Laporan Pendahuluan Nyaman Nyeri
Laporan Pendahuluan Nyaman Nyeri
nyeri.
4. Ambang nyeri adalah stimulus yang paling kecil yang akan menimbulkan nyeri.
5. Toleransi nyeri adalah intensitas maksimum atau durasi nyeri yang dapat ditahan oleh
individu.
C.
1.
2.
3.
4.
Sifat-sifat nyeri
Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi.
Nyeri bersifat subjektif dan individual.
Nyeri tidak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X dan lab darah.
Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis,
5.
6.
7.
8.
9.
D.
a.
b.
c.
lain/interaksisosial
(Menghindari
percakapan,
Menghindari kontaksosial)
5. Penurunan rentang perhatian, Fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.
6. Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi
sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit
atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat
individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur,
bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam
aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap
nyeri.
e. Respon individu terhadap nyeri
Respon tubuh terhadap nyeri ada 3 tahap, yaitu:
1. Tahap aktivasi (activation)
Dimulai saat pertama individu menerima rangsang nyeri sampai tubuh
bereaksi terhadap nyeri yang meliputi : respon simpato adrenal, respon
muskuler, dan respon emosional.
Respon Muskuler
Tensi
otot
naik.
Otot
kaku
Respon
Emosional
Bergejolak.
Mudah
tersinggung.
menggeliat
Berkeringat banyak.
Mual dan muntah,
karena darah mengalir
dari otot visral ke otot
paru, jantung, dan otot
keras.
Pucat.
Dilatasi bronchial.
Glikogenolisis.
Pelepasan eritrosit dari
limpa.
Dilatasi pupil.
sakit.
Gelisah.
Mengambilpos
isi tertentu.
Imobilitas.
Mengusap
daerah
Perubahan
tingkah laku.
Berteriak.
Menangis.
Diam.
Kewaspadaan
.
yang
nyeri.
Fase Nyeri
yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengn stimulus nyeri
kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa
bantuan, sebaliknya orang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya
pencegahan nyeri, sebelum nyeri datang. Keberadaan enkefalin dan endorphin membantu
menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang
sama. Kadar endorphin tiap individu, individu dengan endorphin tinggi sedikit merasakan
nyeri dan individu dengan sedikit endorphin merasakan nyeri lebih besar.
3. Fase akibat (aftermath)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien
masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri
berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.
Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut
akan kemungkinan nyeri berulang.
F. KLASIFIKASI NYERI
1. Berdasarkan sumbernya:
a) Cutaneus/ superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit atau jaringan subkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar).Contoh: Terkena ujung pisau atau
tergunting
b) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh
darah, tendon dan saraf, nyeri menyebar dan lebih lama daripada cutaneus
Contoh: Sprain sendi
c) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen,
cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, ischemia, regangan
jaringan.
2. Berdasarkan Penyebabnya
a) Fisik
Bisa terjadi karena stimulus, Contoh: fraktur femur
b) Psycogenik
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/ susah diidentifikasi, bersumber dari
emosi/ psikis dan biasanya tidak disadari.Contoh: orang yang marah-marah, tiba-tiba
merasa nyeri pada dadanya.
1. Berdasarkan lama/ durasi
a. Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh mengalami cedera, atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Fungsi
nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cedera atau penyakit yang akan
datang. Nyeri ini kadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan
pulih pada area yang rusak.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari
6 bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker
tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini dapat berlangsung terus sampai
kematian. Klien yang mengalami kronis akan mengalami periode remisi (gejala hilang
sebagian/ keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini biasanya tidak
memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini
merupakan penyebab utama ketidakmampuan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronis yang
tidak dapat diekspresikan membuat klien menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada
depresi psikologis. Individu yang mengalam kronik akan timbul perasaan yang tidak aman,
karena ia tidak tahu apa yang akan dirasakan dari hari ke hari.
Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis
Nyeri akut
Lamanya dalam hitungan menit
Nyeri kronik
Lamanya dalam hitungan bulan (> 6
bulan).
6 bulan).
Ditandai dengan peningkatan BP,
atau mengerang.
4. Tingkah laku menggosok bagian
yang nyeri.
terhadap nyeri.
Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (contoh: cardiac pain).
b. Reffered pain
Nyeri di rasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal dari
jaringan penyebab.
c. Intracable pain
Nyeri yang sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri kanker maligna).
d. Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang (contoh: bagian tubuh
yang di amputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injury medulla spinalis.
memfokuskan
perhatian
pada
nyeri
dapat
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri di masa lampau dan saat ini
nyeri yang lama timbul kembali, maka ia akan lebih mudah mengatasi
nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman
di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
h. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya koping maladaptif akan menyulitkan seseorang dalam mengatasi
nyeri.
i. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan
perlindungan.
Jenis penyebab
1.
Mekanik
- Trauma jaringan (ex: operasi).
- Perubahan jaringan
(ex:edema).
- Penyumbatan pada saluran
tubuh.
2.
- Tumor.
- Spasme otot.
Termal
Panas/ dingin (ex: combustio).
3.
Dasar fisiologis
- Kerusakan jaringan, iritasi langsung
Kimia
- Iskemia jaringan karena
sumbatan arteri koroner.
- Spasme otot.
reseptor nyeri.
- Perangsangan pada reseptor nyeri karena
akumulasi asam laktat atau zat kimia
lain seperti asam laktat pada jaringan.
- Sekunder terhadap stimulasi mekanik
yang menyebabkan iskemia jaringan.
Management Nyeri
a. Management Farmakologi, terdiri atas:
1. Analgesik non opioids
3. Immobilisasi
Biasanya korban tidur di splint yang biasanya diterapkan pada saat kontraktur atau
terjadi ketidakseimbangan otot. Splint ini harus diubah posisinya tiap 30 menit untuk
mencegah terjadinya penyakit baru seperti dicubitus.
4. Tens
Transcutaneous electrice nerve stimulation (TENS) adalah noninvasive, teknik control
nyeri nonalgesic untuk klien dengan nyeri akut ataupun kronik.
5. Akupuntur
Akupuntur telah diterapkan di China dan mendapat perhatian tinggi dari Amerika
Utara. Biasanya digunakan untuk nyeri akut.
6. Placebo
Placebo adalah salah satu bentuk treatment seperti medikasi atau tindakan
keperawatan ya ng menghasilkan efek pada klien, bahwa tindakan yang dilakukan atau yang
diberikan perawat dapat menyembuhkan penyakit.
7. Distraksi
Contoh dari distraksi adalah pada saat klien dipindahkan dari ruang bedah mungkin
tidak merasakan nyeri saat melihat pertandingan sepak bola di televisi, tapi nyeri akan
dirasakan lagi pada saat pertandingan itu sudah selesai.
8. Hypnosis
Hypnosis digunakan untuk memfokuskan konsentrasi dan meminimalisir distraksi.
9. Relaksasi
Macam-macam teknik relaksasi : meditasi, yoga, dan latihan relaksasi progresif.
Teknik ini tidak dilakukan pada pasien yang nyeri akut karena ketidakmampuan
berkonsentrasi. Latihan relaksasi progresif mencakup latihan control nafas, kontraksi, dan
relaksasi otot.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian nyeri akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang afektif. Karena
nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada masingmasing individu, maka perawat perlu mengkaji semua factor yang mempengaruhi nyeri,
seperti factor fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian nyeri
terdiri atas dua komponen utama, yakni (a) riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien
dan (b) observasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian
adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjek. Pengkajian
dapat dilakukan dengan cara PQRST :
a.
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan klien kesempatan untuk
mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan kata-kata
mereka sendiri. Langkah ini akan membantu perawt memahami makna nyeri bagi klien dan
bagaimana ia berkoping terhadap aspek, antara lain :
1. Lokasi
2. Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien menunjukkan area
nyerinya. Pengkajian ini biasanya dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien
biasanya menandai bagian tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini sangat
bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri.
3. Intensitas Nyeri
4. Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya
untuk menentukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering
digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10. Angka 0 menandakan tidak nyeri sama
sekali dan angka tertinggi menandakan nyeri terhebat yang dirasakan klien.
Intensitas nyeri dapat diketahui dengan bertanya kepada pasien melalui skala
nyeri wajah, yaitu Wong-Baker FACES Rating Scale yang ditujukan untuk klien
yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini
termasuk anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lan sia
yang mengalami gangguan komunikasi.
Keterangan
0: Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan (secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik).
4-6 : Nyeri sedang (secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskribsikan nyeri, dapat mengikuti
Pola nyeri meliputi: waktu awitan, durasi/lamanya nyeri dan kekambuhan atau
interval nyeri. Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang dan kapan nyeri terakhir kali muncul.
7. Faktor Presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicumunculnya nyeri. Sebagai contoh: aktivitas
fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor lingkungan (lingkungan
yang sangat dingin atau sangat panas), stresor fisik dan emosional juga dapat memicu
munculnya nyeri.
8. Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi: mual, muntah, pusing dan diare. Gejala tersebut bisa disebabkan
oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
9. Pengaruh aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian klien akan
akan membantu perawat memahami persepsi klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan
yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan
interpesonal, hubungan pernikahan, aktivitas di rumah, aktivitas waktu seggang serta status
emosional.
10. Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri.
Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh
agama/budaya.
11. Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, tergantung pada situasi, derajat
dandurasi nyeri, interpretasi tentang nyeri dan banyak faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji
adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi atau perasaan gagal pada diri klien.
b. Observasi respons perilaku dan fisiologis
Banyak respons nonverbal/perilaku yang bisa dijadikan indikator nyeri diantaranya :
1. Ekspresi wajah:
a) Menutup mata rapat-rapat
b) Membuka mata lebar-lebar
c) Menggigit bibir bawah
2. Vokalisasi:
a) Menangis
b) Berteriak
3. Imobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri akan digerakan tubuh tanpa
tujuan yang jelas):
a) Menendang-nendang
b) Membolak-balikkan tubuh diatas kasur
4. Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada sumber
dan durasi nyeri. Pada awal awitan nyeri akut, respons fisiologis:
a) Peningkatan tekanan darah
b) Nadi dan pernapasan
c) Diaforesis
d) Dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis.
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama dan saraf simpatis telah
beradaptasi, respon fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau
bahkan tidak ada. Karenanya, penting bagi perawat untuk mengkaji lebih
dari satu respons tersebut merupakan indikator yang buruk untuk nyeri.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
b) Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan jaringan.
3. Perencanaan Keperawatan
a) Nyeri Akut
1) Tujuan: Setelah dilakukan selama 1x24 jam tindakan diharapkan nyeri
berkurang.
2) Kriteria hasil:
- Nyeri berkurang
- Ekspresi wajah tenang
- Tanda-tanda vital (TD: 120/80 mmHg, N: 60-100 x/menit, R: 16-20
-
x/menit).
Klien dapat istirahat dan tidur normal sesuai dengan usianya.
Intervensi
Pantau karakteristik nyeri, catatan
Rasional
Variasi penampilan dan perilaku
temuan pengkajian
Nyeri
sebagai
dan
intensitas
lamanya,
menilai
nyeri
dan penyebaran
Anjurkan pasien untuk melaporkan
membandingkan
pengalaman nyeri
pengalaman
dengan
dengan
perilaku distraksi
Visualisasi
dan
imajinasi
Periksa tanda-tanda vital sebelum
Penundaan
pelaporan
menghambat
nyeri
peredaran
nyeri/memerlukan
peningkatan
bimbingan
system
syaraf
simpatis,
narkotik
Berikan
analgesic
sesuai indikasi
mengakibatkan
persepsi/respon nyeri
Memberikan
control
situasi,
narkotik
Membantu
proses
penyembuhan pasien
b) Nyeri kronis
1) Tujuan: Setelah dilakukan selama 2x24 jam tindakan diharapkan
nyeri
teratasi sebagian.
2) Kriteria hasil:
- Skala nyeri dalam rentang 1-3.
- Raut muka tidak menahan nyeri.
- Klien sudah tidak memegangi area yang nyeri.
Intervensi
Catat karakteristik nyeri
sesuai
dengan
Rasionalisasi
Mempermudah
dalam
klienmenambah
pengetahuan
4. EVALUASI
tindakan
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespon
rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri,
adanya respon fisiologis yang baik dan pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari tanpa
keluhan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA