Kapasitas
Fungsional
Penilaian Objektif
Class I
Class II
Class III
Class IV
Sumber: Adaptasi dari New York Heart Association, Inc., Diseases of the Heart and Blood
Vessels: Nomenclature and Criteria for Diagnosis, 6th ed. Boston, Little Brown, 1964, p.
114.
Penatalaksanaan HF dengan Fraksi Ejeksi Menurun (<40%)
Pemeriksaan Umum
Klinisi, dalam pemeriksaan, sebaiknya bertujuan untuk mengskrining dan menangani
komorbiditas tertentu seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, anemia,
dan gangguan pernapasan pada saat tidur, dimana keadaan ini cenderung mengawali
eksaserbasi HF. Pasien HF sebaiknya dianjurkan untuk berhenti atau mengurangi merokok
dan konsumsi alcohol. Temperatur ekstrim dan aktivitas fisik berlebih sebaiknya dihidari.
Obat tertentu yang dapat memperburuk HF (Tabel 3) sebaiknya dihindari. Sebagai contoh,
nonsteroidal anti inflammatory drugs (NSAID), termasuk cyclooxygenase 2 inhibitor tidak
dianjurkan pada pasien dengan HF kronis karena resiko gagal ginjal dan retensi cairan dapat
meningkat secara bermakna dalam keadaan fungsi renal yang terganggu atau dalam terapi
ACE inhibitor. Pasien sebaiknya diberikan imunisasi influenza atau pneumococcus untuk
mencegah infeksi respirasi. Penting pula memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga
mengenai HF, pentingnya pola makan yang tepat, dan pentingnya pemberian regimen obat
yang teratur. Pengawasan pasien rawat jalan oleh perawat atau asisten dokter dan/atau pada
klinik khusus HF terbukti bermanfaat, terutama pada pasien dengan penyakit yang berat.
Tabel 3. Faktor yang Dapat Memicu Dekompensasi Akut Pada Pasien dengan
Gagal Jantung Kronis
Pola diet yang tidak dianjurkan
Iskemia Myokard/ Infark Myokard
Arrhythmia (tachycardia atau bradycardia)
Penghentian terapi HF
Infeksi
Anemia
Pemberian obat yang memperburuk HF
- Calcium antagonists (verapamil, diltiazem)
- Beta blockers
- Nonsteroidal anti-inflammatory drugs
- Antiarrhythmic agents [semua agen kelas 1,
sotalol (kelas III)]
- Anti-TNF antibodies
Konsumsi Alkohol
Kehamilan
Hipertensi yang memburuk
Insufisiensi valvular akut
Aktivitas
Walaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada HF, suatu latihan rutin ringan terbukti
bermanfaat pada pasien HF dengan NYHA kelas I-III. Pasien euvolemik sebaiknya didorong
untuk melakukan latihan rutin isotonic seperti jalan atau mengayuh sepeda ergometer statis,
yang dapat ditoleransi. Beberapa penelitian mengenai latihan fisik memberikan hasil yang
positif dengan berkurangnya gejala, meningkatkan kapasitas latihan, dan memperbaiki
kualitas dan durasi kehidupan. Manfaat pengurangan berat badan dengan restriksi intake
kalori belum diketahui secara jelas
Diet
Diet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien HF (baik dengan penurunan
EF maupun EF yang normal). Restriksi lebih lanjut (<2g) asimtomatik karena kurangnya
bukti manfaat dan berpotensi untuk interaksi negative dengan terapi HF.
Diuretik
Kebanyakan dari manifestasi klinik HF sedang hingga berat diakibatkan oleh retensi cairan
yang menyebabkan ekspansi volume dan gejala kongestif. Diuretik (Tabel 4) adalah satusatunya agen farmakologik yang dapat mengendalikan retensi cairan pada HF berat, dan
sebaiknya digunakan untuk mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien dengan
gejala kongestif (sesak napas, orthopnea, dan edema) atau tanda peningkatan tekanan
pengisian (rales, distensi vena jugularis, edema perifer). Furosemide, torsemide, dan
bumetanide bekerja pada loop of Henle (loop diuretics) dengan menginhibisi reabsorbsi Na+,
K+,dan Cl pada bagian asendens pada loop of henle; thiazide dan metolazone mengurangi
reabsorbsi Na+ dan Cl- pada bagian awal tubulus kontortus distal, dan diuretic hemat kalium
seperti spironolakton bekerja pada tingkat duktus koligens.
Tabel 4 Obat yang digunakan dalam penatalaksanaan Gagal Jantung (EF <40%)
Dosis Awal
Dosis Maksimal
Furosemide
2040 mg qd or bid
400 mg/da
Torsemide
1020 mg qd bid
200 mg/da
Bumetanide
0.51.0 mg qd or bid
10 mg/da
Hydrochlorthiazide
25 mg qd
100 mg/da
Metolazone
2.55.0 mg qd or bid
20 mg/da
Diuretics
Captopril
6.25 mg tid
50 mg tid
Enalapril
2.5 mg bid
10 mg bid
Dosis Awal
Dosis Maksimal
Lisinopril
2.55.0 mg qd
2035 mg qd
Ramipril
1.252.5 mg bid
2.55 mg bid
Trandolapril
0.5 mg qd
4 mg qd
Valsartan
40 mg bid
160 mg bid
Candesartan
4 mg qd
32 mg qd
Irbesartan
75 mg qd
300 mg qdb
Losartan
12.5 mg qd
50 mg qd
Carvedilol
3.125 mg bid
2550 mg bid
Bisoprolol
1.25 mg qd
10 mg qd
Metoprolol succinate
CR
12.525 mg qd
12.525 mg qd
2550 mg qd
Receptor Blockers
Additional Therapies
Spironolactone
Eplerenone
Dosis Awal
Dosis Maksimal
25 mg qd
50 mg qd
Kombinasi
1025 mg/10 mg tid
hydralazine/isosorbide
dinitrate
75 mg/40 mg tid
Dosis tetap
37.5 mg/20 mg (one tablet) tid75 mg/40 mg (two tablets)
hydralazine/isosorbide
tid
dinitrate
Digoxin
0.125 mg qd
<0.375 mg/db
Diuretik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah (Tabel 4) dan kemudian ditingkatkan secara
perlahan lahan untuk meringankan tanda dan gejala overload cairan. Hal ini biasanya
membutuhkan penyesuaian dosis berulang selama beberapa hari pada pasien dengan overload
cairan berat. Pemberian intravena dapat penting untuk meringankan kongesti akut dan aman
digunakan pada keadaan rawat jalan. Setelah gejala kongesti diringankan, pemberian diuretic
sebaiknya tetap dilanjutkan untuk menghindari rekurensi dari retensi air dan garam
Diuretik memiliki potensi untuk menyebabkan berkurangnya volume dan elektrolit, begitu
pula dengan memperburuk azotemia. Sebagai tambahan, diuretik dapat memperburuk
aktivasi neurohormonal dan progresi penyakit. Satu efek samping diuretik yang paling
penting adalah perubahan homeostatis potassium (hipokalemia atau hyperkalmei), yang akan
meningkatkan resiko arrhythmia. Pada umumnya, baik loop diuretik maupun thiazid dapat
menyebabkan hypokalemia, sedangkan spironolacton, eplerenone, dan triamterene
menyebabkan hyperkalemia.
ACE Inhibitor (ACEI)
Terdapat banyak bukti yang menyatakan bahwa ACE inhibitor sebaiknya digunakan pada
pasien simptomatis dan asimptomatis dengan EF menurun. ACE inhibitor mempengaruhi
sistem rennin-angiotensin dengan menginhibisi enzyme yang berperan terhadap konversi
angiotensin menjadi angiotensin II. Tidak hanya itu, karena ACE inhibitor (ACEI) juga dapat
menghambat kininase II, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan bradykinin, yang akan
meningkatkan efek bermanfaat dari supresi angiotensin. ACEI menstabilkan LV remodeling,
meringankan gejala, mengurangi kemungkinan opname, dan memperpanjang harapan hidup.
Karena retensi cairan dapat menurunkan efek ACEI, dianjurkan untuk diberikan diuretic
sebelum memulai terapi ACEI. Akan tetapi, penting untuk mengurangi dosis diuretic selama
awal pemberian ACEI dengan tujuan mengurangi kemungkinan hipotensi simptomatik. ACEI
sebaiknya dimulai dengan dosis rendah, diikuti dengan peningkatan dosis secara bertahap jika
dosis rendah dapat ditoleransi.
Setelah diagnosis klinis HF ditegakkan, penting untuk menangani retensi cairan sebelum
memulai terapi ACEI (atau ARB jika pasien intoleran terhadap ACEI). eta-blocker
sebaiknya dilakukan jika retensi cairan telah ditangani dan/atau dosis ACEI telah
ditingkatkan. Jika pasien masih bergejala, ARB, antagonis aldosteron, atau digoxin dapat
diberikan sebagai triple therapy. Terapi alat sebaiknya dipertimbangkan dengan pemberian
farmakologik yang tepat pada pasien. ACEI, angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB,
angiotensin receptor blocker; NYHA, New York Heart Association; CRT, cardiac
resynchronization therapy; ICD, implantable cardiac defibrillator.
Efek samping yang kebanyakan terjadi berkaitan dengan supresi sistem renin angiotensin.
Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan dapat terjadi selama pemberian terapi dan
biasanya ditoleransi dengan baik sehingga dosis tidak perlu diturunkan. Akan tetapi, jika
hipotensi diikuti dengan rasa pusing atau disfungsi renal menjadi lebih berat, maka penting
untuk menurunkan dosisnya. Pada retensi potassium yang tidak berespon dengan diuretic,
dosis ACE juga perlu diturunkan.
Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat diberikan ACE karena batuk,
rash kulit, dan angioedema. Walaupun ACEI dan ARB menghambat sistem renninangiotensin, kedua golongan obat ini bekerja dalam mekanisme yang berbeda. ACEI
memblokir enzim yang berperan dalam mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II,
ARB memblokir efek angiotensin II pada reseptor angiotensin tipe I. Beberapa penelitian
klinik menunjukkan manfaat terapeutik dari penambahan ARB pada terapi ACEI pada pasien
HF kronis.
Baik ACE inhibitor maupun ARBs memiliki efek serupa terhadap tekanan darah, fungsi
ginjal, dan potassium. Sehingga efek samping kedua obat tersebut serupa pula.
-Adrenergic Receptor Blockers
Terapi Beta blocker menunjukkan kemajuan utama dalam penanganan pasien dengan
penurunan EF. Obat ini mempengaruhi efek berbahaya dari aktivasi sistem adrenergic yang
berkepanjangan dengan secara kompetitif memblokir satu atau lebih reseptor adrenergik ( 1,
1, and 2). Walaupun terdapat manfaat potensial dalam memblokir tiga reseptor ini,
kebanyakan efek penurunan aktivasi adrenergic dimediasi oleh reseptor 1. Jika diberikan
bersamaan dengan ACEI, beta blocker menghambat proses LV remodeling, meringankan
gejala pasien, mencegah opname, dan memperpanjang harapan hidup. Maka dari itu beta
blocker diindikasikan pada pasien HF simptomatik atau asimptomatik dengan EF menurun
(<40%)
Efek samping dari beta bloker biasanya terkait dengan komplikasi yang timbul dari
penurunan sistem saraf adrenergic. Reaksi ini umumnya terjadi beberapa hari setelah
permulaan terapi dan biasanya responsive setelah dosis dikurangi. Terapi betabloker dapat
menyebabkan bradykardia dan/atau eksaserbasi heart block. Maka dari itu, dosis beta blocker
sebaiknya diturunkan jika heart rate menurun hingga receptor yang dapat mengakibatkan efek
vasodilatasi.
Antagonis Aldosteron
Walaupun dikategorikan sebagai diuretic hemat kalium, obat yang memblokir efek aldosteron
(spironolakton atau eplerenon) memiliki efek bermanfaat yang independent dari efek
keseimbangan sodium. Walaupun ACEI dapat menurunkan sekresi aldosteron secara
transient, dengan terapi jangka panjang, kadar aldosteron akan kembali seperti sebelum terapi
ACEI dilakukan. Maka dari itu, pemberian antagonis aldosteron dianjurkan pada pasien
dengan NYHA kelas III atau kelas IV yang memiliki EF yang menurun (<35%)
Permasalahan utama pemberian antagonis aldosteron adalah peningkatan resiko
hyperkalemia, dimana lebih cenderung terjadi pada pasien yang menerima terapi suplemen
potassium atau mengalami insufisiensi renal sebelumnya. Antagonis aldosteron tidak
direkomendasikan jika kreatinin serum >2.5 mg/dL (atau klirens kreatinin 5.0 mmol/L.
Terapi Antikoagulan dan Antiplatelet
Pasien HF memiliki peningkatan resiko terjadinya kejadian thromboembolik. Pada penilitan
klinis, angka kejadian stroke mulai dari 1,3 hingga 2,4% per tahun. Penurunan fungsi LV
dipercaya mengakibatkan relative statisnya darah pada ruang kardiak yang berdilatasi dengan
peningkatan resiko pembentukan thrombus. Penatalaksanaan dengan warfarin dianjurkan
pada pasien dengan HF, fibrilasi atrial paroxysmal, atau dengan riwayat emboli sistemik atau
pulmoner, termasuk stroke atau transient ischemic attack (TIA). Pasien dengan iskemik
kardiomyopati simptomatik atau asimptomatik dan memiliki riwayat MI dengan adanya
thrombus LV sebaiknya diatasi dengan warfarin dengan permulaan 3 bulan setelah MI,
kecuali terdapat kontraindikasi terhadap pemakaiannya.
Aspirin direkomendasikan pada pasien HF dengan penyakit jantung iskemik untuk
menghindari terjadinya MI dan kematian. Namun, dosis rendah aspirin (75 atau 81 mg) dapat
dipilih karena kemungkinan memburuknya HF pada dosis lebih tinggi.
Dosis Permulaan
Dosis Maksimal
20 g/menit
40400 g/menit
Vasodilators
Nitroglycerin
Dosis Permulaan
Dosis Maksimal
Nitroprusside
10 g/menit
30350 g/menit
Nesiritide
Bolus 2 g/kg
Dobutamine
Milrinone
Bolus 50 g/kg
Dopamine
Levosimendan
Bolus 12 g/kg
Epinephrine
Phenylephrine
Vasopression
0.05 units/menit
Inotropes
Vasoconstrictors
Dosis Permulaan
Dosis Maksimal
Biasanya <4>
Daftar Pustaka
Harrison. Heart Failure dalam Harrison's Principles of Internal Medicine 17 ed.