Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

DRUG MANAGEMENT

MISI LESTARI
15616665

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN
UNIVERSITAS KEDIRI
2016

A. Drug management
Pengertian DM
DM (Drug Management) adalah suatu siklus yang didalamnya terdapat
masing-masing unsur pokok yaitu (selection, procurement, distribution dan use),
dimana unsure-unsur tersebut mempunyai fungsi pokok / sebagai pengarah dalam
menentukan kebijakan kedepan.
Manajemen obat merupakan serangkaian kegiatan kompleks yang
merupakan suatu siklus yang saling terkait, pada dasarnya terdiri dari 4 fungsi
dasar yaitu seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi serta penggunaan. Pada
dasarnya, manajemen obat di apotek adalah bagaimana cara mengelola tahaptahap dan kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi
sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat
yang diperlukan oleh dokter dan pasien selalu tersedia setiap saat dibutuhkan
dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang
bermutu.
1. Seleksi
Proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan, identifikasi pemilihan
terapi, bentuk sediaan, kriteria pemilihan, standarisasi/penyusunan
formularium.
2. Procurement
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang direncanakan
dan disetujui, dapat melalui pembelian, produksi/pengemasan kembali,
sumbangan. Diharapkan memperoleh pembekalan yg efisien (tak terjadi
stock out).

3. Distribution
Proses penyaluran obat dari IFRS/apotek ke pasien untuk menjamin
ketersediaan obat bagi pasien dan mutu obat yang terjaga. Proses
penyaluran obat dari IFRS/ apotek ke pasien untuk menjamin ketersediaan
obat bagi pasien dan mutu obat yang terjaga.
4. Use
Yang didalam nya terdapat diagnose, peresepan , dispensing dan
pengguanaan yang tepat untuk pasien.
Siklus

manajemen

obat

didukung

oleh faktor-faktor

pendukung

manajemen (management support) yang meliputi organisasi, keuangan atau


finansial, sumber daya manusia (SDM), dan sistem informasi manajemen
(SIM). Setiap tahap siklus manajemen obat yang baik harus didukung oleh
keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara
efektif dan efisien. Siklus pengelolaan obat dinaungi/dibatasi oleh bingkai
kebijakan dan peraturan perundang-undangan. Siklus pengelolaan obat tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:

B. Klasifikasi obat gadar untuk RJP


Penggunaan obat gadar untuk RJP
Jenis obat gadar untuk RJP (bayi, balita dan orang dewasa)
Epinephrin
Indikasi : henti jantung (VF, VT tanpa nadi, asistole, PEA) , bradikardi, reaksi

atau syok anfilaktik, hipotensi.


Dosis 1 mg iv bolus dapat diulang setiap 35 menit, dapat diberikan

intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra vena. Untuk
reaksi reaksi atau syok anafilaktik dengan dosis 0,3-0,5 mg sc dapat diulang
setiap 15-20 menit. Untuk terapi bradikardi atau hipotensi dapat diberikan
epinephrine perinfus dengan dosis 1mg (1 mg = 1 : 1000) dilarutka dalam 500
cc NaCl 0,9 %, dosis dewasa 1 g/mnt dititrasi sampai menimbulkan reaksi
hemodinamik, dosis dapat mencapai 2-10 g/mnt
Pemberian

dimaksud

untuk

merangsang

reseptor

adrenergic

dan

meningkatkan aliran darah ke otak dan jantung


Lidokain (lignocaine, xylocaine)
Pemberian ini dimaksud untuk mengatasi gangguan irama antara lain VF, VT,

Ventrikel Ekstra Sistol yang multipel, multifokal, konsekutif/salvo dan R on T


Dosis 1 1,5 mg/kg BB bolus i.v dapat diulang dalam 3 5 menit sampai

dosis total 3 mg/kg BB dalam 1 jam pertama kemudian dosis drip 2-4
mg/menit sampai 24 jam
dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis

intra vena
Kontra indikasi : alergi, AV blok derajat 2 dan 3, sinus arrest dan irama

idioventrikuler

Sulfas Atropin
Merupakan antikolinergik, bekerja menurunkan tonus vagal dan memperbaiki

sistim konduksi AtrioVentrikuler


Indikasi : asistole atau PEA lambat (kelas II B), bradikardi (kelas II A) selain AV

blok derajat II tipe 2 atau derajat III (hati-hati pemberian atropine pada
bradikardi dengan iskemi atau infark miokard), keracunan organopospat
(atropinisasi)
Kontra indikasi : bradikardi dengan irama EKG AV blok derajat II tipe 2 atau

derajat III.
Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang dalam 3-5 menit sampai dosis total 0,03-

0,04 mg/kg BB, untuk bradikardi 0,5 mg IV bolus setiap 3-5 menit maksimal 3
mg.
dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis

intra vena diencerkan menjadi 10 cc


Dopamin
Untuk merangsang efek alfa dan beta adrenergic agar kontraktilitas miokard,

curah jantung (cardiac output) dan tekanan darah meningkat


Dosis 2-10 g/kgBB/menit dalam drip infuse. Atau untuk memudahkan 2

ampul dopamine dimasukkan ke 500 cc D5% drip 30 tetes mikro/menit untuk


orang dewasa
Magnesium Sulfat
Direkomendasikan untuk pengobatan Torsades de pointes pada ventrikel

takikardi, keracunan digitalis.Bisa juga untuk mengatasi preeklamsia


Dosis untuk Torsades de pointes 1-2 gr dilarutkan dengan dektrose 5%

diberikan selama 5-60 menit. Drip 0,5-1 gr/jam iv selama 24 jam


Morfin

Sebagai analgetik kuat, dapat digunakan untuk edema paru setelah cardiac

arrest.
Dosis 2-5 mg dapat diulang 5 30 menit

Kortikosteroid
Digunakan untuk perbaikan paru yang disebabkan gangguan inhalasi dan untuk
mengurangi edema cerebri
Natrium bikarbonat
Diberikan untuk dugaan hiperkalemia (kelas I), setelah sirkulasi spontan yang
timbul pada henti jantung lama (kelas II B), asidosis metabolik karena hipoksia
(kelas III) dan overdosis antidepresi trisiklik.
Dosis 1 meq/kg BB bolus dapat diulang dosis setengahnya.
Jangan diberikan rutin pada pasien henti jantung.
Kalsium gluconat/Kalsium klorida

Digunakan untuk perbaikan kontraksi otot jantung, stabilisasi membran sel


otot jantung terhadap depolarisasi. Juga digunakan untuk mencegah transfusi
masif atau efek transfusi akibat darah donor yang disimpan lama

Diberikan secara pelahan-lahan IV selama 10-20 menit atau dengan


menggunakan drip

Dosis 4-8 mg/Kg BB untuk kalsium glukonat dan 2-4 mg/Kg BB untuk
Kalsium klorida. Dalam tranfusi, setiap 4 kantong darah yang masuk
diberikan 1 ampul Kalsium gluconat

Furosemide

Digunakan untuk mengurangi edema paru dan edema otak

Efek samping yang dapat terjadi karena diuresis yang berlebih adalah
hipotensi, dehidrasi dan hipokalemia

Dosis 20 40 mg intra vena

Diazepam

Digunakan untuk mengatasi kejang-kejang, eklamsia, gaduh gelisah dan


tetanus

Efek samping dapat menyebabkan depresi pernafasan

Dosis dewasa 1 amp (10 mg) intra vena dapat diulangi setiap 15 menit.

Dosis pada anak-anak

Epinephrin

Dosis 0,01/Kg BB dapat diulang 3-5 menit dengan dosis 0,01

Atropin

mg/KgBB iv (1:1000)
Dosis 0,02 mg/KgBB iv (minimal 0,1 mg) dapat diulangi dengan

Lidokain
Natrium

dosis 2 kali maksimal 1mg


Dosis 1 mg/KgBB iv
Dosis 1 meq/KgBB iv

Bikarbonat
Kalsium Klorida Dosis 20-25 mg/KgBB iv pelan-pelan
Kalsium Glukonat Dosis 60100 mg/KgBB iv pelan-pelan
Diazepam
Furosemide

Dosis 0,3-0,5 mg/Kg BB iv bolus


Dosis 0,5-1 mg/KgBB iv bolus

C. Penatalaksanaan gadar RJP maternal


Ada dua prinsip penting, yaitu pertama jika kita bertemu dengan orang
seperti diatas, jangan lupa untuk memanggil bantuan, karna RJP hanyalah
tindakan pertolongan partama yang selanjutnya perlu tindakan medis, yang
kedua

pastikan

kondisinya

melalui pemeriksaan primer.

memang

sesuai

dengan

kriteria

RJP

Pemeriksaan Primer
Prinsip pemeriksaan primer adalah bantuan napas dan bantuan sirkulasi. Untuk
dapat mengingat dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan
abjad A, B, C, yaitu:

A airway (jalan napas)

B breathing (bantuan napas)

C circulation (bantuan sirkulasi)

Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan


prosedur awal pada korban/pasien, yaitu :
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong
2. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus
melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat
dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan
lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil
memanggil namanya atau Pak !!! / Bu!!! / Mas!!! /Mbak !!!.
3. Meminta pertolongan.
Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan,
segera

minta

bantuan

dengan

cara

berteriak Tolong

!!! untuk

mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.


4. Memperbaiki posisi korban/pasien.
Untuk melakukan tindakan RJP yang efektif, korban/pasien harus dalam
posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. jika
korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi
korban ke posisi terlentang. Ingat! penolong harus membalikkan korban
sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara

bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan


pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan
diletakkan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi penolong.
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan
napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau
menggerakkan lutut.

A (AIRWAY) Jalan Napas


Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan
melakukan tindakan :
a)

Pemeriksaan jalan napas


Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan
napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan
dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari
telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan
sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari
telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross
Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk
Pada mulut korban.

b)

Membuka jalan napas


Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa
pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan
epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab
sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat
dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild chin
lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang Bawah).

B (BREATHING) Bantuan napas


Prinsipnya adalah memberikan 2 kali ventilasi sebelum kompresi dan
memberikan 2 kali ventilasi per 10 detik pada saat setelah kompresi. Terdiri
dari 2 tahap :
1.

Memastikan korban/pasien tidak bernapas.


Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi
napas dan merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong
harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil
tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan
tidak boleh melebihi 10 detik.

2.

Memberikan bantuan napas.


Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui
mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat
pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2
kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah
1,5 2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 7000 1000 ml
(10 ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang.
Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan
napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang
dapat diberikan hanya 16 17%. Penolong juga harus memperhatikan
respon dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas.
Cara memberikan bantuan pernapasan :
o

Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara
yang tepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru-paru
korban/pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke
mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan
mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban

dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat mengghembuskan napas


dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien
dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar
kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan
orang dewasa adalah 700 1000 ml (10 ml/kg). Volume udara yang
berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan
udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.
o

Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban
tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut
korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut
ke hidung, penolong harus menutup mulut korban/pasien.

Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang
menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami
kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke
stoma.

C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi


Terdiri dari 2 tahapan :
1.

Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.


Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan
dengan meraba arteri karotis di daerah leher korban/ pasien, dengan dua
atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba
pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser
ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1 2 cm raba dengan lembut
selama 5 10 detik.

Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa


pernapasan korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang
dagu untuk menilai pernapasan korban/pasien. Jika tidak bernapas
lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.
2.

Memberikan bantuan sirkulasi.


Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat
diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung
luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :

Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga
kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).

o Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3
jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan
penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.
o

Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu
telapak tangan di atas telapak tangan yang lainnya, hindari jari-jari
tangan menyentuh dinding dada korban/pasien, jari-jari tangan dapat
diluruskan atau menyilang.

Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada


korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30
kali (dalam 15 detik = 30 kali kompresi) dengan kedalaman penekanan
berkisar antara 1.5 2 inci (3,8 5 cm).

Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan


mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi
dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi
harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).

Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi
tangan pada saat melepaskan kompresi.

Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik


= 30 kompresi dan 2 kali tiupan nafas), dilakukan baik oleh 1 atau 2
penolong.

Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60
80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac
output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari
menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan
bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.
`Penilaian Ulang
Sesudah 4 siklus ventilasi dan kompresi kemudian korban dievaluasi kembali,
Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas dengan
rasio 30:2.
Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap
Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 10
12 kali permenit dan monitor nadi setiap saat.
Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga
agar jalan napas tetap terbuka kemudian korban/pasien ditidurkan pada
posisi sisi mantap.
CONTOH PENERAPAN RJP PADA KASUS KEGAWATDARURATAN
MATERNAL
Contoh : Inversio Uteri
Hasil Pengkajian. Manifastasi Klinis meliputi:
Nyeri pelvic berat dengan sensasi penuh yang berlebihan meluas dalam
vagina
Ekstruksi lapisan uterus dalam ke dalam vagina atau meluas ke luar
introitus vagina

Perdarahan pervaginam dan tanda-tanda hipovolemia


Penatalaksanaan.
1. Kenali tanda-tanda inversio yang akan terjadi, dan segera beri tahudokter
dan minta bantuan
2. Reposisi manual uterus segera pada waktu yang bersamaan dengan inverse
akan mencegah terperangkapnya serviks pada uterus; jika reinversi tidak
dilakukan segera, kehilangan darah yang cepat dan banyak dapat terjadi,
yang mengakibatkan syok hipovolemik.
3. Melakukan langkah-langkah untuk mencegah dan membatasi syok
hipovolemik.
a. Masukkan cairan infus dengan jarum nomor besar untuk
penggantian cairan
b. Ukur dan catat tanda-tanda vital setiap 5 sampai 15 menit untuk
melihat tanda-tanda perubahan
c.

Guyur infuse yang sudah terpasang untuk penggantian cairan yang


optimal

d. Periksa kadar fibrinogen untuk mengetehui pembekuan darah


pasien
e. Bersiap-siap untuk melakukan RJP, jika diperlukan
4. Jika reinversio manual tidak berhasil, siapkan klien dan keluarga untuk
kemungkinan anestesi umum dan pembedahan.
PENATALAKSANAAN DAN PENERAPAN GADAR RJP NE0NATAL
Penilaian Bayi
Penilaian kegawatan pada bayi dan anak yang mengalami kegawatan tidak
lebih dari 30 detik yang meliputi:

1) Airway
Apakah ada obstruksi yang menghalangi jalan nafas, apakah memerlukan alat
bantu jalan nafas, apakah ada cedera pada leher.
2) Breathing
Frekuensi nafas, gerak nafas, aliran udara pernafasan, warna kulit/mukosa.
3) Circulation
Frekuensi, tekanan darah, denyut sentral, perfusi kulit (capillary refilling
time, suhu, mottling), perfusi serebral, reaksi kesadaran (tonus otot,
mengenal, ukuran pupil, postur).
Posisi Bayi
Untuk dapat dilakukan resusitasi jantung paru, penderita harus dibuat dalam
posisi terlentang dan diusahakan satu level atau datar. Posisi untuk bayi baru
lahir (neonatus) leher sedikit ekstensi, atau dengan meletakkan handuk atau
selimut di bawah bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm.
Posisi Penolong
Penolong sebaiknya berdiri disamping penderita dalam posisi dimana ia dapat
melakukan gerakan bantuan nafas dan bantuan sirkulasi tanpa harus merubah
posisi tubuh.s
Teknik Resusitasi
Airway : membuka jalan nafas
1) Tentukan derajat kesadaran dan kesulitan nafas.
2) Buka jalan nafas dengan cara tengadahkan kepala dan topang dagu (head tilt
and chin lift) bila tidak terdapat cedera kepala atau leher dengan cara satu
tangan pada dahi, tekan ke belakang. Jari tangan lain pada rahang bawah,

dorong keluar dan ke atas. Gerakan ini akan mengangkat pangkal lidah ke atas
sehingga jalan nafas terbuka. Lidah yang jatuh ke belakang sering menjadi
penyebab obstruksi jalan nafas pada penderita yang tidak sadar.
3) Gerakan mendorong rahang ke bawah ke depan (jaw thrust) juga dapat
membuka jalan nafas bila diketahui terdapat cedera leher atau kepala.
4) Membersihkan benda asing dapat dilakukan dengan :
(1) Finger sweep: yaitu dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
penolong untuk membebaskan sumbatan jalan nafas yang diakibatkan oleh
sisa makanan.
(2) Heimlich manuver
(3) Abdominal/chest thrust
(4) Suction (pengisapan): yaitu membersihkan jalan nafas dilakukan pengisapan
lendir/cairan dengan menggunakan suction. Pada bayi dimulai dengan
mengisap mulut terlebih dahulu kemudian bagian hidung supaya tidak terjadi
aspirasi dan dilakukan tidak lebih dari 5 detik.
(5) Setelah jalan nafas terbuka harus dinilai/evakuasi pernafasan dengan melihat,
mendengar dan merasakan adanya hembusan nafas.
Breathing
1) Dekatkan pipi penolong pada hidung dan mulut penderita, lihat dada penderita.
2) Lihat, dengar dan rasakan pernafasan ( 5 10 detik).
3) Jika tidak ada nafas lakukan bantuan nafas buatan/Ventilasi Tekanan Positif
(VTP)
4) Pada Neonatus dan bayi
5) Pada anak > 1 tahun pasang sungkup yang menutupi mulut, sedangkan hidung
dapat dijepit dengan jari telunjuk dan ibu jari penolong.

6) Lakukan tiupan nafas dengan mulut atau balon resusitasi. Berikan nafas buatan
untuk neonatus 30-60 kali/menit, dan 20 kali untuk bayi dan anak yang kurang
dari 8 tahun.
7) Evaluasi pemberian nafas buatan dengan cara mengamati gerakan turun naik
dada. Bila dada naik maka kemungkinan tekanan adekwat. Bila dada tidak naik
cek kembali posisi anak, perlekatan sungkup, tekanan yang diberikan, periksa
jalan nafas apakah ada mucus atau tidak bila ada dapat dilakukan penghisapan
dengan suction.
8) Setelah dilakukan ventilasi selama satu menit, evaluasi apakah bayi atau anak
dapat bernafas secara spontan, Lakukan penilaian pulsasi tidak boleh lebih dari
10 detik. Jika pulsasi ada dan penderita tidak bernafas, maka hanya dilakukan
bantuan nafas sampai penderita bernafas spontan.
Circulation
1) Jika pulsasi tidak ada atau terjadi bradikardi maka harus dilakukan kompresi
dada sehingga memberikan bantuan sirkulasi disertai bantuan nafas secara
ritmik dan terkoordinasi. Pada neonatus pemberian kompresi jantung diberikan
bila didapat pulsasi bayi
2) Posisi tempat kompresi :
(1) Pada neonatus: 1 jari dibawah linea interpapilaris.
(2) Pada bayi: Sternum bagian bawah.
(3) Pada anak: 2 jari diatas prosesus xipoideus.
3) Tangan yang melakukan kompresi :
(1) Neonatus : menggunakan 2 jari tangan atau 2 ibu jari.
(2) Bayi : dengan menggunakan 2 jari.

Anda mungkin juga menyukai