Anda di halaman 1dari 32

Case Report Session

Benda Asing di Hidung

Oleh:
Ranisha Arulrajah

1010314011

Ahmad Tasnim

1110311033

Pembimbing:
dr. Al Hafiz, Sp. THT-KL

BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016

BAB 1
PENDAHULUAN
Benda asing (corpus alienum) adalah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari
dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada. Sementara benda asing di hidung
adalah benda asing dimana pada keadaan normal tidak terdapat pada hidung tersebut.
Kasus benda asing di hidung sering ditemui oleh dokter di pelayanan kesehatan primer.
Kasus ini paling sering dialami oleh anak dan balita. Benda asing yang berasal dari luar
tubuh, disebut benda asing eksogen, biasanya masuk melalui hidung atau mulut.
Sedangkan yang berasal dari dalam tubuh disebut benda asing endogen.
Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing eksogen
padat terdiri dari zat organik, seperti kacang-kacangan, tulang atau zat anorganik seperti
paku, jarum, peniti, batu dan lain-ain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair
yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif iaitu cairan dengan pH
7,4. Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah,
krusta, cairan amnion, mekonium dapat masuk dalam saluran nafas bayi pada saat proses
persalinan.1
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing dalam hidung antara
lain faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial dan tempat tinggal),
kegagalan mekanisme proteksi normal (keadaan tidur, penurunan kesadaran, alkoholisme,
dan epilepsi), ukuran, bentuk, serta sifat benda asing, serta faktor kecerobohan . Benda
asing dapat menyebabkan morbiditas bahkan mortalitas bila masuk ke saluran nafas
bawah.6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung


2.1.1 Anatomi Hidung
Hidung terdiri atas
a)

hidung luar

b) hidung bagian dalam.


Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :
1) Pangkal hidung (bridge),
2) Dorsum nasi,
3) Puncak hidung,
4) Ala nasi,
5) Kolumela dan
6) Lubang hidung (nares anterior).
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung (os nasalis),
2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka
tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah
hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis
lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago alar mayor, 3) beberapa pasang
kartilago alar minor dan 4) tepi anterior kartilago septum.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,
dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.
Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang
belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan

nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat
dibelakang nares anteriror, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang
mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior
dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista
nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago
septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela.
Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada
bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung. Bagian depan
dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat konkakonka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung.
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah
ialah konka inferior kemudian yang lebih kecil adalah konka media, lebih kecil lagi ialah
konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka inferior
merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan
konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.

Gambar 1. Anatomi hidung tampak lateral dan medial


2.2. Perdarahan Hidung

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a.fasialis. Pada


bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid
anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach.
Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering
menjadi sumber epistaksis terutama pada anak.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksilaris interna,
di antaranya ialah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen
sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung
posterior konka media. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke
v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak
memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran
infeksi sampai ke intrakranial.

Gambar 2. Vaskularisasi hidung

2.3. Persarafan Hidung

Ganglion sfenopalatinum, memberikan persarafan sensoris, dan juga memberikan


persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Dia menerima serabut-serabut
sensoris dari n.maksila, serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan
serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di
belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis
anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus.
Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila
melalui ganglion sfenopalatinum. Nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina
kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel
reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi
atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).
Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya
dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo stratified columnar epithalium) yang
mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet1.
Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadangkadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa
berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket)
pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet1.
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan
gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah
nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya
sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung1.
Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan
menimbulkan keluhan hidung tersumbat.Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh
pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat-obatan. Di bawah

epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar
mukosa dan jaringan limfoid1.
Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas. Arteriol
terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel dan
longitudinal. Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler periglanduler
dan subepitel. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid
vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos. Pada
bagian ujungnya sinusoid ini

mempunyai sfingter otot. Selanjutnya sinusoid akan

mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula. Dengan susunan
demikian mukosa hidung menyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil, yang
mudah mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini
dipengaruhi oleh saraf otonom1
2.4 Fisiologi Hidung
Berdasarkan teori structural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi fisiologis
hidung dan sinus paranasal adalah: 1
1.

Fungsi respirasi
Untuk mengatur kondisi udara, humidikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan

dan mekanisme imunologik local.


Udara inpirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior, lalu
naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,
sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus1.
Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender. Pada musim
panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi
oleh palut lender, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya 1.
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 Celcius. Fungsi
pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan
adanya permukaan konka dan septum yang luas1.

Partikel debu, virus, bakteri, jamur yang terhirup bersama udara akan disaring
dihidung oleh: 1
a.

Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b.

Silia

c.

Palut lendir
Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang besar

akan dikeluarkan dengan reflex bersin.


2. Fungsi penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.
Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau
bila menarik napas dengan kuat1.
Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa
manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa manis strawberi,
jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal dari cuka dan
asam jawa1.
3.

Fungsi fonetik
Yang berguna untuk resonanasi suara, membantu proses bicara dan mencegah

hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.


Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,
sehingga terdengar suara sengau (rinolalia)1.
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga
terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses pembentukan konsonan
nasal (m,n,ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk
aliran udara1.
4. Fungsi statik dan mekanik
Untuk meringankan beban kepala1.
5. Reflex nasal.

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran


cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin
dan nafas berhenti. Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur,
lambung dan pankreas1.
2.2 Benda Asing Di Hidung
2.2.1 Definisi
Benda asing di dalam suatu organ adalah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari
dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing pada saluran napas
dapat terjadi pada semua umur terutama pada anak-anak. Benda asing yang berasal dari
luar tubuh, disebut benda asing eksogen, biasanya masuk melalui hidung atau mulut.
Sedangkan yang berasal dari dalam tubuh disebut benda asing endogen.
2.2.2 Epidemiologi
Pada kasus benda asing masuk ke dalam saluran napas dan saluran cerna yang terjadi
pada anak-anak, sepertiga dari benda asing yang teraspirasi tersangkut di saluran napas.
Lima puluh lima persen dari kasus benda asing di saluran napas terjadi pada anak berusia
kurang dari empat tahun. Kacang-kacangan atau biji tumbuhan lebih sering teraspirasi
pada anak berusia 2-4 tahun karena belum memiliki gigi molar yang lengkap dan belum
dapat mengunyah makanan dengan baik.
Benda asing di laring dan trakea lebih sering terjadi pada anak-anak karena anak
yang berusia 2-4 tahun cenderung memasukkan benda-benda yang ditemukan dan dapat
dijangkaunya ke dalam liang telinga, lubang hidung dan mulut, atau dimasukkan oleh
anak lain. Adanya benda asing tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat darurat bila
menyumbat saluran napas.2
Benda asing bronkus paling sering berada di bronkus kanan, kerana bronkus utama
kanan lebih besar, mempunyai aliran udara lebih besar dan membentuk sudut lebih kecil
terhadap trakea dibandngkan dengan bronkus utama kiri. Benda asing di saluran napas
dapat menjadi penyebab berbagai penyebab penyakit paru baik akut maupun kronis dan
harus dianggap sebagai dignosis banding.1

2.2.3 Klasifikasi Benda Asing


Benda asing eksogen dapat berupa zat padat, cair atau gas. Benda asing eksogen
padat terdiri atas zat organik (yang berasal dari tumbuhan seperti kacang-kacangan dan
yang berasal dari kerangka binatang seperti tulang) dan zat anorganik seprti paku, jarum,
peniti, dan batu. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda asing yang bersifat iritatif
dan non-iritatif. Benda asing endogen berupa secret kental, darah, bekuan darah dan lainlain. Berikut adalah jenis-jenis benda asing berdasarkan asalnya: 3
1.

Benda asing eksogen, yaitu yang berasal dari luar tubuh, biasanya masuk melalui
hidung atau mulut. Benda asing eksogen dapat berupa zat padat, cair atau gas. Benda
asing eksogen padat terdiri dari zat organik seperti kacang-kacangan (yang berasal
dari tumbuhan-tumbuhan), tulang (yang berasal dari kerangka binatang) dan zat
anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu, kapur barus (naftalen) dan lain-lain.
Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif, seperti zat
kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4.

2.

Benda asing endogen, yaitu yang berasal dari dalam tubuh. Benda asing endogen
dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, perkejuan, dan
membran difteri. Cairan amnion, mekonium dapat masuk ke dalam saluran napas
bayi pada saat proses persalinan.2

Berdasarkan sifatnya benda asing dibagi menjadi benda asing mati dan benda asing
1.

hidup.
Benda asing hidup, yang pernah ditemukan yaitu larva lalat, lintah, dan cacing.
a. Larva lalat
Beberapa kasus miasis hidung yang pernah ditemukan di hidung manusia
dan hewandi Indonesia disebabkan oleh larva lalat dari spesies Chryssomya
bezziana.Chrysomya bezziana adalah serangga yang termasuk dalam famili
Calliphoridae, ordo diptera, subordo Cyclorrapha, kelas Insecta. Lalat dewasa
berukuran sedang berwarna biru atau biru kehijauan dan berukuran 8-10 mm,
bergaris gelap pada toraks dan pada abdomen bergaris melintang.3,4

a.

Lintah
Lintah merupakan hewan pengisap darah. Pada tubuhnya terdapat alat
pengisap di kedua ujungnya yang digunakan untuk menempel pada tubuh
inangnya. Pada saat mengisap, lintah ini mengeluarkan zat penghilang rasa sakit
dan mengeluarkan zat anti pembekuan darah sehingga darah korban tidak akan
membeku. . Lintah menghisap darah pasien sehingga akan memperbesar
ukurannya, itu akan menyebabakan lintah sulit diambil. Pasien bisa saja
mengalami syok akibat kehilangan darah, sehingga pasien membutuhkan

transfusi darah.5
2. Benda asing mati, yang tersering yaitu manik-manik, baterai logam, kancing baju.
Kapur barus merupakan kasus yang jarang namun mengandung naftalen yang
bersifat sangat mengiritasi. Kasus baterai logam di hidung juga harus diperlakukan
sebagai kasus gawat darurat yang harus dikeluarkan segera, karena kandungan zat
kimianya yang dapat bereaksi terhadap mukosa hidung.3
2.2.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Terdapat beberapa faktor yang berperan pada masuknya benda asing ke dalam
telinga, hidung dan tenggorokan, yaitu: faktor personal (usia, jenis kelamin, pekerjaan,
kondisi sosial, tempat tinggal); kegagalan mekanisme proteksi yang nor-mal (tidur,
kesadaran menurun, epilepsi, dan alkoholisme); faktor fisik (kelainan dan penyakit
neurologik); proses menelan yang belum sempurna pada anak; faktor dental medikal dan
surgikal (tindakan bedah, eks-traksi gigi, belum tumbuhnya gigi molar pada anak yang
berusia <4 tahun); faktor kejiwaan (emosi, gangguan psikis); ukuran, bentuk dan sifat
benda asing; serta faktor kecerobohan (meletakkannya di mulut, persiapan makanan yang
kurang baik, tergesa-gesa, makan sambil bermain).
Faktor fisiologik dan sosiologik lain yang juga merupakan faktor predisposisi antara
lain: pertumbuhan gigi belum lengkap, belum terbentuk gigi molar, belum dapat menelan
makanan padat secara baik, kemampuan anak membedakan makanan yang dapat dimakan
dan tidak dapat dimakan belum sempurna. Benda tersangkut pada saat makan sambil
tertawa, bicara menangis, dan berlari. Pada orang tua, terutama yang mempunyai
gangguan neurologis dan berkurangnya refleks menelan dapat disebabkan oleh pengaruh

alkohol, stroke, parkinson, trauma, dementia juga mempunyai risiko yang besar untuk
terjadinya aspirasi.2
2.2.4 Patofisiologi
Tujuan refleks menelan adalah mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam
trakea. Impuls motoris dari pusat menelan yang menuju ke faring dan bagian atas
esophagus diantar oleh saraf kranial V, IX, X dan XII dan beberapa melalui saraf cervical.
Menelan memiliki beberapa stadium, yaitu stadium volunter, faringeal dan oesofageal.
Pada stadium volunter, benda ditekan atau didorong ke bagian belakang mulut oleh
tekanan lidah ke atas dan belakang terhadap palatum, sehingga lidah memaksa benda ke
pharing. Pada stadium faringeal, palatum mole didorong ke atas untuk menutup nares
posterior, sehingga mencegah makanan balik ke rongga hidung. Lipatan palatofaringeal
saling mendorong ke arah tengah, kemudian pita suara laring berdekatan dan epiglottis
mengayun ke belakang, sehingga mencegah makanan masuk ke trakea.
Bronkus dan trakea sangat peka dengan benda asing ataupun iritasi lain, sehingga
bisa menimbulkan refleks batuk. Lapisan mukus pada saluran nafas mengandung faktorfaktor yang efektif sebagai pertahanan, yaitu immunoglobulin terutama IgA, PMNs,
interferon dan antibodi spesifik. Partikel asing dan mukus digerakkan dengan kecepatan
1cm/menit sepanjang permukaan trakea ke faring. Begitu juga benda asing di saluran
hidung, dimobilisasi dengan cara yang sama ke faring. Aktivitas silia bisa dihambat oleh
berbagai zat yang berbahaya. Sebagai contoh, merokok dapat menghentikan gerakan silia
untuk beberapa jam.3
Setelah terjadi aspirasi benda asing, benda asing dapat tersangkut pada tiga tempat,
laring, trakea dan bronkus, 80-90 % akan tersangkut di bronkus. Pada dewasa benda
asing cenderung tersangkut pada bronkus utama kanan karena lebih segaris lurus dengan
trakea dan posisi karina yang lebih ke kiri serta ukuran bronkus kanan yang lebih besar.
Sampai umur 15 tahun sudut yang dibentuk bronkus dengan trakea antara kiri dan kanan
hampir sama, sehingga pada anak, frekwensi lokasi tersangkutnya benda asing hampir
sama kejadian antara bronkus utama kiri dan kanan. Lokasi tersangkutnya benda asing
juga di pengaruhi posisi saat terjadi aspirasi.

Benda asing yang teraspirasi tanpa menimbulkan obstruksi akut, akan menimbulkan
reaksi tergantung jenisnya, organik atau anorganik. Benda asing organik menyebabkan
reaksi inflamasi mukosa yang lebih berat, dan jaringan granulasi dapat timbul dalam
beberapa jam. Disamping itu beberapa benda organik seperti kacang-kacangan dan bijibijian bersifat menyerap air sehingga mengembang, yang akan menambah sumbatan,
obstruksi parsial dapat berubah menjadi total. Benda organik yang lebih kecil akan
bermigrasi ke arah distal dan menyebabkan inflamasi kronik, sering memerlukan reseksi
paru untuk menanganinya. Aspirasi benda asing anorganik, jika tidak menyebabkan
obstruksi, akan bersifat asimptomatis.
Benda asing di bronkus dapat menyebabkan terjadinya tiga tipe obstruksi yaitu a)
obstruksi katup bebas (by pass valve obstruction), benda asing menyebabkan sumbatan,
namun udara pernafasan masih dapat keluar dan masuk, sehingga tidak menimbulkan
atelektasis atau emfisema paru. b) katup penghambat ekspiratori atau katup satu arah
(check valve obstruction), dan c) obstruksi katup tertutup (stop valve obstruction). Benda
asing yang berada di bronkus dalam waktu yang lama dapat menyebabkan perubahan
patologik jaringan, sehingga menimbulkan komplikasi antara lain bronkiektasis,
pnemonitis yang berulang, abses paru dan emfisema.3
2.2.5 Gejala Klinis
Aspirasi benda asing adalah suatu hal yang sering ditemukan dan ditangani dalam
situasi gawat darurat. Aspirasi benda asing dapat menyebabkan berbagai perubahan mulai
dari gejala yang minimal dan bahkan tidak disadari, sampai gangguan jalan napas dan
dapat menimbulkan kematian.
Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran napas tergantung pada lokasi benda
asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda asing.
Benda asing yang masuk melalui hidung dapat tersangkut di hidung, nasofaring, laring,
trakea dan bronkus. Benda yang masuk melalui mulut dapat tersangkut di orofaring,
hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus piriformis, esofagus atau dapat juga tersedak
masuk ke dalam laring, trakea dan bronkus. Gejala yang timbul bervariasi, dari tanpa
gejala hingga kematian sebelum diberikan pertolongan akibat sumbatan total.

Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing saluran napas akan mengalami 3
stadium. Stadium pertama merupakan gejala permulaan yaitu batuk-batuk hebat secara
tiba-tiba (violent paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di
tenggorok (gagging) dan obstruksi jalan napas yang terjadi dengan segera. Pada
stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh interval asimptomatis. Hal ini
karena benda asing tersebut tersangkut, refleks-refleks akan melemah dan gejala
rangsangan

akut

menghilang.

Stadium

ini

berbahaya,

sering

menyebabkan

keterlambatan diagnosis atau cenderung mengabaikan kemungkinan aspirasi benda


asing karena gejala dan tanda yang tidak jelas. Pada stadium ketiga, telah terjadi gejala
komplikasi dengan obstruksi, erosi atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda
asing, sehingga timbul batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia dan abses paru. 1
2.2.6 Diagnosis Benda Asing di Hidung
2.6.1

Anamnesis

Dalam satu penelitian, presentasi pasien datang lebih dari 48 jam setelah
memasukkan benda asing di hidung menyumbang 14% dari semua kasus. Anamnesis
dengan pasien, orangtua, dan pegasuh haruslah menyeluruh agar jelas dalam
mengidentifikasi jenis benda asing dan memudahkan dalam penatalksanaan nantinya.4
Secara klinis yang paling umum adalah penyumbatan hidung unilateral. Dokter harus
memikirkan diagnosis benda asing pada semua pasien dengan iritasi hidung, epistaksis,
bersin, mendengkur, sinusitis, stridor, mengi, atau demam. Beberapa penulis bahkan telah
melaporkan menemukan benda asing sebagai etiologi pasien dengan klinis tidak biasa,
seperti mudah marah, halitosis (bau napas yang tidak menyenangkan), atau bromhidrosis
umum (malodor tubuh). Untuk menghindari komplikasi dan pengobatan tertunda, dokter
harus mempertahankan indeks kecurigaan yang tinggi untuk diagnosis ini.
Kecurigaan benda asing di dalam hidung dapat muncul apabila pasien datang dengan
usia anak-anak, hidung terasa tersumbat unilateral, sekret unilateral kavum nasi yang
kronik, nyeri di hidung tanpa penyebab yang jelas, atau gejala yang menyertai seperti
bersin-bersin, mendengkur, dan bernapas melalui mulut. Gejala yang paling sering adalah
hidung tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau. Kadang-kadang

terdapat rasa nyeri, demam, epistaksis, dan bersin. Benda asing, seperti karet busa, sangat
cepat menimbulkan sekret yang berbau busuk.6
2.6.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah alat diagnostik utama, dan pasien yang kooperatif sangat
penting bagi keberhasilan pengeluaran benda asing. Orang tua dan paramedic mungkin
diperlukan untuk kenyamanan dan menenangkan seorang anak untuk pemeriksaan
menyeluruh.
Visualisasi maksimal rongga hidung diperoleh dengan menggunakan lampu kepala.
Beberapa peneliti merekomendasikan posisi anak usia di bawah 5 tahun dalam posisi
berbaring terlentang dan anak yang lebih tua dalam posisi duduk untuk melihat benda
asing secara optimal. Spekulum hidung juga juga digunakan dalam membantu untuk
melihat rongga hidung dna mengidentifikasi jenis, bentuk, ukuran, dan lokasi dari benda
asing.
Benda asing dapat ditemukan di setiap area rongga hidung, meskipun benda yang
paling diduga di bawah konka inferior atau di anterior konka. Kadang-kadang, bukti
trauma lokal mungkin ada, dengan eritema, edema, perdarahan, atau keduanya. Apabila
benda asing sudah terlalu lama di dalam rongga hidung, biasanya muncul temuan klinis
lainnya seperti adanya discharge hidung dan bau busuk. Pada pemeriksaan, tampak
edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi ulserasi.1,6
Selain pemeriksaan dari rongga hidung, diperlukan juga menilai komplikasi dari
benda asing di hidung seperti mencari tanda-tanda otitis media akut dengan otoskop,
menilai sinusitis, memeriksa kaku kuduk, dan auskultasi dada dan leher untuk wheezing
atau stridor, yang mungkin menjadi petunjuk dari aspirasi benda asing.6

Gambar 3 Cara fiksasi anak pada saat pemeriksaan THT

2.6.3. Imaging
Pada kasus benda asing di saluran nafas dapat dilakukan pemeriksaan radiologik dan
labotorium untuk menegakan diagnosis. Benda asing yangbersifat radioopak dapat dibuat
foto rontgen segera setelah kejadian, sedangkan benda asing radiolusen seperti kacngacangan dibuat setelah 24 jam kejadian kerana sebelum 24 jam belum menunjukkan
gambaaran radiologis yang berarti. Biasanya setelah 24 jam baru tampak atelektasis atau
emfiesma.
Pemeriksaan radiologik leher dalam posisi tegak untuk penilaian jaringan lunak
leher dan pemeriksaan toraks postero anterior dan lateral sangat penting pada aspirasi
benda asing Pemeriksaan toraks lateral dilakukan dengan lengan di belakang punggung,
leher dalam fleksi dan kepala ekstensi untuk melihat seluruh jalan napas dari mulut
sampai karina. Kerana benda asing di bronkus sering tersumbat di orifissium bronkus
utama atau lobus, pemeriksan paru sangat memantu diagnosis.
Bronkoskopi merupakan pilihan untuk ekstraksi benda asing di saluran nafas,
disamping juga digunakan untuk diagnosis pada kasus kecurigaan benda asing. Jenis
bronkoskop yang digunakan sampai saat ini masih merupakan perdebatan apakah kaku

atau fiberoptic, pengambilan keputusan tergantung pilihan operator, lokasi benda asing
dan ukuran pasien (umur), meskipun untuk anak dan sebagian besar dewasa penggunaan
bronkoskop rigid merupakan pilihan untuk ekstraksi benda asing karena ventilasi lebih
terjamin melalui tube bronkoskop selama tindakan disamping juga operator dapat
memasukkan peralatan seperti forsep dan optical telescope.2
Bronkoskopi serat optik atau flexible broncho fibroscope sesuai dengan namanya
adalah bronkoskop yang lentur. Terdiri dari berbagai macam ukuran dengan diameter luar
3,4 mm sampai 5,9 mm. Sumber cahaya dari cold light dengan intensitas tinggi yang
dihantarkan lewat kabel ganda dalam bentuk glass fiber ke bronkoskop yang diteruskan
ke bagian distal. Pada ujung distal 5cm sangat fleksible dan dapat bergerak dalam
bentuk bidang yaitu ke atas 1300 dan ke bawah 1300 atau ke atas 1800 dan ke bawah 600.
Alat ini dilengkapi dengan lensa yang tajam, dengan jarak ketajaman 3-50 mm.
Disamping itu masih ada 2 lubang untuk keluar cahaya yang cukup untuk melihat dan
membuat foto.
Terdapat satu channel dimana dapat digunakan untuk mengisap atau tempat
masuknya alat-alat seperti, forcep biopsi, forcep untuk benda asing, atau memasukkan
cairan anestesi. Bronkoskopi serat optk digunakan pada trakea dan bronkus dengan
diameter yang lebih besar, mengisap sekret terutama dari bronkus, penderita dengan
trauma atau patah tulang leher, tengkorak, laring dan trakea.
Bronkoskop kaku berbentuk tabung logam dengan sumber cahaya di bagian
proksimal. Ukuran diameter serta panjang tabung bermacam-macam disesuaikan dengan
penampang bronkus yang akan diperiksa. Bronkoskop kaku dipiih pada kondisi kasuskasus pediatrik dimana rima glottis dan trakea masih kecil, perdarahan paru yang masif,
drainase abses paru yang pecah, sumbatan bronkus dengan sekret liat atau cukup banyak,
pengambilan benda asing pada trakea atau bronkus utama, trakea yang sempit.7
Video Fluroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran nafas secara
keseluruhan, dapat mengevaluasi saat ekspirasi dan inspirasi dan adanya obstruksi
parsial. Sebelum pemeriksaan pasien difiksasi dahulu serta diekstensi kepala dan leher.7

Emfiesma obstruktif merupakan bukti radiologik pada benda asing di saluran nafas
setelah 24 jam benda teraspirasi. Gambaran emfiesma tampak sebagai pergeseran
mediastinum ke sisi paru yang sehat pada saat ekspirasi (mediastinal shift) dan pelebaran
intercostal.2
2.2.7 Penatalaksaan
Penatalaksanaan benda asing di hidung pada anak-anak cukup sulit karena biasanya
pasien anak-anak sulit untuk koopertif. Hal ini disebabkan oleh ketakutan anak-anak yang
berlebihan serta diperparah dengan ketakutan mereka akibat nyeri yang ditimbulkan saat
mengeluarkan benda asing di hidung sebelumnya baik oleh orang tua maupun tenaga
kesehatan.8
Kerjasama antara pasien dan pemeriksa sangat diperlukan untuk mengeluarkan benda
asing dari hidung. Pasien biasanya diperiksa dalam posisi duduk. Pada anak-anak,
sebaiknya dipangku dan dipegang erat oleh orang tuanya sambil duduk di kursi
pemeriksaan agar tenang sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi.9
Terdapat beberapa metode dalam mengeluarkan benda asing di hidung, seperti
dengan memakai pengait (hook) yang dimasukkan ke dalam hidung bagian atas,
menyusuri atap kavum nasi sencara menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait diturunkan
sedikit dan ditarik kedepan. Dapat pula menggunakan forsep aligator, cunam Nortman
atau wire loop. Bila benda asing berbentuk bulat, maka sebaiknya digunakan pengait
yang ujungnya tumpul. Kebanyakkan pasien dengan aspirasi benda asing yang datang ke
dokter THT telah melalui fase akut, sehingga pengangkatan secara endoskopik harus
dipersiapkan kerana sebelum 24 jam kejadian belum menunjukkan gambaran radiologis
yang bererti. Biasanya setelah 24 jam baru tampak atelektasis atau emfisiema.1
Benda asing di hidung. Cara mengeluarkan benda asing dari dalam hidung ialah
dengan mengguakan pengait yang dimasukkan ke dalam hidung dibahagian atas
menyusuri atap kavum nasi sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait diturunkan
sedikit dan ditarik ke depan. Dengan cara ini benda asing itu akan ikut terbawa ke luar.
Dapat pula meggunakan cunam Nortman atau wire loop. Pemberian antibiotka sistemik
selama 5-7 hari hanya diberikan pada kasus benda asing hdung yang telah menimbulkan
infeksi hidung maupun sinus. Benda asing di tonsil dapat diambil dengan memakai pinset

atau cunam. Biasanya yanng tersangkut ditonsil ialah benda tajam seperti tulang ikan,
jarum atau kail.
2.7.2 Jenis-jenis Teknik Mengeluarkan Benda Asing di Hidung
Kateter balon
Pendekatan ini sangat ideal untuk benda asing yang kecil, benda bulat yang tidak
mudah diambil dengan instrumentasi langsung. Kateter yang dapat digunakan yaitu
kateter Foley (misalnya, 5-8), kateter Forgaty (misalnya, No. 6), atau Katz Extractor OtoRhino Foreign Body Remover (California) juga merupakan pilihan.
Terlepas dari berbagai macam jenis kateter, teknik yang digunakan adalah sama.
Pertama, balon diperiksa, dan kateter dilapisi dengan 2% lidokain jelly. Kemudian pasien
berbaring telentang dan kateter dimasukkan melewati benda asing di dalam rongga
hidung, lalu diberikan udara atau air ke dalam kateter (2ml pada anak-anak kecil dan 3 ml
pada anak-anak yang lebih besar). Setelah dibalonkan, kateter ditarik keluar sehingga
benda asing juga ikut tertarik.6 Teknik dengan kateter juga dapat digunakan sebagai
pencegahan agar benda asing di bagian anterior tidak kearah posterior saat dilakukan
teknik lainnya.10
Tekanan positif
Benda asing yang besar bisa dilakukan teknik tekanan positif. Teknik ini dapat
dilakukan oleh penderita sendiri dengan menutup hidung yang normal dan
menghembuskan nafas dari hidung secara keras, selain itu pada anak yang mengalami
benda asing di hidung, dapat ditiup mulut anak tersebut oleh orangtuanya kissing
technique atau masker bag-valve. Ketika topeng bag-valve digunakan, manuver Sellick
dapat dianggap untuk mencegah esophageal insuflasi udara. Teknik ini banyak dilakukan
pada anak

dan dapat menyebabkan komplikasi seperti barotrauma di telinga

dan

emfisema periorbital. Tekanan positif juga memiliki risiko yang menyebabkan


barotrauma ke saluran napas, paru-paru, atau membran timpani, dan dokter harus
menghindari penggunaan volume besar udara paksa. Untuk yang terbaik dari
pengetahuan kita, komplikasi yang terakhir belum dilaporkan.
Tekanan Negatif (Suction)

Teknik ini sangat ideal untuk benda aisng yang terlihat, halus atau bulat dimana benda
sulit diambil dengan pinset atau forcep alligator. Suction yang diberikan pada pasien
biasanya yang bertekanan 100-140 mmHg.5
2.8 Komplikasi
Perdarahan merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada corpus alienum di
hidung. Edema pada mukosa dapat menyebabkan obstruksi pada drainase sinus dan tuba
eustachius sehingga mengakibatkan sinusitis dan otitis media akut. Komplikasi dapat
disebabkan oleh benda asing itu sendiri atau trauma tindakan bronkoskopi. Komplikasi
akut akibat tersangkutnya benda asing antara lain sesak nafas, hipoksia, asfiksia sampai
henti jantung. Gangguan ventilasi ditandai dengan adanya sianosis. Rinolith dapat timbul
bila benda asing bertahan selama bertahun-tahun.
Rinolit dapat terbentuk dari bahan di luar tubuh manusia yang masuk ke dalam
hidung dan yang tersisa di dalam rongga hidung seperti batu berbentuk cherry, batu, nasal
swab yang tertinggal, atau benda semacam ini yang disebut eksogen. Rinolit endogen
adalah bahan-bahan yang dikembangkan yang berasal di sekitar tubuh sendiri misalnya,
gigi ektopik di sinus maksilaris, disekap tulang, bekuan darah yang mengering di rongga
hidung, dan lendir mengeras. Sekitar 20% dari rinolit berasal dari materi endogen.Infeksi
struktur jaringan di sekitar hidung juga dapat terjadi, seperti selulitis periorbital,
meningitis, epiglositis, difteri, dan tetanus.5

BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama

: Tn. F

MR

: 965614

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 2,5 tahun

Alamat

: Padang

Tanggal masuk : 23 Desember 2016


II. Anamnesis
Keluhan Utama: kemasukan mainan roda ban mobil di lubang hidung kanan 2 jam
sebelum masuk Rumah Sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:

kemasukan mainan roda ban mobil di lubang hidung kanan 2 jam sebelum masuk
Rumah Sakit. Sebelumnya pasien sedang bermain mobil-mobilan, tiba tiba
pasien memberitahu orang tuanya ada benda asing di hidungnya. Pasien kemudian
di bawa ke klinik dan di rujuk ke RSUP M.Djamil Padang.

Tidak ada riwayat tersedak, batuk-batuk, wajah kebiruan, sesak napas

Keluar cairan dan darah dari hidung tidak ada

Usaha mengeluarkan benda asing tidak ada

Kebiasaan memasukan benda asing tidak ada

Nyeri hidung kanan tidak ada

Demam tidak ada, nyeri kepala tidak ada

Gangguan pendengaran tidak ada

Gangguan penciuman tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran

: komposmentis non kooperatif

Tekanan darah

Nadi

: 98x/menit

Nafas

: 27x/menit

Suhu

: 36,90C

mmHg

Kepala

: tidak ditemukan kelainan

Kelenjar getah bening

: tidak ditemukan pembesaran

Kepala

: bulat, simetris

Rambut

: hitam, tidak mudah rontok

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Paru

gerak dinding dada simetris kiri dan kanan, stridor -/-,


wheezing -/-, retraksi intercosta tidak ada

Status lokalis THT:


1. Telinga
Pemeriksaan

Daun Telinga

Dinding liang
telinga

Penilaian

Dekstra

Sinistra

Kel. Kongenital

Tidak ada

Tidak ada

Trauma

Tidak ada

Tidak ada

Radang

Tidak ada

Tidak ada

Kel. Metabolik

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tarik

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tekan

Tidak ada

Tidak ada

Cukup lapang

Cukup
lapang

Cukup lapang (N)


Sempit

Sekret /
Serumen

Hiperemi

Tidak ada

Tidak ada

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Bau

Tidak ada

Tidak ada

Warna

Tidak ada

Tidak ada

Jumlah

Tidak ada

Tidak ada

Jenis

Tidak ada

Tidak ada

bening

bening

Refleks cahaya

Bulging

Retraksi

Atrof

Jumlah perforasi

Tidak ada

Tidak ada

Jenis

Tidak ada

Tidak ada

Kuadran

Tidak ada

Tidak ada

Pinggir

Tidak ada

Tidak ada

Tanda radang

Tidak ada

Tidak ada

Fistel

Tidak ada

Tidak ada

Sikatrik

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tekan

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri ketok

Tidak ada

Tidak ada

Membran Timpani
Warna

Utuh

Perforasi

Mastoid

Rinne
Tes Garpu tala
512 Hz
Audiometri

Schwabach
Weber
Kesimpulan

Tes garpu tala tidak dilakukan


Pemeriksaan tidak dilakukan

2. Hidung
Pemeriksaan

Hidung luar

Penilaian
Deformitas

Dextra

Sinistra

Tidak ada

Tidak ada

Kelainan kongenital

Tidak ada

Tidak ada

Trauma

Tidak Ada

Tidak ada

Radang

Tidak ada

Tidak ada

Massa

Tidak ada

Tidak ada

3. Sinus paranasal
Pemeriksaan
Nyeri tekan

Tidak ada

Dextra

Sinistra
Tidak ada

Nyeri ketok

Tidak ada

Tidak ada

4. Rinoskopi Anterior
Vestibulum
Kavum nasi

Sekret

Konka inferior

Konka media

Septum

Vibrise
Radang
Cukup lapang (N)
Sempit
Lapang
Lokasi
Jenis
Jumlah
Bau
Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Cukup lurus/deviasi
Permukaan
Warna

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Sulit di nilai,
Cukup lapang
tampak benda asing
warna hijau di
antara konka
inferior dan septum
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Eutrofi
Eutrofi
Merah muda
Merah muda
Licin
Licin
Ada
Tidak ada
Eutrofi
Eutrofi
Merah muda
Merah muda
Licin
Licin
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada deviasi
Licin
Merah muda

Licin
Merah muda

Massa

Spina
Krista
Abses
Perforasi
Lokasi

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Bentuk

Tidak ada

Tidak ada

Ukuran

Tidak ada

Tidak ada

Permukaan

Tidak ada

Tidak ada

Warna

Tidak ada

Tidak ada

Konsistensi

Tidak ada

Tidak ada

Mudah digoyang

Tidak ada

Tidak ada

Pengaruh
vasokonstriktor

Tidak ada

Tidak ada

5. Rinoskopi Posterior : Sulit Dilakukan


Pemeriksaan

Koana

Penilaian
Cukup lapang
(N)
Sempit
Lapang
Warna

Mukosa

Edem
Jaringan
granulasi
Ukuran

Konka inferior

Warna
Permukaan
Edem

Adenoid

Ada/tidak

Dekstra

Sinistra

Muara tuba
eustachius

Tertutup sekret
Edem mukosa
Lokasi
Ukuran

Massa

Bentuk
Permukaan

Post Nasal
Drip

Ada/tidak
Jenis

6. Orofaring dan Mulut


Pemeriksaan
Palatum mole
+ Arkus faring

Dinding Faring

Penilaian

Dekstra

Sinistra

Simetris

Simetris

Warna

Merah muda

Merah muda

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Bercak/eksudat

Tidak ada

Tidak ada

Merah muda

Merah muda

Licin

Licin

Ukuran

T1

T1

Warna

Merah muda

Merah muda

Permukaan

Licin

Licin

Kripti

Baik

Baik

Detritus

Tidak ada

Tidak ada

Eksudat

Tidak ada

Tidak ada

Perlengketan
dengan pilar

Tidak ada

Tidak ada

Warna

Merah muda

Merah muda

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Simetris/tidak

Warna
Permukaan

Tonsil

Peritonsil

Abses
Tumor

Tidak ada

Tidak ada

Lokasi
Bentuk
Ukuran

Tidak ada

Permukaan
Konsistensi
Gigi

Lidah

Karies/radiks

Tidak ada

Tidak ada

Kesan

Higiene mulut baik

Warna

Merah muda

Bentuk

Normal

Deviasi

Tidak ada

Massa

Tidak ada

7. Laringoskopi Indirek : Pemeriksaan tidak dilakukan


Pemeriksaan

Penilaian
Bentuk
Warna

Epiglotis

Edema
Pinggir rata/tidak
Massa
Warna

Ariteniod

Edema
Massa
Gerakan
Warna
Edema

Dekstra

Sinistra

Ventrikular
band

Massa
Warna

Plica vokalis

Gerakan
Pingir medial
Massa

Subglotis/trak
ea

Massa

Sinus
piriformis

Massa

Valekula

Massa

Sekret

Sekret

Sekret ( jenisnya )

Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher :


Inspeksi : tidak tampak adanya tanda-tanda pembesaran kelenjar getah
bening leher
Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening leher

IV. Diagnosis
Corpus Alleanum (roda karet mobil-mobilan) et Cavum Nasi Dekstra
V. Diagnosis Banding
VI. Tatalaksana
Ekstraksi roda karet mobil-mobilan

VII. Prognosis
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam

: bonam

Quo ad sanam

: bonam

BAB IV
DISKUSI

Seorang pasien laki-laki berumur 2,5 tahun datang dibawa oleh orang
tua ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 23 Desember 2016
dengan keluhan kemasukan mainan roda ban mobil di lubang hidung kanan 2
jam sebelum masuk Rumah Sakit

Dari alloanamnesis didapatkan keluhan kemasukan mainan roda ban mobil di


lubang hidung kanan 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Sebelumnya pasien sedang
bermain mobil-mobilan, tiba tiba pasien memberitahu orang tuanya ada benda asing di
hidungnya. Pasien kemudian di bawa ke klinik dan di rujuk ke RSUP M.Djamil Padang.
Usaha mengeluarkan benda asing tidak ada. Roda ban mobil merupakan benda asing
asing yang terdapat dalam suatu organ, berasal dari luar tubuh manusia dan dalam
keadaan normal tidak ada. Kejadian benda asing di hidung banyak terjadi pada laki-laki.
Insiden tertinggi kejadian benda asing di hidung pada anak adalah usia 2-5 tahun. Benda
asing di hidung mulai ditemukan pada anak usia 9 bulan, usia tersebut anak mulai
menjepit atau menggenggam benda disekitarnya khususnya benda yang berukuran kecil.
Waktu terjadi masuknya benda asing dengan penatalaksanaan sangat singkat (2 jam),
sehingga tidak menimbulkan gejala-gejala yang mengganggu pasien.
Keluarga pasien tidak melakukan usaha untuk mengeluarkan benda asing tersebut,
usaha untuk mengeluarkan benda asing bagi yang tidak ahli dapat menyebabkan benda
terdorong lebih dalam secara tidak sengaja, meningkatkan risiko benda tersebut masuk ke
saluran pernapasan yang dapat menimbulkan obstruksi jalan napas, yang menyebabkan
sesak napas, sehingga menimbulkan keadaan yang gawat.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak benda asing berwarna hijau diantara
konka inferior dan septum di kavum nasi dekstra. Dilakukan pengambilan benda asing
menggunakan pinset byonet. Setelah beberapa saat kemudian didapatkan ekstraksi benda
asing berhasil mengeluarkan satu buat karet ban mobil-mobilan dari kavum nasi dekstra.
Hal ini sesuai dengan teori untuk mengeluarkan benda asing dari dalam hidung dengan
menggunakan pengait (pinset/haak) yang dimasukkan ke dalam hidung dibagian atas,

menyusuri kavum nasi sampai menyentuh nasofaring, lalu diturunkan dan dikait/tarik ke
depan.
Pada kasus benda asing dihidung dapat diberikan antibiotik sistemik 5-7 hari,
nmaun hanya untuk benda asing di hidung yang telah menimbulkan infeksi hidung
maupun sinus. Pada kasus pasien ini terapi medikamentosa tidak perlu diberikan, karena
pasien datang cepat dan belum menimbulkan gejala obstruksi, maupun gejala infeksi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. 2012. Hidung. Dalam Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi ke 7. Jakarta: FKUI
2. Junizaf MH. 2012. Benda Asing di Saluran Nafas. Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi ke 7. Jakarta: FKUI
3. Novialdi, Rahman S. 2006. Benda Asing Batu Kerikil di Bronkus. Bagian Telinga
Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang. http://repository.unand.ac.id/ diunduh pada tanggal
24 Desember 2016.
4. Fischer
JI.

2013.

Nasal

Foreign

Body,

http//emedicine.medscape.com/article/763767-overview. Diakses 24 Desember


2016
5. Patil, Karthikeya, Mahima V Guledgud, Malleshi Suchettha N.

Rhinoliths.

http://www.ijdr.in/ di unduh tanggal 24 Desember 2016


6. Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
7. Fitri.F, Pulungan. M.R., Ekstraksi Benda Asing (Kacang Tanah) di Bronkus
Dengan

Bronkoskop

Kaku.

http://repository.unand.ac.id/18382/1/Ektraksi

%20Benda%20Asing%20
8. Panduan praktis klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. 2014.
Benda asing di hidung. Jakata: IDI.
9. Davies PH, Benge JR. 2000. Foreign Body. The Nose and Ear: A Review
Techniques for Removal in the Emergency Department.
10. Gregori,Dario, Lorenzo Salerni, Cecilia Scarinzi. Foreign Body in the nose
causing complications and

requiring hospitalization in children 0-14 age.

University of Torino. ENT Department.2008 vol 46: 28-33.

Anda mungkin juga menyukai