PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 3
Tn. O usia 35 tahun dirawat di RS post operasi laparascopy apendiktomi.
Dua hari kemudian pasien ada keluhan nyeri dengan skala 3 di bagian
abdomen dan perut terasa kembung post operasi laparascopy apendiktomi
3 hari yang lalu tanggal 7 mei 2015. Pada pemeriksaan tampak distensi
pada abdomen dan bising usus tidak ada. Dari hasil USG tampak udara
bebas yang terjebak pada daerah subdiafragma kanan. pasien
direncanakan dilakukan tindakan laparatomi eksplorasi cyto dengan
general anastesi pada tanggal 10 mei 2015. Pukul 17.00 wita. Pukul 08.00
wita. Klien mulai puasa. Pada pukul 17.30 wita pasien dilakukan
pemasangan ETT. Selama operasi didapatkan status hemodinamik pasien
TD 130/80 mmHg, Nadi 90x/mnt, RR 16x/mnt dan Temp 36,7oC. Pasien
selama operasi berada dalam posisi supinasi dan terpasang infuse RL 30
tts/mnt.
TUGAS MAHASISWA
Membuat sebanyak mungkin pertanyaan yang timbul setelah menganalisis
LBM tersebut di atas.
CARA BELAJAR
1. Menerapkan metode SEVEN JUMP.
2. Diskusi kelompok tanpa tutor untuk mengidentifikasi pertanyaan
teori,sumber belajar dan pertanyaan praktik.
3. Diskusi kelompok dengan tutor untuk mengkonfirmasikan sumbersumber belajar alternative jawaban.
4. Konsultasi untuk memperdalam pemahaman
5. Lecture dan atau han
BAB II
PEMBAHASAN
Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,
pembuluh darah, tendondan syaraf, nyeri menyebar dan lebih
Jawab :
Kontraindikasi absolut
Kondisi pasien yang tidak memungkinkan dilakukannya anestesi
Diatese hemoragik sehingga mengganggu funsi pembekuan darah
Peritonitis akut terutama yang mengenai abdomen bagian atas ,
disertai dengan distensi dinding perut ,sebab kelainan ini
merupakan kontraindikasi untuk melakukan pneumoperitonium.
Kontraindikasi relatif
otomatic
Kelainan atau insufisiensi paru paru, jantung,hepar,atau kelainan
pembuluh darah vena porta,goiter atau kelainan metabolisme lain
yang sulit menyerap gas CO2.
yang diderita, lamanya, status gizi sebelum operasi dan penyakitpenyakit penyertanya; stres akan meningkatkan katabolisme tubuh
dengan cara glikogenolisis dan glukoneogenesis, sedangkan lipolisis
ditekan, sehingga sebagian besar menggunakan sumber protein tubuh
untuk energi. Pemberian protein secara dini pada tindakan bedah akan
mengurangi katabolisme protein tubuh yang dapat dipantau secara
sederhana melalui berkurangnya penurunan berat badan,
berkurangnya ekskresi urea dalam urin, dan cepat tercapainya
keseimbangan nitrogen positif. Pada stres hebat seperti pada luka
bakar telah dilaporkan keberhasilan pemberian dini makanan yang
mengandung tinggi protein, sehingga mengurangi morbiditas dan
mortalitas (Djalinz, 1992).
Pemberian dini zat gizi yang cukup kalori dan tinggi protein sesuai
dengan toleransi penerimaan pasien akan mencegah penghancuran
protein tubuh yang berlebihan akibat stres luka bakar sendiri,
mengurangi penurunan berat badan yang berlebihan dan merupakan
manajemen yang rasional sebelum pasien jatuh dalam sepsis, yang
sampai saat ini tingkat kematiannya sangat tinggi (Djalinz, 1992).
Tujuan Diet
Tujuan diet pasca bedah adalah untuk mengupayakan agar status gizi
pasien segera kembali normal untuk mempercepat proses
penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dengan
cara sebagai berikut :
1. memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)
2. mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain
3. memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan
Jenis diet dan indikasi pemberian
a. Makanan pasca bedah I (MPBI)
Diet ini diberian kepada semua pasien pasca bedah.
Pasca bedah kecil : setelah sadar atau rasa mual hilang
Pasca bedah besar : setelah rasa sadar atau mual hilang
serta ada tanda-tanda usus mulai bekerja.
Selama 6 jam sesudah pembedahan, makanan yang
diberikan berupa air putih, teh manis, air kacang, hijau, sirup,
air jeruk manis dan air kaldu jernih. Makanan ini diberikan
dalam waktu yang sesingkat mungkin, karena kurang dari
Pisau Bedah
Pisau bedah terdiri dari dua bagian yaitu gagang dan mata pisau
(mess/bistouri/blade).Kegunaanya adalah untuk menyayat
berbagai organ atau bagian tubuh manusia. Mata
menjepit jaringan.
Klem Allis
Penggunaan klem ini adalah untuk menjepit jaringan yang halus
dan menjepit tumor.
Klem Babcock
Penggunaanya adalah menjepit dock atau kain operasi.
Retraktor (Wound Hook)
Retraktor langenbeck, US Army Double Ended Retraktor dan
Retraktor Volkman penggunaannya adalah untuk menguakan luka
Pinset Sirugis
Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu
diseksi dan penjahitan luka, memberitanda pada kulit sebelum
memulai insisi.
c. Posisi pembedahan
Posisi seperti miring, tengkurap, duduk, atau litotomi memerlukan
anestesi umum endotrakea untuk menjamin ventilasi selama
pembedahan. Demikian juga dengan pembedahan yang
berlangsung lama.
d. Keterampilan dan kebutuhan dokter bedah
Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan
keterampilan dan kebutuhan dokter bedah, antara lain teknik
hipotensif untuk mengurangi perdarahan, relaksasi otot pada
laparotomi, pemakaian adrenalin untuk bedah plastik, dna lain-lain.
e. Keterampilan dan pengalaman dokter anestesi
usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%,
seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
2. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya
berperan pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT)
yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks
ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 1530 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena
peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
26. Patofisiologi Appendiksitis ?
Jawab :
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu
massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak,
karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
8.
atau ureter.
Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung
9.
pelvis.
Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah
pemeriksaan
Rovsings
sign
Psoas sign
atau
Obraztsovas
sign
Obturator
kanan bawah.
Pada pasien dilakukan fleksi
sign
Dunphys
sign
Ten Horn sign
Kocher
(Kosher)s
sign
Sitkovskiy
(Rosenstein)
s sign
Aure-
Rozanovas
sign
Blumberg
Bloombergs sign)
Disebut juga dengan nyeri
sign
hematologi:
Untuk
mengetahui
ada
tidaknya
g. Distensi
abdomen,
nyeri
tekan/nyeri
lepas,
kekakuan,
darah
rutin:
untuk
mengetahui
adanya
nyeri
Mampu mengenali nyeri
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC:
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitas
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
7) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
8) Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat
pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara:
masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburuburu
9) Dorong istirahat
10) Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
11) Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
12) Ajarkan cara menghindari infeksi
13) Laporkan kecurigaan infeksi
3. Hambatan mobilitas fisik b.d. nyeri pasca operasi, penurunan
kekuatan dan ketahanan sekunder akibat efek susunan saraf
pusat dari anestesi.
NOC: Joint Movement: active, Mobility level, Self care:ADLs, &
Transfer performance
Kriteria Hasil:
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
3.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa
dalam memberikan pelayanan keperawatan dan dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi petugas Kesehatan
Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan sehingga dapat
memaksimalkan kita untuk memberikan health education
3. kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI