas dan ikterus pada kulit,
sklera dan frenulum linguae. Adanya nyeri hebat dengan/tanpa Murphys sign
7
mengindikasikan adanya kolesistitis akut. Ekstensi ikterus pada tubuh bergantung
pada derajat penyakit dan lamanya obstruksi. Tanda-tanda klinis sistemik, seperti
demam, hipotensi, dan flushing mengindikasikan terjadinya proses infeksi, sepsis,
atau keduanya. Tanda klinis pancreatitis adalah adanya Cullens sign, diskolorisasi
biru pada daerah periumbilikus, dan Turners sign, diskolorisasi biru-merah-ungu atau
hijau-coklat pada daelah lumbalis (S.Dandan, MD., 2005; Braunwald, 2002).
Pada pemeriksaan fisik pasien ini, didapatkan tanda vital dalam batas normal..
Keadaan ikterus didapatkan dari warna kulit, sklera berwarna kuning-kehijauan, dan
frenulum linguae ikterik. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tampak perut
cembung dan tegang di RUQ, nyeri tekan pada kuadran kanan atas, dan bising usus
dalam batas normal. Tidak didapatkan tanda-tanda kolesistitis akut: murphys sign
(-), tanda pankreatitis akut: Cullens sign (-) dan Turners sign (-), tanda-tanda sirosis
hati: asites (-), venektasi (-).
Hasil
pemeriksaan
laboratorium
tidak
spesifik
untuk
mendiagnosis
yang
dapat
digunakan
dalam
menunjang
diagnosis
8
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis
pasti Choledocolithiasis yaitu berupa USG transabdominal dan ERCP. Hal ini karena
USG memiliki sensitivitas 80-97% terhadap adanya batu empedu, akurasi terhadap
adanya dilatasi pada duktus koledoktus sebesar 90% dan karena ERCP adalah gold
standard penegakkan diagnosis Choledocolithiasis. Selain untuk alat diagnostik,
ERCP juga dapat berguna sebagai terapetik.
Penatalaksanaan Choledocolithiasis dapat bersifat non-surgical atau surgical.
Modalitas yang dapat digunakan dalam terapi non-surgical adalah ERCP,
percutaneous extraction, dan ESWL (Extracorporeal Shock Wave Litotripsy).
Sedangkan terapi surgical adalah open choledochotomy, transcystic exploration,
drainage procedures, cholecystectomy. Medikamentosa yang dapat digunakan berupa
(1) antibiotiksebagai profilaksis ataupun terapi bila terbukti terdapat infeksi, (2)
agen H-2 antagonist, sukralfat, dan proton pump inhibitorprofilaksis terhadap
stress ulcer. Antibiotik intravena yang digunakan dalam terapi cholangitis adalah
derivat penisilin (misal piperasilin) untuk bakteri gram-negatif, atau sefalosporin
generasi kedua atau ketiga (misal seftazidim, seftriakson, sefotaksim) untuk bakteri
gram-negatif, ampisilin untuk bakteri gram positif, dan metronidazol untuk bakteri
anaerob. Beberapa penelitian melaporkan penggunaan golongan kuinolon (misal
siprofloksasin, levofloksasin) atau kotrimoksazol (SMZ-TMP) sebagai terapi yang
efektif recurrent cholangitis (S.Dandan, MD., 2005).
Pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik peroral:
sefotaksim 2x1 gram/hari, Vit K untuk mencegah perdarahan akibat protrombine time
yang memanjang, Spironolakton diberikan untuk mencegah edema pada terjadinya
komplikasi choledocolitiasis yaitu sirosis hepatis. Pada pasien ini juga direncanakan
dilakukan ERCP atau kolesistektomi bila terapi medikamentosa tidak mengalami
perbaikan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Shojamanesh,
Homayoun
MD.
Cholangitis.
National
HealthCholangitis. www.emedicine.com. April 18, 2004.
Institutes
of
10
PRESEPTOR
1301-1207-0091
Thomas S P Purba
1301-1207-0092
1301-1207-0093
1301-1207-0103