Anda di halaman 1dari 11

PANDUAN PRAKTIK

KLINIK

DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR

Tentang
Tuberkulosis
dr. Khosiatun Azmi, MMR
NOMOR DOKUMEN :
REVISI KE :

NOMOR REVISI :

A. Pengertian
( Definisi )

Tuberkulosis

(TB)

TANGGAL :
adalah

penyakit

akibat

infeksi

Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga


dapat bermanifestasi pada hampir semua organ tubuh dengan
lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer.

B. Anamnesis

Riwayat kontak dengan penderita TB dewasa.


Manifestasi klinis penyakit TB ada dua yaitu gejala umum dan
gejala spesifik sesuai organ yang terkena.
1. Gejala umum penyakit TB tidak khas, dalam arti gejala
serupa dapat disebabkan oleh berbagai kelainan / penyakit
lain.

Gejala

yang

membuat

dokter

perlu

mempertimbangkan TB sebagai penyebab adalah :


a. Nafsu makan berkurang
b. Berat badan turun atau sulit naik setelah penanganan
gizi adekuat selama minimal 1 bulan.
c. Demam lama (> 2 minggu) dan / berulang tanpa sebab
yang jelas, dapat disertai keringat malam. Demam
pada umumnya tidak tinggi. Etiologi demam kronik
yang lain perlu disingkirkan dahulu, seperti misalnya
infeksi slauran kemih, tifus atau malaria.
d. Batuk lama lebih dari 3 minggu, dan sebab lain telah
disingkirkan.
e. Malaise
f. Gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang
tidak ada perbaikan dengan penanganan diare, perut
membesar karena cairan, atau teraba massa dalam

perut.
g. Pemebsaran kelenjar superficial di daerah leher,
aksila, inguinal atau tempat lain.
2. Keluhan spesifik organ dapat terjadi bila TB mengenai
organ ekstrapulmonal seperti ditemukannya benjolan di
punggung (gibbus), sulit membungkuk, pincang, atau
pembengkakan sendi. Bila mengenai susunan saraf
pusat dapat terjadi gejala iritabel, leher kaku, muntahmuntah, dan kesadaran menurun.
C. Pemeriksaan
Fisik

Biasanya sesuai dengan keluhan masalah makan dan berat


badan, pada pemeriksaan antropometri dijumpai gizi kurang
dengan grafik berat badan dan tinggi badan pada posisi di
daerah bawah atau dibawah persentil 5. Suhu subfebris dapat
ditemukan pada sebagian pasien.
Meskipun tuberculosis pada anak paling sering mengenai paru,
namun pada paru biasanya tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik. Pada kasus yang berat dapat terdengar ronki.
Tanda lain yang dapat ditemukan tergantung pada organ yang
terkena, seperti :
1. TB kelenjar, gejala terbanyak pembesaran kelenjar
getah bening di regio kolli, multiple, tidak nyeri tekan
dan saling menyatu (konfluens).
2. Meningitis TB dapat ditemukan kaku kuduk dan
rangsang meningeal lain.
3. TB vertebra dapat ditemukan

gibbus,

kifosis,

paraparesis atau paraplegia.


4. TB koksae atau TB genu dapat ditemukan jalan pincang,
nyeri pada pangkal paha atau lutut.
5. TB kulit: skrofuloderma ( ulkus

kulit

dengan

skinbridge ), biasanya di daerah leher, aksila, atau


inguinal.
6. TB mata : konjungtivitis fliktenularis ( bintik putih di
limbus kornea yang sangat nyeri ), tuberkel koroid.
D. Kriteria
Diagnosis

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M.


tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung,

cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsy jaringan.


Kesulitan menegakkan diagnosis pasti pada anak disebabkan
oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan
sulitnyapengabilan specimen sputum.
Untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI
merekomendasikan diagnosis TB anak dengan menggunakan
sistem skoring sebagai berikut :
Sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB anak
Parameter

Kontak

Tida

Laporan

Kontak

dengan

keluarga,

dengan

pasien TB

jelas

kontak dgn

pasien BTA

pasien BTA

positif

negative
atau tidak
tahu, atau
BTA tidak
jelas
Uji

Nega

Positif (> 10

Tuberkuli

tif

mm, atau >

5 mm pada
keadaan
imunosupre
si)

Berat

Gizi

Gizi buruk:

badan /

kurang :

BB/TB

Keadaan

BB/TB

<70% atau

gizi

<90% atau

BB/U <60%

(dengan

BB/U <80%

KMS atau
tabel)
Demam
tanpa
sebab

> 2 minggu

jelas
Batuk
Pembesar

> 3 minggu
> 1 cm

an

Jumlah > 1,

kelenjar

Tidak nyeri

limfe koli,
aksila,
inguinal
Pembengk

Ada

akan

pembengkak

tulang/

an

sendi
panggul,
lutut,
falang
Foto dada

Nor

Sugestif TB

mal/
tidak
jelas
JUMLAH SKOR
Catatan :
1. Diagnosis dengan system skoring ditegakkan oleh
dokter
2. Jika dijumpai skrofuloderma ( TB pada kelenjar dan
kulit ), pasien dapat langsung didiagnosis tuberculosis.
3. Berat badan dinilai saat pasien datang.
4. Demam dan batuk tidak respon terhadap terapi sesuai
baku puskesmas
5. Foto dada bukan alat diagnostic utama pada TB anak.
6. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi local
timbul < 7 hari setelah penyuntikan ) harus dievaluasi
dengan sistem skoring TB anak.
7. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6 ( skor
maksimal 13)
8. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS
unutuk evaluasi lebih lanjut.

E. Diagnosis

Tuberkulosis

F. Diagnosis
Banding

G. Pemeriksaan
Penunjang

1.
2.
3.
4.

Pneumonia
Bronkiolitis
Asma
Pertusis

1. Uji tuberculin dengan cara Mantoux yaitu penyuntikan


0,1 ml tuberculin PPD secara intra kutan di volar lengan
dengan

arah

suntikan

memanjang

lengan

( longitudinal ). Reaksi diukur 48 - 72 jam setelah


penyuntikan. Indurasi transversal diukur dan dilaporkan
dalam

mm

berapapun

ukurannya,

termasuk

pencantumam 0 mm jika tidak ada indurasi sama sekali.


Indurasi 10 mm keatas dinyatakan positif. Indurasi < 5
mm dinyatakan negative, sedangkan indurasi 5 - 9 mm
meragukan dan memerlukan pengulangan tes, dengan
jarak waktu minimal 2 minggu. Uji tuberculin positif
menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan TB
aktif ( sakit TB ) pada anak. Reaksi uji tuberculin positif
biasanya bertahan lama hingga bertahun - tahun walau
pasien sudah sembuh sehingga uji tuberculin tidak
digunakan untuk memantau pengobatan TB.
2. Foto Rontgen thorak dapat mendukung diagnosis TB
namun tidak adapat digunakan sebagai alat diagnostic
tunggal. Untuk diagnosis TB, foto rontgen thorak dibuat
AP dan lateral kanan. Sebagian besar foto rontgen tidak
menunjukkan gambaran yang khas untuk TB ( non
sugestif ). Gambaran radiologis yang sugestif TB
diantaranya adalah pembesaran kelenjar hillus atau
paratrakeal, konsollidasi segmen atau lobus paru,
gambaran milier, kavitas, efusi pleura, ateletaksis, atau
kalsifikasi.
3. Pemeriksaan mikrobiologik dari bahan bilasan lambung
atau sputum untuk mencari basil tahan asam (BTA)
pada

pemeriksaan

tuberculosis

dari

langsung
biakan.

dan
Hasil

Mycobacterium
biakan

positif

merupakan diagnosis pasti TB. Hasil BTA atau biakan

negative tidak menyingkirkan diagnosis TB.


4. Pemeriksaan patologi dilakukan dari biopsy kelenjar,
kulit, atau jaringan lain yang dicurigai terkena infeksi
TB. Pemeriksaan serologi TB seperti PAP TB, ICT,
Mycodot dan pemeriksaan lain mempunyai nilai
diagnostic yang tidak lebih unggul daripada uji
tuberculin sehingga tidak dianjurkan. Samapi saat ini
semua

pemeriksaan

diagnostic

TB

hanya

dapat

mendeteksi adanya infeksi TB, tapi tidak dapat


membedakan ada tidaknya penyakit TB.
5. Funduskopi perlu dilakukan pada TB milier dan
meningitis TB. Pungsi lumbal harus dilakukan pada TB
milier untuk mengetahui ada tidaknya meningitis TB.
Foto tulang dan pungsi pleura dilakuakn atas indikasi.
Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah, urin dan feses
rutin berperan sebagai pelengkap data namun tidak
berperan penting dalam penegakan diagnosis TB.
H. Terapi

Medikamentosa
Terapi TB terdiri dari dua fase yaitu :
1. Fase intensif dengan panduan 3 - 5 OAT selama 2 bulan
awal.
2. Fase lanjutan dengan panduan 2 OAT ( INH dan
Rifampisin ) hingga 6 - 12 bulan.
Pada anak, obat TB diberikan secara harian ( daily ) baik pada
fase intensif maupun fase lanjutan.
Secara garis besar dapat dibagi menjadi tata laksana untuk :
1. TB paru digunakan 3 jenis OAT yaitu INH, rifampisin,
dan

pirazinamid

selama

bulan

fase

intensif,

dilanjutkan INH dan rifampisin hingga genap 6 bulan


terapi (2HRZ-4HR).
2. TB paru berat (milier, destroyed lung ) dan TB
ekstraparu digunakan 4 - 5 OAT selama 2 bulan fase
intensif, dilanjutkan dengan INH dan rifampisin hingga
genap 9 - 12 bulan terapi.
3. TB kelenjar superficial, terapinya sama dengan TB paru.
4. TB milier dan efusi pleura diberikan prednisone 1 - 2

mg/kgBB/hari selama 2 minggu, kemudian dosis


diturunkan bertahap (tapering off) selama 2 minggu,
sehingga total waktu pemberian adalah 1 bulan.
Berikut adalah tabel obat yang lazim digunakan dalam terapi
TB pada bayi, anak, dan remaja :
Obat

Sediaan

Dosis

Dosis

mg/kgB

maksimal

B
5**

300 mg

Efek samping

Isoniazid

Tablet 100

(INH/H)

dan 300 mg; -15*)

transaminase,

sirup 10

hepatitis, neuritis

mg/ml

perifer,

Rifampisin

Kapsul/tabl

hipersensitivitas.
Urin/sekresi

(RIF/R)

et 150, 300,

warna kuning,

450, 600

mual - muntah,

mg, sirup

hepatitis, flu-like

Pirazinami

20mg/ml
Tablet 500

2g

reaction
Hepatotoksisitas,

d (PZA/Z)
Etambutol

mg
Tablet 500

2,5 g

hipersensitivitas
Neuritis optika

(EMB/E)

mg

10 - 15

25 - 35
15 - 20

600 mg

Peningkatan

(reversibel),
gangguan visus,
gangguan warna,
gangguan sal

Streptomisi

Vial 1 g

15 - 30

1g

n (SM/S)
#) sumber Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak

cerna
Ototoksisitas,
nefrotoksisitas

**) menurut WHO, IUATLD, dan ERS, dosis INH 5 mg/kgBB


adekuat dan aman
*) jika INH dipadu dengan rifampisin, dosis INH tidak lebih
dari 10 mg/kgBB dan rifampisisn 15 mg/kgBB
BB untuk mengurangi insidens hepatitis
Populasi manusia berdasarkan status TB

Kelas
0

Kontak
-

Infeksi
-

Sakit
-

Tatalaksana
-

Profilaksis

II

I*

III

Profilaksis
II*
Terapi OAT

*) Pada kelompok risiko tinggi


Kelompok risiko tinggi TB
Balita
Pubertas
Steroid sistemik jangka panjang
Sitostatik
Gizi buruk
Morbili
Varisela
HIV / AIDS
Keganasan
memerlukan
profilaksis

Faktor usia
Faktor obat
Faktor nutrisi
Faktor penyakit

Kelompok

risiko

tinggi

medikamentosa.

Profilaksis

primer

bertujuan

untuk

mencegah

penularan / infeksi pada kelompok yang mengalami


kontak erat dengan pasien TB dewasa dengan BTA

positif.
Profilaksis

sekunder

diberikan

untuk

mencegah

terjadinya sakit TB pada kelompok yang telah terinfeksi


TB tapi belum sakit TB.
Konsep dasar profilaksis primer dan sekunder berbeda, namun
obat dan dosis yang digunakan sama yaitu INH 5 - 10
mg/kgBB/hari. Profilaksis primer diberikan selama kontak
masih ada, minimal selama 3 bulan. Pada akhir 3 bulan
dilakukan uji tuberculin ulang. Jika hasilnya negatif dan kontak
tidak ada, profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi
tuberculin menjadi positif, dilakukan evaluasi apakah hanya
terinfeksi atau sudah sakit TB. Jika hanya infeksi, dilakukan
profilaksis primer dilanjutkan sebagai profilaksis sekunder.
Profilaksis sekunder diberikan selama 6 - 12 bulan yang

merupakan waktu risiko tertinggi terjadinya sakit TB pada


pasien yang baru terinfeksi TB.
Bedah
Tindakan bedah diperlukan pada TB paru berat dengan
destroyed lung untuk lobektomi atau pneumektomi. TB tulang
seperti spondilitis TB, koksitis TB, gonitis TB memerlukan
koreksi ortopedik. Tindakan bedah dapat dilakukan setelah
terapi OAT selama minimal 2 bulan, kecuali jika terjadi
kompresi medulla spinalis atau abses paravertebra yang
memerlukan tindakan bedah lebih awal.
Suportif
Asupan gizi yang adekuat sangat penting untuk keberhasilan
terapi TB. Jika ada penyakit lain juga perlu mendapat tata
laksana yang memadai. Fisioterapi dilakukan pada kasus pasca
bedah.
I. Edukasi

1. Vaksinasi BCG pada semua bayi baru lahir


2. Jelaskan kepada pasien dan orangtua bahwa TB adalah
penyakit menular sehingga TB dapat dicegah dengan cara
yang murah yaitu menghindari kontak dengan penderita TB
dewasa.
3. TB dapat disembuhkan dengan pengobatan yang teratur.
4. Pengobatan TB berlangsung lama, minimal 6 bulan, dan
tidak boleh terputus, pasien harus kontrol teratur setiap
bulan.
5. Obat rifampisin dapat menyebabkan cairan tubuh ( air seni,
air mata, keringat, ludah ) berwarna merah.
6. Secara umum obat sebaiknya diminum dalam keadaan perut
kosong yaitu 1 jam sebelum makan / minum susu, atau 2 jam
setelah makan. Khusus untuk rifampisin harus diminum
dalam keadaan perut kosong.
7. Bila timbul keluhan kuning pada mata, mual dan muntah,
segera periksa ke dokter walau belum waktunya.

J. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad funsionam : dubia ad bonam

K. Tingkat Evidens
L. Tingkat

I/II/III/IV
A/B/C

Rekomendasi
M. Penelaah kritis

1. ....................
2. ......................

N. Indikator Medis

Terapi
1. Respon klinis yang baik terhadap terapi mempunyai
nilai diagnostik. Respon yang baik dapat dilihat dari
perbaikan semua keluhan awal. Nafsu makan yang
membaik, berat badan yang meningkat dengan cepat,
hilangnya keluhan demam, batuk lama, dan tidak mudah
sakit lagi.
2. Evaluasi radiologis dilakukan pada akhir pengobatan,
kecuali jika ada perburukan klinis. Jika gambaran
radiologis juga memburuk, evaluasi kepatuhan minum
obat dan pikirkan kemungkinan kuman TB resisten
obat. Terapi TB dimulai lagi dari awal dengan panduan
4 OAT.
3. Efek samping OAT jarang dijumpai pada anak jika dosis
dan cara pemberiannya benar. Jika timbul ikterus, OAT
dihentikan dan dilakukan uji fungsi hati ( bilirubin dan
transaminase ). Bila ikterus telah menghilang dan kadar
transaminase < 3 x batas atas normal, panduan OAT
dapat diberikan lagi dengan dosis terendah.
Tumbuh kembang
Pertumbuhan pasien akan mengalami perbaikan nyata. Data
berat badan dicatat tiap bulan dan dimasukkan dalam grafik
tumbuh untuk memantau pola tumbuh pasien selama menjalani
terapi. Walaupun berat badan belum mencapai ideal, namun
apabila pola grafik sudah menunjukkan peningkatan dan
memasuki pita diatasnya, respon pengobatan sudah dinilai baik.

O. Kepustakaan :

1. Crofton J, Home N, Miller F. Clinical tuberculosis. Edisi


ke-2. London : Macmillan Education, 1997. h. 29-87.
2. Lincoln EM, Sewell EM. Tuberculosis in children. New
York : MeGraw Hill Book Company,1963.
3. Jacobe RF. Starke JR. Tuberculosis in children. Dalam:
Bone RC, penyuntung. Tuberculosis. Philadelphia: WB
Saunders. 1993.h.1335-52.
4. Voss LM. Management of tuberculosis in children. J
Paediatric Child Health 2000; 36:530-6.
5. World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak
di Rumah Sakit. Jakarta . 2009. h. 437-9.

Disetujui Oleh :
Ketua Komite Medis

Dibuat Oleh :
Ketua SMF Anak

dr. H. Sigit Hartono Erawan ,Sp.M

dr. H. M. Budi Susatya, Sp.A

Anda mungkin juga menyukai