Anda di halaman 1dari 17

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi)

Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo 09.02.4.0011

PROGRAM STUDI / JURUSAN OSEANOGRAFI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU


KELAUTAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2012

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah
perairan laut lebih dari 75% yang mencapai 5.8 juta kilometer persegi, terdapat
lebih dari 17.500 pulau dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah
Kanada, yaitu sekitar 81.000 km (Murdianto, 2004). Secara geologi, kepulauan
termasuk kepulauan Indonesia terbentuk oleh berbagai proses geologi yang
sangat kuat sehingga berpengaruh pada pembentukan pantai disana. Kawasan
pantai merupakan kawasan yang sangat dinamis dengan berbagai ekosistem
hidup disana dan saling mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya.
Perubahan garis pantai merupakan salah satu bentuk dinamisasi kawasan pantai
yang terjadi secara terus menerus. Perubahan garis pantai yang terjadi di
kawasan pantai berupa pengikisan badan pantai (abrasi) dan penambahan
badan pantai (sedimentasi atau akresi). Proses-preses tersebut terjadi sebagai
akibat dari pergerakan sedimen, arus, dan gelombang yang berinteraksi dengan
kawasan pantai secara langsung. Selain faktor-faktor tersebut, perubahan garis
pantai dapat terjadi akibat faktor antropogenik, seperti aktivitas manusia di
sekitarnya. Maka dari itu, studi mengenai perubahan garis pantai sangatlah
penting untuk ditingkatkan karena kawasan pantai merupakan kawasan yang
banyak menyimpan potensi kekayaan alam yang perlu untuk dipertahankan.
Selain itu banyaknya infrastruktur dan pemukiman yang berdiri di kawasan
pantai yang terancam bahaya abrasi akan membuat banyak pihak akan merasa
khawatir akan kehilangan dan kerusakan fasilitas tersebut. Berdasarkan latar
belakang persoalan di atas, maka dalam penulisan kali ini akan dijelaskan
mengenai proses-proses dinamika pantai seperti abrasi dan sedimentasi itu
terjadi di suatu kawasan pantai dengan berbagai kondisi yang ada di sekitarnya.

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Pantai Pantai merupakan batas antara wilayah daratan dengan wilayah
lautan. Dimana daerah daratan adalah daerah yang terletak diatas dan dibawah
permukaan daratan dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Sedangkan daerah
lautan adalah daerah yang terletak diatas dan dibawah permukaan laut dimulai
dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi
dibawahnya (Triadmodjo,1999). Beberapa istilah kepantaian yang perlu diketahui
diantaranya :

Gambar 2.1a Terminologi pantai untuk keperluan pengelolaan pantai (Yuwono,


2005).

Daerah pantai atau pesisir adalah suatu daratan beserta perairannya dimana
pada daerah tersebut masih dipengaruhi baik oleh aktivitas darat maupun oleh
aktivitas marine. Pantai adalah daerah di tepi perairan sebatas antara surut
terendah dan pasang tertinggi. Garis Pantai adalah garis batas pertemuan
antara daratan dan lautan. Daratan Pantai adalah daerah ditepi laut yang
masih dipengaruhi oleh aktivitas marine. Perairan Pantai adalah perairan yang
masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan.

Sempadan Pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi


pengamanan dan pelestarian pantai. Sedangkan untuk kepentingan rekayasa
atau teknik pantai, Triadmodjo (1999) mendefinisikan pantai sebagai berikut :

Gambar 2.1b Terminologi pantai untuk keperluan rekayasa pantai (Triadmodjo,


1999).

Surf zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari
gelombang pecah sampai batas naik-turunnya gelombang di pantai. Breaker
zone adalah daerah dimana terjadi gelombang pecah. Swash zone adalah
daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan batas
terendah turunnya gelombang di pantai. Offshore adalah daerah dari
gelombang (mulai) pecah sampai ke laut lepas. Foreshore adalah daerah yang
terbentang dari garis pantai pada saat surut terendah sampai batas atas dari
uprush pada saat air pasang tertinggi. Inshore adalah daerah antara offshore
dan foreshore. Backshore adalah daerah yang dibatasi oleh foreshore dan
garis pantai yang terbentuk pada saat terjadi gelombang badai bersamaan
dengan muka air tertinggi. Coast adalah daratan pantai yang masih
terpengaruh laut secara langsung, misalnya pengaruh pasang surut, angin laut,
dan ekosistem pantai (hutan bakau, sand dunes ).

Coastal area adalah daratan pantai dan perairan pantai sampai kedalaman
100 atau 150 m (Sibayama, 1992). 2.2 Perubahan Garis Pantai Secara umum
Sutikno (1993) menjelaskan bahwa pantai merupakan suatu daerah yang meluas
dari titik terendah air laut pada saat surut hingga ke arah daratan sampai
mencapai batas efektif dari gelombang. Sedangkan garis pantai adalah garis
pertemuan antara air laut dengan daratan yang kedudukannya berubah-ubah
sesuai dengan kedudukan pada saat pasang-surut, pengaruh gelombang dan
arus laut.

Gambar 2.2a Pantai sebagai kawasan yang rentan mengalami abrasi dan akresi.

Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan.


Perubahan lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat hingga cepat,
tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan dan sifat-sifatnya dengan
gelombang, pasut, dan angin. Sutikno (1993) kembali menyatakan bahwa secara
garis besar proses geomorfologi yang bekerja pada mintakat pantai dapat
dibedakan menjadi proses destruksional dan konstruksional. Proses destruksional
adalah proses yang cenderung merubah/ merusak bentuk lahan yang ada
sebelumnya, sedangkan proses konstruksional adalah proses yang menghasilkan
bentuk lahan baru. Adapun faktor-faktor utama yang mempengaruhi terjadinya
perubahan garis pantai adalah :

Faktor Hidro-Oseanografi Perubahan garis pantai berlangsung manakala proses


geomorfologi yang terjadi pada setiap bagian pantai melebihi proses yang
biasanya terjadi. Proses geomorfologi yang dimaksud antara lain adalah : 1.
Gelombang : Gelombang terjadi melalui proses pergerakan massa air yang
dibentuk secara umum oleh hembusan angin secara tegak lurus terhadap garis
pantai (Open University, 1993). Dahuri, et al. (2001)

menyatakan bahwa gelombang yang pecah di daerah pantai merupakan salah


satu penyebab utama terjadinya proses erosi dan sedimentasi di pantai.

Gambar 2.2b Konvergensi & divergensi energi gelombang di badan pantai.

2. Arus : Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan, arus merupakan salah satu
faktor yang berperan dalam pengangkutan sedimen di daerah pantai. Arus
berfungsi sebagai media transpor sedimen dan sebagai agen pengerosi yaitu
arus yang dipengaruhi oleh hempasan gelombang. Gelombang yang datang
menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai (nearshore current) yang
berpengaruh terhadap proses sedimentasi/

abrasi di pantai. Arus pantai ini ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang
dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika gelombang
datang membentuk sudut, maka akan terbentuk arus susur 5

pantai (longshore current) yaitu arus yang bergerak sejajar dengan garis pantai
akibat perbedaan tekanan hidrostatik (Pethick, 1997).

Gambar 2.2c Longshore current faktor penyebab abrasi dan akresi pantai.

3. Pasut : Menurut Nontji (2002) pasut adalah gerakan naik turunnya muka laut
secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Arus pasut
ini berperan terhadap proses-proses di pantai seperti penyebaran sedimen dan
abrasi pantai. Pasang naik akan

menyebarkan sedimen ke dekat pantai, sedangkan bila surut akan menyebabkan


majunya sedimentasi ke arah laut lepas. Arus pasut

umumnya tidak terlalu kuat sehingga tidak dapat mengangkut sedimen yang
berukuran besar. Faktor Antropogenik Proses anthropogenik adalah proses
geomorfologi yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Aktivitas manusia di
pantai dapat mengganggu kestabilan lingkungan pantai. Gangguan terhadap
lingkungan pantai dapat dibedakan menjadi gangguan yang disengaja dan
gangguan yang tidak disengaja.

Gangguan yang disengaja bersifat protektif terhadap garis pantai dan lingkungan
pantai, misalnya dengan membangun jetti, groin, pemecah gelombang atau
reklamasi pantai. Aktivitas manusia yang tidak disengaja menimbulkan
gangguan negatif terhadap garis pantai dan lingkungan pantai, 6

misalnya pembabatan hutan bakau untuk dikonversi sebagai tambak (Sutikno,


1993).

Gambar 2.2d Aktifitas penambangan pasir laut mempercepat proses erosi pantai.

2.3 Proses Litoral, Abrasi, dan Sedimentasi Sorensen (1978) dalam Supriyatno
(2003) menjelaskan bahwa proses litoral merupakan proses yang terjadi di
daerah pantai akibat interaksi dari angin, gelombang, arus, pasang-surut,
sedimen, dan lain-lain seperti aktivitas manusia. Dinamika litoral yang
berdampak pada morfologi daerah nearshore utamanya disebabkan oleh litoral
transport. Litoral transport merupakan gerakan sedimen di daerah nearshore
yang disebabkan oleh gelombang dan arus. Material atau sedimen yang
dimaksud disebut dengan litoral drift (Triatmodjo, 1999). Sorensen (1978)
mengklasifikasikan litoral transport menjadi dua jenis, yaitu : OnshoreOffshore transport, adalah perpindahan sedimen pantai yang menuju dan
meninggalkan pantai atau arah perpindahan sedimennya tegak lurus pantai.
Longshore transport, adalah perpindahan sedimen yang mempunyai arah ratarata sejajar garis pantai. Arah perpindahan bergantung dari arah arus sejajar
pantai.

Gambar 2.3a Proses littoral transport di area nearshore.

Sedangkan abrasi pantai adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga


gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak (Setiyono, 1996). Yuwono
(2005) membedakan antara erosi pantai dengan abrasi pantai. Erosi pantai
diartikannya sebagai proses mundurnya garis pantai dari kedudukan semula
yang disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan antara pasokan dan kapasitas
angkutan sedimen. Sedang abrasi pantai diartikan dengan proses terkikisnya
batuan atau material keras seperti dinding atau tebing batu yang biasanya
diikuti oleh longsoran dan runtuhan material. Akresi atau sedimentasi adalah
pendangkalan atau penambahan daratan pantai akibat adanya pengendapan
sedimen yang dibawa oleh air laut. Akresi juga dapat merugikan masyarakat
pesisir, karena selain mempengaruhi ketidak stabilan garis pantai, akresi juga
dapat menyebabkan pendangkalan muara sungai tempat lalu lintas perahuperahu nelayan yang hendak melaut.

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Pengaruh Arus Laut Terhadap Abrasi dan Sedimentasi Seperti dijelaskan
sebelumnya, dinamika pantai merupakan suatu proses pembentukan pantai
yang sangat dipengaruhi oleh litoral transport. Dimana dalam proses tersebut
gerakan massa air membawa material berupa sedimen-sedimen dengan
berbagai bentuk menuju maupun menjauhi sangat signifikan. Nontji (2002)
mendefinisikan arus laut dengan gerakan massa air yang disebabkan oleh radiasi
matahari, tiupan angin, pasut air laut, hempasan gelombang, dan adanya
perbedaan densitas laut. Dalam proses pantai, arus berfungsi sebagai media
transport sedimen. Akibat interaksi gelombang laut dengan morfologi pantai
akan menghasilkan arus laut seperti longshore current and rip current. Di
beberapa bagian badan pantai, area-area yang mengalami arus susur pantai
seperti ditunjukkan oleh lingkaran hitam, cenderung mengalami abrasi pantai
karena sedimen disana bergerak akibat terbawa oleh arus susur pantai. pantai.
Dalam proses litoral

transport tersebut, faktor arus, gelombang, pasang-surut mempunyai peran


yang

Gambar 3.1a Abrasi dan sedimentasi akibat arus longshore current.

Selanjutnya, material yang terangkut oleh arus susur pantai akan dibawa ke
suatu lokasi dimana pengaruh arus susur pantai akan berkurang dan akhirnya
hilang. Sehingga sedimen yang terbawa akan terendapkan dan akan mengalami
sedimentasi. Pada gambar diatas, lingkaran merah menunjukkan lokasi
sedimentasi yang berada diantara dua daratan dan daerah pengendapan
tersebut dikenal dengan nama tombolo. Pembentukan tombolo ini merupakan
sebuah reaksi dari pertemuan dua arus susur pantai yang saling bertemu yang
disebut dengan rip current. Pada gambar diatas, lokasi rip current terjadi
diantara dua daratan seperti ditunjukkan oleh lingkaran merah. 3.2 Pengaruh
Gelombang Laut Terhadap Abrasi dan Sedimentasi

Gambar 3.2a Abrasi pantai akibat gempuran gelombang.

Pada penjelasan sebelumnya, dikatakan bahwa gelombang merupakan


pergerakan massa air yang dibentuk secara umum oleh hembusan angin secara
tegak lurus terhadap garis pantai (Open University, 1993). Dengan kata lain
bahwa besar kecilnya energi gelombang yang terjadi di suatu perairan
bergantung pada seberapa besar faktor kecepatan dan arah angin yang terjadi
disana. Olehkarena itu, data meteorologi meski berupa peramalan sangatlah
perlu untuk diperhitungkan

10

karena dengan begitu pola angin sebagai gaya pembangkit gelombang dan arus
dapat terpantau. Berdasarkan sifatnya, gelombang dibagi menjadi dua jenis,
yakni yang bersifat merusak (destructive) dan membangun (constructive).
Destructive wave merupakan gelombang yang menyebabkan terjadinya abrasi
pantai karena memiliki tinggi dan kecepatan rambat gelombang yang sangat
besar. Dan pecahnya gelombang akan menimbulkan arus dan turbulensi yang
sangat besar dan dapat menggerakkan sedimen dasar. Laju transport sedimen
sepanjang pantai bergantung pada arah sudut datang gelombang, durasi, dan
besar energi gelombang yang datang. Apabila gelombang yang terjadi
membentuk sudut terhadap garis pantai, maka akan terjadi dua proses angkutan
sedimen yang bekerja secara bersama, yakni komponen tegak lurus (onshoreoffshore transport) dan sejajar garis pantai (longshore transport). Suatu pantai
mengalami abrasi atau sedimentasi bergantung pada volume sedimen yang
masuk dan juga keluar dari pantai.

Gambar 3.2b Abrasi pantai akibat gempuran gelombang badai.

Selain gelombang yang terbentuk dari bangkitan angin, terdapat gelombang


yang terbentuk dari badai atau tsunami. Gelombang ini termasuk dalam
gelombang dengan kekuatan yang besar dan menjadi faktor alam penyebab
abrasi pantai. Akibat gelombang badai sedimen akan tererosi dan kemudian
mengendap menuju daerah lain membentuk longshore bar. Setelah badai reda
maka gelombang normal 11

akan terjadi seperti biasa dan berangsur-angsur akan mengembalikan kondisi


pantai yang tererosi seperti sediakala. Namun terkadang gelombang normal
tidak dapat mengembalikan kondisi pantai seperti semula karena material yang
tererosi akibat gelombang badai sudah hilang. 3.3 Pengaruh Pasang Surut Laut
Terhadap Abrasi dan Sedimentasi Sedangkan pengaruh pasang surut laut dalam
dinamika pantai tidak terlalu besar namun juga tidak dapat diabaikan. Karena
pasang surut merupakan gerak naik dan turunnya muka air laut secara berirama.
Sehingga pada saat pasut terjadi akan menimbulkan arus pasut meski tidak
terlalu besar jika dibandingkan dengan arus yang terjadi di laut lepas. Namun
arus pasut ini juga dapat menjadi media transport bagi sedimen-sedimen
berukuran kecil seperti pasir halus dan lempung seperti yang biasa ditemui di
muara-muara sungai. Pada saat pasang, arus pasut akan membawa sedimen
mendekat ke arah pantai atau sedimentasi dan sebaliknya pada saat surut arus
pasut akan membawa material menjauh dari pantai atau abrasi.

Gambar 3.3a Sedimentasi pantai akibat pasang suruut di Pantai Kenjeran.

Terkait dengan perubahan garis pantai, beberapa hal yang perlu diketahui terkait
dengan pasang surut di sekitar pantai atau wilayah pesisir adalah jenis pasut,
seberapa tinggi tunggang pasutnya, bagaimana kondisi geomorfologi dan

topografinya, dan bagaimana kondisi pada saat pasang purnama. Sebab, wilayah
pesisir dengan tipe pasut yang bertipe harian ganda atau campuran cenderung
ganda berpotensi tinggi terjadinya perubahan garis pantai baik berupa abrasi

12

maupun sedimentasi karena pergerakan arus pasut juga akan lebih sering
terjadi. Tunggang pasut yang tinggi, topografi yang landai, serta keberadaan
muara sungai menyebabkan transport sedimen semakin luas. Informasi
mengenai kondisi pasang purnama pun perlu diketahui karena dengan semakin
tingginya muka air laut yang naik maka ancaman abrasi pantai akan semakin
tinggi.

13

BAB IV KESIMPULAN
Berdasarkan ulasan diatas, dapat disimpulkan bahwa proses dinamika pantai
baik berupa abrasi maupun sedimentasi merupakan hasil dari proses litoral yang
terjadi di area nearshore. Proses litoral merupakan proses litoral transport yang
terjadi di daerah pantai akibat interaksi dari angin, gelombang, arus, pasangsurut, sedimen, dan lain-lain seperti aktivitas manusia. Litoral transport sendiri
merupakan gerakan sedimen di daerah nearshore yang disebabkan oleh
gelombang dan arus. Gerakan sedimen ini yang menjadi sebab terjadinya
perubahan garis pantai seperti abrasi dan sedimentasi. Abrasi pantai adalah
proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat
merusak (Setiyono, 1996). Sedangkan sedimentasi merupakan pendangkalan
atau penambahan daratan pantai akibat adanya pengendapan sedimen yang
dibawa oleh air laut. Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya kedua proses
tersebut adalah faktor hidro-oseanografi, seperti

gelombang, arus, pasang-surut, topografi, meteorologi, dan kondisi geomorfologi


sekitarnya. Selain itu faktor antropogenik seperti pembangunan groin, jetty,
dinding laut, dan aktivitas-aktifitas manusia di sekitar pantai seperti
penambangan juga berpengaruh dalam perubahan garis pantai. Dalam
persoalan abrasi dan sedimentasi, gelombang adalah pergerakan massa air yang
dibentuk secara umum oleh hembusan angin secara tegak lurus terhadap garis
pantai. Berdasarkan sifatnya, gelombang dibagi menjadi dua jenis, yakni yang
bersifat merusak (destructive) dan membangun (constructive). Namun besar
kecilnya energi gelombang yang terjadi di suatu perairan bergantung pada
seberapa besar faktor kecepatan dan arah angin yang terjadi disana. Pecahnya
gelombang di area nearshore akan menimbulkan arus dan turbulensi yang
sangat besar dan dapat menggerakkan sedimen dasar. Laju transport sedimen
sepanjang pantai bergantung pada arah sudut datang gelombang, durasi, dan
besar energi gelombang yang datang. Hasilnya akan terbentuk dua proses
angkutan sedimen

14

yang terjadi secara bersama, yakni komponen tegak lurus ( onshore-offshore


transport) dan sejajar garis pantai (longshore transport). Dalam proses pantai
lainnya, arus berfungsi sebagai media transport sedimen. Akibat interaksi
gelombang laut dengan morfologi pantai akan menghasilkan arus laut seperti
longshore current and rip current. Di beberapa bagian badan pantai, area-area
yang mengalami arus susur pantai cenderung mengalami abrasi pantai karena
sedimen disana bergerak akibat terbawa oleh arus susur pantai. Selanjutnya,
material yang terangkut oleh arus susur pantai akan dibawa ke suatu lokasi
dimana pengaruh arus susur pantai akan berkurang dan akhirnya hilang.
Sehingga sedimen yang terbawa akan terendapkan dan akan mengalami
sedimentasi. Sedangkan pengaruh pasang surut laut dalam dinamika pantai
tidak terlalu signifikan namun juga tidak dapat diabaikan. Karena pasang surut
merupakan gerak naik dan turunnya muka air laut secara berirama. Sehingga
pada saat pasut terjadi akan menimbulkan arus pasut meski tidak terlalu besar
jika dibandingkan dengan arus yang terjadi di laut lepas. Pada saat pasang, arus
pasut akan membawa sedimen mendekat ke arah pantai atau sedimentasi dan
sebaliknya pada saat surut arus pasut akan membawa material menjauh dari
pantai atau abrasi. Beberapa hal yang perlu diketahui kaitan antara perubahan
garis pantai dengan pasang surut di wilayah pesisir adalah jenis pasut, seberapa
tinggi tunggang pasutnya, bagaimana kondisi geomorfologi dan topografinya,
dan bagaimana kondisi pada saat pasang purnama.

15

DAFTAR PUSTAKA
Esry T. Opa, 2011. Perubahan Garis Pantai Desa Bentenan Kecamatan Pusomen,
Minahasa Tenggara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. VII-3. Manado. Agus
Supriyatno, 2003. Analisis Abrasi Pantai dan Alternatif Penanggulangannya di
Perairan Pesisir Perbatasan Kabupaten Kendal Kota Semarang. Tesis Program
Magister Ilmu Lingkungan Undip. Semarang. Sakka, Mulia P., I Wayan N., Hidayat,
& Siregar, 2011. Studi Perubahan Garis Pantai di Delta Sungai Jeneberang,
Makassar. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Bogor. Esther S. Manapa,
2010. Profil Dunia Kelautan dalam Perspektif Siswa Indonesia di Tingkat sekolah
Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. II-1. Inventarisasi Lahan Kritis Akibat
Abrasi di Wilayah Pesisir Kabupaten Karawang. Laporan Kegiatan Dinas
Lingkungan Hidup, Pertambangan, dan Energi 2008. Kabupaten Karawang.
Gathot W., Haris Joko, & Samsul Arifin. Kajian Penggunaan Data Inderaja Untuk
Pemetaan Garis Pantai (Studi Kasus Pantai Utara Jakarta). Jakarta..

16

Anda mungkin juga menyukai