Laporan Pendahuluan Asfiksia
Laporan Pendahuluan Asfiksia
Disusun oleh :
SYELA YISWA
LUHUKAY
16160105
A. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana kegagalan nafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Perubahan-perubahan yang terjadi pada
asfiksia antara lain hipoksia, hipervapma, dan asidosis metabolik (Muslihatun, 2011).
Asfiksia yang berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Saiffudin,
2009).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan
mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan
keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan
(Depkes RI, 2009).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan
yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya
dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Prawirohardjo, 2010).
Menurut Prambudi (2013) asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:
1. Asidosis (pH<7,0) pada darah arteri umbilikalis
2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia ensefalopati)
4. Gangguan multiorgan sistem.
Berdasarkan pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa asfeksia
adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir yang dapat
menyebabkan kerusakan otak dan mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
B. Klasifikasi Asfiksia
Menurut Ghai (2010) berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace,
Activity, Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi beberapa bagian dianataranya
adalah:
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Tabel 2.1 Nilai APGAR (Ghai, 2010).
Nafas
Nafas
0
Tidak ada
1
Tidak
2
Teratur
Denyut
Tidak ada
teratur
<100
>100
jantu
ng
Warna
kulit
Biru
atau
Pucat
Tubuh
Merah
merah
jamb
jambu
dan
Kaki
tangan
Gerakan /
Tidak ada
Tonus
otot
Reflek
(men
biru
Sedikit
Fleksi
fleksi
Tidak ada
Lemah/lam
Kuat
bat
angis)
C. Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang
yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat berlanjut menjadi
asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab
terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah (Gomella, 2009):
1. Faktor ibu
a. Pre-eklampsi dan eklampsi
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
d. Partus lama (rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).
e. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu
sirkulasi darah ke plasenta.
f. Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan).
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep).
c. Kelainan bawaan (kongenital).
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
teratur
Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala.
Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain.
Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-
E. Pathway
(Terlampir)
F. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya
asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
1.
Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya
2.
(Wiknjosastro, 2009).
Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya
asidosis dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat
saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui
3.
laktat,
hipokalsemi,
hiponatremia,
hiperkalemi.
Pemeriksaan
elektrolit darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan
4.
5.
Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed tomography
scan (CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai
6.
7.
8.
9.
G. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut
Wiknjosastro (2009) adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh
penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel
jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk
menjaga kehangatan suhu bayi baru lahir dengan:
a. Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
b. Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
c. Bungkus bayi dengan kain kering.
2. Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion,
kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua
telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin
K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.
Menurut Perinasia (2006), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia,
antara lain:
1. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
Caranya:
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat.
b. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut.
c. Bersihkan badan dan tali pusat.
d. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator.
2. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
Caranya:
a. Bersihkan jalan napas.
b. Berikan oksigen 2 liter per menit.
c. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi,
bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
d. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat
7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena
3) Mata
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva,
4)
5)
6)
7)
8)
3. Intervensi keperawatan
No
Diagnosa
Intervensi
Rasionalisasi
Nama/TTD
Keperawatan
1.
Syela
Ketidakefektifan
1.
bersihan jalan
nafas
berhubungan
dengan mukus
berlebih
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
3x24
diharapkan
jalan
nafas
jam
bersihan
1. Auskultasi
bunyi napas,dan
catat
adanya
bunyi
napas
teratasi
tambahan
dengan Kriteria Hasil : 2. Kaji frekuensi
a. Tidak menunjukkan
demam.
b. Tidak menunjukkan
cemas.
c. Rata-rata
pernapasan.
3. Catat
adanya
dapat
dimanifestasikan
dengan adnya bunyi
tambahan
ronki .
dispnea
2. Pada
repirasi
missal
takipnea
biasanya ditemukan
pernapasan
dapat
melambat
dan
nafas tambahan.
frekuensi
espirasi
memanjang
dibanding inspirasi.
3. disfungsi
pernapasan
variable
adalah
biasanya
disebabkan
oleh
2.
2.
dilakukan
tindakan
keperawatan
Ketidakefektifa
selama
3x24
n pola nafas
diharapkan
berhubungan
ketidakefektifan
dengan
nafas.
pernafasan dan 2. Guna meningkatkan
ketidakseimban
Kriteria Hasil :
oksigenasi
sesuai
bersirkulasi
gan antara
pola
nafas
dan kebutuhan
efektif.
b. Ekspansi
simetris.
c. Tidak ada
yang
dada
suara
nafas tambahan.
d. Kecepatan dan irama
respirasi dalam batas
normal.
1. Pertahankan
kepatenan jalan 1. Untuk
nafas.
pola 2. Pantau
a. Pasien menunjukan
suplai oksigen
oksigen
jam
Syela
membersihkan jalan
status
dengan
kebutuhan.
3. Auskultasi jalan
dan
memperbaiki status
kesehatan.
untuk 3. Membantu
nafas
mengetahui
mengevaluasi
adanya
keefektifan
penurunan
ventilasi.
4. Berikan oksigen
sesuai
dengan
batuk klien.
4. Terapi
oksigen
dapat
membantu
mencegah
kebutuhan.
5. Kalaborasikan
upaya
gelisah
dispneu.
dokter 5. Perubahan
AGD
untuk
dapat mencetuskan
pemeriksaan
disritmia jantung.
AGD
dan
pemakain
alat
bantu nafas.
Setelah
Gangguan
pertukaran gas
3.
berhubungan
denganketidaks
eimbangan
ventilasiperfusi
dilakukan 1. Letakkan
bayi
tindakan
keperawatan
terlentang
selama
3x24
dengan
diharapkan
jam
Gangguan
alas
yang
datar,
pemenuhan kebutuhan
kepala
lurus,
O2
teratasi
dengan
Kriteria Hasil :
1. Pernafasan
tengadah/eksten
normal
warna
kemerahan
5. Gas darah normal.
si
dengan
meletakkan
bantal
selimut
atau
diatas
1. Memberi
rasa
nyaman
dan
mengantisipasi
flexi leher yang
dapat mengurangi
kelancaran
jalan
nafas.
2. Jalan nafas harus
tetap
bahu
bayi
dipertahankan
sehingga
bahu
terangkat
2-3
cm.
2. Bersihkan jalan
nafas,
mulut,
hidung
untuk
menjamin
pertukaran
gas
yang sempurna.
3. Deteksi
dini
bila
perlu.
3. Observasi gejala
kardinal
adanya kelaina
4. Menjamin
dan
oksigenasi
tanda-tanda
cyanosis tiap 4
jam.
4. Kolaborasi
jaringan
yang
adekuat terutama
dengan
team
medis
dalam
Dan
Syela
pemberian
O2
dan
peningkatan pada
kadar
PCO2
pemeriksaan
kadar gas darah
arteri.
Setelah
dilakukan 1. Letakkan
terlentang diatas
selama
3x24
pemancar panas
Hipotermi
Resiko
ketidakseimbang
Kriteria Hasil :
an
suhu
tubuh
berhubungan
dengan gangguan
memengaruhi
regulasi tubuh.
bayi
keperawatan
diharapkan
4.
hypoventilasi
tindakan
jam
menunjukkan
Syela
(infant warmer).
1. Mengurangi
2. Singkirkan kain
yang
sudah
dipakai
untuk
kehilangan
panas
pada
suhu
mengeringkan
37,5C
b. Akral
hangat;
tubuh, letakkan
Warna
seluruh
bayi
tubuh kemerahan.
diatas
handuk / kain
lingkungan
sehingga
meletakkan
bayi
team
medis
untuk
pemberian Infus
Glukosa 5% bila
ASI
tidak
menjadi hangat
2. Mencegah
kehilangan
melalui konduksi.
3. Perubahan
suhu
tubuh bayi dapat
menentukan tingkat
hipotermia
4. Mencegah
mungkin
diberikan.
tubuh
terjadinya
hipoglikemia
DAFTAR PUSTKA
Depkes RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Gomella, L. T. (2009). Neonatology : Management, Procedures, On-Call Problems,
Diseases, and Drugs. United States of America: The McGraw-Hill Companies,Inc.
Ghai, dkk. (2010). Pencegahan Dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum. Health
Technology Assessment Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Harris, R.S. (2008). Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Bandung: ITB-Press.
Hidayat A. A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Hayrinena, K. J. (2010). Evaluation Of Electronic Nursing DocumentationNursing
Process
Nursing.
Muslihatun,W. N. (2011). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.Yogyakarta: Fitra Maya.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Perinasia. (2006). Melindungi, Meningkatkan, dan Mendukung Menyusui. Jakarta:
Perkumpulan Perinatologi Indonesia.
Prawiryoharyo J. (2010). Buku Ajar Asuhan kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
YPB,SP.
Saifuddin, AB. (2009). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: EGC.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wiknjosastro, H. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
LEMBAR PENGESAHAN
Mahasiswa
Pembimbing Akademik